Anda di halaman 1dari 5

Penerapan nilai-nilai karakter keagamaan

Akhlaq mulia merupakan cita-cita yang diharapkan terwujud di setiap


pribadi manusia yang akan senantiasa dinantikan sebagai penghias karakter
seluruh generasi di segenap masa. Berikut akan dijelaskan beberapa
penerapan akhlaq mulia :
1 Akhlaq kepada Khalik (Pencipta)
Salah satu perilaku atau tindakan yang mendasari akhlak kepada
Pencipta adalah Taubat. Selain itu, kita juga harus beriman kepada Allah
semata, menyembah, beribadah, dan berdoa hanya kepada Allah, mencintai,
bersyukur, berdzikir, tawakal, dan takwa kepada Allah, dan sebagainya.

2 Akhlaq kepada Sesama


Akhlaq terhadap sesama dibedakan menjadi dua macam :
a Akhlaq kepada sesama muslim
Penerapan akhlaq kepada sesama muslim misalnya ketika kita ingin di
hargai oleh orang lain, maka kewajiban kita juga harus menghargai orang
lain, menghormati orang yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda,
menyantuni yang fakir, menjaga lisan dalam perkataan agar tidak membuat
orang lain disekitar kita merasa tersinggung, dan sebagainya.
b Akhlaq kepada sesama nonmuslim
Akhlaq antara sesama nonmuslim diajarkan dalam agama karena
mereka (nonmuslim) juga merupakan makhluk. Berbicara masalah keyakinan
adalah persoalan nurani yang mempunyai asasi kemerdekaan yang tidak
bisa dicampuradukkan hak asasi kita dengan hak merdeka orang lain,
apalagi masalah keyakinan, yang terpenting adalah kita lebih jauh
memaknai kehidupan sosial karena dalam kehidupan ada namanya etika
sosial. Masalah etika sosial tidak terlepas dari karakter kita dalam pergaulan
hidup. Contohnya bagaimana kita menghargai apa yang menjadi keyakinan
mereka, menghargai ketika mereka melakukan upacara keagamaan,
walaupun mereka hidup dalam minoritas, memberi bantuan bila mereka
terkena musibah, dan sebagainya.
3 Akhlaq kepada Diri Sendiri
Untuk mempertahankan kehormatan, harga diri, dan meningkatkan
harkat dan martabat dalam hidup ini, kita memerlukan akhlaq terhadap diri
sendiri, antara lain:
a Menjaga kehormatan dan harga diri, membersihkan diri lahir dan batin.
b Memiliki dan memupuk sifat-sifat terpuji.
c Taat menjalankan ajaran agama.

d Menjaga lisan, mata, telinga, dan tangan dari perbuatan tercela.


e Mencari rezeki yang halal.
f Selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah, beramal
meningkatkan iman dan takwa.

shaleh,

4 Akhlaq kepada Keluarga


Berikut akan diberikan beberapa contoh penerapan akhlaq mulia kepada
keluarga :
a Kepada orangtua : berbakti, menghormati, menyayangi dan mendoakan
keduanya, tidak berkata kasar, tidak menyakiti hati dan fisik mereka, apabila
mereka sudah sepuh, keduanya disantuni dan diberi nafkah.
b Kepada istri atau suami : menjaga kedamaian, ketenangan, saling
menghormati, saling menyayangi, bersikap jujur dan terbuka, tidak selingkuh
dan saling curiga, dan sebagainya.
c Kepada tetangga dan masyarakat : saling membantu, tenggang rasa,
gortong royong, saling menghormati, saling meminta dan memberi, dan
sebagainya.
d Hormat dan memuliakan guru dan dosen, dan sebagainya.
5 Akhlaq kepada Lingkungan (Alam Semesta)
Hendaknya setiap manusia melakukan hal-hal berikut:
a Memperhatikan dan merenungkan penciptaan alam semesta serta
bersyukur
kepada Allah.
b Memanfaatkan
alam
semesta
dengan
sebesar-besarnya
bagi
kemakmuran hidup manusia.
c Menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan flora dan fauna serta
alam semesta ini untuk kepentingan manusia.
d Tidak berlaku dzalim, aniaya, atau mengeksploitasi secara semena-mena,
seperti penebangan hutan secara liar, penggalian tambang tanpa
mempedulikan lingkungan, membuat polusi, dan sebagainya.

