Anda di halaman 1dari 25
Geologi Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai The Geology of the Ujung Pandang, Benteng and Sinjai Quadrangles, Sulawesi Lembar (Quadrangles): 2010, 2110, 2109 Sekala (Scale): 1:250.000 Oleh (By) Rab Sukamto & S. Supriatna Keterangan dan peta geologi L _| Explanatory note and geological map PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI GEOLOGICAL RESEARCH AND DEVELOPMENT CENTRE DIREKTORAT JENDERAL PERTAMBANGAN UMUM DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1982 Geologi Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai The Geology of the Ujung Pandang, Benteng and Sinjai Quadrangles, Sulawesi Oleh (By): Rab Sukamto & S. Supriana Direktorat Geologi, Departeruen Pertambangan Republik Indonesia Bekerjasama dengen US. Geological Survey yang ada dalam pengawasan USAID (Biro Amerika Serikat untuk Pengembangan Internasional). Geological Survey of Indonesia, Ministry of Mines: Prepared ia cooperation with the U.S. Geological Survey under the auspices of the USS. Agency for International Development (USAID). PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI DIREKTORAT JENDERAL PERTAMBANGAN UMUM DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1982 « Copyright © 1982 The Geological Research and Development Centre Directorate General of Mines Ministry of Mines and Energy Bandung, Indonesia Alll Right Reserved. No part of this publication may be reproduced. stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means: electronic, electrostatic, magnetic tape, mechnical, photocopying, recording or otherwise, without permission in writing from the publishers. First edition, 1982 Bibliographic reference: Sukamio, R. and S. Supriatna, 1982, Geologi lenibar Ujungpandanz, Benteng dan Sinjai, Sulawesi (The geology of the Ujungpandang, Benteng and Sinjai Quadrangles, Sulawesi), Geol. Res. and Dev. Centre. Geologi Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai The Geology of the Ujung Pandang, Benteng and Sinjai Quadrangles, Sulawesi Oleh (By): 1 Rab Sukamto & S. Supriatna Direktorat Geologi, Depariemen Fertambangan Republik Indunesia: Bekerjasama dengan U'S. Geological Survey yang ada dalam pengawasan USAID (Biro Amerika Serikat untuk Pengembangan Internasional). Geological Survey of Indonesia, Ministry of Mines: Prepared in cooperation with the U.S. Geological Survey under the auspices of the US. Agency for International Development (USAID). PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI DIREKTORAT JENDERAL PERTAMBANGAN UMUM DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1982 Copyright © 1982 The Geological Research and Development Centre Directorate’General of Mines Ministry of Mines and Energy Bandung, Indonesia All Right Reserved. No part of this publication may be reproduced. stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means: electronic, electrostatic, magnetic tape, mecknical, photocopying, recording or otherwise, without Permission in writing from the publishers. First edition, 1932 Bibliographic reference: Sukamto, R. and S. Supriatna, 1982. Geclogt lembar Ujungpandang, Benieng dan Sinjai, Sulawesi (The geology of the Ulungpandang, Benteng and Sinjai Quadrangles, Sulavesi/, Geol. Res, and Dev. Centre. Keterangan dan Peta Geologi Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai, Sulawesi Isl PENDAHULUAN GEOMORFOLOGI STRATIGRAFL TEKTONIKA SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI PENDAHULUAN, Pemetaan geologi daerah Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai, Sulawesi Selatan, dilaksanakan dalam rangka Proyek Pemetaan Geologi dan Interpretasi Foro Udara, Pelita I, oleh Subdirektorat Perpetaan, Direktorat Geo- logi (sekarang Pusat Penelitian dan Pengem- bangan Geologi). Semula pemetaan dilaksanakan secara tinjau dengan tujuan untuk melengkapi data geologi di daerah selatan garis 5°LS (ter- masuk Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat) guna kompilasi Peta, Geologi Regional sekala 1:1.000.000, yang sekarang sudah terbit (Sukamto, 1975). Pemetaan tinjau dilakukan selama Agustus dan September 1971 oleh R, Sukamto, H. Sumadirdja, T.S. Suria~ Atmadja, K.A. Astadiredja, dan dibantu oleh S. Hardjoprawiro, D. Sudana, N. Ratan dan E. Titersole. Data geologi tinjau yang dihasilkan pada 1971 kemudian dilengkapi dengan berbagai lin- tasan geologi yang lebih rapat yang dilakukan selama April sampai dengan Juli 1974, dan Agustus sampai dengan Nopember 1974. Hasil- nya disusun menjadi peta geologi bersistem luar Jawa sekala 1:250.000. Pemetaan selama 1974 dilakukan oleh R. Sukamto, S. Supriatna, I. Umar, A. Koswara, dan dibantu oleh Sahardjo. ‘Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai dibatasi oleh kordinat: 119900’ — 120030’ BT dan 5° — 6° LS. Untuk mudahnya seluruh Pulau Salayar yang memanjang sampai 6030” LS dimasukkan ke dalam lembar ini. Oleh karena itu lembar ini sebenarnya di selatan dibatasi oleh lintang 6°35", Daerah ini meliputi Daerah Tk. I Kabu- paten Maros, Sungguminasa, Takalar, Jene- ponto, Benteng, Bulukumba, Sinjai dan Salayar; termasuk Daerah Tk. I Propinsi Sulawesi Selatan. Lembar peta berbatasan dengan Lembar Pangka- jene dan Watampone Bagian Barat di utara, Selat Makasar di barat, Teluk Bone di timur dan Laut Flores di selatan. Penduduk di daerah lembar ini relatif lebih padat daripada daerah lain di Sulawesi. Keba- nyakan penduduk bertempat tinggal di kota- kota Kabupaten dan Kecamatan, yang tersebar di sepanjang pesisir, dan juga di desa-desa yang besar di pedalaman. Sebagian besar penduduk- nya bertani sawah dan ladang, dan ada pula yang bekerja sebagai nelayan. Penduduk di kota-kota sebagian berniaga dan sebagian karyawan. Kehi- dupan sosial di daerah ini mencerminkan kebu- dayaan asli Sulawesi Selatan, yang di antaranya Bugis, Makassar, Bajo, dll. Kebanyakan masya- rakatnya beragama Islam, ada pula beragama Katolik dan Protestan, dan sedikit yang ber- agama lain. Fisiografi lengan selatan Sulawesi yang membentang dengan arah utara-selatan mem- pengaruhi keadaan iklim di daerah ini. Seperti di daerah Indonesia yang lain, di daerah ini pun ada dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim di daerah bagian barat berbeda waktunya dengan daerah bagian timur. Musim hhujan di bagian barat biasanya berlangsung dari Nopember s/d April, dan di bagian timur biasa- nya berlangsung dari Mei s/d Oktober. Houtan lebat hanya ditemukan di daerah dongak yang tinggi, yaitu di sekitar G. Lompo- batang dan G. Cindako, Daerah berdongak rendah sebagian besar berupa daerah pertanian. Binatang hutan sudah jarang ditemui di daerah ini, yang terlihat hanya ular, kijang, anoang dan kera. Daerah pemetaan umumnyamudah dicapai. Perhubungan udara yang pada tahun 1971 hanya ada penerbangan dari Jakarta ke Makassar (sekarang Ujung Pandang) beberapa kali dalam seminggu, sekarang telah berubah menjadi beberapa kali dalam saru hari. Lapangan Udara Mandai terletak di bagian baratlaut lembar peta, di antara Ujung Pandang dan Maros. Dari Mandai atau dari Ujung Pandang hampir seluruh daerah pemetaan dapat dicapai dengan kenda- raan mobil. Semua kota Kabupaten dan sebagian dari kota-kota Kecamatan mempunyai hubungan jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan mobil. Jalan-jalan desa dan setapak dapat ditemukan hampir di seluruh daerah ini, Pulau Salayar seka- rang mempunyai hubungan laut teratur dengan Bulukumba di daratan Sulawesi, dan baru-baru ini juga hubungan udara yang disebut perintis. Peta dasar yang dipakai dalam pemetaan ini adalah peta topografi bersekala 1:250.000, AMS seri T-503, 1962, SB 50-8 dan SB 51-5 + 9. Peta sekala ini dipakai sebagai peta dasar kompilasi. Dilapangan dipakai pula peta topografi bersekala 1:100.000. Di samping itu dipakai pula potret udara yang melingkupi sebagian besar daerah, dengan sekala sebagian besar + 1:50.000, dan beberapa bersekala + 1:10.000. Hanya 2 daerah sempit yang memanjang utara-selatan, satu me- lewati bagian timur puncak G. Lompobatang dan yang lain melewati Sinjai yang tidak ter~ lingkupi potret udara. Laporan penyélidikan geologi sebelumnya yang dipakai sebagai referensi dalam penyu- sunan peta Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai ini adalah yang disusun t’Hoen dan Ziegler (1915), Korte (1924), Sung (1948), Purbo-Hadiwidjoyo (1970) dan van Leeuwen (1974). GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi yang menonjol di daerah lembar ini adalah kerucut gunungapi Lompo- batang, yang menjulang mencapai ketinggian 2876 m di atas muka laut, Kerucut gunungapi ini dari kejauhan masih memperlihatkan bentuk aslinya, dan menempati lebih kurang 1/3 daerah lembar. Pada potret udara terlihat dengan jelas adanya beberapa kerucut parasit, yang kelihatan- nya lebih muda dari kerucut induknya, berse- baran di sepanjang