Anda di halaman 1dari 7

Arti malpraktik secara medik

Arti malpraktik secara medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan
tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan berdasarkan ukuran yang lazim orang lain
mengobati pasien untuk ukuran standar di lingkungan yang sama. Kelalaian diartikan pula
dengan melakukan tindakan kedokteran dibawah standar pelayanan medik.
Faktor yang mempengaruhi hasil akhir dari penggobatan menurut R. Hariadi adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Perjalanan dan komplikasi dari penyakitnya sendiri (clinical course of the disease)
Resiko medik (medical risk)
Resiko tindakan operatif (surgical risk)
Efek samping penggobatan dan tindakan medik (adverse effect or reaction)
Akibat keterbatasan fasilitas (limitation of resources)
Kecelakaan medik (clinical accident)
Ketidak tepatan diagnosis (error of judgement)
Kelalaian medik (medical negligence)
Malpraktik medik (medic malpractice)

Kewajiban dokter atau dokter gigi sebagaimanan disebutkan dalam Undang-undang


Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang disebutkan pada Pasal 51:
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban:
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
atau kedokteran gigi.
Seorang tenaga kedokteran mepunyai kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan,
kalau sampai tidak dilaksanakan bisa dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum, yang
konsekuensinya bisa dijatuhi sanksi yuridis. Sanksi yuridis yang dimaksud dalam Pasal 51
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 ini tidak termasuk sanksi yuridis dalam tindakan
malpraktik. Kalau sanksi dalam pasal tersebut dikarenakan seorang tenaga medis tidak
melaksanakan kewajiban, sedangkan sanksi malpraktik dikarenakan adanya unsur kesalahan
bertindak.
B. Standar profesi

Untuk memberikan batasan pertanggungjawaban seorang profesional dipandang perlu


adanya standarisasi profesi, sedangkan untuk standar profesi dibidang kesehatan sebagaimana
diterangkan dalam Penjelasan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
Standar pelayanan adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi
dalam menyelenggarakan praktik kedokteran. Standar pelayanan kesehatan ini harus diartikan
batas minimal yang harus dipenuhi oleh penyelenggara pelayanan kesehatan karena hanya
diberikan batas minimal, maka apabila penyelenggara pelayanan kesehatan menyediakan
sarana yang maksimal dalam arti fasilitas yang lebih optimal, ini merupakan harapan bila
penyelenggara pelayanan kesehatan mempuyai kemampuan. Dengan demikian kalau
penyelenggara praktik kedokteran belum memenuhi standar minimal, tetapi tetap
melaksanakan pelayanan kesehatan bisa dikenakan sanksi baik administratif maupun sanksi
yuridis. Standar pelayanan kesehatan ini terdiri aspek sarana dan tenaga kesehatan, yang
keduanya itu harus memenuhi standar minimal. Standar ini diberlakukan dalam kondisi
normal,dan tidak diberlakukan pada kondisi yang tidak normal, seperti saat terjadi
perperangan, musibah nasional dan sebagainya.
Standar pendidikan profesi kedokteran dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang disebutkan pada Pasal 26:
1. Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pendidikan profesi kedokteran
gigi disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
2. Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pendidikan profesi kedokteran
gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
a. untuk pendidikan profesi dokter atau dokter gigi disusun oleh asosiasi institusi
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi; dan
b. untuk pendidikan profesi dokter spesialis atau dokter gigi spesialis disusun
oleh kolegium kedokteran atau kedokteran gigi.
3. Asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi dalam menyusun
standar pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
berkoordinasi dengan organisasi profesi, kolegium, asosiasi rumah sakit
pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional, dan Departemen Kesehatan.
4. Kolegium kedokteran atau kedokteran gigi dalam menyusun standar pendidikan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berkoordinasi dengan
organisasi profesi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi,
asosiasi rumah sakit pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional, dan
Departemen Kesehatan.
Pengertian standar pelayanan kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor
228/MenKes/SK/II/2002, Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Kabupaten/Kota adalah
standar pelayanan berdasarkan kewenangan yang telah diserahkan, yang harus dilaksanakan
Rumah Sakit Kabupaten/Kota untuk meningkatkan mutu pelayanan yang dapat dijangkau
oleh masyarakat sekaligus merupakan akuntabilitas daerah kepada pemerintah dalam
penyelenggaraan pemerintah Kabupaten/Kota serta sebagai instrumen pembinaan dan
pengawasan pemerintah kepada pemerintah Kabupaten dan pemerintah Kota.

Standar pelayanan minaml rumah sakit daerah.


