Epilepsi adalah suatu jenis gangguan syaraf yang menyerang manusia di setiap negara di seluruh dunia.
Epilepsi juga merupakan salah satu penyakit tertua yang dikenal manusia. Penyakit ini ditandai dengan
kecenderungan pengulangan 'serangan' yang dimulai dengan dua atau lebih serangan tiba-tiba.
Kepercayaan yang melekat di banyak negara menyatakan bahwa orang yang mengidap epilepsi diserang
oleh kekuatan gaib. Kepercayaan kuno ini dapat dilihat dari namanya --kata epilepsi berasal dari bahasa
Yunani "epilambanien" yang berarti 'serangan'.
Saat ini kita mengetahui bahwa serangan yang terjadi dalam epilepsi merupakan hasil dari kelebihan
muatan listrik tiba-tiba yang biasanya singkat pada sekelompok sel di otak sehingga terjadi penghentian
aktivitas sel-sel otak. Hal ini juga dapat terjadi pada sisi lain otak. Gambaran klinis serangan akan berbeda
dan tergantung pada bagian otak mana yang pertama kali terganggu dan sejauh mana penyebarannya.
Gejala yang singkat dapat terjadi seperti kehilangan kesadaran, gangguan pergerakan, sensasi (meliputi
pandangan, pendengaran, dan perasaan), suasana hati, dan fungsi mental.
Serangan dapat berubah-ubah dari kehilangan perhatian yang sangat cepat atau sentakan otot yang hebat
sampai kejang-kejang yang berlangsung sangat lama. Serangan juga dapat berubah-ubah frekuensinya,
dari sekali dalam setahun sampai beberapa kali sehari. Serangan dikelompokkan berdasarkan bagian otak
yang diserang, contohnya:
a; Serangan Parsial: terjadi karena adanya penghentian muatan listrik di satu tempat atau lebih yang
terlokalisir di bagian otak. Berdasarkan tipenya, serangan parsial dapat melemahkan kesadaran,
dapat juga tidak. Serangan parsial dimulai di bagian otak tertentu, tetapi kemudian menyebar
keseluruh bagian otak yang menyebabkan serangan keseluruhan.
b; Serangan keseluruhan: dalam serangan ini penghentian muatan listrik yang terjadi meliputi seluruh
bagian otak dan dapat menyebabkan kehilangan kesadaran dan atau kontraksi otot atau kejang
'stiff'. Serangan ini dikenal sebagai kekejangan "grand mal" dan kehilangan kesadaran yang
singkat "petit mal".
Status epilepticus adalah keadaan seseorang yang sering terkena serangan tanpa usaha penyembuhan
setiap kali terkena serangan. Hal ini berbahaya dan jika tidak diterapi dapat menyebabkan kerusakan otak
atau kematian. Tidak ada kejelasan mengapa terjadi serangan tertentu, pada waktu atau usia tertentu dan
tidak pada waktu-waktu atau usia-usia lainnya. Faktor-faktor pemicu yang dikenali pada beberapa pasien
misalnya cahaya lampu tertentu (disco, televisi, dan video games), pernapasan yang cepat, pengeluaran
cairan yang berlebihan, kurang tidur, emosi, dan tekanan psikis dapat menimbulkan serangan. Meskipun
hal tersebut bukan penyebab epilepsi, namun dapat mempengaruhi waktu dan frekuensi serangan.
Epilepsi tidak mengenal batas wilayah, ras, dan batas sosial. Penyakit ini terjadi pada pria dan wanita serta
dapat terjadi pada usia berapapun. Diduga kebanyakan terjadi sejak dalam kandungan, masa kanakkanak, remaja, dan orang tua. Siapa saja dapat terkena serangan? Kenyataannya, 5% penduduk dunia
terkena serangan satu kali seumur hidup. Sedangkan diagnosa epilepsi terbatas pada serangan yang
terjadi berulang-ulang, paling tidak dua serangan yang tiba-tiba.
Prevalensi epilepsi berbanding dengan jumlah penduduk, yang meningkat setiap tahunnya. Beberapa
penelitian di seluruh dunia memperkirakan jumlah prevalensi epilepsi aktif kurang lebih 8,2 per 1000
penduduk. Bagimanapun, perkiraan ini mungkin terlalu rendah untuk negara berkembang seperti
Colombia, Ecuador, India, Liberia, Nigeria, Panama, Tanzania, dan Venezuela yang prevalensinya lebih
dari 10 per 1000.