jalur utara-selatan melewati puncak G. Lompobatang. Kerucut gunungapi Lompobatang ini tersusun oleh batuan gunung- api berumur Plistosen. Dua buah bentuk kerucut tererosi yang lebih sempit sebarannya terdapatdi sebelah barat dan sebelah utara G. Lompobatang. Di sebelah, barat terdapat G. Baturape, mencapai ketinggian 1124 m dan di sebelah utara terdapat G. Cindako, mencapai ketinggian 1500 m. Kedua bentuk kerucut tererosi ini disusun oleh batuan gunung- api berumur Pliosen. Di bagian utara lembar terdapat 2 daerah yang tercirikan oleh topografi kras, yang di- bentuk oleh batugamping Formasi Tonasa. Kedua daerah bertopografi kras ini dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan gunungapi berumur Miosen sampai Pliosen. Daerah sebelah barat G. Cindako dan sebelah utara G. Baturape merupakan daerah berbukit, kasar di bagian timur dan halus di agian barat. Bagian timur mencapai ketinggian kira-kira 500m, sedangkan bagian barat kurang, dari 50 m di atas muka laut dan hampir meru- pakan suatu dataran. Bentuk morfologi ini di- susun oleh batuan klastika gunungapi berumur Miosen, Bukit-bukit memanjang yang tersebar di daerah ini mengarah ke G. Cindako dan G. Baturape berupa retas-retas basal. Pesisir barat merupakan dataran rendah yang sebagian besar terdiri dari daerah rawa dan daerah pasang-surut. Beberapa sungai besar membentuk daerah banjir di dataran ini. Bagian timurnya terdapat_bukit-bukit terisolir yang tersusun oleh batuan klastika gunungapi ber- umur Miosen dan Pliosen. Pesisir baratdaya ditempati oleh morfologi berbukit memanjang rendah dengan arah umum kira-kira baratlaut-tenggara. Pantainya berliku- liku membentuk beberapa teluk, yang mudah dibedakan dari pantai di daerah lain pada lembar ini, Daerah ini disusun oleh batuan karbonat dari Formasi Tonasa. Secara fisiografi pesisir timur merupakan penghubung antara Lembah Walanae di utara, dan Pulau Salayar di selatan. Di bagian utara, daerah berbukit rendah dari Lembah Walanae menjadi lebih sempit dibanding yang di utara (Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat), dan menerus di sepanjang pesisir timur Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai ini. Pegunungan sebelah timur dari Lembar Pangka- jene dan Watampone Bagian Barat berakhir di bagian utara pesisir timur lembar ini. Bagian selatan pesisir timur membentuk suatu tanjung yang ditempati sebagian besar oleh daerah berbukit kerucut dan sedikit topografi kras, Bentuk morfologi semacam ini ditemukan pula di bagian baratlaut P. Salayar. Teras pantai dapat diamati di daerah ini sejumlah antara 3 dan 5 buah. Bentuk morfologi ini disusun oleh batugamping berumur Miosen Akhir—Pliosen. Pulau Salayar mempunyai bentuk meman- jang utara-selatan, yang secara fisiografi meru- pakan lanjutan dari pegunungan sebelah timur di Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat. Bagian timur rata-rata berdongak lebih tinggi dengan puncak tertinggi 608 m, dan bagian barat lebih rendah. Pantai timur rata-rata terjal dan pantai barat landais secara garis besar mem- bentuk morfologi lereng-miring ke arah barat. STRATIGRAFI Tataan Stratigrafi Saruan batuan tertua yang telah diketahui umurnya adalah batuan sedimen flysch Kapur fg) ‘Atas yang dipetakan sebagai Formasi Marada (Km). Batuan malihan (8) belum diketahui umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda dari pada Formasi Marada; yang jelas diterobos oleh granodiorit yang diduga berumur Miosen (19 + 2 juta tahun). Hubungan Formasi Marada dengan satuan batuan yang lebih muda, yaitu Formasi Salo Kalupang dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan tidak begitu jelas, kemungkinan tak selaras Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diper- kirakan berumur Eosen Awal—Oligosen Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan setara dalam umur dengan bagian bawah Formasi Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi di sebelah timur Lembah Walanae dan Formasi Tonasa terjadi di sebelah baratnya. Satuan batuan berumur Eosen Akhir sampai Miosen Tengah menindih tak selaras batuan yang lebih tua. Berdasarkan sebaran daerah sing- kapannya, diperkirakan batuan karbonat yang dipetakan sebagai Formasi Tonasa (Temt) terjadi pada daerah yang luas di lembar ini. Formasi Tonasa ini diendapkan sejak Eosen Akhir ber- langsung hingga Miosen Tengah, menghasilkan endapan karbonat yang tebalnya tidak kurang dari 1750 m. Pada kala Miosen Awal rupanya terjadi endapan batuan gunungapi di daerah timur yang menyusun Batuan Gunungapi Kalamiseng (Tmkv). Satuan batuan berumur Miosen Tengah sampai Pliosen menyusun Formasi Camba (Tme) yang tebalnya mencapai 4.250 m dan menindih tak selaras batuan-batuan yang lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan sedimen laut berselingan dengan klastika gunungapi, yang menyamping beralih menjadi dominan batuan gunungapi (Tmev). Batuan sedimen laut berasosiasi dengan karbonat mulai diendapkan sejak Miosen Akhir sampai Pliosen di cekungan Walanae, daerah timur, dan menyusun Formasi Walanae (Impw) dan Anggota Salayar (Tmps). Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi secara setempat, dan menyusun Batuan Gunung- api Baturape - Cindako (Tpbv). Satuan batuan gunungapi yang termuda adalah yang menyusun 4 Batuan Gunungapi Lompobatang (Qlv), ber- ‘umur Plistosen. Sedimen termuda lainnya adalah endapan aluvium dan pantai (Qac). Perian Satuan Peta Endapan Perrinkaan Qac ENDAPAN ALUVIUM, RAWA DAN PANTAI: kerikil, pasir, lempung, lumpur dan’batugamping koral; terbentuk dalam lingkungan sungai, rawa, pantai dan delta. Di sekitar Bantaeng, Bulukumba dan S. Berang endapan aluviumnya terutama ter- diri dari rombakan batuan gunungapi G. Lompobatang; di dataran pantai barat ter- dapat endapan rawa yang sangat luas. Batuan Sedimen dan Batuan Gunungapi Km FORMASI MARADA (T.M. VAN LEEUWEN, 1974): batuan sedimen ber- sifat flysch; perselingan batupasir, batu- lanau, arkose, grewake, serpih dan konglo- merat; bersisipan batupasir dan batulanau gampingan, tufa, lava dan breksi yang ber- susunan basal, andesit dan trakit. Batupasir dan batulanau berwarna kelabu muda sampai kehitaman; serpih berwarna kelabu tua sampai coklat tua; konglomerat ter- susun oleh andesit dan basal; lava dan breksi terpropilitkan kuat dengan mineral sekunder berupa karbonat, silikat, serisit, Klorit dan epidot. Fosil Globotruncana dari batupasir gampingan yang dikenali oleh PT Shell menunjukkan umur Kapur Akhir, dan diendapkan di lingkungan neritik dalam (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis, \ 1978), Formasi ini diduga tebalnya tidak kurang dari 1000 m. Teos FORMASI SALO KALUPANG: batu- pasir, serpih dan batulempung berselingan dengan konglomerat gunungapi, breksi dan tufa, bersisipan lava, batugamping dan napal; batulempung, serpih dan batu- pasirnya di beberapa tempat dicirikan oleh Temt warna merah, coklat, kelabu dan hitams setempat mengandung fosil moluska dan foraminifera di dalam sisipan batugam- ping dan napal; pada umumnya gampingan, padat, dan sebagian dengan urat kalsit, sebagian dari serpihnya sabakan; keba- nyakan lapisannya terlipat kuat dengan kemiringan antara 200 — 750, Fosil dari Formasi Salo Kalupang yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1974) pada contoh batuan Td.140, cerdiri dari: Asterocyclina matanzensis COLE, Discocyclina dispansa (SOWERBY), D. javana (VERBEEK), Nurmmulites sp. Pellatispira madaraszi_ (HANTKEN), Heterostegina saipanensis COLE, dan Globigerina sp. Gabungan fosil ini menun- jukkan umur Eosen Akhir (Tb). Formasi Salo Kalupang yang tersingkap di daerah Lembar Pangkajene dan Watampone Bagi- an Barat mengandung fosil yang ber- umur Eosen Awal sampai Oligosen Akhir. Formasi ini tebalnya tidak kurang dari 1500 m, sebagai lanjutan dari daerah lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat sebelah utaranya; ditindih tak selaras oleh batuan dari Formasi Walanae dan dibatasi oleh sesar dari batuan gunungapi Tmkv. FORMASI TONASA: — batugamping, sebagian berlapis dan sebagian pejal; koral, bioklastika, dan kalkarenit, dengan sisipan napal globigerina, batugamping kaya foram besar, batugamping pasiran, setempat dengan moluska; kebanyakan putih dan kelabu muda, sebagian kelabu tua dan coklat. Pelapisan baik setebal antara 10 cm: dan 30 cm, terlipat lemah dengan kemi- ringan lapisan rata-rata kurang dari 25°; di daerah Jeneponto batugamping ber- lapis berselingan dengan napal globigerina. Fosil dari Formasi Tonasa dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1973, 1974, 1975), dan oleh Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1974). Contoh-contoh yang dianalisa fosilnya adalah: La.8, La.35, Tme Lb.1, Lb.49, Lb.83, Le.44, Lc.97, Le. 114, Td.37, Td.161, dan Td.167. Fosil fosil yang dikenali termasuk: Discocyclina sp., Nummulites