Anda di halaman 1dari 12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Menstruasi
2.1.1. Definisi Menstruasi, Siklus dan Periode Menstruasi
Menurut Rosenblatt (2007), menstruasi adalah peluruhan lapisan
jaringan pada uterus yaitu endometrium bersama dengan darah. Menstruasi
diperkirakan terjadi setiap bulan selama masa reproduksi, dimulai saat
pubertas (menarche) dan berakhir saat menopause kecuali selama kehamilan.
Sebagai seorang perempuan, pubertas merupakan tanda alat reproduksi
wanita muda mulai bekerja.
Kelenjar pituitari di otak mulai memproduksi hormon yang
menghasilkan sinyal kepada sel telur untuk berfungsi. Interaksi antara
hormon estrogen dan progesteron menyebabkan endometrium pada uterus
menggumpal dan menebal untuk mengkapasitasi pembuahan. Tetapi jika
tidak dibuahi, terjadilah menstruasi. Menstruasi bukanlah penyakit, tetapi
dapat terjadi masalah-masalah menstruasi termasuk perubahan lama siklus,
aliran, warna atau konsistensi darah, dan sindrom pramenstruasi (Rowland,
2001).
Siklus menstruasi dimulai pada hari pertama terjadi perdarahan, yang
dihitung sebagai hari pertama dan berakhir sebelum periode menstruasi
berikutnya. Lamanya siklus normal pada wanita 21 sampai 35 hari, dan
hanya sekitar 10-15% wanita mempunyai siklus selama 28 hari. Sedangkan
pada remaja lama siklus normal, 21 sampai 45 hari (National Institutes of
Health). Berdasarkan Epigee Womans Health, siklus menstruasi dikatakan
tidak teratur (metroragia), jika terjadi kurang dari 21 hari (polimenore), lebih
dari 35 hari (oligomenore).
Onset dimana terjadinya menstruasi disebut periode, yang terjadi tiap
siklus dan menandai siklus baru dimulai. Periode normal berlangsung selama
tiga sampai tujuh hari, biasanya lima hari. Diperkirakan seorang wanita

Universitas Sumatera Utara

mengalami 500 periode sepanjang hidupnya. Menstruasi biasanya terjadi


pada usia 12,8 tahun bagi perempuan Kaukasia dan 12,4 tahun bagi
perempuan Afrika-Amerika. Jika periode menstruasi terjadi selama lebih dari
enam hari disebut menoragia dan jika kurang dari dua hari disebut
brakimenore (Rosenblatt, 2007).

2.1.2. Fisiologi Siklus Menstruasi


Siklus menstruasi diregulasi oleh hormon. Luteinizing Hormone (LH)
dan Follicle-Stimulating Hormone (FSH), yang diproduksi oleh kelenjar
hipofisis,

mencetuskan

ovulasi

dan

menstimulus

ovarium

untuk

memproduksi estrogen dan progesteron. Estrogen dan progesteron akan


menstimulus

uterus

dan

kelenjar

payudara

agar

kompeten

untuk

memungkinkan terjadinya pembuahan (Rosenblatt, 2007).


Siklus menstruasi terdiri atas tiga fase yaitu: fase folikular (sebelum
telur dilepaskan), fase ovulasi (pelepasan sel telur) dan fase luteal (setelah sel
telur dilepaskan) (Rosenblatt, 2007). Menurut Wiknjosastro (2006), siklus
menstruasi terdiri atas tiga fase, yaitu fase menstruasi, proliferasi dan sekresi.
Menstruasi sangat berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
ovulasi, jika proses ovulasi terarur maka siklus teratur (Pitkin, 2003).

Gambar 2.2 Gambaran Siklus Menstruasi pada Saluran Reproduksi


Sumber: The American Congress of Obstetricians and Gynecologists, 2010.
The Menstrual Cycle.

