Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN KEGIATAN LUAR DOKTER MUDA PSIKIATRI

POLIKLINIK GERIATRI RS SANGLAH


Dokter Muda

I Ketut Widnyana

0002005022

Santi Saraswati

0002005119

Romy Kamaluddin

9902005112

Waktu

Rabu, 11 Januari 2006 dan Kamis, 12 Januari 2006

Pembimbing

dr. Nyoman Ratep, Sp.KJ

Laporan Kegiatan
Kunjungan luar dilakukan ke dua tempat, yaitu di Panti Sosial Tresna Werdha
Wana Seraya Denpasar dan di Poliklinik Geriatri RS Sanglah. Kunjungan ini
dilaksanakan dalam dua hari, yaitu pada hari Rabu, 11 Januari 2006 dan pada hari
Kamis, 12 Januari 2006.
A. Rabu, 11 Januari 2006
Pada hari ini kami mengunjungi Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya
Denpasar. Setibanya disana, kami diterima oleh seorang perawat yaitu Bu Mulyati, yang
merupakan perawat RS Sanglah yang pada hari itu memang sedang bertugas di
poliklinik Lansia tersebut, serta oleh petugas panti bernama Bu Ketut. Kami pun
mendapat penjelasan mengenai keadaan panti.
Lokasi panti dibagi menjadi dua, yaitu di Barat dan di Selatan. Di Barat
diperuntukkan bagi klien yang masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari sendiri,
sejumlah 33 orang. Di Selatan terdapat 15 klien yang memerlukan bantuan untuk
aktivitas mereka sehari-hari. Total klien yang ada pada saat ini sejumlah 48 orang,
terdiri dari 13 klien laki-laki dan 35 klien perempuan. Setelah mendapat penjelasan
singkat, kami kemudian menuju ke wisma di Selatan karena ada klien yang mengeluh
muntah-muntah dan tidak sanggup untuk berjalan ke klinik.
Klien tersebut bernama Ni Wayan Salin, perempuan berusia 63 tahun yang sudah
mendiami panti selama lebih dari 2 tahun. Klien mengeluh muntah bercampur darah
berwarna hitam sejak 2 hari yang lalu disertai panas badan. Klien juga mengatakan
kalau sudah 2 hari ia tidak makan dan tidak bisa BAB. Setelah diperiksa, didapatkan
tekanan darah 100/43 mmHg, nadi 92 kali/menit, kelopak mata terlihat pucat dan bising

usus menurun. Dari status klien, ditemukan ternyata klien memang sudah lama
menderita gastritis. Karena itu klien diberikan diet bubur lunak, injeksi ranitidin dan
neurobion masing-masing 1 ampul, omeprazole 1 tab, antasida 3 x 1 tab dan vitamin.
Setelah itu kami melanjutkan berkeliling di panti ditemani oleh Bu Ketut,
sementara Bu Mulyati kembali melanjutkan tugasnya di poliklinik. Sambil berkeliling
kami mendapat penjelasan-penjelasan mengenai lokasi panti, kegiatan di panti dan juga
mengenai klien yang tinggal di panti.
Kegiatan sehari-hari para penghuni panti sudah terjadwal setiap harinya, yaitu
bangun pagi pada jam 5 pagi kemudian mandi dan kebersihan, setelah itu dilakukan
sembahyang dan olahraga ringan. Kurang lebih pukul 7 pagi mereka mendapat kue
dengan kopi/teh dan dilanjutkan dengan sarapan. Pukul 8 pagi dilakukan konseling.
Pukul setengah sepuluh terdapat kegiatan yang berbeda setiap harinya, yaitu bimbingan
mental, kegiatan individu, Reiki/meditasi, pijat refleksi, bimbingan sosial, dan
bimbingan ketrampilan. Untuk pemeriksaan medis dilakukan pada jam yang sama setiap
hari yaitu dari pukul 09.30 11.30. Setelah itu sembahyang siang dan makan siang dan
dilanjutkan dengan beristirahat. Setelah itu diisi dengan ketrampilan, kebersihan
lingkungan dan mandi sore. Setelah sembahyang sore dilanjutkan dengan makan
malam. Setelah itu klien memiliki waktu bebas dan kemudian tidur mulai jam 9 malam.
Kemudian kami berhenti sejenak di balebengong di depan wisma Dahlia dan
mengobrol dengan Bu Suparmi atau yang biasa dipanggil dengan nama Mbah Mi. Mbah
Mi mengatakan saat ini usianya kurang lebih sudah 72 tahun. Ia juga mengatakan kalau
ia adalah satu-satunya orang Jawa yang tinggal di panti, namun Mbah Mi sudah fasih
menggunakan bahasa Bali karena sejak masih muda ia menjadi pengasuh anak dan
tinggal di Bali. Pada saat bercerita dengan kami pun Mbah Mi berganti-ganti
menggunakan bahasa Jawa bercampur dengan bahasa Bali.
Ia pun menceritakan kisah hidupnya, hingga akhirnya ia pun tinggal di panti
tersebut. Mbah Mi berasal dari Lumajang, namun sudah lama merantau di Bali. Masa
lalunya sangat kelam. Ia pernah berjalan kaki selama 15 hari tanpa makan dan minum,
dan hanya menumpang tidur di kantor polisi. Hal ini ia lakukan karena ia kesal dengan
suaminya sehingga ia pergi dari rumah tanpa membawa apapun. Sampai akhirnya di
kota Malang ia bertemu dengan orang Belanda yang mau mempekerjakannya.
Ia sudah tidak memiliki apa-apa lagi di kampungnya di Lumajang karena terkena
terpaan lahar. Bahkan ia sempat sekali pulang ke kampung halamannya dan melihat
sisa-sisa lahan yang dulu ia miliki. Disana ia juga tidak berhasil menemukan sanak
2

