Anda di halaman 1dari 13

Pengukuran efisiensi lain juga tampak pada tabel 8.

Masa interaksi tidak


signifikan terhadap parameter yang dimaksud. Pemberian ED sebagai pengganti
SK menghasilkan sebuah perbedaan yang signifikan (p<0.01) dalam rasio
konversi pakan (FCR), penggunaan protein dan energi dari usia 0-21 minggu.
Pemberian ED juga mengurangi (p<0.01) total pakan, total protein dan total energi
yang diperlukan pada setiap produksi telur hingga usia ke 45. Suplementasi Lcarnitine menghasilkan imrpovisasi yang signifikan dalam utilisasi pakan, protein
dan energi untuk BW pada usia 21 minggu dan untuk produksi telur hingga 45
minggu.
Komposisi Tubuh: data komposisi tubuh bisa dilihat pada tabel 9, 10 dan 11.
Komposisi tubuh menunjukkan presentase dari Dry Matter (DM) dan masa total
(g) lemak, protein dan ampas. Masa karkas kering (g) dihasilkan dari mengalikan
persen (%) DM dengan berat karkas basah. Masa total lemak, protein dan ampas
didapat dari hasil kali proporsi dari tiap komponen dalam karkas kering dengan
masa karkas kering secara keseluruhan (g). Tidak ada hubungan yang signifikan
antara program pakan dan L-camitine yang telah diamati pada lemak karkas (%)
atau total lemak karkas pada setiap usia. Diet L-camitine tambahan tidak
berpengaruh terhadap isi lemak karkas pada setiap usia. Namun pada usia 40
minggu terdapat peningkatan yang cukup signifikan (p=0.07) pada unggas yang
diberi tambahan lemak % L.camitine dan yang tidak. Program pemberian pakan
tidak berpengaruh terhadap lemak karkas hingga usia ke 40 minggu. Pada usia
tersebut ayam yang diberi ED mempunyai lemak dan total yang lebih rendah %
dibanding ayam SK. Lemak karkas % meningkat dari usia 22 hingga 40 minggu
pada semua kelompok percobaan.
Tidak terdapat interaksi pada protein karkas (tabel 10) sebelum usia ke 40
minggu. Baik pada program pemberian pakan maupun penambahan L-camitine
tidak berpengaruh terhadap protein karkas % atau total protein karkas pada setiap
usia sebelum 40 minggu. Terdapat sebuah penurunan dalam protein karkas % pada
semua perlakuan dari usia 22 hingga 40 minggu. Pada usia 40 minggu terhadap

interaksi yang signifikan antara program pemberian pakan dan tambahan


suplemen L-camitine untuk % protein dan total protein. Protein % lebih tinggi
untuk ternak tanpa suplemen ED dari pada yang diberi suplemen ED. Total
protein karkas lebih rendah pada pemberian ED, L-camitine (664 g) dari pada
semua kelompok percobaan yang lain. % Ash karkas dan total ash karkas (tabel
11) menunjukkan bahwa tidak ada interaksi dan tidak ada perbedaan di antara
semua kelompok percobaan pada setiap usia. % ash karkas menurun dari usia 22
hingga 40 minggu pada semua kelompik. Kematian (tidak ditunjukkan) tidak ada
perbedaan di antara semua kelompok percobaan.
Eksperimen 2: berat badan, keseragaman dan ukuran kerangka. Data BW dari
eksperimen 2 ditunjukkan pada tabel 12. pada eksperimen 2, sebuah diet
penumbuh dari berat jenis lebih rendah digunakan pada usia 4-18 minggu. Alokasi
pemberian pakan untuk setiap kelompok disesuaikan secara mingguan disesuaikan
dengan BW mereka, dengan tujuan untuk menjaga keseragaman BW pada semua
kelompok. Pada usia ke 4 minggu, pulet (baca: anak ayam, pen) yang diberi
tambahan L-camitine lebih berat (p<0.01) dari pada pulet yang tidak diberi
suplemen dengan selisih 34 g. Pemberian pakan sama pada setiap kelompok
selama empat minggu pertama. Oleh karena itu, kemajuan pertumbuhan pada
pulet dengan suplemen L-camitine lebih efisien dalam pemberian pakan. Dari usia
25 minggu, semua kelompok menerima alokasi pakan yang sama (tabel 3). Berat
tubuh tidak berbeda antara unggas ED dan SK pada usia 4,7,14,20 atau 22
minggu. Pada usia 27 dan 40 minggu ayam ED lebih berat (p<0.05) dari pada
ayam SK sekitar 59 g dan 164 g, secara berurutan.
CV pada setiap kelompok percobaan pada berbagai usia ditunjukkan pada tabel
13. CV hampir sama pada semua kelompok. Setelah dikandangkan, CV lebih
rendah dari pada sebelum pengandangan karena semua unggas terkurung secara
individual.

