Anda di halaman 1dari 2

RSUD Dr.

Soetomo Jadi Contoh Desentralisasi Obat ARV


on 08-11-2010 00:00
Views : 808
Favoured : 12
Published in : Berita, Rubrik

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Rabu (3 November 2010), mengajak perwakilan dari Jawa Barat
dan Jawa Tengah berkunjung ke RSUD Dr. Soetomo. Mereka mengunjungi ruang Unit Perawatan Intensif
Penyakit Infeksi (UPIPI) yang terletak di dekat ruang stroke. Kunjungan mereka tersebut dalam rangka
mempelajari penyediaan obat ARV yang telah berjalan secara desentralisasi di RSUD Dr. Soetomo.
Obat ARV (Antiretroviral) adalah obat yang dikonsumsi oleh penderita HIV/AIDS. Penderita HIV/AIDS
diharuskan mengonsumsi obat ARV ini secara rutin seumur hidupnya, tanpa putus.
Kalau putus, pasien bisa jadi resisten terhadap ARV, kata Prof.dr. Yusuf Barakbah, Sp.KK (K).
Agar pasien HIV/AIDS dapat mengonsumsi obat ARV, maka selama ini obat ARV diberikan secara gratis
oleh pemerintah. Pendistribusiannya pun melibatkan Kemenkes RI.
Selama ini Kemenkes RI bertanggung jawab untuk menyetok secara langsung kebutuhan obat ARV di
seluruh rumah sakit di Indonesia. Namun ternyata hal ini dirasa kurang efektif. Sebab itu RSUD Dr.
Soetomo menggunakan sistem desentralisasi untuk pemenuhan logistik obat ARV.
Dalam sistem desentralisasi ini rumah sakit bekerjasama dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat.
Sehingga Kemenkes RI cukup mengirimkan stok obat ARV pada Dinkes daerah.
ARV yang disimpan di Provinsi (Dinkes Provinsi) adalah stok untuk 6 bulan, ujar Arief Sudrajat,

perwakilan Subdit AIDS Kemenkes RI.


Subdit AIDS merupakan bagian Kemenkes RI yang bertugas memenuhi kebutuhan logistik obat ARV di
Dinkes daerah. Setiap 3 bulan sekali mereka biasa mengirim stok logistik obat ARV untuk pemenuhan
selama 6 bulan.
Provinsi Jawa Timur (Jatim) adalah yang pertama kali mengadopsi sistem desentralisasi ini. Sistem ini
diterapkan secara bertahap di rumah sakit di Jatim.
Awalnya sistem ini diterapkan di empat rumah sakit pada bulan November 2009. Keempat rumah sakit
tersebut adalah RSUD Dr. Soetomo Surabaya, RSUD Soedono Madiun, RSUD Saiful Anwar Malang,
RSUD Blambangan.
Usai keempat RS ini, desentralisasi diterapkan di 9 RS lain pada bulan Mei 2010. Kini rumah sakit di
Jatim yang telah mengadopsi sistem desentralisasi obat ARV totalnya ada 23 rumah sakit.
Untuk menggunakan sistem desentralisasi ini maka database pasien disetiap rumah sakit harus sesuai
dengan yang ada di Dinas Kesehatan. Di RSUD Dr. Soetomo, penyusunan database pasien tidak hanya
melibatkan UPIPI tapi juga bagian farmasi agar valid. Sebab inilah depkes memilih rumah sakit milik
Pemprov Jatim ini sebagai contoh.
Dengan adanya studi banding ini diharapkan mereka dapat belajar mengenai sistem pembuatan
database pasien serta mengenai sistem desentralisasi obat ARV. Sehingga mereka dapat
menerapkannya di daerah masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai