Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KEGIATAN LUAR DOKTER MUDA BAGIAN PSIKIATRI

PROGRAM TERAPI RUMATAN METHADON (PTRM) RS SANGLAH


Tanggal Kegiatan

: 07 09 September 2006

Pembimbing

: dr. Nyoman Hanati, SpKJ

Dokter Muda

: Made Buddy Setiawan (0202005103)


I Dewa Gede Ariputra (0202005131)

I.

Kegiatan
Pada hari Kamis tanggal 07 September 2006, kami tiba di PTRM Sandat pukul
08.35 WITA. Karena pada saat itu dr. Nyoman Hanati, SpKJ sedang pergi ke ruangan
Lely, kami melapor ke salah satu staff yang ada dan diberitahu untuk meletakan surat
tugas yang kami bawa di meja dokter Hanati dan menunggu. Beberapa saat kemudian
datang dr. I Wayan Westa, SpKJ dan kami diberikan informasi tentang sejarah
berdirinya PTRM dan kegiatan harian yang dilaksanakan di PTRM. Kami kemudian
diberitahu untuk mengamati kegiatan di PTRM dan mengamati klien yang datang
dari awal sampai akhir. Tidak lama kemudian, dokter Hanati datang dan menerima
kami di ruangan beliau. Kami diarahkan untuk menyebar dan mengamati setiap
kegiatan yang dilakukan di PTRM Sandat. Pada hari Jumat tanggal 08 September
2006, kami tiba di PTRM Sandat pukul 07.40 WITA dan kemudian melakukan
aktivitas seperti hari sebelumnya. Hari Kamis tanggal 07 September 2006, klien yang
datang sebanyak 72 orang sedangkan untuk hari Jumat tanggal 08 September 2006,
klien yang datang sebanyak 70 orang.
Methadon adalah bentuk sintetis dari opiate yang berada satu grup dengan heroin,
morfin dan codein. Obat-obat ini termasuk analgetik narkotik yang mampu
menghilangkan rasa sakit yang kuat. Pengobatan methadon membantu klien untuk
memutuskan kebiasaan yang berkaitan dengan ketergantungan opiat. Dalam program
pengobatan, methadon diberikan dalam bentuk cair untuk diminum. Obat ini
mempunyai masa kerja jauh lebih lama dibandingkan heroin di dalam tubuh. Satu
dosis tunggal methadon sudah efektif antara 24 36 jam dibandingkan dengan heroin
yang efeknya berakhir dalam 2 jam. Klien dalam proses pengobatan diberikan satu
dosis methadon setiap hari. Methadon diresepkan oleh dokter dan dosisnya
ditentukan berdasarkan karakteristik masing - masing klien.

Pada dasarnya, efek methadon sama dengan heroin. Efek jangka pendek mungkin
dirasakan oleh mereka yang tidak tergantung dengan opiate. Efek jangka pendek
methadon antara lain :
1. hilangnya rasa sakit
2. perasaan enak
3. mual disertai muntah
4. nafas dangkal
5. pupil mata mengecil
6. suhu tubuh turun
7. tekanan darah dan nadi turun
8. jantung berdebar
9. gangguan fungsi seksual
Efek jangka panjang dari methadone antara lain
1. peningkatan jumlah keringat. untuk itu perlu minum air yang banyak
2. Susah buang air besar
3. keluhan impotensi dan gangguan ejakulasi
4. gairah seksual menurun dan siklus menstruasi terganggu
5. beberapa wanita melaporkan bahwa menstruasinya menjadi normal dimana
sebelumnya tidak teratur akibat menggunakan heroin dan opiate lainnya.
Sebagian besar efek tersebut akan hilang dengan sendirinya karena penyesuaian
dosis, perubahan pola makan serta peningkatan gaya hidup secara umum.
Penelitian telah membuktikan bahwa pengobatan methadon dapat meningkatkan
derajat kesehatan serta kehidupan sosial bagi mereka yang ketergantungan opiat
dalam beberapa hal antara lain :
1. klien dapat menghentikan/jarang menggunakan heroin yang mungkin tercemar
oleh zat lain
2. methadon dipakai dengan cara diminum sehingga lebih bersih dan aman
dibandingkan dengan cara menyuntik heroin serta mengurangi resiko terinfeksi
oleh virus Hepatitis B, C dan HIV
3. mengikuti pengobatan methadon secara rutin mendorong kehidupan klien lebih
baik
4. klien tidak perlu khawatir tentang waktu dimana mereka akan mengalai gejala
putus obat

Pengobatan methadon juga meningkatkan gaya hidup klien.