1. Standar Pelayanan Rumah Sakit Daerah adalah penyelenggaraan pelayanan
manajemen rumah sakit, pelayanan medik,pelayanan penunjang,dan pelayanan
keperawatan baik rawat inap maupun rawat jalan yang minimal harus diselenggarakan
oleh rumah sakit.
2. Indikator merupakan variabel ukuran atau tolak ukur yang dapat menunjukkan
indikasi-indikasi terjadinya perubahaan tertentu. Untuk mengukur kinerja rumah sakit
ada beberapa indikator yaitu :
a. Input, yang dapat mengukur pada bahan alat sistem prosedur atau orang yang
memberikan pelayanan misalnya jumlah dokter, kelengkapan alat, prosedur tetap
dan lain-lain.
b. Proses, yang dapat mengukur perubahan pada saat pelayanan yang misalnya
kecepatan pelayanan,pelayanan dengan ramah dan lain-lain.
c. Output, yang dapat menjadi tolak ukur pada hasil yang dicapai, misalnya jumlah
yang dilayani,jumlah pasien yang dicapai, kebersihan ruangan.
d. Outcome, yang menjadi tolak ukur dan merupakan dampak dari hasil pelayanan
sebagai misalnya keluhan pasien yang merasa tidak puas terhadap pelayanaan dan
lain-lain.
e. Benefit, adalah tolak ukur dari keuntungan yang diperoleh pihak rumah sakit
maupun penerima pelayanan atau pasien yang misal biaya pelayanaan yang lebih
murah,peningkatan pendapatan rumah sakit.
f. Impact, adalah tolak ukur dampak pada lingkungan atau masyarakat luas misalnya
angka kematian ibu yang menurun, meningkatnya derajat kesehatan msayrakat ,
meningkatnya kesejahteraan karyawan.
Menurut Leebeb dalam buku Malpraktik Dokter yang ditulis oleh Dr.H. Hendrojono
Soewono, yang dimaksud dengan Standar Pelayanan minimal dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan bahwa apa yang dikenal dalam dunia kedokteran sebagai Lege Artis pada
hakekatnya adalah suatu tindakan yang dilakukan sesuai dengan standar profesi medis yang
pada hakekatnya terdiri dari beberapa unsur utama :
1. Bekerja dengan teliti, hati-hati daan sekasama
2. Sesuai dengan ukuran medis.
3. Sesuai dengan kemampuan rata-rata, sebanding dengan dokter dalam kategori
keahlian medis yang sama.
4. Dalam keadaan yang sebanding
5. Dengan sarana dan upaya yang sebanding wajar dengan tujuan kongkrit tindakan
medis tersebut.
Standar pendidikan formal seorang dokter bisa terpenuhi secara akademis, maupun
yuridis, artinya dengan berdasarkan standar akademis formal yang dibuktikan dengan lulusan
pendidikan formal kedokteran, bisa dijadikan dasar standar kemampuan awal seorang tenaga
medis untuk bisa melakukan tugas pelayanan medis. Dalam perkembangan selanjutnya,
standar awal saja rupanya tidak cukup perkembangan selanjutnya,standar awal saja rupanyan
tidak cukup dijadikan dasar sebagai tenaga medis, karena harus ditambah dengan tambahan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang yang terjadi disetiap saat .dunia