Pengukuran kerangka tampakditunjukkan untuk usia 12,20 dan 28 (tabel 14).


Tidak ada hubungan yang signifikan pada setiap usia dan tidak ada perbedaan
sebagai pengaruh utama.
Performa reproduksi: Tidak ada hubungan yang signifikan yang didapatkan
untuk pengukuran parameter performa (tabel 15). Ayam yang diberi pakan SK
selama pertumbuhan membutuhkan 5.3 hari untuk mencapai SM dibandingkan
dengan ED, meskipun mempunyai BW yang sama pada usia ke 22 minggu.
Penambahan suplemen L-camitine tidak mempengaruhi usia pada SM. Ayam yang
diberi ED memproduksi 4.7 lebih (p<0.01) jumlah telur setiap ayam dari pada
ayam yang diberi SK pada usia 45 minggu . Sebuah peningkatan yang tidak
signifikan (p=0.13) 2.7 telur setiap ayam diketahui untuk yang diberi L-camitine
dengan yang tidak diberi suplemen pada usia 45 minggu. Setiap hari ayam
tersebut memproduksi 4.4 lebih (p=0.01) telur per hari dari pada ayam dengan
pakan SK pada usia 45 minggu. Suplementasi L-camitine secara signifikan tidak
meningkatkan produksi telur. Tidak ada perbedaan pengaruh penting yang tampak
pada produksi telur abnormal, meskipun suplementasi L-camitine cenderung
(p=0.07) meningkatkan jumlah telur abnormal.
Sebelumnya EW lebih tinggi 1.2 dalam SK dari pada unggas dengan pakan ED
tetapi bukan dipengaruhi oleh suplementasi L-camitine. Secara keseluruhan
berarti EW dan EW relatif tidak dipengaruhi oleh program pakan atau
suplementasi L-camitine. Fertilitas dan kemampuan bertelur (tidak ditunjukkan)
juga tidak dipengaruhi sebagai efek utamanya.
Data menunjukkan efisiensi penggunaan pakan ditunjukkan dalam tabel 16. tidak
ada pengaruh signifikan pada parameter yang diukur. Pemberian pakan pulet
dengan menggunakan pembatasan ED menghasilkan perkembangan signifikan
secara konsisten dalam pemberian pakan, protein dan energi untuk meningkatkan
BW selama usia 21 minggu pertama. Sebagai contoh, pulet dengan pakan ED
membutuhkan kurang dari 18.4 g protein per kg BW tambahan pada usia 21
minggu. Suplementasi L-camitine juga secara signifikan meningkatkan efisiensi