Penelitian di negara maju memperkirakan insiden penyakit epilepsi setiap tahun kurang lebih 50 per
100.000 penduduk. Penelitian di negara berkembang menunjukkan angka hampir dua kali lipat, yaitu 100
per 100.000 penduduk. Insiden epilepsi di negara berkembang lebih tinggi karena risiko yang dapat
menyebabkan kerusakan otak permanen juga lebih tinggi. Keadaan ini meliputi neurocysticercosis,
meningitis, malaria, komplikasi perinatal, dan malnutrisi.
Masih banyak orang yang tidak teridentifikasi penyakit epilepsinya. Teori yang paling dapat diterima adalah
bahwa epilepsi merupakan hasil dari ketidakseimbangan sejumlah unsur kimia dalam otak, seperti
neurotransmitter yang menyebabkan batas kekejangan menurun. Anak-anak dan remaja lebih banyak
mengidap epilepsi yang tidak diketahui sebabnya atau mungkin karena keturunan. Pada pasien lebih tua
lebih sering disebabkan oleh kelainan otak bagian bawah seperti tumor, penyakit pembuluh darah otak,
atau cedera otak.
Trauma dan infeksi otak dapat menyebabkan epilepsi. Sebagai contoh, di Amerika Latin penyebab utama
kista neurocysticercosis di otak adalah infeksi oleh cacing pita. Sementara itu, di Afrika malaria dan
meningitis sebagai penyebab utama serta di India neurocysticercosis dan tuberculosis sebagai penyebab
epilepsi terbanyak. (WHO/Hidayati W.B.)
EPILEPSI
DEFINISI
Epilepsi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan untuk mengalami kejang berulang.
2% dari penduduk dewasa pernah mengalami kejang.
Sepertiga dari kelompok tersebut mengalami epilepsi.
PENYEBAB
Epilepsi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan untuk mengalami kejang berulang.
2% dari penduduk dewasa pernah mengalami kejang.
Sepertiga dari kelompok tersebut mengalami epilepsi.
GEJALA
Kejang parsial simplek dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas
di daerah tersebut.
Penderita mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal, tergantung kepada daerah otak
yang terkena.
Jika terjadi di bagian otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan
bergoyang dan mengalami sentakan; jika terjadi pada lobus temporalis anterior sebelah dalam, maka
penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan.
Pada penderita yang mengalami kelainan psikis bisa mengalami dj vu (merasa pernah mengalami
keadaan sekarang di masa yang lalu).
Kejang Jacksonian gejalanya dimulai pada satu bagian tubuh tertentu (misalnya tangan atau kaki) dan
kemudian menjalar ke anggota gerak, sejalan dengan penyebaran aktivitas listrik di otak.
Kejang parsial (psikomotor) kompleks dimulai dengan hilangnya kontak penderita dengan lingkungan
sekitarnya selama 1-2 menit.
Penderita menjadi goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa tujuan,
mengeluarkan suara-suara yang tak berarti, tidak mampu memahami apa yang orang lain katakan dan
menolak bantuan.
Kebingungan berlangsung selama beberapa menit, dan diikuti dengan penyembuhan total.
Kejang konvulsif (kejang tonik-klonik, grand mal) biasanya dimulai dengan kelainan muatan listrik pada
daerah otak yang terbatas. Muatan listrik ini segera menyebar ke daerah otak lainnya dan menyebabkan
seluruh daerah mengalami kelainan fungsi.
Epilepsi primer generalisata ditandai dengan muatan listrik abnormal di daerah otak yang luas, yang
sejak awal menyebabkan penyebaran kelainan fungsi.
Pada kedua jenis epilepsi ini terjadi kejang sebagai reaksi tubuh terhadap muatan yang abnormal. Pada
kejang konvulsif, terjadi penurunan kesadaran sementara, kejang otot yang hebat dan sentakan-sentakan
di seluruh tubuh, kepala berpaling ke satu sisi, gigi dikatupkan kuat-kuat dan hilangnya pengendalian
kandung kemih.
