Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Alfonsus Alex Mintarja
1002005167
Penguji:
dr. I Made Arjana, Sp.THT-KL
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan responsi yang
berjudul Sinusitis Maksilaris Dentogen ini tepat pada waktunya. Responsi ini
disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF THT
- KL FK UNUD/RSUP Sanglah/RSUP Klungkung.
Dalam penulisan tinjauan pustaka ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu dalam
penyusunan tinjauan pustaka ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa responsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
penulis
harapkan
dalam
rangka
penyempurnaannya.
Akhirnya
penulis
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2
2.1. Anatomi dan Fisiologi Sinus Paranasal ....................................................2
2.2. Definisi .....................................................................................................5
2.3. Etiologi .....................................................................................................6
2.4. Epidemiologi ............................................................................................7
2.5. Patofisiologi ..............................................................................................7
2.6. Gejala Klinis .............................................................................................10
2.7. Diagnosis ..................................................................................................11
2.8. Diagnosis Banding.....................................................................................13
2.9. Tatalaksana ...............................................................................................14
2.10...................................................................................................................K
omplikasi ..................................................................................................17
2.11....................................................................................................................Pr
ognosis.......................................................................................................19
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................20
BAB IV PENUTUP...............................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
Sinusitis adalah suatu keadaan yang ditandai dengan adanya peradangan
pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal.1 Penyakit sinusitis selalu dimulai
dengan penyumbatan daerah kompleks ostiomeatal (KOM) oleh infeksi, obstruksi
mekanis atau alergi, dan oleh karena penyebaran infeksi gigi.2
Sinus maksilaris merupakan lokasi yang rentan terinvasi organisme
patogen karena yang secara anatomi berada di pertengahan antara hidung dan
rongga mulut. Sinusitis dentogen dapat mencapai 10% hingga 12% dari seluruh
kasus sinusitis maksilaris. 1
Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik.
Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tenpat akar gigi rahang atas,
sehingga rongga sinus maksila hanya dipisahkan oleh tulang tipis dengan akar
gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas
seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah
menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah dan limfe. 1
Curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang
mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk
penatalaksanaannya diperlukan konsultasi ke bagian dentology sehingga gigi yang
terinfeksi teratasi. Selain itu, pemberian antibiotik dan seringkali perlu dilakukan
irigasi sinus maksila. 2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang
bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal,
mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus
sphenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulagtulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus
mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. 1,5
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus
sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi
lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak
yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sphenoid dimulai pada usia
8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus
ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.1
2.1.1
SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan
akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.1,2,5,8
Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan
fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah
permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral
rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya
ialah prossesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah
superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum etmoid.1
2.1.2
muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior.
Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan komples osteo-meatal (KOM) yang
terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus,
resesus fontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan
ostium sinus maksila. 1,2,5,8
2.2 DEFINISI
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang
terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal
dan sinusitis sphenoid.1,2,3
Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid,
sinusitis frontal dan sinusuitis sphenoid lebih jarang.