Universitas Sumatera Utara

Fase folikular dimulai pada hari pertama menstruasi. Pada awal fase
ini, endometrium tebal dan kaya akan cairan serta nutrisi yang didesain untuk
nutrisi bagi embrio. Jika tidak ada telur yang dibuahi, level estrogen dan
progesteron rendah. Sehingga lapisan atas uterus yaitu endometrium luruh
dan terjadilah perdarahan menstruasi (Rosenblatt, 2007). Menurut American
Congress of Obstetricians and Gynecologists (2010), lama siklus menstruasi
normal 21-35 hari, biasanya 28 hari. Siklus menetap dan teratur pada usia 1840 tahun. Rata-rata kehilangan darah 40-50 ml, dimana 70% hilang pada 48
jam pertama dan kontraksi terkuat di 24-48 jam pertama.
Pada saat yang sama, kelenjar hipofisis meningkatkan sedikit produksi
FSH. Hormon ini kemudian menstimulasi pertumbuhan 3-30 folikel, tiap
folikel berisi sebuah telur. Akhir fase, biasanya hanya satu folikel yang
berkembang, disebut folikel de Graaf. Folikel ini kemudian segera
memproduksi estrogen dan estrogen yang menekan produksi FSH. Sehingga
lobus anterior hipofisis mengeluarkan hormon gonadotropin yang kedua,
yakni LH (Rosenblatt, 2007).
Folikel de Graaf yang matang banyak mengandung estrogen dan
menyebabkan endometrium tumbuh dan berproliferasi. Pada beberapa
referensi ini disebut fase proliferasi. Fase folikular sampai proliferasi
berlangsung selama 13-14 hari dan merupakan fase terlama. Fase ini menjadi
pendek saat mendekati menopause. Fase ini berakhir tepat saat LH meningkat
tiba-tiba (Rosenblatt, 2007).
Fase ovulasi dimulai ketika folikel de Graaf menjadi lebih matang,
mendekati ovarium dibawah pengaruh LH. Setelah itu folikel berkembang
dan sel telur (ovum) dilepaskan dari ovarium (ovulasi). Pada ovulasi ini
kadang-kadang terdapat perdarahan sedikit yang merangsang peritoneum di
pelvis, sehingga timbul rasa sakit yang disebut intermenstrual pain
(Mittelschmerz). Nyeri dapat berlangsung selama beberapa menit sampai
beberapa jam. Nyeri dirasakan pada sisi yang sama dimana ovarium
melepaskan ovum. Penyebab nyeri masih tidak diketahui dan tidak terjadi

Universitas Sumatera Utara

pada semua siklus. Disini, endometrium terus berproliferasi membentuk


lekukan-lekukan (Wiknjosastro, 2006).

Gambar 2.1 Perubahan selama Siklus Menstruasi


Sumber: Rosenblatt, Peter L, 2007. Menstrual Cycle
Fase ovulasi biasanya berlangsung selama 16-32 jam, berakhir setelah
pelepasan ovum. Sekitar 12-14 jam sesudahnya, terjadi lonjakan produksi
LH yang dapat diukur dari urin. Pengukuran ini sekaligus dapat menentukan
apakah seorang wanita sedang masa subur. Telur dapat dibuahi hanya sampai
12 jam setelah pelepasan. Pembuahan lebih baik jika sperma ada di saluran
reproduksi sebelum ovum dilepaskan (Wiknjosastro, 2006).
Fase yang terakhir adalah fase luteal. Fase ini berlangsung selama
kurang lebih 7-14 hari (setelah masa ovulasi) dan berakhir sesaat sebelum
menstruasi terjadi. Sesudah folikel pecah, terbentuklah korpus luteum yang
menghasilkan peningkatan produksi progesteron. Progesteron menyebabkan
penebalan dan pengisian endometrium dengan cairan dan nutrisi untuk fetus.
Begitu juga pada serviks, mukus menebal agar sperma atau bakteri tidak

Universitas Sumatera Utara

masuk ke uterus. Selain itu terjadi peningkatan suhu tubuh selama fase ini
dan menetap sampai periode menstruasi dimulai. Kadar estrogen pada fase
ini, menjadi tinggi untuk menstimulasi endometrium agar menebal.
Peningkatan kadar kedua hormon tersebut mendilatasikan duktus-duktus
kelenjar susu. Sehingga payudara menjadi bengkak dan nyeri tekan
(Rosenblatt, 2007).