pemberian pakan, protein dan energi hingga usia 21 minggu. Unggas yang diberi
suplemen membutuhkan hampir 9 gram protein untuk setiap peningkatan kg BW
selama masa pertumbuhan. Setiap hari jumlah total pakan mengurangi protein dan
energi yang dibutuhkan pada setiap telur yang diproduksi dibandingkan dengan
pemberian pakan SK. Untuk setiap telur, ayam dengan ED mengkonsumsi 53.4 g
total protein sementara ayam SK mengkonsumsi 56.1g. Perkembangan pada
penggunaan pakan, protein dan energi untuk produksi telur dengan suplementasi
L-camitine tidak berpengaruh secara signifikan.
Komposisi badan: Data komposisi badan dari eksperimen 2 (tidak ditunjukkan)
berbeda pada beberapa kasus dari eksperimen 1. sebagai contoh, pada usia 22
minggu, pulet dengan tambahan L-camitine mempunyai % lemak karkas lebih
rendah (22.7 vs 215.0%) dan total lemak lebih rendah (214 g vs 253 g) dari pada
pulet yang tidak diberi suplemen. Perbedaan ini tidak berlangsung hingga masa
produksi dan setelah berusia 40 minggu tidak ada perbedaan lemak pada karkas.
Tidak ada perbedaan yang ditemukan dalam % protein karkas atau total protein
pada setiap usia. Unggas dengan suplemen L-camitine cenderung untuk memiliki
ash karkas lebih tinggi dan total ash dari pada unggas yang tidak diberi suplemen
pada setiap usia. Perbedaan signifikan (p=0.05) antara %ash karkas pada unggas
bersuplemen dan tidak didapati pada usia 22 minggu dan 40 minggu. Pada usia
22, anak ayam dengan siplemen L-camitine mempunyai 10.7% ash karkas
sementara yang tidak diberi suplemen mempunyai 9.8%. Pada usia 40 minggu
ayam bersuplemen memnpunyai ash 9.5 % ash karkas, sementara yang tidak
mendapat suplemen 8.4 %. Ini berarti sekitar 15 g perbedaan dalam total ash
karkas selama 40 minggu.
PEMBAHASAN
Program pembatasan pakan seperti yang diujicobakan di sini esensial bagi
kesejahteraan (Katanbaf dkk.,1989a) dan produktivitas (Katanbaf dkk., 1989c)
peternak ayam broiler. L-camitine berperan sebagai sebuah pembawa asam lemak

aktif melalui selaput mitochondrial untuk oksidasi telah diketahui sejak lama
(Friedman dan Fraenkel, 1955). Lysine dan methionine (bahan utamanya) secara
umum pertama dan kedua membatasi asam amino dalam nutrisi poultry sehingga
memungkinkan bahwa produksi endogen dari L-camitine tidak akan cukup untuk
mendukung perpindahan maksimal asam lemak pada individu tertentu dalam
kondisi lingkungan tertentu.
Pada kedua percobaan, alokasi pakan disesuaikan berdasarkan minggu setelah
penimbangan, dengan tujuan untuk memertahankan persamaan BW antar
kelompok. Pada kedua percobaan unggas dengan pakan SK membutuhkan lebih
banyak pakan dari pada unggas dengan ED untuk mencapai BW yang sama.
Perbedaan 65% pada rasio konversi pakan (kg pakan/kg BW), terutama pada
unggas ED tampak pada percobaan 1. dalam percobaan 2, ketika diet pembatasan
pertumbuhan digunakan dari usia 4-18 minggu, tercatat kemajuan hanya sekitar
3%. Hasil ini sama dengan yang telah dicatat oleh de Beer dan Coon (2007), yang
menunjukkan bahwa pulet dengan ED tumbuh lebih efisien dari pada pulet
dengan pakan SK. Leeson dan Summers (1985) juga menemukan bahwa pulet
dengan ED 8% lebih berat dari pada bandingannya pada usia 21 minggu diet
dilakukan. Powell dan Gehle (1976) melaporkan bahwa pulet ED mempunyai
bobot 11% lebih pada usia 22 dari pada pulet dengan pakan SK. Mereka
menambah pakan lagi unggas ED tetapi tidak cukup menjelaskan peningkatan
BW unggas tersebut. Bennett dan Leeson (1989) membandingkan pertumbuhan
pada unggas ED dan SK, dan menemukan bahwa pada usia 20 minggu terdapat
100 g perbedaan dalam BW terutama pada unggas dengan pakan ED.
Katanbaf dkk. (1989a) menunjukkan bahwa pulet diberi pakan setiap hari ke dua
atau setiap hari ketiga mempunyai tingkat sirkulasi lebih tinggi pada xanthophyll
dari pada pulet yang diberi tiap hari. Mereka menambahkan perbedaan ini untuk
mobilisasi lipid (tempat penyimpanan xanthophyll) selama masa puasa pada
kedua kelompok ini. Proses mobilisasi dan deposisi tidak efisien secara sempurna,
yang mana menjelaskan penurunan efisiensi pada unggas dengan pakan SK
dibandingkan dengan ED. Perbedaan dalam efisiensi pertumbuhan antara unggas