Sinus maksila merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh karena (1)
merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari
dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari sinus maksila hanya tergantung
dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus
alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium
sinus maksila terletak di meatus medius , disekitar hiatus semilunaris yang sempit,
sehingga mudah tersumbat.1,5
Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis. Sinusitis
maksilaris akut berlangsung tidak lebih dari tiga minggu. Sinusitis akut dapat
sembuh sempurna jika diterapi dengan baik, tanpa adanya residu kerusakan
jaringan mukosa. Sinusitis berulang terjadi lebih sering tapi tidak terjadi
kerusakan signifikan pada membran mukosa. Sinusitis kronis berlangsung selama
3 bulan atau lebih dengan gejala yang terjadi selama lebih dari dua puluh hari.1,2,4
Data dari sub bagian Rinologi THT FKUI RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo menunjukkan angka kejadian sinusitis yang tinggi yaitu 248
pasien (50%) dari 496 pasien rawat jalan. Farhat di Medan mendapatkan insiden
sinusitis dentogen di Departemen THT-KL/RSUP H. Adam Malik sebesar 13.67%
dan yang terbanyak disebabkan oleh abses apikal yaitu sebanyak 71.43%. Hasil
dari penelitian melaporkan bahwa insiden sinusitis dentogen lebih tinggi pada
wanita dan angka kejadian tertinggi pada usia dekade ketiga dan keempat. 3
2.5 PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks
osteomeatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang
melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan
lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk
membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat
yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk
bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk
dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan.5,8,11
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya
sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium
sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi
silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang
kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang
baik pada sinus. 5,8
Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan
faktor utama berkembangnya sinusitis. Sinusitis dentogen dapat terjadi melalui
dua cara, yaitu:
1. Infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di dalam
mukosa sinus maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan silia ke arah
ostium dan berarti menghalangi drainase sinus. 1,5,8
2.6
GEJALA KLINIS
Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus
kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring.
Dirasakan hidung tersumbat, Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk, serta nyeri di tempat lain karena nyeri alih (referred pain). Sekret
mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif
non-produktif juga seringkali ada. Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan
telinga. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk
ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat
menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah
ditiadakan.1,2,4,5
Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak
pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak
mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan
sinusitis etmoid anterior tampak lendir atau nanah di meatus medius. Pada
rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).1,4
Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat dibedakan dengan
rinogen karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada sinusitis
maksilaris tipe odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta pengeluaran pus
yang berbau busuk. Di samping itu, adanya kelainan apikal atau periodontal
mempredisposisi kepada sinusitis tipe dentogen. Gejala sinusitis dentogen
menjadi lebih lambat dari sinusitis tipe rinogen.5
2.7
DIAGNOSIS
Diagnosis sinusitis dentogen adalah berdasarkan pemeriksaan lengkap
pada gigi serta pemeriksaan fisik lainnya. Ini mencakup evaluasi gejala klinis
pasien sesuai dengan kriteria American Academy of Otolaryngology Head and
Neck Surgery (AAO-HNS), yang mana diagnosis sinusitis membutuhkan
setidaknya 2 faktor mayor atau setidaknya 1 faktor mayor dan 2 faktor minor dari
serangkaian gejala dan tanda klinis, riwayat penyakit gigi geligi, serta temuan
radiologi sinus paranasal dan CT Scan. Selain itu, kadang diperlukan konsultasi
10
keluhan yang paling sering dan paling menonjol pada sinusitis akut. Keluhan ini
dapat disertai keluhan lain seperti sumbatan hidung, nyeri/rasa tekanan pada
muka, nyeri kepala, demam, ingus belakang hidung, batuk, anosmia/hiposmia,
nyeri periorbital, nyeri gigi, nyeri telinga dan serangan mengi (wheezing) yang
meningkat pada penderita asma. 1,5,10
Penderita
hidung
atau
sumbatan
Sekret hidung/post
nasal
purulen
Rasa nyeri/tekanan/penuh di
wajah
Gangguan
Anak-Anak
Riwayat gejala
penghidu
Minor
Demam
Sakit kepala
Nafas berbau
Fatique
Batuk
Sakit gigi
Hidung berbau
Gejala telinga
(hiposmia, anosmia)
Demam
Batuk
Iritabilitas/Rewel
sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor
ditambah 2 kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda menurut International
Consensus on Sinus Disease, tahun 1993 dan 2004.11 Kriteria mayor terdiri dari:
sumbatan atau kongesti hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau
rasa tertekan pada wajah dan gangguan penghidu. Kriteria minornya adalah
demam dan halitosis. 10
2.7.2
Pemeriksaan Penunjang
a. Transiluminasi
11
Transiluminasi
menggunakan
angka
sebagai
parameternya.