2.1.3. Regulasi Neuroendokrin saat Menstruasi


Aktifitas saraf menyebabkan pelepasan GnRH (gonadotropin releasing
hormone) dengan cara pulsatil terutama terjadi di dalam mediobasal
hipotalamus khususnya di nukleus arkuatus. Banyak pusat saraf dalam sistem
limbik otak menghantarkan sinyal ke nuleus arkuatus untuk modifikasi
intensitas GnRH dan frekuensi pulsasi. Hipotalamus menyekresikan GnRH
secara pulsatil selama beberapa menit yang terjadi setiap satu sampai tiga jam.
Pelepasan GnRH secara pulsatil menyebabkan pengeluaran LH dan FSH secara
pulsatil juga (Guyton, 2006).
Rangkaian peristiwa akan diawali oleh sekresi FSH dan LH yang
menyebabkan produki estrogen dan progesteron dari ovarium dengan akibat
perubahan fisiologi uterus. Estrogen dan progesteron juga mempengaruhi
produksi GnRH spesifik sebagai mekanisme umpan balik yang mengatur kadar
hormone gonadotropik (Rosenblatt, 2007).
Estrogen menghambat hipotalamus dan hipofisis anterior melalui umpan
baik negatif. Terhadap hipotalamus, estrogen bekerja secara langsung
menghambat sekresi GnRH akibatnya pengeluaran FSH dan LH yang dipicu
oleh GnRH menjadi tertekan, tetapi efek primernya terhadap hipofisis anterior
yakni menurunkan kepekaan sel penghasil gonadotropin, terutama penghasil
FSH (Guyton, 2006). Estrogen memiliki efek yang sangat kuat dalam proses
umpan balik negatif ini, bila terdapat pogesteron maka efek penghambatan akan
berlipat ganda.
Melalui umpan balik positif. kadar estrogen yang rendah dan meningkat
pada fase awal folikel menghambat sekresi LH, tetapi kadar estrogen yang

Universitas Sumatera Utara

tinggi pada saat puncak sekresi estrogen pada akhir fase folikel merangsang
sekresi LH dan menimbulkan lonjakan LH. Konsentrasi estrogen plasma yang
tinggi bekerja langsung pada hipotalamus untuk meningkatkan frekuensi denyut
sekresi GnRH, sehingga meningkatkan sekresi LH dan FSH. Kadar tersebut
juga bekerja langsung pada hipofisis anterior untuk secara spesifik
meningkatkan kepekaan sel penghasil LH terhadap GnRH. Efek yang terakhir
merupakan penyebab lonjakan sekresi LH yang jauh lebih besar daipada sekresi
FSH pada pertengahan siklus (Sherwood, 1997).
LH berfungsi memicu perkembangan korpus luteum dan merangsang
korpus luteum untuk mengeluarkan hormon steroid, terutama progesteron.
Estrogen konsentrasi tinggi merangsang sekresi LH, progesteron yang
mendominasi fase luteal, dengan kuat menghambat sekresi FSH dan LH. Proses
inhibisi progesteron ini bertujuan untuk menghambat pertumbuhan folikel baru
sehingga sistem reproduksi dapat dipersiapkan untuk menunjang ovum yang
baru dilepaskan. Jika tidak terjadi pembuahan maka korpus luteum akan
mengalami regresi yang akhirnya akan menyebabkan penurunan harmon steroid
secara tajam, mengakibatkan lenyapnya efek inhibisi dari hormon FSH dan LH
sehingga sekresi kedua hormon ini meningkat. Di bawah pengaruh kedua
hormon ini, sekelompok folikel baru kembali mengalami proses pematangan
(Sherwood, 1997; Guyton, 2006).

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi


Produksi FSH dan LH berada di bawah pengaruh releasing hormone (FSHRH dan LH-RH) melalui rangsangan hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH ini
sangat dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen terhadap hipotalamus.
Begitu juga dengan pengaruh dari luar, seperti cahaya, bau-bauan melalui bulbus
olfakorius dan hal-hal psikologik (Norwitz, 2001). Faktor-faktor lain yang ikut
mempengaruhi termasuk ras, usia menarche ibu, status nutrisi, lemak tubuh,
teman dekat dan iklim. Studi menunjukkan pada level lemak tubuh 17% sangat
diperlukan bagi tubuh untuk memulai menstruasi.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Dasar-dasar Biologi Menstruasi