ED dan SK tidak sebesar ketika diet pembatasan pertumbuhan digunakan dalam


eksperimen 2.
Kedua eksperimen ini menunjukkan (tabel 8,16) bahwa pakan L-camitine pada
pakan ayam broiler selama masa pembatasan pakan, mengimprovisasi
penggunaan pakan selama

masa pertumbuhan. Sementara

penghematan

penggunaaan pakan secara statistik signifikan pada eksperimen 2 (p<0.01) dan


hampir signifikan dalam eksperimen 1 (p=0.08), perubahan aktual pada FCR
kurang dari 2 % pada kedua kasus. Sementara fungsi utama dari L-camitine dalam
tubuh adalah untuk pemindahan asam lemak ke dalam mitochondira untuk proses
oksidasi, perlakuan tersebut mungkin mempunyai efek yang berpengaruh terhadap
efisiensi dalam ternak broiler.
Kite dkk. (2002) mendemonstrasikan perubahan dalam bobot badan meningkat
disebabkan oleh diet suplementasi L-camitine pada broiler dimediasi oleh
meningkatnya konsentrasi plasma insulin-like growth factor -I (IGF-I). Diketahui
bahwa IGF-I berpotensi sebagai perangsang pertumbuhan. Rosebrough dan
McMurtry (1993) membuktikan bahwa variasi dalam diet protein dan energi
menghasilkan perubahan pada konsentrasi plasma IGF-I. Dalam karya Kita dkk
(2002), plasma IGF-I meningat seiring dengan meningkatnya dieet L-camitine dan
mereka menambahkan sebagian perubahan berat badan pada faktor tersebut.
Keuntungan dari L-camitine dalam rangka konversi paka dan pertumbuhan ini
masih kontroversi. Musser dkk (1999) mengungkapkan bahwa pada babi,
pemberian pakan 50 mg/kg L-camatini dalam diet dalam masa kehamilan
meningkatkan berat badan dan meningkatkan ukuran lemak pada rusuk terakhir.
Seperti halnya ternak pada study yang kami lakukan, babi-babi ini mengalami
pembatasan pakan selama masa eksperimen. Selama puasa unggas-unggas
mengandalkan oksidasi asam lemak untuk memenuhi kebutuhan energi.
Kemungkinan inilah manfaat dari proses suplementasi L-camitine. Dalam
penelitian yang lain, Ramanau dkk (2004) menemukan bahwa 125 mg/d tambahan
L-camitine tidak menyebabkan perubahan pertumbuhan babi selama menyusui.
Beberapa pengarang (Weeden dkk.,1991; Owen dkk.,2001) meneliti babi