1. Efek methadon lebih lama dalam tubuh daripada heroin sehingga hanya perlu
diminum satu kali sehari
2. Hubungan dan perawatan untuk keluarga klien nenjadi lebih mudah ditangani
3. Kemungkinan klien untuk tetap bekerja lebih besar
4. Lebih murah, walaupun nanti obat ini disediakan di klinik swasta dan harganya
relatif lebih murah dibandingkan dengan narkoba ilegal
5. Tindakan kriminal untuk mendapatkan narkoba berkurang
6. Pemberian dosis untuk berhenti dari penggunaan methadon juga tersedia untuk
membantu klien hidup lebih stabil.
Pengamatan yang telah kami lakukan dimulai dari bagian pencatatan (baik untuk
klien baru maupun lama), konseling, bagian pemberian obat dan pembayaran. Klien
yang baru datang, pertama kali akan diterima di bagian pencatatan. Selain identitas,
klien akan ditanyakan keluhannya, riwayat konsumsi alkohol, obat-obatan terutama
penggunaan NAPZA, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, dan pemeriksaan lain sesuai
dengan keluhan, serta indikasi lain yang bermanfaat untuk pengobatan, misalnya saja
penting untuk diketahui riwayat konsumsi alkohol bagi klien dengan penyalahgunaan
NAPZA, karena alkohol dapat meningkatkan efek methadon, demikian pula
sebaliknya methadon akan memperpanjang waktu eleminasi alkohol. Kemudian
dokter akan mengevaluasi daya toleransi klien terhadap methadon, karena pada
prinsipnya sensitivitas masing-masing orang berbeda terhadap segala macam obat
termasuk dalam hal ini methadon. Jika tidak dilakukan pengaturan dosis, kita tidak
akan tahu sejauh mana toleransi klien, bahkan keadaannya bisa berbahaya karena
pengaruh overdosis methadon, dan bukan karena ketergantungan obat. Hal paling
fatal yang bisa terjadi adalah kematian.
Untuk pengaturan dosis, biasanya methadon diberikan sebanyak 15-20 mg setiap
hari selama 3 hari (fase stabilitasi), lalu dosis ditingkatkan sampai tidak ada tanda
putus obat dan klien merasa nyaman. Terdapat kriteria khusus bila ingin menambah
dosis obat yaitu :
1. ada tanda putus obat
2. jumlah dosis atau frekuensi penggunaan opioid tidak berkurang
3. kerinduan terhadap opioid menetap.

