Tambahan Galih
Tambahan Galih
pemberian pakan, protein dan energi hingga usia 21 minggu. Unggas yang diberi
suplemen membutuhkan hampir 9 gram protein untuk setiap peningkatan kg BW
selama masa pertumbuhan. Setiap hari jumlah total pakan mengurangi protein dan
energi yang dibutuhkan pada setiap telur yang diproduksi dibandingkan dengan
pemberian pakan SK. Untuk setiap telur, ayam dengan ED mengkonsumsi 53.4 g
total protein sementara ayam SK mengkonsumsi 56.1g. Perkembangan pada
penggunaan pakan, protein dan energi untuk produksi telur dengan suplementasi
L-camitine tidak berpengaruh secara signifikan.
Komposisi badan: Data komposisi badan dari eksperimen 2 (tidak ditunjukkan)
berbeda pada beberapa kasus dari eksperimen 1. sebagai contoh, pada usia 22
minggu, pulet dengan tambahan L-camitine mempunyai % lemak karkas lebih
rendah (22.7 vs 215.0%) dan total lemak lebih rendah (214 g vs 253 g) dari pada
pulet yang tidak diberi suplemen. Perbedaan ini tidak berlangsung hingga masa
produksi dan setelah berusia 40 minggu tidak ada perbedaan lemak pada karkas.
Tidak ada perbedaan yang ditemukan dalam % protein karkas atau total protein
pada setiap usia. Unggas dengan suplemen L-camitine cenderung untuk memiliki
ash karkas lebih tinggi dan total ash dari pada unggas yang tidak diberi suplemen
pada setiap usia. Perbedaan signifikan (p=0.05) antara %ash karkas pada unggas
bersuplemen dan tidak didapati pada usia 22 minggu dan 40 minggu. Pada usia
22, anak ayam dengan siplemen L-camitine mempunyai 10.7% ash karkas
sementara yang tidak diberi suplemen mempunyai 9.8%. Pada usia 40 minggu
ayam bersuplemen memnpunyai ash 9.5 % ash karkas, sementara yang tidak
mendapat suplemen 8.4 %. Ini berarti sekitar 15 g perbedaan dalam total ash
karkas selama 40 minggu.
PEMBAHASAN
Program pembatasan pakan seperti yang diujicobakan di sini esensial bagi
kesejahteraan (Katanbaf dkk.,1989a) dan produktivitas (Katanbaf dkk., 1989c)
peternak ayam broiler. L-camitine berperan sebagai sebuah pembawa asam lemak
aktif melalui selaput mitochondrial untuk oksidasi telah diketahui sejak lama
(Friedman dan Fraenkel, 1955). Lysine dan methionine (bahan utamanya) secara
umum pertama dan kedua membatasi asam amino dalam nutrisi poultry sehingga
memungkinkan bahwa produksi endogen dari L-camitine tidak akan cukup untuk
mendukung perpindahan maksimal asam lemak pada individu tertentu dalam
kondisi lingkungan tertentu.
Pada kedua percobaan, alokasi pakan disesuaikan berdasarkan minggu setelah
penimbangan, dengan tujuan untuk memertahankan persamaan BW antar
kelompok. Pada kedua percobaan unggas dengan pakan SK membutuhkan lebih
banyak pakan dari pada unggas dengan ED untuk mencapai BW yang sama.
Perbedaan 65% pada rasio konversi pakan (kg pakan/kg BW), terutama pada
unggas ED tampak pada percobaan 1. dalam percobaan 2, ketika diet pembatasan
pertumbuhan digunakan dari usia 4-18 minggu, tercatat kemajuan hanya sekitar
3%. Hasil ini sama dengan yang telah dicatat oleh de Beer dan Coon (2007), yang
menunjukkan bahwa pulet dengan ED tumbuh lebih efisien dari pada pulet
dengan pakan SK. Leeson dan Summers (1985) juga menemukan bahwa pulet
dengan ED 8% lebih berat dari pada bandingannya pada usia 21 minggu diet
dilakukan. Powell dan Gehle (1976) melaporkan bahwa pulet ED mempunyai
bobot 11% lebih pada usia 22 dari pada pulet dengan pakan SK. Mereka
menambah pakan lagi unggas ED tetapi tidak cukup menjelaskan peningkatan
BW unggas tersebut. Bennett dan Leeson (1989) membandingkan pertumbuhan
pada unggas ED dan SK, dan menemukan bahwa pada usia 20 minggu terdapat
100 g perbedaan dalam BW terutama pada unggas dengan pakan ED.