menyatakan bahwa suplementasi L-camitine dapat mengurangi lemak karkas dan


menghemat pemberian pakan. Rabie dkk. (1997a,b) menyatakan bahwa Lcamitine mengurangi lemak perut pada ayam sementara yang lain (Leibetseder,
1995; busye dkk.,2001; Lien dan Homg, 2001) melaporkan sedikit keuntungan
dari tambahan diet L-camitine dalam pertumbuhan efisiensi atau pengurangan
lemak pada karkas.
Hasil dari pembahasan retensi N menunjukkan bahwa suplementasi L-camitine
tidak signifikan terhadap retensi N selama masa tiga minggu. Beberapa pengarang
(Ch0 dkk., 2000;Heo dkk.,2000; Owen dkk., 2001) telah menunjukkan bahwa Lcamitine dapat mengimprovisasi penggunaan N pada babi. Owen dkk. (2001)
mendemonstrasikan bahwa diet L-camitine menekan aktifitas mitochondrial
branched-chain alpha-keto acid dehygrogenase dan meningkatkan pertumbuhan
protein pada babi. Dalam catatan mereka, perubahan melalui branched-chain
alpha-keto acid dehygrogenase menurun pada hati dan mitochondria otot dengan
meningkatnya diet L-camitine. Mereka juga menemukan bahwa perubahan
melalui pyruvate carboxylase meningkat dalam mithocondria pada liver babi
dengan pakan L-camitine. Mereka berspekulasi bahwa perubahan tersebut akan
mereduksi kekurangan oksidatif dari asam amino branched-chain dan
menghasilkan lebih karbon untuk biosintesis asam amino. Mereka menambahkan
bahwa babi dengan pakan suplemen L-camitine lebih dapat menggunakan lemak
untuk energi, mengubah karbon melalui sintesis asam amino dan menyerap
branched-chain amino acid untuk sintesis protein. Sementara kita tidak
menemukan keuntungan retensi N, pengaruh kecul positif dari L-camitine pada
FCR selama 21 minggu pada kedua eksperimen, tampak bahwa tiga minggu
tidaklah cukup lama untuk benar-benar memunculkan perbedaan pada
penggunaan N. Jelas sekali bahwa jika ada pun perubahan positif, itu merupakan
perubahan yang sedikit saja.
Pada percobaan yang pertama ini, menggunakan diet pertumbuhan standar, kita
menemukan bahwa pakan SK menghasilkan keseragaman (sebagaimana diukur
dengan CV) melalui pemberian ED. Perubahan ini serupa dengan penelitian yang

dilakukan oleh Bartov dkk(1988), Bennett dan Leeson (1989) yang menyatakan
bahwa keseragaman dalam % dari unggas dalam satu kandang dengan BW kurang
lebih 15% dari keseluruhan. Mereka menemukan bahwa pulet dengan SK lebih
konsisten dalam persamaan dari pada pulet dengan pakan ED, namun
perbedaannya tidak signifikan. Dengan menggunakan program SK selama masa
pembatasan pakan tampak menghasilkan keseragaman. Hasil ini sesuai dengan
laporan terdahulu oleh de Beer dan Coon (2007). Pada eksperimen kedua, ketika
diet pembatasan pertumbuhan digunakan, CV tidak berubah dengan pakan SK.
Alokasi pakan ini antara 2 hingga 5% lebih tinggi selama masa pertumbuhan dari
pada dalam eksperimen 1. alokasi lebih tinggi mungkin dapat meningkatkan
keseragaman dalam pulet dengan ED dengan meningkatkan waktu pembersihan
dan membiarkan unggas yang lebih lemah kesempatan mendapat akses untuk
makanannya. Suplemental L-camitine tidak mempengaruhi CV pulet dalam
eksperimen kami. Perbedaaan 3 hari pada eksperimen 1 dan 5.3 hari pada
eksperimen 2, terutama pada pakan ED. Hocking (2004) menunjukkan bahwa
sebagaimana BW meningkat, usia SM menurun dalam sebuah model kurvalinier.
Namun, dalam eksperimen yang dilaporkan di sini, BW tidak berbeda antara
unggas dengan ED dan SK.Wilson dkk. (1989) menemukan bahwa usia pada SM,
yang dinyatakan sebagai 50% produksi, terlambat dalam unggas SK dibandingkan
dengan ternak ED. Katanbaf dkk.(1989b) melaporkan penemuan bahwa SM telat
hingga 5 hari dengan unggas SK dibandingkan dengan unggas ED ketika
keduanya mendapat jumlah pakan yang sama. Meskipun penemuan mereka secara
statistik tidak signifikan tetapi mereka sepaham dengan pendapat kami dan Wilson
dkk. (1989). Wilson dkk (1989) mempresentasikan data yang mengindikasikan
bahwa BW bukan hanya satu-satunya faktor yang memengaruhi SM. Mereka
menemukan dalam dua eksperimen terpisah bahwa meskipun dengan BW tidak
berbeda pada usia 24 minggu, pulet dengan program pembatasan ED dari usia 2
minggu mencapai SM lebih dulu dari pada pulet dengan diet menggunakan SK
dari usia 8 minggu. Jumlah lemak tubuh (Bornstein dkk., 1984) dan masa badan
tak berlemak (Soller dkk.,1984) juga menunjukkan untuk kritis pada inisiasi