saudaranya, pada saat terjadi gunung meletus dikatakan saudaranya pergi mengungsi
entah kemana. Satu-satunya keluarga yang ia miliki sekarang adalah keluarga Bali
tempat ia bekerja mengasuh anak. Mbah Mi juga menceritakan pengalamannya saat
salah satu TV swasta di Indonesia meliputnya untuk menceritakan kisah hidupnya.
Keinginan untuk tinggal di panti adalah atas keinginannya sendiri, tidak ada yang
memaksa. Bila hari libur, anak-anak asuhnya akan menjemputnya dan ia pulang ke
rumah mereka. Mereka juga sering mengunjungi Mbah Mi. Mbah Mi mengatakan kalau
ia betah tinggal di panti, mendapat banyak teman dan juga ada kegiatan yang dilakukan
di panti tersebut.
Selain Mbah Mi, juga banyak penghuni wisma tersebut yang akhirnya keluar dan
mengobrol dengan kami. Setelah cukup lama mengobrol, kami pun kembali ke
poliklinik dan membantu Bu Mulyati disana.
B. Kamis, 12 Januari 2006
Pada hari ini kami mengunjungi Poliklinik Geriatri RS Sanglah. Disana kami
diterima oleh dr. Astika SpPD dan diberi penjelasan mengenai Geriatri. Yang disebut
sebagai usia lanjut menurut WHO adalah usia > 65 tahun (untuk negara-negara maju),
sedangkan untuk negara berkembang termasuk Indonesia memakai batas usia > 60
tahun.
Dokter Astika juga menjelaskan mengenai hipertensi ortostatik pada orang tua
yaitu bila ada perbedaan tekanan sistol sebesar 20 mmHg atau diastol sebesar 10 mmHg
pada pemeriksaan tekanan darah dalam posisi tidur, duduk dan berdiri. Maka dari itu
pengukuran tekanan darah pada orangtua dilakukan dalam ketiga posisi tersebut.
Pasien di Poliklinik Geriatri dibedakan menjadi dua, yaitu pasien yang kontrol
dan pasien baru. Pada pasien kontrol tidak dilakukan anamnesis yang lengkap, hanya
ditanyakan keluhan saat pasien datang. Sedangkan pada pasien baru dilakukan
anamnesis yang lengkap sesuai dengan yang tercantum pada status geriatri.
Pemeriksaan vital sign dilakukan dengan menimbang berat badan dan mengukur
tekanan darah pada tiga posisi berbeda (berbaring, duduk, berdiri), kemudian pasien ini
akan diperiksa oleh dokter yang bertugas di Poliklinik Geriatri serta untuk pemberian
terapinya.
Perbedaan mendasar penyakit yang didapat pada lansia dan pada kelompok umur
yang lebih muda juga dijelaskan oleh beliau.
Lansia

Dewasa
3

Etiologi

Endogen,

tersembunyi,

bersifat Eksogen,

jelas,

bersifat

Onset
Perkembangan

kumulatif/multipel dan kronis


spesifik/tunggal dan akut
Insidious kronis
Akut
Kronik-progresif
menyebabkan Self limitting

penyakit

invaliditas

Menimbulkan imunitas

Variasi individu

Lebih rentan terhadap penyakit lain


Besar (banyak variasi)

Kecil

Berdasarkan hasil penelitian pola penyakit orang dengan usia >55 tahun
didapatkan penyakit yang terbanyak adalah penyakit serebrpvaskular. Sedangkan pada
penelitian status psikososial pada orang baik di daerah perkotaan maupun pedesaan,
didapatkan keadaan yang sering dialami adalah lupa (50,3%), penyakit kronis (29,3%),
insomnia (21,3%), kesepian (20,4%), depresi (4,2%) dan sangat tergantunga pada orang
lain (2,1%).
Dokter Astika juga menjelaskan bahwa pada usia lanjut terdapat berbagai
penurunan/ kekurangan (Impairment) berupa 14 I, yaitu :
1.

Immobility (tidak mampu berpindah tempat, bergerak atau berjalan)

2.

Iritability

3.

Instability

4.

Intellectual Impairment (Dementia)

5.

Isolation (menarik diri dari lingkungan sosial)

6.

Incontinence (ketidak mampuan untuk menahan kencing maupun BAB hingga


sampai pada tempatnya)

7.

Impotence (penurunan fungsi seksual)

8.

Immunodeficiency (penurunan daya tahan tubuh)

9.

Infection

10.

Inaniation ( malnutrisi )

11.

Impaction of stool

12.

Iatrogenic disease

13.

Insomnia

14.

Impairment of vision, hearing, taste, smelling, communication, convalence and


skin integirty
Selain itu kami juga mendapat penjelasan mengenai pengisian status geriatri.

Format status geriatri berbeda dengan status yang lain, dimana pemeriksaan pasien
geriatri dilakukan lebih holistik. Selain pemeriksaan fisik juga dikerjakan pemeriksaan
4

mental maupun sosial. Mulai dari yang mengantar (care giver), menanyakan mengenai
penyakit yang diderita, kemampuan kemandiriannya, bahkan lingkungan sekitarnya
serta lingkungan sosialnya juga ikut ditanyakan. Pada status geriatrik juga dilakukan
penapisan depresi, indeks ADL Barthel, dan MMSE. Assessment ditegakkan tidak hanya
berdasarkan pada adanya disease saja, tetapi juga meliputi impairment, disability dan
handicap.

Anda mungkin juga menyukai