Gejala putus obat berupa kesadaran mental yang tidak sesuai, mual muntah, sakit
otot, keluar air mata dan cairan hidung, dilatasi pupil, piloereksi dan berkeringat,
diare, menguap serta demam.
Penambahan dosis tidak boleh lebih sering dari tiap 3 hari, sebesar 5-10 mg dan
dalam seminggu peningkatan dosis tidak boleh lebih dari 30 mg (Start slow go slow).
Selanjutnya apabila sudah merasa nyaman, klien memasuki fase rumatan. Dosis fase
rumatan adalah 40-100 mg/hari. Bila dosis lebih besar dari 150 mg, harus dibagi
menjadi dua dosis. Dosis perhari dibagi dua yaitu dosis pagi dan sore. Sesudah 18-24
bulan, dokter atau psikiater harus membicarakan dengan klien apakah klien mau dan
kapan berhenti mengikuti program rumatan methadon. Bila klien memutuskan untuk
berhenti, untuk dosis obat diatas 80 mg dosis diturunkan 10% tiap minggu, untuk
dosis obat dibawah 80 mg dosis diturunkan 5 % tiap minggu dan ketika dosis
mencapai 20-30 mg dosis dikurangi 2,5 % tiap minggu. Untuk PTRM Sandat
diturunkan 1 mg perminggu atau dosis tetap selama > 1 minggu, sampai akhirnya
dihentikan (fase putus methadon).
Selanjutnya setelah melalui bagian pencatatan, klien akan menuju tempat
pemberian obat. Berdasarkan urutan kedatangannya, klien secara berurutan dipanggil
lalu diberikan methadon cair sesuai dengan dosis yang harus didapatkan klien
tersebut pada hari itu (dosis dapat dilihat dari catatan medik yang telah disesuaikan
sebelumnya). Methadon cair dicampur pemberiannya dalam sirup berwarna kuning
untuk mengurangi rasa pahit. Ada beberapa klien yang memiliki gelas untuk minum
obat sendiri. Petugas dibagian absen kemudian memanggil klien, lalu diajak
berbicara sebentar, agar dapat dipastikan bahwa obat sudah tertelan. Hal ini dilakukan
untuk menghindari klien tetap menyimpan obat dalam mulutnya lalu dijual di rumah
kepada temannya. Setelah minum methadon klien diberikan permen guna
mengurangi rasa pahit setelah minum methadon. Setelah petugas yakin, lalu klien
menandatangani buku absen (registrasi 3) kehadirannya setiap hari. Jika ada yang
sampai beberapa hari tidak hadir, maka petugas biasanya akan menelepon untuk tahu
keadaan klien.
Bagi klien baru, penanganannya sedikit berbeda, dimana klien itu baru boleh
pulang setelah diobservasi selama 10 15 menit untuk dievaluasi pengaruh obat yang
tidak dapat ditoleransi klien. Jika ada klien (baik baru maupun lama) yang muntah

setelah minum obat, maka dipikirkan untuk mengganti dosis methadon, dan hal itu
harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Muntah < 10 menit sesudah ditelan, diberikan dosis pengganti penuh (100%)
2. Muntah 10-30 menit sesudah ditelan, diberikan dosis pengganti sebanyak 50 %
3. Muntah 30-45 menit sesudah ditelan, diberikan dosis pengganti sebanyak 25 %
4. Muntah > 45 menit sesudah ditelan, tidak diberikan dosis pengganti.
Terdapat dua cara pemberian obat di PTRM Methadon yaitu obat diminum
langsung didepan petugas atau obat dibawa pulang. Cara yang terakhir dapat
dilakukan jika klien mempunyai kesibukan lain yang tidak bisa ditinggalkan sehingga
obat diambil oleh keluarganya. Klien tidak dapat mengambil obat melebihi dosis
karena setelah menerima obat, mereka atau penanggungjawabnya mengambil obat
harus menandatangani lembar absen rangkap 2 sebagai bukti.
Kriteria pemberian methadon untuk dibawa pulang yaitu :
1. Secara klinis klien stabil
2. Klien tampak stabil secara sosial dan kognitif-emosional
3. Lamanya mengikuti program PTRM lebih dari 2 bulan
4. Mampu menyimpan obat dengan aman
Dari data yang ada diperoleh :
1. Dosis terendah pemberian methadon adalah sebesar 2mg dan tertinggi sebesar
195mg (Desember tahun 2005)
2. Perkembangan klien sampai dengan bulan Maret 2006 yaitu