pengembangan reproduksi. Dalam percobaan yang dilaporkan di sini, pulet


dengan pakan SK memiliki (tidak signifikan) total protein karkas lebih ringan
pada usia 22 minggu. Ini mungkin menjelaskan perbedaan antara usia yang sama
pada SM. Cairan yang berhubungan dengan perbedaan antara cara pemberian
pakan dapat juga memainkan sebuah peran penting dalam keterlambatan SM
dalam unggas dengan SK.
Perubahan dalam produksi telur melalui 45 minggu pada ternak unggas dengan
pengaturan pakan juga dilaporkan oleh de Beer dan Coon (2007). Dalam
eksperimen 1 ternak dengan pakan ED memproduksi 5.0 lebih settable telur dari
pada yang diberi pakan SK. Wilson dkk (1989) melaporkan produksi lebih rendah
pada unggas dengan program pakan SK dari usia 8 minggu dibandingkan dengan
unggas dengan diet pakan ED dari usia 2 minggu. Dalam penelitian mereka, BW
tidak berbeda pada kedua kelompok. Perubahan total produksi telur pada unggas
ED pada usia 45 minggu dijelaskan sebagian dengan pengeraman lbih dulu pada
unggas tersebut. Peak (tidak ditunjukkan) tidak berbeda antara dua cara pemberian
pakan, namun agak telat pada unggas SK. Cara pemberian pakan tidak
berpengaruh terhadap produksi telur abnormal. Hasil ini serupa dengan laporan
terdahulu oleh Katanbaf dkk. (1989c) dan de Beer dan Coon (2007), EW
terdahulu lebih tinggi (eksperimen 2) pada SK dari pada unggas dengan ED. EW
tertentu juga lebih tinggi (eksperimen 1) pada unggas dengan SK. Wilson dkk.
(1989) melaporkan bahwa unggas yang memakan SK dari usia 8 minggu
memproduksi telur lebih banyak secara signifikan dari pada unggas dengan pakan
ED dari usia dua minggu. Mereka juga menemukan sebuah peningkatan yang
tidak signifikan yaitu 0.3 g dalam EW dengan pemberian pakan dua kali sehari
selama dua minggu dibandingkan dengan pemberian pakan setiap hari.
Peningkatan ini ditemukan disamping kenyataan bahwa ayam ED dengan berat
125 g lebih di kandang dan 97 g lebih pada ayam SM dari pada ayam SK. Leeson
dan Summers (1985) melaporkan bahwa EW mempunyai 0.3 g lebih besar untuk
unggas SK dibanding ED, bahkan selama 20 minggu unggas BW 100 g lebih
besar dari unggas ED. Fenomena ini merupakan sebuah hasil dari keterlambatan