DIAGNOSIS BANDING
Kelainan pada sinus maksilaris lainnya yang berkaitan dengan penyakit
odontogenik: 12
a. Kista yang terbentuk dari mukosa sinus termasuk pseudokista, mukokel,
dan yang paling sering yaitu kista retensi.
b. Hanya
pseudokista
yang
berhubungan
dengan
penyakit
CT Scan aksial
13
menunjukkan proses
perluasan dengan
pinggir sklerotik
(panah) pada sinus
Gambar 11: Foto rontgen pasien wanita berusia 45 tahun dengan kista periapikal.
Kista ini timbul dari residu epitelial pada ligamen periodontal yang disebabkan
oleh inflamasi.
2.9
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanan sinusitis dentogen: 1,5
a. Atasi masalah gigi
b. Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan
sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur
mempunyai suhu dan kelembaban udara tetap.
c. Konservatif, diberikan obat-obatan: antibiotika, dekongestan, antihistamin,
kortikosteroid dan irigasi sinus.
d. Operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus
inferior, Caldwell-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi
sinus frontal, dan bedah sinus endoskopik fungsional.
2.9.1
Sinusitis Akut
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam).
Antibiotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau kotrimoksazol dan
terapi tambahan yakni obat dekongestan oral dan topikal, mukolitik untuk
memperlancar drainase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada
pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan
maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.
1-3, 5
Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen foto polos atau CT Scan
dan atau nasoendoskopi. Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka
14
dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi
diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus. 1,3
Terapi pembedahaan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila
telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat
karena ada sekret tertahan oleh sumbatan. 2,3
2.9.2
Sinusitis Kronik
evaluasi
kembali
dengan
pemeriksaan
nasoendoskopi,
15
Gambar
12.
prosedur Caldwell Luc
Non Radikal:
-
tindakan
KOM
BSEF
dan
adalah
membuang
memfasilitasi
drainase
jaringan
yang
dengan
tetap
16
2.10.2 Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam
sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut
sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis, kista ini dapat
membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat
bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat
17
18
2.11 Prognosis
Prognosis sinusitis tipe dentogen sangat tergantung kepada tindakan
pengobatan yang dilakukan dan komplikasi penyakitnya. Jika, drainase sinus
membaik dengan terapi antibiotik atau terapi operatif maka pasien mempunyai
prognosis yang baik. 5
BAB III
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Kadek Sumariati
Umur
: 56 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Pedagang
Agama
: Hindu
Alamat
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital:
Tensi
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Suhu
: 36o C
Respirasi
: 16 x/menit
Status General :
Kepala
: Normocephali
Muka
Mata
THT
Leher
Thorak
Abdomen
Cor
: Tidak diperiksa
Po
: Tidak diperiksa
21
Ekstremitas
Status Lokalis:
Telinga:
Bagian Telinga
Aurikula
Daerah preaurikula
Daerah
retroaurikula
Meatus akustikus
Membran timpani
Telinga kanan
Deformitas (-), hiperemis
Telinga kiri
Deformitas (-), hiperemis
tekan (-)
Serumen (-), edema (-),
tekan (-)
Serumen (-), edema (-),
otorea (-)
Intak
Reflex cahaya (+)
otorea (-)
Intak
Reflex cahaya (+)
Hidung:
Pemeriksaan Hidung
Hidung Luar
Hidung Kanan
Hidung Kiri
Bentuk (N), Inflamasi (-), Bentuk (N), Inflamasi (-),
nyeri tekan (-),
deformitas (-).
deformitas (-).
Rinoskopi Anterior
Vestibulum
N
Dasar kavum nasi Bentuk (N), mukosa
N
Bentuk (N), mukosa
media
Meatus nasi media
hiperemi (-).
Mukosa hiperemi (-),
hiperemi (-).
Mukosa hiperemi (+),
22
sekret (-).
Mukosa hiperemi (-),
sekret (+).