dalam penyesuaian 23,79%

stabil 25,73%

sembuh 13,59%

drop out 33,01%

meninggal 2,37%

rujukan ke pusat pengobatan methadon lainnya 4,37%

3. Kenaikan berat badan tertinggi klien adalah 0-5,9%


4. Kejadian sakit pada klien yaitu

Hepatitis B 9,37%

Hepatitis C 95,62%

HIV + 57,14%

AIDS 13,51%

5. Waktu rata rata untuk mencapai stabil yaitu bulan ke 9


6. Perkembangan aktivitas klien yaitu

bekerja 67%

tidak bekerja 23%

kuliah 10%

7. Aktivitas klien di PTRM

langsung pulang setelah minum obat 62%

kumpul kumpul 32%

bermain main/olahraga 6%

8. Karakteristik usia klien PTRM (31 Juli 2006) yang terbanyak yaitu usia 21-30
tahun dan yang paling sedikit jumlahnya adalah usia 15-20 tahun.
9. Tingkat pendidikan klien PTRM (31 Juli 2006) yang terbanyak adalah SLTA.
Bagian konseling dilakukan secara langsung oleh dr. Hanati, SpKJ, dan dr. Westa,
SpKJ. Yang menjadi sasaran adalah klien serta keluarganya baik klien baru maupun
lama. Konseling tidak hanya diberikan jika klien mengalami keluhan, tetapi juga
bila :
1. klien akan diambil darah ataupun urinnya untuk pemeriksaan laboratorium
2. dalam proses menyamakan persepsi dan pikiran antara keluarga dengan klien
dalam program rumatan yang dijalankan
3. pada klien yang sebelumnya sudah stabil lalu memakai heroin lagi untuk mencari
penyebabnya
4. atas permintaan klien sendiri jika ada masalah fisik maupun psikis.
Materi konseling berupa penjelasan tentang program rumatan methadon,
keuntungan serta kerugian pemakaian methadon dalam perawatan dan rehabilitasi
klien yang mengalami ketergantungan narkoba. Mengingat sebagian besar klien
pernah memakai obat-obatan terlarang dengan cara menyuntikkannya maka semakin
besar pula kemungkinan tertular penyakit seperti HIV/AIDS. Maka dari itu klien
disarankan untuk melakukan pemeriksaan khusus terhadap antibodi anti HIV. Hal ini
penting disamping untuk meningkatkan kualitas hidup klien sendiri, juga untuk
pencegahan penyebaran HIV yang lebih luas di masyarakat.

Kegiatan di PTRM Methadon yang kami amati tidak hanya sebatas pemberian
obat lalu pulang. Lebih dari itu, klien dapat berinteraksi baik dengan perawat di sana,
sesama klien bahkan ada yang bermain gitar dan bermain tenis meja sebelum pulang.
II.

Latar Belakang Didirikannya PTRM di RS Sanglah


Program Rumatan Methadon dimulai dari suatu hasil uji coba yang dilakukan
WHO bahwa penyebab meningkatnya HIV/AIDS adalah terutama melalui
penggunaan narkoba dengan jarum suntik. Pengguna zat psikoaktif, khususnya
dengan menggunakan jarum suntik (heroin) terus meningkat di Indonesia. Misalnya
di Jakarta, 68 % dari klien yang berobat ke RSKO (Rumah Sakit Ketergantungan
Obat) merupakan pengguna jarum suntik, dimana 72% dari jumlah tersebut sering
menggunakan jarum suntik bekas, dan 59 % saling tukar jarum suntik. Sementara di
Bali dari hasil The Rapid Asessment terhadap penggunanaan zat psikoaktif
didapatkan bahwa 37% dari 287 responden menggunakan zat psikoaktif, dan
kebanyakan dari mereka menggunakan jarum suntik. Pada survei pemeriksaan darah
pengguna jarum suntik diperoleh hasil 50% HIV positip. Selain itu hampir 70%
diantara mereka terinfeksi virus hepatitis C.
Penyebaran

HIV yang

sangat cepat

diantara pengguna jarum suntik

membutuhkan usaha terapi yang komprehensif. Sehubungan dengan itu, WHO


bekerjasama dengan pemerintah Indonesia (Depkes) mengadakan pilot project berupa
Program Rumatan Methadon untuk substitusi

heroin dengan menggunakan

methadon pada 2 rumah sakit yaitu RSKO dan RS Sanglah, dimana uji coba ini
berkaitan dengan harm reduction.
Methadon dipilih sebagai terapi substitusi karena memiliki efek menyerupai
morfin dan kokain dengan masa kerja yang lebih panjang sehingga dapat digunakan
satu kali sehari dan penggunaannya dengan cara diminum.
III. Tujuan PTRM
Tujuan utama PTRM adalah untuk menilai apakah substitusi methadon dapat
diterima sebagai salah satu pilihan untuk pengobatan ketergantungan opiat.
Sedangkan tujuan khususnya yaitu :
1. Untuk mencegah penyakit menular melalui darah seperti AIDS, hepatitis C
dengan cara mengurangi pemakaian obat melalui suntikan dan bertukar jarum
suntik.