kedokteran selalu mengalami perkembangan, bahkan perkembangannya dianggap sangat


pesat. Bagi tenaga medis yang tidak mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang ada kaitanya dengan dunia medis apabila ia menjalankan tugas pelayanan
medis bisa diklasifikasikan seorang tenaga medis yang tidak memenuhi standar, apabila ia
melaksanakan tugas dan ternyata membawa dampak negatif bisa diklasifikasikan telah
terjadinya kesalahan atau kelalaian, yang saat kini lebih dikenal dengan sebutan malpraktik,
Resiko kegagagalan tindakan medis yang paling berat tentu kematian pasien.
Timbulnya resiko yang dipermasalahkan tentu karena adanya unsur kelalaian, kesalahan,
tidak memenuhi standar medis, serta ada hubungan kausalitas (sebab akibat). Bila tindakan
medis itu sudah dilaksanakan sesuai dengan standar ilmiah yang berlaku secara universal di
dunia medis, tetapi ternyata masih timbul resiko medis. Tentunya tidak bisa diklasifikasikan
tindakan malpraktik.
Kode etik merupakan norma kedokteran yang harus ditaati dan dilaksanakan setiap
tenaga kesehatan yang menjalankan profesi medis. Untuk menegakkan semua ketentuan
termasuk kode etik harus ditunjang adanya 3 unsur yakni,norma hukum yang valid, penegak
hukum yang bermoralalitass tinggi dan sanksi yang tegas. Dari ketiga unsur ini yang akan
menentukan maju mundurnya hukum itu sendiri. Norma hukum bisa berasal dari produk
badan legislatif, institusi dan msayarakat sendiri. Norma yang datangnya dari badan legislatif
dan eksekutif yang dinamakan undang-undang, peraturan dan sebagainya, disebutkan dengan
jelas sanksi yang akan dikenakan bila terjadi pelanggaran, karena dalam norma itu sendiri
tersurat jenis sanksi.
Antara norma hukum dengan kode etik, bisa dikatakan serupa tapi tidak sama,artinya
fungsi keduanya sama-sama mengatur kehidupan. Untuk kode etik mempunyai fungsi
mengatur kehidupan institusi profesi, sedangkan norma hukum mempunyai fungsi mengatur
kehidupan dalam bermasyarakat. Dilihat dari aspek penegakkan hukum, terdapat perbedaan,
untuk hukum sudah jelas sistem penegakkan hukumnya, karena sudah adanya lembaga
penegakan hukum. Melihat kondisi yang demikian, jelas kode etik jauh berbeda dengan
hukum formal, berarti pelanggaran kode etik belum tentu pelanggaran hukum,sedangkan
pelanggaran hukum sudah pasti pelanggaran kode etik. Berarti pelanggaran hukum yang ada
kaitanya dengan pelanggaran kode etik, bisa dikenakan sanksi hukum dan sanksi kode etik.
Penjatuhan dua kali sanksi terhadap tindakan melawan hukum semacam ini tidak bisa
dikalsifikasikan melanggar asas dalam ilmu hukum yang disebut nebis in idem artinya satu
tindakan pidana diproses atau dijatuhi sanksi dua kali.
Asas nebis in idem ini apabila satu perbuatan pidana diproses dua kali pada isntitusi
peradilan yang sama atau berbeda misalnya seorang pelaku tindak pidana diproses pada
pengadilan daerah A, kemudian diproses lagi di daerah b. Dalam hal yang demikian proses di
salah satu peradilan dianggap telah meyalahi asas hukum dan dianggap tidak berlaku atau
disebut batal demi hukum.
Asal mula terjadinya norma hukum dan kode etik, kalau norma hukum diolah dan
dilahirkan oleh lembaga legislatif atau eksekutif dengan melalui beberapa tahapan, sedangkan
untuk kode etik diolah dan dilahirkan oleh institusi profesi, lembaga yang melahirkan kedua

ketentuan tersebut mempunyai latar belakang yang berbeda, yang satu profesional dan yang
satunya lagi lembaga politisi.
Perbedaan yang lain, kalau dalam kode etik seringkali hanya memuat kewajibankewajiban, larangan-larangan dan kepatutan-kepatutan dari organisasi profesi tertentu. Kalau
dilihat dari aspek sanksi dari setiap kode etik lebih mengarah kepada yuridis atau sanksi
moral atau lebih meningkat sedikit sanksi administratif.
Dengan demikian jika rekemondasi sanksi yang telah diambil oleh lembaga profesi
tidak dijadikan acuan oleh lembaga yuridis, tidaklah menyalahi aturan permainan.
Semua norma akan mempunyai wibawa kalau disertai dengan sanksi yang tegas, dan
sebaliknya semua norma tidak mempunyai wibawa kalau tidak disertai dengan sanksi yang
tegas bisa dikatakan nadi suatu norma adalah sanksi, oleh karena itu kalau nadinya rusak,
normanya akan sulit untuk dipertahankan.
Norma dan sanksi pada dasarnya diciptakan atas kesepakatan bersama. Kalau norma
diciptakan atas kesepakatan bersama institusi profesi, tentunya akan menjadi kebutuhan yang
didasarkan atas musyawarah bisa dikatakan suatu norma, yang mempunyai kekuatan
mengikat semua pihak yang terlibat.

c. arti malpraktik secara yuridis


yuridis tidak memberikan rincian secara definif terhadap apa yang dikatakan kelalaian
dan kesalahan bertindak dalam dunia medis (malpraktik). Hukum lebih melihat dari sebab
akibat tindakan seseorang yang mengakibatkan matinya, atau lukanya orang lain.
Dalam pasal 359 KUHP menjelaskan akibat matinya seseorang dan untuk yang
mengakibatkan luka sebagaimana dijelaskan dalam pasal 360 KUHP, bunyi lengkapnya pasal
359 KUHP : barang siapa karena salahanya mengakibatkan matinya orang dihukum penjara
selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.
Dalam pasal 360 disebutkan :
1. Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun atau hukuman
kurungan selama-lamanya satu tahun.
2. Barang siapa karena kesalahanya menyebabkan orang luka sedemikian rupa
sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan
jabatannya atau pekerjaanya, dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan
atau hukuman denda setinggi-tingginta Rp 4.500,Kelalaian atau kesalahan dalam pandangan yuridis tidak melihat dari aspek prosedural,
standar kerja dan hasil kerja. Hanya saja hasil kerja tidak sesuai dengan tujuan awal, serta
mendapatkan hasil yang negatif. Dikatakan bukan kelalaian atau kesalahan apabila pekerjaan