Mukosa hiperemi (+),
edema (-)
Mukosa hiperemi (-),
edema (-)
Mukosa hiperemi (+),
Septum nasi
edema (-)
Deviasi (-), benda asing
edema (-)
Deviasi (-), benda asing
Tenggorokan:
Bagian
Mukosa bukal
Mukosa gigi
Palatum durum dan palatu
mole
Mukosa faring
Tonsil
Gigi geligi
KGB Regional
Keterangan
hiperemis (-), massa (-)
hiperemis (-), massa (-)
Hiperemis (-), massa (-)
Hiperemis (-), edema (-), massa (-), granul (-),
ulkus (-)
Hiperemis (-), ukuran T1-T1, detritus (-)
Lengkap, Caries gigi (+) , tambalan
(-), retak (+) di molar III kiri atas,
nyeri ketok (+)
KGB tidak teraba membesar
4. RESUME
Seorang perempuan, 56 tahun, datang ke Poli THT RSUD
Klungkung dengan keluhan bau pada hidung kiri sejak 14 hari sebelum
hari pemeriksaan. Bau dirasakan seperti mencium bau amis. Pasien juga
mengeluhkan sumbatan hidung yang hilang timbul terutama pada hidung
kiri dengan lender yang tidak terlalu pekat dan berwarna putih. Pasien
mengatakan 6 bulan yang alau mengalami nyeri pada gigi dan setelah
diperiksakan dikatakn gigi molar III kiri atas pasien pecah menjadi 2 dan
harus dicabut tetapi pasien menolak. Pasien hanya merawat gigi tersebut
dengan tidak digunakan mengunyah dan menggosok 2x sehari. Riwayat
batuk, demam, pilek, dan nyeri tenggorokan sebelum timbul keluhan
disangkal oleh pasien.
23
Pada pemeriksaan fisik gigi geligi terdapat caries gigi dan gigi
molar III kiri atas yang pecah menjadi 2. Pada rhinoskopi anterior
ditemukan mukosa hiperemis dengan sekret pada rongga hidung kiri.
Konka inferior dan konka media kiri ditemukan hiperemis.
5. DIAGNOSIS KERJA:
Sinusitis Maksilaris Dentogen Sinistra akut + Rhinitis akut
6. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan foto rongent Waters.
7. PENATALAKSANAAN:
a. Non medikamentosa
Prognosis yang cukup baik jika masalah giginya sudah bisa teratasi.
b. Medikamentosa
8. PROGNOSIS :
Dubius ad bonam
24
BAB IV
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sinusitis dentogen adalah peradangan mukosa hidung dan satu atau lebih
mukosa sinus paranasal yang disebabkan oleh penyebaran infeksi gigi. 10% kasus
sinusitis dengan sumber odontogenik adalah disebabkan oleh rahang atas. 1,2
Meskipun sinusitis dentogen adalah kondisi yang relatif umum, patogenesisnya
masih belum jelas serta masih kurangnya konsensus mengenai gejala klinis,
pengobatan, dan pencegahan. Terjadinya sinusitis dentogen dapat terjadi melalui
dua cara, yaitu infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di
salam mukosa sinus maksila, penyebaran secara langsung, hematogen atau
limfogen dari granuloma apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjipto Damayanti, Endang Mangunkusumo. Sinus Paranasal. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok, Kepala Leher. Edisi VI.
Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2008; 145-53.
2. Boies LR, Adams GL. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 1997.
3. Mulyarjo, Soejak S. Sinusitis. Naskah Lengkap Perkembangan Terkini
Diagnosis dan Penatalaksanaan S. Sinusitis. Surabaya, 2006; 1-63
4. Farhat. Peran Infeksi Gigi Rahang Atas pada Kejadian Sinusitis Maksila
di RSUP H. Adam Malik Medan. Dept. Ilmu Kesehatan THT, Bedah
Kepala, dan Leher FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan. 2006. p. 38692
5. Universitas Sumatera Utara. Sinusitis Maksilaris Dentogen. Tersedia dari
URL
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31193/4/Chapter
%20II.pdf. Diunduh tanggal 6 Oktober 2015
26
27