Katanbaf dkk. (1989a) menunjukkan bahwa pulet diberi pakan setiap hari ke dua
atau setiap hari ketiga mempunyai tingkat sirkulasi lebih tinggi pada xanthophyll
dari pada pulet yang diberi tiap hari. Mereka menambahkan perbedaan ini untuk
mobilisasi lipid (tempat penyimpanan xanthophyll) selama masa puasa pada
kedua kelompok ini. Proses mobilisasi dan deposisi tidak efisien secara sempurna,
yang mana menjelaskan penurunan efisiensi pada unggas dengan pakan SK
dibandingkan dengan ED. Perbedaan dalam efisiensi pertumbuhan antara unggas
penghematan
dilakukan oleh Bartov dkk(1988), Bennett dan Leeson (1989) yang menyatakan
bahwa keseragaman dalam % dari unggas dalam satu kandang dengan BW kurang
lebih 15% dari keseluruhan. Mereka menemukan bahwa pulet dengan SK lebih
konsisten dalam persamaan dari pada pulet dengan pakan ED, namun
perbedaannya tidak signifikan. Dengan menggunakan program SK selama masa
pembatasan pakan tampak menghasilkan keseragaman. Hasil ini sesuai dengan
laporan terdahulu oleh de Beer dan Coon (2007). Pada eksperimen kedua, ketika
diet pembatasan pertumbuhan digunakan, CV tidak berubah dengan pakan SK.
Alokasi pakan ini antara 2 hingga 5% lebih tinggi selama masa pertumbuhan dari
pada dalam eksperimen 1. alokasi lebih tinggi mungkin dapat meningkatkan
keseragaman dalam pulet dengan ED dengan meningkatkan waktu pembersihan
dan membiarkan unggas yang lebih lemah kesempatan mendapat akses untuk
makanannya. Suplemental L-camitine tidak mempengaruhi CV pulet dalam
eksperimen kami. Perbedaaan 3 hari pada eksperimen 1 dan 5.3 hari pada
eksperimen 2, terutama pada pakan ED. Hocking (2004) menunjukkan bahwa
sebagaimana BW meningkat, usia SM menurun dalam sebuah model kurvalinier.
Namun, dalam eksperimen yang dilaporkan di sini, BW tidak berbeda antara
unggas dengan ED dan SK.Wilson dkk. (1989) menemukan bahwa usia pada SM,
yang dinyatakan sebagai 50% produksi, terlambat dalam unggas SK dibandingkan
dengan ternak ED. Katanbaf dkk.(1989b) melaporkan penemuan bahwa SM telat
hingga 5 hari dengan unggas SK dibandingkan dengan unggas ED ketika
keduanya mendapat jumlah pakan yang sama. Meskipun penemuan mereka secara
statistik tidak signifikan tetapi mereka sepaham dengan pendapat kami dan Wilson
dkk. (1989). Wilson dkk (1989) mempresentasikan data yang mengindikasikan
bahwa BW bukan hanya satu-satunya faktor yang memengaruhi SM. Mereka
menemukan dalam dua eksperimen terpisah bahwa meskipun dengan BW tidak
berbeda pada usia 24 minggu, pulet dengan program pembatasan ED dari usia 2
minggu mencapai SM lebih dulu dari pada pulet dengan diet menggunakan SK
dari usia 8 minggu. Jumlah lemak tubuh (Bornstein dkk., 1984) dan masa badan
tak berlemak (Soller dkk.,1984) juga menunjukkan untuk kritis pada inisiasi
SM dan jumlah total telur yang lebih sedikit pada ayam SK. Berat ayam sangat
berkorelasi pada berat telur tetapi tidak berbeda antara pentaturan pakan.
De Beer dan Coon (2007) juga melaporkan bahwa pengaturan pakan tidak
berpengaruh pada fertilitas ternak. Penemuan ini sesuai dengan literatur yang
terbit sebelumnya (Leeson dan Summers, 1985; Katanbaf dkk., 1989c; Wilson
dkk., 1989).
Sedikit laporan yang telah diterbitkan tentang pengaruh L-camitine pada performa
ternak. Rabie dkk. (1997c) menemukan tidak ada perubahan pada performa
pengeraman ayam ketika menambahkan 50-500 mg/kg L-camitine pada diet
terhadap ayam yang sedang bertelur. Yalcn dkk. (2006) juga menemukan tidak ada
manfaat pakan L-camatine untuk ayam yang sedang mengeram. L-camitine tidak
berpengaruh terhadap usia SM, jumlah atau produksi telur. Sementara pengaruh
L-camitine terhadap total produksi telur tidak signifikan. Unggas dengan
suplemen L-camitine menghasilkan 3.9 dan 2.7 lebih total telur pada usia 45
minggu dari pada unggas tanpa suplemen dalam eksperimen 1 dan 2. konsistensi
hasil dan nilai P yang berhubungan (p=0.12 ; p=0.13) untuk total produksi telur
dalam kedua eksperimen menyatakan bahwa L-camatine mungkin mempunyai
pengaruh yang menguntungkan pada produksi telur. Baumgartner (2003)
melaporkan bahwa Suplementasi L-camitine pada 20 mg/kg dari usia 26 hingga
65 minggu menghasilkan kira-kira 8 telur tambahan setiap ayam dibanding
dengan ayam tanpa suplemen pada kontrol ayam yang sedang bertelur. Dalam
laporan yang sama terdapat data yang menunjukkan bahwa 25 mg/kg tambahan Lcamitine menghasilkan peningkatan 4.5 anak ayam per ayam. Dalam 40 minggu
percobaan yang lain, jumlah telur subur per unggas dan berat telur meningkat
berkat tambahan L-camitine. Tidak ada mekanisme untuk mengembangkan
performa tersebut. Hal ini juga dicatat dalam laporan yang sama bahwa 50 mg/kg
L-camitine tidak mempengaruhi berat tubuh ternak selama periode produksi.