2. Untuk membantu orang yang ketergantungan obat mencapai keadaan bebas obat
dengan cara detoksifikasi.
3. Untuk meningkatkan status kesehatan pengguna narkotika dan zat aditif sehingga
dapat hidup normal dan produktif melalui PTRM.
IV. Syarat Menjadi Klien
Untuk menjadi klien PTRM, seorang terlebih dahulu dinilai oleh dokter yang
telah diberikan izin untuk meresepkan methadon. Penilaian tersebut mencakup
kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria tersebut adalah sebagai berikut.
1. Memenuhi kriteria DSM IV untuk ketergantungan zat, yaitu :
1) Toleransi, memenuhi salah satu atau lebih :
a. Kebutuhan akan penambahan dosis yang mencolok agar diperoleh keadaan
intoksikasi atau efek yang diinginkan.
b. Berkurangnya efek secara mencolok karena penggunaan berulang dengan
dosis yang sama.
2) Gejala putus obat memenuhi salah satu/lebih :
a. Sindrom putus zat yang khas pada untuk zat tersebut.
b. Zat yang sama harus digunakan untuk menyembuhkan atau menghindari
gejala putus obat.
3) Zat yang dipergunakan lebih banyak atau lebih lama daripada yang
dimaksudkan.
4) Adanya keinginan menetap atau usaha yang tidak berhasil untuk
menghentikan atau mengendalikan penggunaannya.
5) Sebagian besar waktu habis untuk mencari atau menggunakan atau pulih dari
zat.
6) Berkurangnya atau berhentinya kegiatan sosial, pekerjaan, rekreasi karena
penggunaan zat.
7) Penggunaan zat berlanjut walau ada permasalahan jasmani dan psikologi.
Dikatakan disertai ketergantungan fisik bila terbukti ada toleransi atau gejala
putus obat (point 1 dan 2). Bila tanpa gejala toleransi atau putus obat dikatakan
tidak disertai ketergantungan fisik. Ketergantungan zat apabila didapatkan 3 atau
lebih dari yang tersebut diatas dan terjadi kapan saja dalam periode 12 minggu
yang sama.

2. Usia 18 tahun/lebih.
3. Penggunaan Jarum Suntik (Pejasun) kronis, dengan kriteria :
1) Lama ketergantungan heroin minimal 1 tahun sejak pertama kali
menggunakan.
2) Berat berdasarkan perkiraan toleransi terhadap heroin (fisik dan psikologi).
3) Pernah ikut modalitas terapi lain tapi gagal.
4. Pejasun yang kambuh atau mempunyai risiko kambuh sesudah mengikuti PTRM
yang sebelumnya.
5. Usia kurang dari 18 tahun dengan alasan khusus.
Sedangkan kriteria eksklusi, sehingga pengguna tidak dapat ikut program ini
adalah sebagai berikut.
1. Penyakit fisik berat
2. Psikosis yang jelas.
3. Retardasi mental yang jelas.
4. Kelebihan dosis (intosikasi opiat).
Gambaran klien yang mengikuti program Methadone.
Made Mardana (29 th, laki-laki)
Kunjungan pertama

2 Desember 2003

Jumlah kunjungan

1034 kali

Agama

Hindu

Pekerjaan

Pegawai bungalow

Status

Belum kawin

Alamat

Jl. Tukad Bilok No. 44

Riwayat pemakaian

Tembakau (+) sejak usia 15 tahun, riwayat pemakaian satu


minggu yang lalu, dengan cara dihisap
Alkohol (+) sejak usia 15 tahun, riwayat pemakaian satu
minggu yang lalu, dengan cara diminum
Cannabis (+) sejak usia 16 tahun, riwayat pemakaian satu
tahun yang lalu
Opiat (+) sejak usia 16 tahun, riwayat pemakaian satu hari
yang lalu, dengan cara dihisap dan disuntik

Benzodiazepine (+) sejak usia 21 tahun, riwayat pemakaian


satu bulan yang lalu
Amfetamine (+) sejak usia 20 tahun, riwayat pemakaian
satu tahun yang lalu
Riwayat pengobatan :

rehabilitasi di RSJ Bangli selama 2 minggu

Saat kunjungan pertama, tidak ada kelainan jiwa. Ada riwayat menggunakan jarum
suntik bersama sama dengan 2 orang dan tidak mensterilisasi jarum suntik.
Diagnosa