Tantangan Akhlak dalam Kehidupan


Allah SWT menciptakan manusia dengan tujuan utama penciptaannya
adalah untuk beribadah. Ibadah secara umum yaitu melaksanakan segala
perintahnya dan manjauhkan segala larangannya dengan penuh kesadaran
dan keikhlasan. Manusia diperintahkanNya untuk menjaga dan memlihara
semua yang ada untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Namun
sebagai manusia kadang kita lupa tugas kita berada di dunia itu apa
sehingga kebanyakan tidak bisa mengontrol akhlaknya sendiri.

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern,


tantangan akhlak juga semakin banyak, tak sedikit manusia menjadi lupa diri
dan berada diluar garis batas ajaran agama. Sehingga kita butuh aqidah
yang kokoh dan akhlak yang terpuji untuk mengahadapi tantangan tersebut.
Seperti kita tahu tantangan yang sering kita hadapi namun jarang kita sadari
yaitu Kemajuan teknologi yang semakin mutakhir, gaya hidup, dan orientasi
hidup yang materialistis.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami oleh manusia
sekarang ini tidak sedikit dampak negatifnya terhadap sikap hidup dan
perilakunya, baik sebagai manusia beragama maupun sebagai makhluk
individual dan sosial. Dampak negatif yang paling berbahaya terhadap
kehidupan manusia atas kemajuan itu ditandai dengan adanya
kecenderungan
menganggap
bahwa
satu-satunya
yang
dapat
membahagiakan hidup adalah material. Sehingga manusia terlampau
mengejar materi, tanpa menghiraukan nilai-nilai spiritual yang sebenarnya
berfungsi untuk memelihara dan mengendalikan akhlak manusia.
Nilai nilai spiritual yang dimaksudkan dalam Islam adalah ajaran
agama yang berwujud perintah, larangan dan anjuran, yang semuanya
berfungsi untuk membina kepribadian manusia dalam kaitannya sebagai
Hamba Allah dan anggota masyarakat.
Gaya hidup-pun menjadi tantangan agar lebih dapat mengontrol diri.
Gaya hidup yang dimaksud disini adalah gaya hidup hedonis atau foya-foya,
dan kebarat-baratan. Seperti kita tahu selain tidak baik, Allah sangat
membenci segala sesuatu yang berlebihan. Gaya hidup ini cenderung hanya
mementingkan kesenangan semata, menghambur-hamburkan materi dalam
jumlah banyak secara sia-sia karena sebenarnya tidak ada keuntungan yang
bisa didapat dari itu melainkan hanya kesenangan sesaat. Padahal kalau kita
memiliki aqidah yang kokoh dan akhlak yang terpuji, tidak seharusnya kita
berlaku seperti itu melainkan lebih memilih untuk berbagi terhadap sesama
karena akan lebih terasa manfaatnya.
Orientasi hidup yang hanya mengejar nilai-nilai material saja tidak bisa
dijadikan sarana untuk mencapai kebahagiaan, bahkan hal ini juga dapat
menimbulkan bencana yang hebat ketika hidup hanya berorientasi pada
sesuatu yang merial (metrialistis) sehingga ada persaingan hidup yang tidak
sehat. Sementara manusia tidak memerlukan agama lagi untuk
mengendalikan semua perbuatannya, karena mereka menganggap agama
tidak lagi dapat memecahkan persoalan hidup.
Disinilah kita akan tahu betapa pentingnya peranan aqidah dan akhlak
dalam kehidupan modern seperti sekarang. Aqidah dan akhlak akan menjadi

benteng yang sangat kuat dalam menghadapi segala dampak negatif


kehidupan modern. Aqidah dapat menyelamatkan diri kita dari segala bentuk
dosa kecil yang jarang kita sadari, aqidah juga dapat membuat kita selalu
berbuat baik terhadap pencipta dan sesama. Disamping aqidah yang kuat,
akhlak yang terpuji akan menyelamatkan manusia dari segala macam
perbuatan dan tindakan yang bisa menjerumuskan manusia dalam
kesesatan.
Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang hidup didunia harus
memiliki aqidah dan akhlak sehingga kita tidak tersesat dan apa-apa yang
kita lakukan tidak melanggar ajaran agama yang telah ditentukan.

Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti


peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara
anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban
sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilainilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh
kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya
konsensus dalam masyarakat.
Terhadap tetangga, seorang Muslim harus membina hubungan baik tanpa
harus memperhatikan perbedaan agama, etnis, bahasa, dan yang
semisalnya. Tetangga adalah sahabat yang paling dekat. Begitulah Nabi
menegaskan dalam sabdanya, Tidak henti- 7 hentinya Jibril menyuruhku
untuk berbuat baik pada tetangga, hingga aku merasa tetangga sudah
seperti ahli waris (HR. al-Bukhari). Bertolak dari hal ini Nabi saw. memerinci
hak tetangga sebagai berikut: Mendapat pinjaman jika perlu, mendapat
pertolongan kalau minta, dikunjungi bila sakit, dibantu jika ada keperluan,
jika jatuh miskin hendaknya dibantu, mendapat ucapan selamat jika
mendapat kemenangan, dihibur jika susah, diantar jenazahnya jika
meninggal dan tidak dibenarkan membangun rumah lebih tinggi tanpa
seizinnya, jangan susahkan dengan bau masakannya, jika membeli buah
hendaknya memberi atau jangan diperlihatkan jika tidak memberi (HR. Abu
Syaikh). Inilah karakter yang harus diamalkan setiap Muslim terhadap

tetangga, jangan sampai ia melakukan hal yang sebaliknya. Setelah selesai


membina hubungan baik dengan tetangga, setiap Muslim juga harus
membina hubungan baik di masyarakat. Dalam pergaulan di masyarakat
setiap Muslim harus dapat berkarakter sesuai dengan status dan posisinya
masing-masing. Sebagai pemimpin, seorang Muslim hendaknya memiliki
karakter mulia seperti beriman dan bertakwa, berilmu pengetahuan cukup
agar semua urusan dapat ditangani secara profesional dan tidak salah urus,
memiliki keberanian dan kejujuran, lapang dada, dan penyantun (QS. Ali
Imran [3]: 159), serta didukung dengan ketekunan, kesabaran, dan
melindungi rakyat yang dipimpinnya. Dari bekal sikap inilah pemimpin akan
dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, memelihara
amanah, adil (QS. al-Nisa [4]: 58), melayani dan melindungi rakyat (sabda
Nabi riwayat Muslim), dan membelajarkan rakyat. Ketika menjadi rakyat,
seorang Muslim harus patuh kepada pemimpinnya (QS. al-Nisa [4]: 59),
memberi saran dan nashihat jika ada tanda-tanda penyimpangan (sabda
Nabi riwayat Abu Daud). Akhirnya, seorang Muslim juga harus membangun
karakter mulia terhadap lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud adalah
segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, yakni binatang, tumbuhan,
dan alam sekitar (benda mati). Karakter yang dikembangkan adalah
cerminan dari tugas kekhalifahan manusia di bumi, yakni untuk menjaga
agar setiap proses pertumbuhan alam terus berjalan sesuai dengan fungsi
ciptaan-Nya. Dalam al-Quran Surat al-Anam (6): 38 dijelaskan bahwa
binatang melata dan burung-burung adalah seperti manusia yang menurut
al-Qurtubi tidak boleh dianiaya (Shihab, 1996: 270). Baik di masa perang
apalagi ketika damai Islam menganjurkan agar tidak ada pengrusakan
binatang dan tumbuhan kecuali terpaksa, tetapi sesuai dengan sunnatullah
dari tujuan dan fungsi penciptaan (QS. al-Hasyr [59]:5

Anda mungkin juga menyukai