Dalam eksperimen 1, EW meningkat karena tambahan L-camitine. Peningkatan
dalam EW pada unggas dengan suplemen tidak signifikan pada eksperimen 2
(p=0.13). penemuan dalam eksperimen 1 kontras dengan Rabie dkk. (1997c),
yang menemukan bahwa tidak ada perbedaan dalam EW untuk ayam bertelur
bersuplemen dengan L-camitine yang berbeda tingkatannya, tetapi penelitian
mereka hanya mengungkap periode dari usia 65 hingga 73 minggu. Tidak ada
prioritas penambahan L-cemitine pada saat itu di percobaan mereka. Suplementasi
L-camitine terdapat pada seumur hidup unggas dalam penelitian ini. Mereka
menemukan bahwa berat kuning telur berkurang dan berat albumen meningkat
sebagai respons terhadap suplemen L-camitine. Analisis berat cangkang, albumen
dan kuning telur (tidak ditunjukkan) ari unggas pada penelitian ini menunjukkan
tidak ada perubahan pada proporsi setiap komponen. Penelitian sebelumnya oleh
de Beer dan Coon (2009) dan Roncero dan Goodridge (2992) menunjukkan
bahwa suplementasi L-camitine meningkatkan sintesis asam lemak de novo pada
liver unggas yang diberi suplemen. Peningkatan dalam lipogenesis ini tampak
selama masa pertumbuhan dan selama produksi. Dimungkinkan bahwa produksi
asam lemak meningkat dan pembungkusan berikutnya pada kuning telur tersebut
memiliki kepadatan lipoprotein lebih rendah (VLDL) untuk ekspor dari liver yang
dapat berguna bagi proses pembentukan kuning telur.
Pada kedua eksperimen ini, fertilitas tidak berubah oleh penambahan L-camitine.
Rinaudo dkk (1991) menyatakan bahwa meningkatnya L-camitine dalam embrio
dapat bermanfaat bagi perkembangan ayam. Catatan ini didukung oleh karya
Leibetseder (1995) yang menunjukkan bahwa kemampuan bertelur meningkat
dari 83 ke 87 % dan 82.4 hingga 85.3% dalam kelompok ayam broiler yang diberi
suplemen 50 dan 100 mg L-camatine secara berkelanjutan. Eksperimen ini juga
menunjukkan tidak ada perubahan kemampuan bertelur sebagai sebuah hasil dari
L-camitine. Ini bertolak belakang dengan penemuan Thiemel dan Jelbnek (2004),
yang melaporkan sebuah peningkatan kemampuan bertelur sekitar 8.89 % setelah
penambahan 30 mg/kg L-camatine pada diet ayam petelur.
Beberapa penelitian menemukan bahwa penambahan L-camatine pada diet
menghasilkan menurunan lemak abdominal pada ternak (Rabie dkk., 1997a,b)
sementara yang lain (Barker dan Sell, 1994; Leibetseder, 1995; ien dan
Homg,2001) menemukan tidak ada pengaruh pada lemak abdominal. Laporan
dan settable produksi telur juga lebih dipengaruhi oleh ED dari pada pakan SK
bahkan dengan BW tidak berbeda antara perlakuan pemberian pakan di dalam
eksperimen. Dapat disimpulkan bahwa suplementasi L-camitine mempunyai
manfaat tersendiri bagi ternak dalam program pemberian pakan SK, juga pada
kebutuhan nyata untuk memobilisir dan mengoksidasi sejumlah besar asam lemak
selama masa puasa. Kekurangan umum pada interaksi antara program pemberian
pakan dan L-camitine menunjukkan bahwa ini bukanlah penyebabnya. Pemberian
tambahan L-camitine tidak melemahkan pengaruh pemberian pakan SK.
Suplementasi L-camitine mengubah ukuran efisiensi tertentu, cara pemberian
pakan tersendiri. Penggunaan batasan rendah diet pertumbuhan bukan penyebab
dari perlakuan pemberian pakan atau L-camitine pada performa ternak, tetapi
beberapa perubahan pada komposisi tubuh telah tercatat. Manfaat improvisasi
keseragaman berhubungan dengan program SK ialah pada penghematan biaya
pemberian pakan dan mengembangkan performa pada ternak ED. Keberlanjutan
suplemen L-camitine dapat menghasilkan keuntungan hingga efisiensi dan
performa ayam broiler.