SM dan jumlah total telur yang lebih sedikit pada ayam SK. Berat ayam sangat
berkorelasi pada berat telur tetapi tidak berbeda antara pentaturan pakan.
De Beer dan Coon (2007) juga melaporkan bahwa pengaturan pakan tidak
berpengaruh pada fertilitas ternak. Penemuan ini sesuai dengan literatur yang
terbit sebelumnya (Leeson dan Summers, 1985; Katanbaf dkk., 1989c; Wilson
dkk., 1989).
Sedikit laporan yang telah diterbitkan tentang pengaruh L-camitine pada performa
ternak. Rabie dkk. (1997c) menemukan tidak ada perubahan pada performa
pengeraman ayam ketika menambahkan 50-500 mg/kg L-camitine pada diet
terhadap ayam yang sedang bertelur. Yalcn dkk. (2006) juga menemukan tidak ada
manfaat pakan L-camatine untuk ayam yang sedang mengeram. L-camitine tidak
berpengaruh terhadap usia SM, jumlah atau produksi telur. Sementara pengaruh
L-camitine terhadap total produksi telur tidak signifikan. Unggas dengan
suplemen L-camitine menghasilkan 3.9 dan 2.7 lebih total telur pada usia 45
minggu dari pada unggas tanpa suplemen dalam eksperimen 1 dan 2. konsistensi
hasil dan nilai P yang berhubungan (p=0.12 ; p=0.13) untuk total produksi telur
dalam kedua eksperimen menyatakan bahwa L-camatine mungkin mempunyai
pengaruh yang menguntungkan pada produksi telur. Baumgartner (2003)
melaporkan bahwa Suplementasi L-camitine pada 20 mg/kg dari usia 26 hingga
65 minggu menghasilkan kira-kira 8 telur tambahan setiap ayam dibanding
dengan ayam tanpa suplemen pada kontrol ayam yang sedang bertelur. Dalam
laporan yang sama terdapat data yang menunjukkan bahwa 25 mg/kg tambahan Lcamitine menghasilkan peningkatan 4.5 anak ayam per ayam. Dalam 40 minggu
percobaan yang lain, jumlah telur subur per unggas dan berat telur meningkat
berkat tambahan L-camitine. Tidak ada mekanisme untuk mengembangkan
performa tersebut. Hal ini juga dicatat dalam laporan yang sama bahwa 50 mg/kg
L-camitine tidak mempengaruhi berat tubuh ternak selama periode produksi.
Dalam eksperimen 1, EW meningkat karena tambahan L-camitine. Peningkatan
dalam EW pada unggas dengan suplemen tidak signifikan pada eksperimen 2
(p=0.13). penemuan dalam eksperimen 1 kontras dengan Rabie dkk. (1997c),

yang menemukan bahwa tidak ada perbedaan dalam EW untuk ayam bertelur
bersuplemen dengan L-camitine yang berbeda tingkatannya, tetapi penelitian
mereka hanya mengungkap periode dari usia 65 hingga 73 minggu. Tidak ada
prioritas penambahan L-cemitine pada saat itu di percobaan mereka. Suplementasi
L-camitine terdapat pada seumur hidup unggas dalam penelitian ini. Mereka
menemukan bahwa berat kuning telur berkurang dan berat albumen meningkat
sebagai respons terhadap suplemen L-camitine. Analisis berat cangkang, albumen
dan kuning telur (tidak ditunjukkan) ari unggas pada penelitian ini menunjukkan
tidak ada perubahan pada proporsi setiap komponen. Penelitian sebelumnya oleh
de Beer dan Coon (2009) dan Roncero dan Goodridge (2992) menunjukkan
bahwa suplementasi L-camitine meningkatkan sintesis asam lemak de novo pada
liver unggas yang diberi suplemen. Peningkatan dalam lipogenesis ini tampak
selama masa pertumbuhan dan selama produksi. Dimungkinkan bahwa produksi
asam lemak meningkat dan pembungkusan berikutnya pada kuning telur tersebut
memiliki kepadatan lipoprotein lebih rendah (VLDL) untuk ekspor dari liver yang
dapat berguna bagi proses pembentukan kuning telur.
Pada kedua eksperimen ini, fertilitas tidak berubah oleh penambahan L-camitine.
Rinaudo dkk (1991) menyatakan bahwa meningkatnya L-camitine dalam embrio
dapat bermanfaat bagi perkembangan ayam. Catatan ini didukung oleh karya
Leibetseder (1995) yang menunjukkan bahwa kemampuan bertelur meningkat
dari 83 ke 87 % dan 82.4 hingga 85.3% dalam kelompok ayam broiler yang diberi
suplemen 50 dan 100 mg L-camatine secara berkelanjutan. Eksperimen ini juga
menunjukkan tidak ada perubahan kemampuan bertelur sebagai sebuah hasil dari
L-camitine. Ini bertolak belakang dengan penemuan Thiemel dan Jelbnek (2004),
yang melaporkan sebuah peningkatan kemampuan bertelur sekitar 8.89 % setelah
penambahan 30 mg/kg L-camatine pada diet ayam petelur.
Beberapa penelitian menemukan bahwa penambahan L-camatine pada diet
menghasilkan menurunan lemak abdominal pada ternak (Rabie dkk., 1997a,b)
sementara yang lain (Barker dan Sell, 1994; Leibetseder, 1995; ien dan
Homg,2001) menemukan tidak ada pengaruh pada lemak abdominal. Laporan