setelah dikerjakan mampunyai hasil yang sesuai dengan tujuan awal dan tidak ada dampak
negatif.
Karena kelalaian atau kesalahannya yang mengakibatkan kematian, luka atau kerugian
jasmani rohani seseorang, diklasifikasikan perbuatan pidana yang dapat dikenakan sanksi
pidana. Hanya kesalahan yang membawa akibat kerugian terhadap orang lain
dipermasalahkan. Menurut prinsip hukum setiap tindakan yang salah dikategorikan
melakukan perbuatan hukum, hanya saja kalau tidak mengakibatkan kerugian kepada orang
lain dianggap tidak perlu untuk dilakukan penuntutan. Terlebih kalau perbuatan melanggar
hukum itu termasuk pidana aduan, sedangkan pihak yang dirugikan tidak mengadukan
kepada pihak yang berkompeten, maka perbuatan itu termasuk melawan hukum tetapi tidak
bisa diadukan oleh pihak lain selain yang dirugikan. Kalau yang dirugikan itu khalayak ramai
dikategorikan bukan pidana aduan, akan tetapi pidana biasa yang konsekuensinya penegak
hukum berhak melakukan pemerosesan berdasarkan asas demi kepentingan umum.
Kelalaian itu sendiri mengandung arti tidak ada unsur kesengajaan, tetapi
mengakibatkan kerugian orang lain. Kelalaian menurut istilah hukum dinamakan culpa.
Culpa itu sendiri dibagi menjaid 3 macam, yakni culpa lata yaitu kelalaian berat. Culpa levis
artinya kelalaian sedang dan culpa levissina artinya kelalaiann ringan. culpa yang bisa
mendatangkan kerugian pada lazimnya yang termasuk culpa berat dan sedang, untuk culpa
yang ringan jarang menimbulkan kerugian, walau demikian kalau ternyata culpa ringan ini
menimbulkan kerugian bisa juga dilakukan penuntutan penanggungjawab.
Secara garis besarnya karena kelalaian yang dapat dikenakan sanksi pidana apabila
menyebabkan kematian, luka berat, luka sedang dan luka ringan. kelalaian dalam kaitannya
dengan tenaga medis, diklasifikasikan pidana aduan, artinya dibutuhkan aduan dari pihak
yang merasa dirugikan atau yang dikuasakan akan tetapi kalau tidak ada aduan dari pihak
tertentu atau yang dirugikan maka pihak yang berwenang tidak bisa mengambil tindakan
yuridis terhadap tindakan medis walau tindakan itu termasuk dalam kategori malpraktik.
Arti kematian menurut peraturan pemerintah nomor 18 tahun 1981 tentang bedah mayat
klinis dan bedah mayat anatomi serta transplantasi alat dan/ atau jaringan tubuh manusia,
yang pada pasal 1 huruf g yang dimaksud dengan meninggal dunia adalah keadaan insani
yang diyakinkan oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi orak, pernafasan
dan/atau denyut jantung seseorang telah berhenti.
Klasifikasi luka berat dijelaskan dalam pasal 90 KUHP yang antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Penyakit atau luka yang tak mungkin bisa sembuh


Mendatangkan bahaya maut
Tidak mampu melaksanakan pekerjaan
Mengakibatkan hilangnya bagian organ tubuh
Tidak mampu lagi menggunakan salah satu panca indra
Lumpuh
Berubah pikiran
Mengakibatkan matinya anak dalam kandungan

Klasifikasi luka ringan adalah luka yang perawatannya cukup mudah dan kelak tidak
mempunyai dampak terhadap kesehatan organ tubuh seseorang atau tingkatanya kualitas
lukanya masih dibawah luka berat.
Termasuk klasifikasi luka disini sebetulnya mempunyai arti luka pada phsioligis dan
psychologis, karena aibat seseorang salah bertindak dari tenaga medis serta mengalami
kelainan atau perubahan psychologis dapat dianalogikan sebagai luka,sehingga dapat
dijadikan alasan untuk mengadakan tuntutan kepada tenaga media yang melakukan kesalahan
atau kelalaian. Dengan kata lain, penderitaan bukan saja berbentuk penderitaan phsioligis saja
akan tetapi juga termasuk penderitaan psychologis atau kejiwaan.

Anda mungkin juga menyukai