sp., Heterostegina sp., Flosculinella sp., Spiroclypens sp., S. orbi- toides DOUVILLE, Lepidocyclina sp., L. ephippioides JONES & CHAPMAN, L. verbeeki NEWTON & HOLLAND, L. cf. sumatrensis JONES & CHAPMAN, Miogypsina sp., Globigerina sp., Gn. tri- partita. COCH, Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Amphistegina sp.,Cycloclypeus sp., dan Operculina sp. Gabungan fosil tersebut_ menunjukkan umur berkisar dari Eosen sampai Miosen Tengah (Ta — Tf), dan lingkungan peng- endapan neritik dangkal sampai dalam dan sebagian laguna. Formasi ini tebalnya tidak kurang dari 1750 m, tak selaras menindih batuan Gunungapi Terpropilitkan (Tpv) dan di- tindih oleh Formasi Camba (Ime); di beberapa tempat diterobos oleh retas, sil dan stok bersusunan basal dan diorit; ber- kembang baik di sekitar Tonasa di daerah Lembar Pangkajene dan Watampone Ba- gian Barat, sebelah utaranya. FORMASI CAMBA: batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi, batupasir tufaan berselingan dengan tufa, batupasir dan batulempung; bersisipan napal, batugamping, konglomerat dan breksi gunungapi, dan batubara; warna beraneka dari putih, coklat, merah, kelabu muda sampai kehitaman, umumnya ‘mengeras kuat; berlapis-lapis dengan tebal antara 4 cm dan 100 cm, Tufa berbutir halus hingga lapilis tufa lempungan ber- warna merah mengandung banyak mineral biotit; konglomerat dan breksinya ter- utama berkomponen andesit dan basal dengan ukuran antara 2 cm dan 30 cm; batugamping pasiran mengandung koral dan moluska; batulempung kelabu tua dan napal mengandung fosil foram kecil; sisipan 5 batubara setebal 40 cm ditemukan di S. Maros. Fosil dari Formasi Camba yang dike- nali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1974, 1975) dan Purnamaningsih (hubung- an tertulis, 1975), pada contoh batuan La.3, La.24, La.125, dan La.448/4, terdiri dari: Globorotalia mayeri CUSHMAN & ELLISOR, Gl. praefoksi BLOW & MANNER, Gl. siakensis (LEROY), Flos- culinella bontangensis (RUTTEN), Globi- gerina venezuelana HEDBERG, Globo- quadrina altispira (CUSHMAN&JARVIS), Orbulina universa D'ORBIGNY, O. suturalis BRONNIMANN, Cellanthus cratuculatus FICHTEL & MOLL, dan Elphidium —advenum (CUSHMAN). Gabungan fosil tersebut_ menunjukkan umur Miosen Tengah (Tf). Lagi pula di- temukan fosil foraminifera jenis yang lain, ostrakoda dan moluska dalam formasi ini. Kemungkinan Formasi Camba di daerah ini berumur sama dengan yang di Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat yaitu Miosen Tengah sampai Miosen Akhir. Formasi ini adalah lanjutan dari Formasi Camba yang terletak di Lembar Pangkajene dan Bagian Barat Watampone sebelah utaranya, kira-kira 4.250 m tebalnya; diterobos oleh retas basal piroksen setebal antara ¥2 - 30 m, dan membentuk bukit-bukit memanjang. Lapisan batupasir kompak (10 — 75 cm) dengan sisipan batupasir tufa (1 — 2cm)dan konglomerat berkomponen basal dan andesit, yang tersingkap di P. Salayar diperkiraksan termasuk satuan Tme. Tmev, Batuan Gunungapi Formasi Camba: breksi gunungapi, lava, konglo- merat dan tufa berbutir halus hingga lapili, bersisipan batuan sedimen laut berupa batupasir tufaan, batupasir gampingan dan batulempung yang mengandung sisa tumbuhan. Bagian bawahnya lebih banyak mengandung breksi gunungapi dan lava yang berkomposisi andesit dan basal; konglomerat juga berkomponen andesit dan basal dengan ukuran 3 — 50 cm; tufa berlapis baik, terdiri dari tufa litik, rufa kristal dan tufa vitrik, Bagian atasnya © mengandung ignimbrit bersifat trakit dan tefrit leusit; ignimbrit berstruktur kekar meniang, berwarna kelabu kecoklatan dan coklat tua, tefrit leusit berstruktur aliran dengan permukaan berkerak roti, berwarna hitam, Satuan Tmcvy ini termasuk yang dipetakan oleh T.M. van Leeuwen (hubungan tertulis, 1978) sebagai Batuan Gunungapi Sopo, Batuan Gunungapi Pa- musureng dan Batuan Gunungapi Lemo. Breksi gunungapi yang tersingkap di P. Salayar mungkin termasuk formasi ini; breksinya sangat kompak, sebagian gam- pingan; berkomponen basal amfibol, basal piroksen dan andesit (0,5 — 30 cm), ber- masa dasar tufa yang mengandung biotit dan piroksen. Fosil yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1971) dari lokasi A.75 dan A.76.b termasuk: Amphistegina sp., Globigerinids, Operculina sp., Orbulina universa D’ORBIGNY, Rotalia sp., dan Gastropoda. Penarikhan jejak belah dari contoh ignimbrit menghasilkan umur 13 t 2 juta tahun dan K—Ar dari contoh lava menghasilkan umur 6,2 juta tahun (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis, 1978). Data paleontologi dan radiometri tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir. Satuan ini mempunyai tebal sekitar 2,500 m dan merupakan fasies gunungapi sdari pada Formasi Camba yang berkem- bang baik “di daerah sebelah utaranya (Lembar Pangkajene dan Watampone Ba- gian Barat); lapisannya kebanyakan ter- lipat lemah, dengan kemiringan kurang dari 20°; menindih tak selaras batugam- ping Formasi Tonasa (Temt) dan batuan yang lebih tua. Tmpw FORMASI WALANAE: _ perselingan batupasir, konglomerat, dan tufa, dengan sisipan batulanau, batulempung, batu- gamping, napal dan lignit; batupasir ber- butir sedang sampai kasar, umumnya gam- pingan dan agak kompak, berkomposisi sebagian andesit dan sebagian lainnya banyak mengandung kuarsa; tufanya ber- kisar dari tufa breksi, tufa lapili dan tufa kristal yang banyak mengandung biotit; konglomerat berkomponen andesit, trakit dan basal, dengan ukuran 1/2 — 70 em, rata-rata 10 cm. Formasi ini terdapat di bagian timur, sebagai lanjutan dari lembah S. Walanae di lembar Pangkajene dan Watampone Ba- gian Barat- sebelah utaranya. Di daerah utara banyak mengandung tufa, di bagian tengah banyak mengandung batupasir, dan di bagian selatan sampai di P. Salayar batu- annya berjemari dengan batugamping Anggota Salayar (Tmps); kebanyakan batuannya berlapis baik, terlipat lemah dengan kemiringan antara 10° — 20°, dan membentuk pebukitan dengan ketinggian rata-rata 250 m di atas muka laut; tebal formasi ini sekitar 2500 m. Di P. Salayar formasi ini terutama terdiri dari lapisan- lapisan batupasir tufaan (10 — 65 cm) dengan sisipan napal;_ batupasirnya mengandung kuarsa, biotit, amfibol dan piroksen. Fosil dari Formasi Walanae yang di- kenali oleh Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1975) pada contoh batuan La.457 dan La.468, terdiri dari: Globigerina sp., Globorotalia menardii (D’ORBIGNY), Gl. tumida (BRADY), Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Globi- gerinoides immaturus LEROY, Gl. obli- quus BOLLI, dan Orbulina universa D’ORBIGNY. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur berkisar dari Miosen Akhir sampai Pliosen (N18 — N20). Lagi pula ditemukan jenis foraminifera yang lain, ganggang, dan koral dalam formasi ini. Tmps, Anggota Salayar Formasi Walanae: batugamping pejal, batugamping koral dan kalkarenit, dengan sisipan napal dan batupasir gampingan; umumnyaputih, sebagian coklat dan merah; setempat mengandung moluska. Di sebelah timur Bulukumba dan di P. Salayar terlihat bacu- gamping ini relatif lebih muda dari pada batupasir Formasi Walanae, tetapi di bebe- rapa tempat terlihat adanya hubungan menjemari. Fosil dari Anggota Salayar yang di- kenali oleh Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1975) pada contoh batuan La.437, 12.438 dan La.479, terdiri dari: Globi- gerina naphentes TODD, Globorotalia acostaensis. BLOW, Gl. —dutertrei (D’ORBIGNY), Gl. margaritae BOLLI & BERMUDEZ, Gl. menardii (D’OR- BIGNY), Gl. scitula (BRADY), Gl. tumida (BRADY), Globoquadrina altis- pira (CUSHMAN & JARVIS), Gn. dehiscens (CH A P MA N N-PARR- COLLINS), Globigerinoides extremus BOLLI & BERMUDEZ, Gd. immaturus LEROY, Ga. obliquus BOLLI, Ga. ruber (D’ORBIGNY), Ga. sacculifer (BRADY), Ga. trilobus (REUSS), Biorbulina bilobata (D’ORBIGNY), Orbulina univers (DORBIGNY), Hastigerina aequilate- ralis (BRADY), Pulleniatina primalis BANNER & BLOW, Sphaeroidinellopsis seminulina SCHWAGER, dan Sp. subde- hiscens BLOW. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur berkisar dari Miosen Akhir sampai Pliosen Awal (N16—-N19). Tebal satuan diperkirakan sekitar 2000 m. Di Kp. Ara dan di ujung utara P, Salayar ditemukan undak-undak pantai pada batugamping; paling sedikit ada 3 atau 4 undak pantai. Daerah batugamping ini membentuk pebukitan rendah dengan ketinggian rata-rata 150 m, dan yang paling tinggi 400 m di P. Salayar. Tmky ngandung lebih banyak tufa di bagian atas- nya dan lebih banyak lava di bagian bawahnya, kebanyakan bersifat andesit dan sebagian trakit; bersisipan serpih dan bacugamping di bagian atasnya; koraponen breksi beraneka ukuran dari beberapa cm sampai lebih dari 50 cm, tersemen oleh tufa yang kurang dari 50%; lava dan breksi berwarna kelabu tua sampai kelabu kehijauan, sangat terbreksikan dan ter- propilitkan, mengandung — barik-barik karbonat dan silikat. Satuan ini tebalnya sekitar 400 m, ditindih tak selaras oleh batugamping Eosen Formasi Tonasa, dan diterobos oleh batuan granodiorit gd; disebut Batuan Gunungapi Langi oleh van Leeuwen (1974). Penarikhan jejak belah sebuah contoh tufa dari bagian bawah satuan_meng- hasilkan umur + 63 juta tahun atau Paleosen (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis, 1978). BATUAN GUNUNGAPI KALIMI- SENG: lava dan breksi, dengan sisipan tufa; batupasir, batulempung dan napal; kebanyakan bersusunan basal dan sebagian andesit, kelabu tua hingga kelabu kehi- jauan, umumnya tansatmata, kebanyakan terubah, amigdaloidal dengan mineral sekunder karbonat dan silikat; sebagian lavanya menunjukkan strukeur bantal. Satuan batuan ini tersingkap di sepan- jang daerah pegunungan sebelah timur Lembah Walanae, sebagai lanjutan dari Tmkv yang tersingkap bagus di daerah sebelah utaranya (Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat); terpisahkan oleh jalur sesar dari batuan sedimen dan karbonat Formasi Salo Kalupang (Eosen — Oligosen) di bagian baratnya; diterobos oleh retas dan stok bersusunan basal, andesit dan diorit. Satuan batuan ini di- perkirakan berumur Miosen Awal; tebal Batuan Gunungapi Tpy BATUAN GUNUNGAPI TERPRO- PILITKAN: breksi, lava dan tufa, me- satuan di lembar Pangkajene dan Watam- pone Bagian Barat tidak kurang dari 4250 m. ‘Tpby BATUAN GUNUNGAPI BATURAPE- CINDAKO: lava dan breksi, dengan sisipan sedikit tufa dan konglomerat, ber- susunan basal, sebagian besar porfir dengan fenokris piroksen besar-besar sampai 1 cm dan sebagian kecil tansatmata, kelabu tua kehijauan hingga hitam warnanya; lava sebagian berkekar maniang dan sebagian berkekar lapis, pada umumnya breksi berkomponen kasar, dari 15 cm sampai 60 cm, terutama basal dan sedikit andesit, dengan semen tufa berbutir kasar sampai lapili, banyak mengandung pecahan piroksen, Komplek terobosan diorit berupa stok dan retas di Baturape dan Cindako diperkirakan merupakan bekas pusat erupsi (Tpbc); batuan di sekitarnya terubah kuat, amigdaloidal dengan mineral sekunder zeolit dan kalsit; mineral galena di Batu- rape kemungkinan berhubungan dengan terobosan diorit itu; daerah sekitar Baru- rape dan Cindako batuannya didominasi oleh lava Tpbl. Satuan ini tidak kurang dari 1250 m tebalnya dan berdasarkan posisi stratigrafinya kira-kira berumur Pliosen Akhir. Qlv BATUAN GUNUNGAPI LOMPO- BATANG: aglomerat, lava, _breksi, endapan lahar dan tufa, membentuk ke- rucut gunungapi strato dengan puncak tertinggi 2950 m di atas muka laut; batu- annya sebagian besar berkomposisi andesit dan sebagian basal, lavanya ada yang ber- Iubang-lubang seperti yang di sebelah barat Sinjai dan ada yang berlapis; lava yang terdapat kira-kira 2% km sebelah utara Bantaeng berstruktur bantal; setem- pat breksi dan tufanya mengandung banyak biotit. Bentuk morfologi tubuh gunungapi masih jelas dapat dilihat pada potret udara (Qlvc) adalah pusat erupsi yang memper- lihatkan bentuk kubah lava; bentuk kerucut parasit memperlihatkan paling sedikit ada 2 perioda kegiatan erupsi, yaitu Qlvpl dan Qlyp2. Di daerah sekitar pusat erupsi batuannya terutama terdiri dari lava dan aglomerat (Qlv), dan di daerah yang agak jauh terdiri terutama dari breksi, endapan lahar dan tufa (Qlvb). Berdasarkan posisi stratigrafinya diperkirakan batuan gunung- api ini berumur Plistosen. Batuan Terobosan gd GRANODIORIT: terobosan_granodio- rit, batuannya berwarna kelabu muda, di bawah mikroskop terlihat adanya felspar, kuarsa, biotit, sedikit piroksen dan horn- blende, dengan mineral pengiring zirkon, apatit dan magnetit; mengandung senolit bersifat diorit, diterobos retas aplit, seba- gian yang lebih bersifat diorit mengalami kaolinisasi. Batuan terobosan ini tersingkap di sekitar Birru, menerobos batuan dari Formasi Marada (Km) dan Batuan Gunung- api Terpropilitkan (Tpv), tetapi tidak ada kontak dengan batugamping Formasi Tonasa (Temt), Penarikhan jejak belah dari contoh granodiorit yang menghasilkan umur 19+ 2 juta tahun memberikan dugaan bahwa penerobosan batuan ini berlagsung di kala Miosen Awal (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis, 1978). d DIORIT: terobosan diorit, kebanyakan berupa stok dan sebagian retas atau sil; singkapannya ditemukan di sebelah timur Maros, menerobos batugamping Formasi Tonasa (Temt); umumnya berwarna ke- labu, bertekstur porfir, dengan fenokris amfibol dan biotit, sebagian berkekar meniang. Penarikhan Kalium/Argon pada biotit dari aplit (lokasi 2) dan diorit (lokasi 3) menunjukkan umur masing-masing 9,21 dan 7,74 juta tahun atau Miosen Akhir (J.D. Obradovich hubungan tertulis, 1974). v/a TRAKIT DAN ANDESIT:terobosan tra- kit dan andesit berupa retas dan stok; trakit berwarna putih, bertekstur porfir dengan fenokris sanidin sampai sepanjang 1 cm; andesit berwarna kelabu tua, bertekstur porfir dengan fenokris amfibol dan biotit. Batuan ini tersingkap di daerah sebelah baratdaya Sinjai, dan menerobos batuan gunungapi Formasi Camba (Tmev). BASAL: terobosan basal berupa retas, sil dan stok, bertekstur porfir dengan feno- kris piroksen kasar mencapai ukuran lebih dari 1 cm, berwarna kelabu tua kehitaman dan kehijauan; sebagian dicirikan oleh struktur kekar meniang, beberapa di anta- ranya mempunyai tekstur gabro. Terobos- an basal di sekitar Jene Berang berupa ke- lompok retas yang mempunyai arah kira- kira radier memusat ke Baturape dan Cindako; sedangkan yang di sebelah utara Jeneponto berupa stok. Semua terobosan basal menerobos batuan dari Formasi Camba (Tme). Pena- rikhan Kalium/Argon pada batuan basal, dari lokasi 1 dan 4, dan gabro dari lokasi 5 menunjukkan umur masing-masing 7,5, 6,99 dan 7,36 juta tahun, atau Miosen Akhir (Indonesia Gulf Oil Co., hubungan tertulis, 1972; J.D. Obradovich, hubung- an tertulis, 1974), Ini menandakan bahwa Kemungkinan besar penerobosan basal berlangsung sejak Miosen Akhir sampai Pliosen Akhir. Batuan Maliban s BATUAN MALIHAN KONTAK: batu- tanduk yang berkomposisi mineral-mineral antofilit, kordiorit, epidot, garnet, kuarsa, felspar, muscovit dan karbonat; berwarna kelabu kehijauan sampai hijau tua, ter- singkap di daerah yang sempit (+ 2 km2), pada kontak dengan granodiorit (gd) dan dibatasi oleh sesar dari batuan gunungapi ‘Tmcv. Batutanduk ini mengandung banyak Jensa magnetit. TEKTONIKA Batuan tertua yang tersingkap di daerah ini adalah sedimen flysch Formasi Marada, berumur Kapur Atas. Asosiasi batuannya memberikan petunjuk suatu endapan lereng bawah laut, ketika kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu. Kegiatan magma berkembang menjadi suatu gunungapi pada wakeu kira-kira 63 juta tahun, dan menghasilkan Batuan Gunungapi Terpro- pilitkan. Lembah Walanae di Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat sebelah utaranya menerus ke Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai, melalui Sinjai di pesisir timur. Lembah ini memirahkan batuan berumur Eosen, yaitu sedimen klastika Formasi Salo Kalupang di sebelah timur dari sedimen karbonat Formasi Tonasa di sebelah baratnya. Rupanya pada Kala Eosen daerah sebelah barat Lembah Walanae merupakan suatu paparan laut dangkal, dan daerah sebelah timurnya merupakan suatu cekungan sedimentasi dekat daratan. Paparan laut dangkal Eosen meluas hampir ke seluruh daerah lembar peta, yang buktinya ditunjukkan oleh sebaran Formasi Tonasa di sebelah barat Birru, sebelah timur Maros dan di sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama Eosen sampai Miosen Tengah. Sedimetasi klastika di sebelah timur Lembah Walanae rupa- nya berhenti pada Akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegiatan gunungapi yang menghasilkan Formasi Kalamiseng. Akhir dari pada kegiatan gunungapi Miosen ‘Awal diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae, yang kemudian menjadi cekungan di mana Formasi Walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah, dan menurun perlahan selama sedimentasi sampai kala Pliosen. Menurunnya cekungan Walanae dibarengi olch kegiatan gunungapi yang terjadi secara luas di sebelah baratnya dan mungkin secara lokal di sebelah timurnya. Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen. Semula eunung- 10 apinya terjadi di bawah muka laut, dan kemung- kinan sebagian muncul di permukaan pada kala Pliosen. Kegiatan gunungapi selama Miosen menghasilkan Formasi Camba, dan selama Pliosen menghasilkan Batuan Gunungapi Batu- rape—Cindako. Kelompok retas basal berben- tuk radier memusat ke G. Cindako dan G. Baturape, terjadinya mungkin berhubungan dengan gerakan mengkubah pada kala Pliosen. Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung sampai dengan kala Plistosen, menghasilkan Batuan Gunungapi Lompobatang. Berhentinya kegiatan magma pada akhir Plisto- sen, diikuti oleh suatu tektonik yang menghasil- kan sesar-sesar en echelon (merencong) yang melalui G. Lompobatang berarah utara-selatan. Sesar-sesar en echelon mungkin sebagai akibat dari suatu gerakan mendatar dekstral dari pada batuan alas di bawah Lembah Walanae. Sejak kala Pliosen pesisir barat ujung lengan Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil, yang pada kala Holosen hanya terjadi endapan aluvium dan rawa-rawa, SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI Gejala mineralisasi didapatkan di daerah Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai. Gosan mangan ditemukan berserakan di atas tanah lapukan dari Batuan Gunungapi Terpro- pilitkan (Tpv), dekat sentuhan dengan terobosan granodiorit (gd). Hasil penyelidikan yang dila- kukan oleh PT Riotinto Bethlchen Indonesia menunjukkan bahwa gosan mangan itu berasal dari prospek endapan bijih logam dasar (van Leeuwen, 1974). Endapan timbal terjadi di daerah pinggiran komplek terobosan_diorit (Tpbc) pada Batuan Gunungapi Baturape— Cindako (Tpbv), yang oleh perusahaan setempat telah ditambang sejak sebelum Perang Dunia ke-II. Batugamping dari Formasi Tonasa yang berlimpah memberikan cadangan bahan galian industri yang cukup besar. Batugamping ini telah digunakan sebagai bahan baku untuk Pabrik Semen Tonasa yang terletak di daerah Pangkajene di sudut baratdaya lembar Pangka- jene dan Watampone Bagian Barat, Batuan beku berupa terobosan dan Java (basal, trakit, andesit, diorit, granodorit) yang ditemukan di berbagai tempat baik sebagai bahan bangunan fondasi. Mataair panas dan mineral ditemukan di beberapa tempat. Bebevapa airpanas di sebelah baratdaya dan selatan Siniai, di antaranya ada yang bersuhu sampai 40°C (Purbo-Hadiwi- djoyo, 1970). Eksplorasi minyak dan gasbumi dilakukan oleh Gulf Oil Indonesia sejak 1967 di beberapa tempat di darat dan di lepaspantai. Pemboran uji telah dilakukan baik di pantai maupun di lepaspantai. aa " Explanatory Note and Geological Map of the Ujung Pandang, Benteng and Sinjai Quadrangles, Sulawesi CONTENTS 11 INTRODUCTION 12 GEOMORPHOLOGY 13. STRATIGRAPHY 19 TECTONICS 20 MINERAL AND ENERGY RESOURCES INTRODUCTION Geological mapping in Ujung Pandang, Benteng S Sinjai Quadrangles, South Sulawesi was carried out in the framework of the Geolo- gical Mapping and Aerial Photo Interpretation Project of the First Five-Year Development Plan (Pelita I), by the Mapping Division, Geological Survey of Indonesia (presently Geological Research and Development Centre), Originally, the work was performed on a reconnaissance basis, aiming at substantiating the avalable data in the area south of 5°SL (inciuding Pangka- jene and Western Part of Watampone Quad- rangles) for the compilation of the 1:000,000 scale regional geologic map which had been published in the meantime (Sukamto, 1975) ‘The reconnaissance mapping was cerried ou during August and September 1971, by R. Sukamto, H. Sumadirdja, T.S, Suria-Atmadja, K.A. Astadiredja, and assisted by S. Herdjo- prawiro, D. Sudana, N. Ratman, and E. Titersole. The result of the 1971 mapping was enhanced by a number of geologic traverses carried out from April through July 1974 and from August through November 1974. Alll the findings were then worked out in the present 1:250,000 scale geologic map of Outside Java. The 1974 mapping work was carried out by R. Sukamto, S. Supriatna, I. Umar, A. Koswara, and assisted by Sahardjo. ‘The Ujung Pandang, Benteng & Sinjai Quadrangles are bounded by the following co- ordinates: 119900” — 120030” EL and 5° — 6°SL. Forthe sake of convenience, the whole of Salayar Island that extends as far as 6930" SL, is included into this quadrangle. Hence, this quadrangle is bounded to the south actually by the latitude of 6935". This quadrangle covers the regencies of Maros, Sungguminasa, Takalar, Jeneponto, Benteng, Bulukumba, Sinjai, and Salayar, all of which belong to the South Sulawesi Province To the north the quadrangle is bounded by the Pangkajene & Western Part of Watampone Quadrangles, to the west by Makassar Strait, to the east by the Gulf of Bone, and to the south by the Flores Sea. B In comparison with the othe: parts of Sulawesi Island, this quadrangle is rather densely populated. Most inhabit the towns which are scattered along the coast, and also in the rural areas inland. A large percentage of the people has their living in agriculture, thatis the produc- tion of rice and other crops; others are fishermen. Those living in the towns are either in business or workers. The ethnic groups inhabiting South Sulawesi are the Bugis, Macassarese, Bajos and some other smaller groups. Most are Moslems, the number of Christians and those of other faiths is very small. Dence forest occurs only higher elevations, thatis around the summits of Mt. Lompobarang, (2 ‘Mt. Baturape, and Mt. Cindako. The lower lying areas have been transformed into agricultural Jands. Wild animals are rare; occassionally snakes, deer, anoangs, and monkeys are found. ‘The area is easily accessible. In 1971, air accumulation between Jakarta and Makassar (then Ujung Pandang) was merely twice a week, as compared to several times a day at pesent. Mandai, the airport of Ujung Pandang is located in the northwestern part of the quadrangle, between Ujung Pandang and Maros. Nearly the whole area on mainland Sulawesi under dis- cussion is accessible by car. All regent seats and nearly all camat seats are connected by roads which are passable by cars, Dirt roads and tracks are found in nearly al! parts of the area. Salayar Isiand has at present 2 regular sea connection with Bulukumba oa mainland Sulawesi, and since recently, also air connection, so-called pioneer air communication. Base maps for the mapping work were the 1:250,000 topographic maps of the AMS Series T-503, 1962, SB.50-8 and $B.51-5 + 9, which were also used for the compilation work. In addi- tion, 1:100,000 topographic maps were used. during the field work. Aerial photogzaphs cover a large part of the area. Most are of about 1:50,006 scale; the remainder of 1:10,000. Two north-south running strips are not covered by aerial photograhs respectively, one passing the estern part of Lompobatang summit, and the other one across Sinjai. Earlier geologic investigations on this area which are cited the present report are by t’Hoen & Ziegler (1915), Korte (1924), Sung (1948), Purbo-Hadiwidjoyo (1970), and van Leeuwen (1974), GEOMORPHOLOGY The most conspicuous geomorphic feature in this quadrangle is the cone of the extinct Lompobatang volcano which covers to a height of 2876 m above sealevel. The volcanic edifice whose cone from afar still bears its original shape, occupies some one-third the land area of the quadrangle. In the available aerial photo- graphs some parasitic cones are clearly discern- able, distributed on a northsouth running belt that crosses the summit of voicano. They look younger than the Pleistocene Lompobatang cone. In this area two other volcanic cones are present. They are, respectively, Mt. Baturape, 1124 m, west of the Lompobatang summit, and. Mt. Cindako, 1500 m, north of the summit Both cones are of Pliocene age and have largely been affected by ersion. The northern edge of the quadrangle is characterized by the presence of two karst terrains which are underlain by the Tonasa Formation. The two areas are separated by a Miocene to Pliocene voleanic range. The area west of Mt. Cindako and north of Mt. Baturape is rugged in the eastern part and rolling to gently rolling westwards. Whereas in the eastern part elevations are in the order of 500m, westwards they are just about 50 m. This terrain which is characterized by elongated mounds of basaltic dykes is underlainby Miocene volcaniclastics. Those mounds are trending in the direction of Mt. Cindako and Mt. Baturape, and consist of basaltic dykes. The west coast is a low-lying plain which is for a large part affected by tidal movements. Some larger streams that pass this plain may cause occassional flooding. Eastwards this plain passes into a terrain of isolated hills build up of Miocene and Pliocene volcanclastics. The southwest coast is a hilly country with low rises which are trending in approximately northwest-southeast direction. The presence of embayments along this coast distinguishes it from other coasts elsewhere in this quadrangle. This area is underlain by carbonate rocks belong- ing to the Tonasa Formation. Physiograhically, the east coast forms a link between the Walanae valley to the north and Salayar Island to the south. The north part of this area is an extension of the hilly Walanae valley which becomes broader northwards (Pangkajene & Western Part of Watampone See Quadrangles), extends southwards along the east coast of Ujung Pandang, Benteng & Sinjai Quadrangles. The range in the eastern part of Pangkajene & Western Part of Watampone ‘Quadrangles terminated in the northern portion of the east coast. ‘The southern portion of the coast which protrudes into a cape of largely occugied by 2 hilly country with some karst Seay The same morphology is found also in the northwest portion of Salayar Island. Three to five terraces are discernable along the coasts of the area. This morphology is a reflection of the underlying Late Miocene — Pliocene limestone. Salayar Island which is physiographically the southward extension of the range east of the Walanae valley (Pangkajene & Western Part of Watampone Quadrangles) is higher in the east, and lower in the west. The highest summit in the east attaining a height of 608 m. The east coast of this island is mostly steep, in contrast to the west coast which is gently sloping. Generally speaking, the terrain is sloping westwards. STRATIGRAPHY Stratigraphic setting The oldest rock unit known are the Upper Cretaceous flysch sediments which is indicated as Marada Formation (Km).’The age of the meta- morphic rocks which are indicated with the symbol S is not known at present. They may be either younger or older than the Marada Forma- tion. For certaia, they have been intruded by a granodiorite of presumably Miocene age (19 + 2 my.). The relationship between the Marada Formation and younger rock units, that is Salo Kalupang Formation and Propylitized Volcanic Rocks is not clear, probably unconformable. The Salo Kalupang Formation (Teos) which is thought to be of Early Eocene-Late Oligocene age, has a marine sedimentary facies, and is presumed to be equivalent in age with the lower part of Tonasa Formation (Temt). The Salo Kalupang Formation was formed in the 13 east of Walanae Valley and Tonasa Formation in the west of it. ‘The Late Eocene to Middle Miocene rocks overlie unconformably the older rock formation. Based on the areal extent of the outcrops the carbonate rocks that have been mapped out as the Tonasa Formation (Temt) are thought to have been deposited in an extensive area in this quadrangle. The deposition of the Tonasa For- mation which started in Late Eocene time and continued until Middle Miocene attained a thick- ness of not less than 1750 m, During Early Mio- cene time volcanic acrivity in the area to the east gave rise to the formation of the Kalamiseng Volcanics (mkv). “The Camba Formation of Middle Miocene to Pliocene age and of some 4250 m thickness overlies unconformably the older rock units The formation is composed of marine sediments and intercalated with volcaniclastics; laterally, voleanic rocks become dominant (Tmev). Marine sediments associated with carbonate material started to be deposited in the Walanae basin to the east as early as Late Miocene and lasted until Pliocene; they constitute the Walanae Forma- tion (Tmpw)and the Salayar Member (Tmps). Locally, Pliocene volcanics were formed which made up the Baturape-Cindako Volcanics (Tpbv). The youngest among those rocks are those constituting the Lompobatang Voleanics (Qlv) which are of Pleistocene age. The other most recent sediments are alluvial and coastal deposits (Qac). Description of map units Surficial deposits Que ALLUVIAL, SWAMP AND COASTAL DEPOSITS: gravel, sand, clay, mud and coral limestone; depositedin river, swamp, coast and delta environments. Arround Bantaeng, Bulukumba and Berang rivers the alluvial deposits consist mainly of detritus derived from volcanics of Mt. Lompobatang; swamp deposits occur in the large area of western coastal plane. | | 14 Sedimentary and volcanic rocks Km MARADA FORMATION (T.M. VAN LEEUWEN, 1974): flysch type sedi- metary rocks; alternating sandstone, silt- stone, arkose, greywacke, shale and cong- lomerate; with intercalations of calcarcous sandstone and siltstone, tuff, lava and breccia which comprise of basalt, andesite and trachyte. Sandstone and siltstone are light to dark grey; shales are dark gray to dark brown; conglomerate composed of andesite and basalt pebbles; lava and breccia are strongly propylitized with secondary minerals of carbonate, silicate, sericite, chlorite and epidote. Fossils of Globotruncana from calca- reous sandstone identified by PT Shell indicate an age of Late Cretaceous, and was deposited in a deep neritic environ- ment (I.M. van Leeuwen, written com- munication, 1978). This formation is more than 1000 m in thickuess, Teos SALO KALUPANG FORMATION: sandstone, shale and claystone interbed- ding with voleanic conglomerate, breccia and tuff, with intercalations of lava, lime- stone and marl; at some places the clay- store, shale and sandstone are characterized by various colour of red, brown, gray and black; locally contain fossils of mollusc and foraminifera within the intercalations of limestone and marl; generally calcarous, compact, partly with veinlet of calcite, Part of the shale is slaty; most of the layers are strongly folded, dips ranging from 20° to 750. Fossils of Salo Kalupang For- mation identified by D. Kadar (written communication, 1974) on rock sample Td.140, consist of: Asterocyclina (VER- BEEK), Nummulites sp., Pellatispira madarassi (HANTKEN), Heterostegina saipanensis COLE, and Globigerina sp. The fossil assemblage shows an age of Late Focene (Tb), The Salo Kalupang Forma- tion exposed in the area of Pangkajene & - Temt Western Part of Watampone Quadrangles contain fossils of Early Eocene to Late Oligocene in age. The formation is not less than 1500 m in thickness, as the continuation from the northern area, Pangkajene & Western Part of Watampone Quadrangles, unconform- ably overlain by the rocks of Walanae For- mation and separated by a fault from the voleanic rocks of Tmkv. TONASA FORMATION: limestone, partly bedded and partly massive; coral, bioclast, and calcarenite, with intercalations of globigerina marl, large forams contain- ing limestone, sandy limestone, locally contains molluscs; commonly white and light gray in color, partly dark gray and brown. Well bedded limestones are 10 — 13 em in thickness, weakly folded with dips less than 259; arround Jeneponto area the limestones interbedded with globi- gerina marls Fossils of Tonasa Formation identified by D. Kadar (written communication, 1973, 1974, 1975) and Purnamaningsih (written communication, 1974). Rock saples which have been analysed are: La.8, La.35, Lb.1, Lb.49, Lb.83, Le.44, Le.114, d.37, Td.161, and Td,167, Identified fossils including: Discocyclina sp., Num- mulites sp., Heterostegina sp.. Flosculi- nella sp., Spiroclypeus sp., S. Orbitoides DOUVILLE, Lepidocyclina sp., L. ephi- pioides JONES & CHAPMANN, L. ver- heeki NEWION & HOLLAND, L. cf. sumatrensis JONES & CHAPMANN, Miogypsina sp., Glogigerina sp., Gn. tri- partita KOCH, Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Amphistegina sp. Cycloclypeus sp., and Operculina sp. The fossil assemblage shows an age ranging from Eocene to Middle Miocene (Ta ~ TA), and an environment of deposi- tion of shallow to deep neritic and partly lagoonal. This formation is not less thn 1750 m in thickness, unconformably overlies the Propylitized Voleanics (Tpv) and overlain by the Camba Formation (Tme); at some places the limestone is intruded by dyke, sill and stocl of basaltic and dioritic in composition; the sequence developed well at around Tonasa, the area of Pangkajene & Western Part of Watampone Quad- rangles, north of the sheet. Tmc CAMBA FORMATION: marine sedi- mentary rocks interbedded with volcanics; tuffaceous sandstone interbedded with tuff, sandstone and claystone; with inter- calations of marl, limestone, volcanic cong- lomerate and breccia, and coal; varies in color from white, brown, red, light to dark gray, mostly well consolidated: bedding of 4.cm to 100 cm in thickness. Tuffs are fine to lapilli in size; re clayey tuff contains abundant biotite; conglomerate and breccia composed of andesite and basalt pebbles of 2 ~ 30 cm in size; sandy limestone contains fragments of coral and mollusc; dark gray claystone and marl contain smal forams; an intercalation of 40 cm of coal is found at the Maros river. Fossils of Camba Forination identified by D. Kadar (written communication, 1974, 1975) and Purnamaningsih (written communication, 1975) on rock samples La.3, La.24, La.125 and La.448/4, consist of: Globorotalia mayeri CUSHMAN & ELLISOR, Gi. praefoksi BLOW & BANNER, Gl. siakensis (LEROY), Flos- culinella bontangensis (RUTTEN), Globi- gerina venezwelana HEDBERG, Globo- quadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Orbulina universa D'ORBIGNY, O. suturalis BRONNIMANN, Cellanzhus cratuculatus FICHTEL & MOLL, and Elphidium advenum (CUSHMAN). The fossil assemblage shows an age of Middle Miocene (Tf). Moreover other kinds fora- minifer, ostracode and mollusc are also found in this formation. The Camba For- 15 mation in this area is