Sumber: Norwitz, Errol R., Schorge, John O., 2001. Basic Biologic of
Menstruation
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi siklus menstruasi menurut
Wolfenden (2010) :
a. Ketidakseimbangan Hormon
Menstruasi iregular dapat disebabkan terlalu banyak atau sedikit
hormon, yang dapat disebabkan oleh masalah tiroid, sindrom
polikistik ovarium, obat-obatan, perimenopause, sakit, gaya hidup,
olah raga berlebihan, dan stres.
b. Stres
Beban pikiran sangat berpengaruh terhadap kondisi tubuh, termasuk
periode menstruasi. Kondisi pikiran yang tidak stabil dapat
menyebabkan kelenjar adrenal mengeluarkan kortisol. Hal ini berefek
pada estrogen, progesteron dan menurunkan produksi Gonadotropinreleasing hormone (GnRH) sehingga menghambat terjadinya ovulasi
atau menstruasi.
c. Penyakit
Siklus menstruasi yang tidak teratur dalam waktu lama merupakan
tanda-tanda adanya penyakit pada saluran reproduksi. Misalnya,
fibroid, kistas, endometriosis, polip, sindrom polikistik ovarium,
infeksi pada saluran reproduksi maupun kelainan genetik.

Universitas Sumatera Utara

d. Perubahan rutinitas
Perubahan rutinitas dalam hidup dapat berpengaruh pada kondisi
fisik. Misalnya, mereka yang harus berganti jam kerja dari pagi
menjadi malam. Hal ini biasa terjadi hingga tubuh menyesuaikan
dengan pola atau rutinitas baru.
e. Gaya hidup dan berat badan
Pilihan gaya hidup termasuk pola makan, mengkonsumsi alkohol,
atau pemakai narkoba mempengaruhi metabolisme progesteron dan
estrogen. Terlalu banyak mengkonsumsi kafein dan rokok serta
kelebihan dan kekurangan berat badan juga berpengaruh pada kadar
hormonal di tubuh. Pada kasus tertentu bahkan dapat menghentikan
menstruasi (amenorrhea) karena hipotalamus tidak dapat melepaskan
GnRH. Masalah ini biasa terjadi pada wanita yang sangat sibuk dan
atlet.

2.3. Sindrom Pramenstruasi


2.3.1. Definisi Sindrom Pramenstruasi
Sindrom

pramenstruasi

(Premenstrual

Syndrome,

PMS

atau

premenstrual tension, PMT) merupakan kumpulan gejala fisik dan mental


yang khas, yang berhubungan dengan siklus menstruasi (National Womens
Health Information Center, 2008). Gejala biasanya dimulai dari satu atau dua
minggu sebelum periode menstruasi dan berakhir setelah menstruasi berhenti
atau beberapa hari setelahnya.
Menurut Reid (2009), sindrom pramenstruasi merupakan kumpulan
gejala-gejala fisik, psikis dengan disertai atau tidak perubahan tingkah laku
yang berakibat terhadap timbulnya gangguan hubungan interpersonal dan
atau mengurangi keefektifan aktivitas sehari-hari. Etiologinya tidak jelas,
akan tetapi kemungkinan yang berhubungan dengan ketidakseimbangan
hormon (estrogen dan progesteron) selama siklus menstruasi. Stres dan emosi

Universitas Sumatera Utara

bukan menjadi penyebab PMS, tetapi memperburuk PMS (Department of


Health and Human Services, 2007).

2.3.2. Faktor Risiko Sindrom Pramenstruasi


Beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya PMS menurut
Abraham (2010) adalah sebagai berikut:
a. Wanita yang pernah melahirkan. PMS semakin berat setelah
melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami
kehamilan dengan komplikasi seperti toksima.
b. Status perkawinan. Wanita yang sudah menikah lebih banyak
mengalami PMS dibandingkan yang belum.
c. Usia. PMS semakin sering dan mengganggu dengan bertambahnya
usia, terutama antara usia 30 - 45 tahun.
d. Stres. Faktor stres memperberat gangguan PMS tetapi bukan
menjadi penyebabnya.
e. Diet. Faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh,
coklat, minuman bersoda, produk susu, makanan olahan,
memperberat gejala PMS.
f. Kekurangan zat-zat gizi seperti kurang vitamin B (terutama B6),
vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan, asam
lemak linoleat. Kebiasaan merokok dan minum alkohol juga dapat
memperberat gejala PMS.
g. Kegiatan

fisik.

Kurang

berolahraga

dan

aktivitas

fisik

menyebabkan semakin beratnya PMS.


Faktor risiko lain yang dapat mempengaruhi gejala PMS adalah
mengkonsumsi kopi berlebihan, mengalami depresi atau memiliki riwayat
keluarga yang mengalami PMS.