dengan perhatian terhadap pertumbuhan broiler juga bertentangan. Dalam


eksperimen 1 lemak karkas tidak dipengaruhi oleh suplementasi L-camitine.
Dalam eksperimen 2, akan tetapi, %lemak karkas secara signifikan lebih rendah
terhadap unggas berusia 22 minggu dengan suplemen L-camitine. Bahkan,
perbedaan antara dua eksperimen merupakan sebuah gambaran dari kepadatan
nutrisi dalam diet pertumbuhan tidaklah jelas. Isi protein karkas umumnya tidak
dipengaruhi oleh suplementasi L-camitine pada kedua eksperimen yang kami
lakukan.
Dalam eksperimen 1, L-camitine tidak mempengaruhi % ash karkas atau total ash.
Dalam eksperimen 2, unggas dengan suplemen L-camitine secara konsisten
mempunyai % ash dan total ash karkas lebih tinggi. Pengaruh L-camitine pada %
ash karkas signifikan pada usia 22 dan 40 minggu. Cho dkk. (200) menemukan
bahwa ash karkas meningkat dengan inklusi dari L-camitine pada diet babi.
Benvenga dkk. (2001) menunjukkan bahwa L-camitine meningkatkan kepadatan
mineral pada tulang manusia dengan hyperthyroid seperti simptom. Perlakuan
terhadap pasien hypertyroid dengan camitine menghasilkan sebuah perubahan
dalam gejala tanpa menurunkan tingkat serum thyroid hormone, dengan
menghambat masuknya hormon thyroid ke dalam sell nukleus. Mekanisme Lcamitine meningkatkan ash karkas pada eksperimen 2 tidak jelas. Dua eksperimen
tersebut menunjukkan bahwa pengaruh komposisi L-camitine pada karkas
tidaklah konsisten. Laporan yang kontradiktif pada berbagai literatur sudah cukup
banyak. Sepertinya faktor lain, seperti suhu lingkunga, tingkat nutrisi diet (lysine)
dan tingkat suplementasi mempengaruhi afeksi dari L-camitine.
Kematian tidak disebabkan oleh penambahan L-camitine sebagaimana dilaporkan
pada percobaan ini. 50 mg/kg lebih dari total 45 minggu suplemen L-camitine
menunjukkan tidak ada efek beracun terhadap unggas.
Hasil penelitian ini menggarisbawahi penurunan efisiensi penggunaan pakan
untuk pertumbuhan dan produksi telur dalam SK dibandingkan dengan ayam
dengan pakan ED. Ketidakefisienan berhubungan dengan perputaran mobilisasi
penyimpanan nutrisi selama masa puasa berhubungan dengan program SK. Total

dan settable produksi telur juga lebih dipengaruhi oleh ED dari pada pakan SK
bahkan dengan BW tidak berbeda antara perlakuan pemberian pakan di dalam
eksperimen. Dapat disimpulkan bahwa suplementasi L-camitine mempunyai
manfaat tersendiri bagi ternak dalam program pemberian pakan SK, juga pada
kebutuhan nyata untuk memobilisir dan mengoksidasi sejumlah besar asam lemak
selama masa puasa. Kekurangan umum pada interaksi antara program pemberian
pakan dan L-camitine menunjukkan bahwa ini bukanlah penyebabnya. Pemberian
tambahan L-camitine tidak melemahkan pengaruh pemberian pakan SK.
Suplementasi L-camitine mengubah ukuran efisiensi tertentu, cara pemberian
pakan tersendiri. Penggunaan batasan rendah diet pertumbuhan bukan penyebab
dari perlakuan pemberian pakan atau L-camitine pada performa ternak, tetapi
beberapa perubahan pada komposisi tubuh telah tercatat. Manfaat improvisasi
keseragaman berhubungan dengan program SK ialah pada penghematan biaya
pemberian pakan dan mengembangkan performa pada ternak ED. Keberlanjutan
suplemen L-camitine dapat menghasilkan keuntungan hingga efisiensi dan
performa ayam broiler.

Anda mungkin juga menyukai