possibly in the same age with which exposes in the Pangkajene & Western Part of Watampone Quad- rangles as Middle Miocene to Late Miocene. The formation is an extension of Camba Formation located at the Pangka- jene & Western Part of Watampone Quadrangles north of the sheet, about 4.250 m in thickness; intruded by dykes of pyroxene basalt of about ¥2 — 30 m in thickness, forming elongated hills. Layers of compact sandstone (10-75 cm) with intercalations of tuffaceous sandstone (1— 2.cm)and conglomerate (basalt and andesite component) which exposed in Salayar Island is possibly included to Tme unit. Tmev, Volcanic rocks of Camba For- mation: volcanic breccia, lava, conglome- rate and tuff of fine to lapilli grained, with intercalations of marine sedimentary rocks of ruffaceous sandstone, calcareous sand- stone and claystone containing plant remains. The lower part contains more volcanic breccia and lava, comprising of andesite and basalt; conglomerate com- posed of andesite and basalt pebbles of about 3 — 50 cm in size; wuffs are lithic, crystal and vitric tuffs, well bedded. The upper part contains trachytic ignimbrite and leucite tephrite; ignimbrite is columnar jointed, brownish gray and dark brown; leucite tephrite is black in coler and its surface shows breadcrust structure. The units which were mapped by T.M. van Leeuwen (written communication, 1978) as Sopo Voleanics, Pamusureng Volcanics and Lemo Volcanics are including in this Tmev unit. Volcanic breccia exposed in Salayar Island is probably included in this unit; the breccia is compact, partly calca- reous; contains components of amphibole basalt, pyroxene basalt and andesite (0.5 — 30 cm), with groundmass of biotite and pyroxene containing ruff. Fossils identified by D. Kadar (written communication, 1971) from locations | 16 * A.75.b include: Amphistegina sp., Globi- serinids, Operculina sp., Orbulina uni- versa D'ORBIGNY, Rotalia sp., and Gastropods. Fission track dating on an ignimbrite sample yielded an age of 13 + 2 my., and K-Ar dating on a sample of lava yielded an age of 6.2 my. (IM. van Leeuwen, written communication, 1978). The paleontological and radiometric data indicate an age of Middie Miocene to Late Miocene. The unit is about 2.500 m in thickness and is the volcanic facies of Camba Forma- tion which is well developed in the area to the north (Pangkajene & Western Part of Watampone Quadrangles); most of the layers are weakly foided, dips less than 20°; unconformably overlies the limestone of Tonasa Formation (Temt) and the older rocks. ‘Tmpw WALANAE FORMATION: alternating of sandstone, conglomerate and tuff, with intercalations of siltstone, claystone, lime- store, marl and lignite; sandstones are medium to coarse grained, commonly calcareous and compact, composed partly of andesite fragments and partly contains much quartz; tuffs vary from tuff breccia, lapilli cuff to crystal tuff containing abun. dant biotite; conglomerates composed of pebbles of andesite, trachyte and basalt, ¥2 to 70 cm in size, average size is 10 cm. The formation occurs in the eastern part of the area as the continuation of the valley of Walanze river located at the Pangkajene & Western Part of Warampone Quadrangles north of the sheet; contains more tuffs in the northern area, more sand- stones at the middle, and is interfingered with the limestone of Salayar Member (Tmps) at the southern part which is extend- ing up to Salayar Island; commonly well bedded, weakly folded with dips from 10° to 209, forms a hilly morphology with an average elevation of 250 m above sea- level; thickness of the formation is about 2500 m. In Salayar Island the formation consists mainly of layers of tuffaccous sandstone (10-65 m) with intercalation of marl; the sandstones contain quartz biotite, amphibole and pyroxene. Fossils of Walanae Formation iden- tified by Purnamaningsih (written com- ‘munication, 1975) on rock samples La.457 and La.468, consist of: Globigerina sp., Globorotalia. menardii (D'ORBIGNY), Gl. tnmida (BRADY), Globoquadrina ahispira (CUSHMAN & JARVIS), Globi- gerinoides immaturus LEROY, Gd. obli- quus BOLLI, and Orbulina universa D’ORBIGNY. The fossil assemblage shows an age ranging from Late Miocene to Pliocene (N18—N20). Moreover other kinds of foraminifera, algae and coral are also found in this formation. ‘Tmps, Salayar Member of Walanae Formation: massive limestone, coral lime- stone and calcarenite, with intercalations of marl and calcareous sandstone; generally white in color, partly brown and red; locally contains molluscs. The limestone is relatively younger than the sandstone of Walanae Formation as exposed at the east of Bulukumba and at the island of Salayar, but interfingering relationships are found at some places. Fossils of Salayar Member which have been identified by Purnamaningsih (written communication, 1975) on rock samples 1a.437, La.438, and 1a.479, consist of: Globigerina nephentes TODD, Globo- rotalia acostaensis BLOW, Gl. dutertrei (D'ORBIGNY), Gl. margaritae BOLLI & BERMUDEZ, Gl. menardii (D’OR- BIGNY), Gl. scitula (BRADY), Gl. tumida (BRADY), Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Gn. debiscens (CHAPMAN-PARR-COLLINS), Globi- gerinoides extremus BOLLI & BER- MUDEZ, Gd. immaturus LEROY, Gd. obliques BOLLI, Gd. ruber (D'OR- BIGNY), Gd. sacculifer (BRADY), G: trilobus (REUSS), Biorbulina bilobata (DYORBIGNY), @Qrbulina —_universa D'ORBIGNY, Hastigerina aequilateralis (BRADY), Pulleniatina primalis BANNER & BLOW, Sphaeroidinellopsis seminulina SCHWAGER, and Sp. subdebiscens BLOW. The fossil assemblage shows an age ranging from Late Miocene to Early Pliocene (N16—N19). Thickness of the unit is suggested to be about 2.000 m. Coastal terraces occur on the limestone, at least 3 or 4 terraces are found at the Ara Village and in the northern part of Salayar Island. The area of the limestone forms a low hilly morphology with an average eleva- tion of 150 m, and the highest one, found at Salayar Island, is 400 m Volcanic rocks Tpv Tmky PROPYLITIZED VOLCANICS: breccia, lava and tuff, contain more tuff in the upper part and more lava in the lower part, mostly andesitic and partly tracbytic, with shale and limestone intercalations in the upper part; component of the breccia varies from few cm to more than 50 cm, cemented by tuff of less than 50%; lava and breccia are dark gray to greenish gray, highly brecciated and propylitized, contain veinlets of carbonate and silicate. The unit is about 400 m in thickness, unconformebly overlain by Late Eocene limestone of Tonasa Formation, and intruded by the granodiorite of gd; called Langi Voleanics by van Leeuwen (1974). Fission track dating ona tuff sample from the lower part yielded an age of +63 m.y. or Paleocene (T.M. van Leeuwen, written communication, 1978). KALAMISENG VOLCANICS: lava and breccia, intercalated with tuff, sandstone, claystone and marl; mostly basaltic in composition and partly andesitic, dark Bray to greenish gray, generally aphanitic, Tpbv ”7 commonly altered, amigdaloidal with secondary minerals of carbonate and sili- cate; part of the lavas show pillow struc- ture. The unit exposes along the moun- taineous area east of Walanae Valley, 2s a continuation of Tmkv which exposed well in the north area (Pangkajene & Western Part of Watampone Quadrangles); separated by a fault zone from sediments and carbonates of Salo Kalupang Forma- tion (Eocene—Oligocene) at the western part; intruded by dykes and stocks of basalt, andesite and diorite in composi- tion. The unit is suggested to be Early Miocene in age; thickness of the unit in Pangkajene & Westera Part of Watampone Quadrangles is not Jess than 4250 m. BATURAPE-CINDAKO VOLCANICS: lava and breccia, with intercalations of some tuff and conglomerate, basaltic in composition, mostly porphyritic with big phenoeryst of pyroxene up to 1 cm and partly aphanitic, greenish dark gray to black in color; lava commonly displays columnar and sheeted jointings the breccia consists mostly of coarse components, 15 — 60 cm, mainly basaltic with small amounts of andesitic material, cemented with coarse tuff to lapilli, contains abun- dant pyroxene fragments. Dioritic intrusive consisting of stock and dyke at the vicinities of Baturape and Cindako is thought to be the remnant of eruptive center (pbc); the rocks in its surroundings are highly altered, amig- daloidal with secondary minerals of zeolite and calcite; ore mineral of galena at Batu- rape is possibly related with the dioritic intrusives; the areas around Baturape and Cindako are dominated with lavas (Tpbl). This unit is at least 1250 m in thickness, and based on its stratigraphic position is about Late Pliocene in age. 18 ~ Qi LOMPOBATANG VOLCANICS: agglo- merate, lava, breccia, lahar deposit and tuff forming a strato