Ketergantungan opiat

Terapi

Methadone oral 20 mg (tgl 2 Desember 2003)


Dosis maksimal : 62,5 mg (tgl 18 September 2004 25
Oktober 2004)
Dosis saat ini : 55 mg (tgl 7 September 2006)

Wayan Dharma Susila (25 th, laki-laki)


Kunjungan pertama

30 Agustus 2004

Jumlah kunjungan

1034 kali

Agama

Hindu

Pekerjaan

Swasta

Status

Belum kawin

Alamat

Jl. Gunung Resimuka Barat II/12 Denpasar

Riwayat pemakaian

Tembakau (+) sejak usia 16 tahun, riwayat pemakaian satu


bulan yang lalu, dengan dihisap
Alkohol (+) sejak usia 18 tahun, riwayat pemakaian satu
bulan yang lalu, dengan cara diminum
Opiat (+) sejak usia 18 tahun, riwayat pemakaian satu
bulan yang lalu, dengan cara disuntik
Halusinogen (+) sejak usia 18 tahun
Inhalant (+) sejak usia 18 tahun

Saat kunjungan pertama, tidak ditemukan kelainan jiwa. Tidak ada komplikasi medis,
tekanan psikososial dan riwayat hukum. Riwayat berhubungan seksual dengan pacar,
lebih dari 2 orang dan tidak menggunakan kondom. Tidak pernah menggunakan
jarum suntik bersama, tidak melakukan sterilisasi jarum suntik dan tidak pernah
mengalami kecelakaan.

Riwayat pengobatan :

tidak ada

Diagnosa

Ketergantungan opiat

Terapi

Methadone oral 20 mg (tgl 30 Agustus 2004)


Dosis saat ini : 40 mg (tgl 7 September 2006)

V.

Kesimpulan
1. Latar belakang dilakukannya Program Rumatan Methadon yaitu karena akhir
akhir ini terdapat fenomena baru di kalangan remaja di Indonesia terutama di Bali
untuk menggunakan obat-obatan terlarang seperti putaw/heroin. Fenomena ini
telah membawa dampak negatif yang luas bagi kehidupan generasi muda dan
akan menghancurkan masa depannya.
2. Program Rumatan Methadon di RS Sanglah dilaksanakan mengingat adanya
kecenderungan peningkatan pengguna zat psikoaktif di Indonesia khususnya di
Bali, terutama penggunaan zat psikoaktif dengan

jarum suntik, sehingga

diharapkan dapat mencegah segala akibat yang ditimbulkan oleh penggunaan


jarum suntik tersebut.
3. Menyikapi permasalahan tersebut, maka program ini mempunyai tujuan utama
yaitu untuk mengevaluasi apakah substitusi methadon dapat diterima sebagai
salah satu pilihan untuk ketergantungan opiate.
4. Kegiatan di PTRM Methadon tidak semata-mata pemberian obat, melainkan
merupakan rangkaian proses meliputi : pencatatan, konseling dan pemberian obat.
5. Untuk menjadi klien PTRM, harus memenuhi persyaratan khusus yang berupa
kriteria inklusi dan ekslusi.
VI. Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan adalah sebagai berikut.
1. Karena banyak masyarakat yang belum mengetahui keberadaan dan manfaat
Program Rumatan Methadon, sosialisasi tentang PTRM perlu ditingkatkan lagi.
2. Dilakukan kerjasama baik lintas program maupun lintas sektoral untuk membantu
mengembangkan program ini sehingga bagi pecandu heroin diluar kota Denpasar
yang ingin sembuh dapat lebih mudah mengakses program ini.

LAPORAN KEGIATAN LUAR DOKTER MUDA BAGIAN PSIKIATRI


PROGRAM TERAPI RUMATAN METHADON (PTRM) RS SANGLAH

Tanggal Kegiatan

07 - 09 September 2006

Pembimbing

dr. Nyoman Hanati, SpKJ

Dokter Muda

Made Buddy Setiawan, S.Ked (0202005103)


I Dewa Gede Ariputra, S.Ked (0202005131)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR

2006

Anda mungkin juga menyukai