Sesudahnya penderita bisa mengalami sakit kepala, linglung sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya
penderita tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama kejang
Kejang petit mal dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 5 tahun.
Tidak terjadi kejang dan gejala dramatis lainnya dari grand mal.
Penderita hanya menatap, kelopak matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30
detik.
Penderita tidak memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh, pingsan maupun menyentaknyentak.
Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi terus menerus, tidak
berhenti.
Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernafas sebagaimana mestinya dan muatan listrik di dalam
otaknya menyebar luas.
Jika tidak segera ditangani, bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang menetap dan penderita bisa
meninggal.
Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena
Sisi otak yg terkena
Lobus frontalis
Lobus oksipitalis
Lobus parietalis
Gejala
Kedutan pada otot tertentu
Halusinasi kilauan cahaya
Mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh tertentu
Halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang kompleks
Lobus temporalis
misalnya berjalan berputar-putar
Lobus temporalis anterior
Gerakan mengunyah, gerakan bibir mencium
Lobus temporalis anterior sebelah Halusinasi bau, baik yg menyenangkan maupun yg tidak
dalam
menyenangkan
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala yang disampaikan oleh orang lain yang menyaksikan
terjadinya serangan epilepsi pada penderita.
EEG (elektroensefalogram) merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas listrik di dalam otak.
Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak memiliki resiko. Elektroda ditempelkan pada kulit
kepala untuk mengukur impuls listrik di dalam otak.
Setelah terdiagnosis, biasanya dilakukan pemeriksaan lainnya untuk menentukan penyebab yang bisa
diobati.
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk:
- mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
- menilai fungsi hati dan ginjal
- menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya infeksi).
EKG (elektrokardiogram) dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung sebagai akibat dari
tidak adekuatnya aliran darah ke otak, yang bisa menyebabkan seseorang mengalami pingsan.
Pemeriksaan CT scan dan MRI dilakukan untuk menilai adanya tumor atau kanker otak, stroke, jaringan
parut dan kerusakan karena cedera kepala.
Kadang dilakukan pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak.
PENGOBATAN
Jika penyebabnya adalah tumor, infeksi atau kadar gula maupun natrium yang abnormal, maka keadaan
tersebut harus diobati terlebih dahulu.
Jika keadaan tersebut sudah teratasi, maka kejangnya sendiri tidak memerlukan pengobatan.
Jika penyebabnya tidak dapat disembuhkan atau dikendalikan secara total, maka diperlukan obat antikejang untuk mencegah terjadinya kejang lanjutan.
Sekitar sepertiga penderita mengalami kejang kambuhan, sisanya biasanya hanya mengalami 1 kali
serangan. Obat-obatan biasanya diberikan kepada penderita yang mengalami kejang kambuhan.
Status epileptikus merupakan keadaan darurat, karena itu obat anti-kejang diberikan dalam dosis tinggi
secara intravena.
Obat anti-kejang sangat efektif, tetapi juga bisa menimbulkan efek samping.
Salah satu diantaranya adalah menimbulkan kantuk, sedangkan pada anak-anak menyebabkan
hiperaktivitas.
Dilakukan pemeriksaan darah secara rutin untuk memantau fungsi ginjal, hati dan sel -sel darah.
Obat anti-kejang diminum berdasarkan resep dari dokter.
Pemakaian obat lain bersamaan dengan obat anti-kejang harus seizin dan sepengetahuan dokter, karena
bisa merubah jumlah obat anti-kejang di dalam darah.
Keluarga penderita hendaknya dilatih untuk membantu penderita jika terjadi serangan epilepsi.
Langkah yang penting adalah menjaga agar penderita tidak terjatuh, melonggarkan pakaiannya (terutama
Jenis epilepsi
Generalisata, parsial
Petit mal
Parsial
Generalisata, parsial
Generalisata, parsial
Generalisata, parsial
Generalisata, parsial
Kejang infantil, petit mal
PENCEGAHAN
Obat anti-kejang bisa sepenuhnya mencegah terjadinya grand mal pada lebih dari separuh penderita
epilepsi.
epilepsi di Indonesia yang berjumlah 600 ribu penderita. Di RSCM sendiri, menurut dokter spesialis anak
yang juga berpraktek di Klinik Anakku, ini terdapat 175--200 kasus baru per tahun. Dengan
berkembangnya teknologi kedokteran diharapkan epilepsi yang tidak diketahui penyebabnya semakin
berkurang.
Sindrom epilepsi yang terjadi pada anak banyak jenisnya, di antaranya Ohtahara, Spasme Infantil,
Lennox-Gastaut, dan lain-lain. Sindrom Ohtahara terjadi pada bayi berusia 0--3 bulan dengan gejala
munculnya gerakan aneh yang berulang-ulang. Gejala ini memang sangat tidak khas karena bayi baru
lahir sulit dikenali gerakannya. Namun, dengan observasi yang teliti dapat ditentukan gerakan tersebut
kelainan atau bukan. Jika masih tidak dapat ditentukan, EEG dapat dilakukan untuk memastikannya.
Selain sindrom Ohtahara, pada bayi terutama yang berusia 3--12 bulan, dapat terjadi Spasme Infantil
atau dikenal juga dengan Sindrom West. Sindroma ini ditandai dengan kejang yang dialami bayi
menjelang tidur, munculnya berulang-ulang, dan berbunyi. Bayi yang mengalami spasme ini hasil EEGnya sangat buruk. Selain itu, kejang-kejang yang sering dialaminya dapat mengakibatkan retardasi
mental. Sindrom Lennox-Gastaut juga dapat dialami oleh bayi, terutama yang berusia di atas 1 tahun.
Sindrom ini meliputi semua jenis bangkitan kejang seperti Atonik (jatuh-jatuh), Tonik (kejang umum),
Tonik-Klonik (kejang disertai jatuh), Mioklonik, dan Absence (serangan bengong). Prognosis sindrom ini
sangat buruk dan hampir 100% penderita mengalami retardasi mental.
Hal yang terpenting menurut dokter yang juga pengurus Yayasan Autisme Indonesia, ini adalah bahwa
epilepsi dapat disembuhkan dengan pengobatan yang kontinyu. Untuk pasien yang akan menjalani
pengobatan, harus dipastikan dahulu bahwa ia benar-benar menyandang epilepsi. Dengan diagnosis
yang benar, misalnya dengan pemeriksaan EEG, dapat dipastikan bahwa seseorang menyandang
epilepsi. Penyandang epilepsi yang tengah menjalani pengobatan sedapat mungkin hanya menggunakan
satu jenis obat. Obat yang dipakai pun harus diminum dengan teratur, sebab jika pemakaian obat
dihentikan dengan tiba-tiba maka akan menimbulkan serangan yang hebat. Pengobatan yang tengah
dijalani harus diberikan secara rutin selama 2--3 tahun dan pada beberapa kasus diberikan seumur
hidup.
Penyandang epilepsi yang telah menjalani pengobatan 60--80%, bebas serangan selama 3 tahun tanpa
kekambuhan walaupun pengobatan dihentikan. Sebagian kecil penyandang bebas serangan, tetapi harus
tetap minum obat. Hanya 2--5% penyandang epilepsi yang serangannya sulit diatasi walaupun dengan
beberapa obat (intraktabel epilepsi). Pernyataan di atas merupakan harapan yang menggembirakan bagi
keluarga yang salah satu anggotanya menyandang epilepsi. Selain itu, Irawan menyebutkan bahwa
alternatif terakhir untuk mengobati epilepsi adalah dengan mengoperasi bagian sel saraf yang sering
menimbulkan kejang. Hanya saja, setelah operasi ada bagian tubuh yang tidak dapat berfungsi karena
sarafnya telah terpotong. Di Semarang telah berhasil dilakukan sepuluh operasi otak untuk pengobatan
epilepsi. (Hidayati W.B.)
epilepsi ini dapat dihentikan dan dicegah pula dengan obat agar tidak kambuh. Obat
demikian disebut obat antikonvulsan atau obat anti epilepsi. Saat ini ada sekitar lebih
dari 15 macam obat yang biasa digunakan. Dengan meminum obat secara teratur
cukup banyak penderita epilepsi yang dapat dibebaskan dari serangan epilepsi dan
akhirnya mereka dapat hidup tanpa makan obat antikonvulsan. Keterangan lebih
lengkap dapat menghubungi dokter spesialis saraf terdekat.