volcanic cone standing Up to 2950 m above sealevel; largely com- posed of andesite and lesser basalt, the lavas are partly vesicular such as west of Sinjai, and partly sheeted; pillow lava is found about 2¥2 km north of Bantaeng; breccia and tuff locally contain abundant biotite. Morphologic forms of the volcanic body is clearly identified on aerial photos; (Qlvc) is an eruptive center showing the morphologic form of a lava dome; parasitic cones indicate at least 2 periods of parasitic eruption, QWvpl and Qlvp2. Around the eruptive center zhe rocks mainly consist of lavas and agglomerates (Qlv), and farther away from the center the rocks mainly consist of breccia, lahar deposit and tuff (Qlvb). Based on their stratigraphic posi- tion the volcanics are thought to be of Pleistocene age. Incrusive rocks sd GRANODIORITE: intrusions of grano- diorite, light gray in color, microscopically the rock consists of feldspar, quartz, biotite, some pyroxene and hornblende, with accessories of zircon, apatite and magnetite; contain dioritic—xenolith, injected by apiite, some parts ot dioritic in composition are kaolinized. The intrusive occur arround Birru, injected into the rocks of Mareda Forma. tion (Km) and the Propylitized Voleanics (Tpv), but are nor in contact with the lime- stone of Tonasa Formation (Temt), Fission track dating on a granodiorite sample yielded an age of 19 + 2 m.y. suggesting that the intrusive rocks were emplaced during the Early Miocene (T.M. van Leeuwen, written communication, 1978). d-— DIORITE: intrusions of diorite, mainly consist of stocks and partly dykes and sills; v the intrusives are exposed in the area east of Maros, intrudes the limestone of Tonasa Formation (Temt); generally gray in color, Porphyritic with phenocrysts of amphibole and biotite, partly columnar jointed, Potassium/Argon dating on biotite from aplite (location 2) and diorite (loca- tion 3) indicate ages 9.21 m.y. and 7.74 muy. respectively, or Late Miocene (J.D. Obradovich, written communication, 1974). TRACHYTE AND ANDESITE: intru- sions of trachyte and andesite com)rising of dykes and stocks; trachite is white and has a porphyritic texture with phenocrysts of sanidine up to 1 cm in size; andesite is dark geay, porpuyritic with phenocrysts of amphibole and biotite. The rocks are exposed in the area southeast of Sinjai, and intrudes into the volcanic of Camba Formation (Tmev). BASALT: intrusions of basalt comprising of dykes, sills and stocks, porphyritic structure with coarse phenocryst of Pyroxene up to 1 cm in size, blackish and greenish dark gray in color; partly are chareterized by columnar jointed structure, soine of them are gabbroic texture. Basalt intrusives arround Jene Berang form a dyke swarm more or less radiated from centers of Baturape and Cindako; those occurred at north of Jeneponto consist of stocks. Alll basalt intrusive injected into the rocks of Camba Formation (Tmc). Potas- sium/Argon analysis on whole rocks of basalt, from locations 1 and 4, and gabbro from location 5 indicate ages of 7.5 m.y., 6.99 m.y. and 7.36 may. respectively, or Late Miocene (Indonesia Gulf Oil Co., written communication, 1972; J.D. Obra- dovich, written communication, 1974). These ages indicate that possibly the intru- sions occurred since Late Miocene up to. Late Pliocene. Metamorphic rocks s CONTACT METAMORPHIC ROCKS: hornfels composed of anthophyllite, cor- dierite, epidote, garnet, quartz, feldspar, muscovite, and carbonate; greenish gray to dark green in color, exposed in a small area (+ 2 km sq) at the contact of granite (gd) and separated by fault from the volcanic rocks of Tmev. These hornfels contain numerous magnetite lenses. TECTONICS The oldest rocks exposed in this area are flysch sediments of the Late Cretaceous Marada Formation. The rock association indicates 2 deposition on a submarine slope with the commencement of magmatic activity which later On, some 63 my. from the present, developed into a volcanic activity which resulted into the formation of the Propylitized Voleanics. The Walanae Valley in Pangkajene and Western Part of Watampone Quadrangles to the north extends southwards to Ujung Pandang, Benteng and Sinjai Quadrangles on the east coast. This valley separates the Eocene clastic Salo Kalupang Formation to the east from the carbonate Tonasa Formation to the west. Appa- rently, during Eocene time the area west of the Walanae Valiey was a shallow shelf and east of ita sedimetary basin close to a iand. The Eocene shallow shelf extended over a vast area and covered nearly the present Quad- rangle as evidenced by the spreading of the Tonasa Formation in the areas west of Birru, east of Maros and in the vicinity of Takalar. This shelf deposit developed since Eocene until Middle Miocene time, The formation of clastic sediments in the area east of the Walanae Valley might had ceased in Late Oligocene time, which was then succeeded by volcanic activity that gave rise to the deposition of the Kala- miseng Formation. The end of the Early Miocene volcanic activity was associated with tectonic movement 19 which initiated the formation of the Walanae graben where later on the Walanze Formation was deposited. This process most probably took: place since early Middle Miocene and gradually slowed down during sedimentation to cease completely in Pliocene time. Subsidence of the Walanae graben was associated by volcanic activity which was wide- spread in the area to the west of the graben but took place only locally in the area east of it. All this happened from Middle Miocene until Pliocene. The volcanoes were submarine at the beginning, but during Pliocene some may had reached the surface of the sea. The Miocene volcanic activity resulted in the deposition of the Camba Formation, and the activity during Pliocene time brought about the formation of Baturape-Cindako Volcanics. Presumably, the radial arrangement of the swarm of basaltic dykes between Mt. Cindsko and Mt. Baturape has some connection with the updoming during Pliocene time. Voleanic activity in the Quadrangle con- tinued until Pleistocene time and terminated with the formation of the Lompobatang Vol- canics. The cessation of this magmatic activity was accompanied by tectonic movement which resulted in en echelon faulting along a north- south running belt that crosses Mt. Lompo- batang. Presumably, the faults are the result of a horizontal dextral movement of the base- ment rock under the Walanae valley. Since Pleis- tocene time the west coast of the southernmost tip of Sulawesi’s south arm has been a stable area, whereby only alluvial and paludal deposits are formed during Holocene time. MINERAL AND ENERGY RESOURCES Indications of mineralization are found in Ujung Pandang, Benteng & Sinjai Quadrangles Manganese gossan are known scattered on weathered soil derived from the Propylitized Volcaics (Tpv), near the contact of granodioritic intrusions (gd). Investigations by PT Riotinto Bethlehem Indonesia indicated the gossan as 2 20 base metal prospect (van Leeuwen, 1974). Lead mineralization is known at the margin of the diorite intrusive complex (Tpbc) of the Baturape- Cindako Volcanics (Tpbv). This deposit has been developed since before World War II by a local firm. Limestone of the Tonasa Formation is found abundantly and as such presents a pros- pective source of industrial material. This lime- stone has been used as row material for Tonasa Cement Industry located at Pangkajene area in southwest corner of Pangkajene & Western Part of Watampone Quadrangles. Construction materials in the form of igneous rocks (basalt, trachyte, andesite, diorite, granodiorite) is found in a number of localities as intrusives and lavas, Hot and mineral springs are known in several places. Some of them which are located southwest and south of Sinjai are known to have a temperature of about 40° C (Purbo- Hadiwidjoyo, 1970). Exploration for petroleum and gas has been carried out by Gulf Oil Indonesia since 1967 both onshore and off- shore. This work was then followed by drilling ina number of sites onshore as well as offshore. DAFTAR LITERATUR/REFERENCES Korte, P., 1924. Geologische verkenning in Saleier; unpubl. rept., GST Purbo-Hadiwidjoyo, M.M., 1970, Tentang pemeriksaan gerakan tanah di Kp. Salohe, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan; unpubi. repr. GSI, IS/Gth/165. Sukamto, R., 1975, Geologic Map of Indonesia, sheet VIII, Ujung Pandang, scale 1,000,000; Geological Survey of Indonesia. t'Hoen, C. & K. Ziegler, 1917, Verslag over de resultaten van geologisch-mijnbouwkundige verkenningen in Z.W. Celebes; jaarb Mijnw. Verh. II, pp. 235-363. van Leeuwen, T.M., 1974, The geology of Birt: area, South Sviawesi; PT Riotinto Bethlehem Indonesia, unpubl. rept.

Anda mungkin juga menyukai