2.3.3. Gejala Sindrom Pramenstruasi


Diagnosis PMS biasanya hanya berdasarkan gejala-gejala ketika
terjadi dan seberapa besar pengaruhnya terhadap aktivitas harian. Berikut

Universitas Sumatera Utara

kumpulan gejala yang sering terjadi menurut Department of Health and


Human Services di USA (2007), berdasarkan chart PMS Symptoms Tracker:
a. Berjerawat
b. Payudara bengkak dan nyeri tekan
c. Merasa lelah tanpa sebab
d. Mempunyai masalah tidur
e. Kelainan perut (kram, nyeri, merasa penuh atau kembung)
f. Badan atau ekstremitas membengkak
g. Konstipasi atau diare
h. Nyeri kepala atau nyeri punggung
i.

Perubahan selera makan atau selera makan tinggi

j.

Nyeri pada sendi atau otot (akibat muscle spasm)

k. Susah konsentrasi atau susah mengingat


l.

Ketegangan, mudah marah, perubahan mood atau ingin menangis

m. Cemas, gelisah, panik atau depresi


Gejala bervariasi pada setiap wanita. Gejala-gejala lain menurut Storck
(2008) dapat berupa kenaikan berat badan, nausea, kurang koordinasi, kurang
toleransi terhadap suara dan cahaya, kebingungan, mudah memusuhi orang
atau agresif, paranoid, mudah merasa bersalah dan takut, keinginan seksual
tidak ada, dan kurang percaya diri.
Tipe dan gejala PMS, menurut Abraham (2010) :
a. PMT tipe A (anxiety): ditandai dengan adanya rasa cemas,
perasaan labil atau mudah berubah, sensitif dan rasa tegang. Gejala
ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan
progesteron: hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan
hormon progesteron. Pemberian hormon progesteron kadang
dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi beberapa peneliti
mengatakan, pada penderita PMS bisa jadi kekurangan vitamin B6
dan

magnesium.

Penderita

PMS

sebaiknya

banyak

mengkonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau membatasi


minum kopi.

Universitas Sumatera Utara

b. PMT tipe H (hyperhidration): ditandai pembengkakan, perut


kembung, nyeri pada payudara dan peningkatan berat badan.
Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di
luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada
diet penderita. Pemberian obat diuretika untuk mengurangi retensi
(penimbunan) air dan natrium pada tubuh hanya mengurangi gejala
yang ada. Untuk mencegah terjadinya gejala ini penderita
dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan
serta membatasi minum sehari-hari.
c. PMT tipe C (craving): ditandai dengan rasa lapar serta ingin
mengkonsumsi makanan yang manis (biasanya coklat) dan
berkarbohidrat (biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20 menit
setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul gejala
hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala
yang kadang-kadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena
pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Rasa ingin
menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres, diet tinggi
garam, tidak terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6), atau
kurangnya magnesium.
d. PMT tipe D (depretion): ditandai rasa depresi, ingin menangis,
lemah, gangguan tidur dan pelupa, bingung, sulit dalam
mengucapkan kata-kata (verbalisasi). Biasanya PMS tipe D
berlangsung bersamaan dengan PMS tipe A, hanya sekitar 3% dari
selururh tipe PMS benar-benar murni tipe D. PMS tipe D murni
disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan
estrogen, di mana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu
tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya.
Didiagnosis sindrom pramenstruasi, jika terjadi hanya pada fase luteal
siklus menstruasi, hilang total saat menstruasi, dan menimbulkan efek besar
pada fungsi normal dan hubungan antarpribadi. Berdasarkan gejalanya, 80%
gangguan PMS termasuk tipe A, penderita tipe H sekitar 60%, PMS tipe C

Universitas Sumatera Utara

40%, dan PMS tipe D 20%. Kadang-kadang seorang wanita mengalami


gejala gabungan, misalnya tipe A dan D secara bersamaan (Abraham, 2010).
Kriteria diagnosis menurut American College of Obstetricians and
Gynecologist (ACOG), jika perempuan mengalami minimal satu gejala psikis
sedang hingga berat dan satu gejala fisik. Gejala-gejala yang dialami
menyebabkan gangguan fungsi normal dan terjadi satu sampai dua minggu
sebelum menstruasi dan hilang saat hari keempat menstruasi minimal dalam
dua siklus berturut-turut. Jika mengalami lima gejala psikis, maka sudah
termasuk ke dalam diagnosis PMS kronis yang disebut dengan PMDD
(Premenstrual Disphoric Disorder).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai