Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN

Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan


Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak
adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat keduaduanya. 1,2
Katarak traumatik disebabkan oleh trauma okuli perforans atau non
perforans. Katarak yang disebabkan oleh trauma tumpul biasanya membentuk
opasitas aksial posterior yang berbentuk stellate atau rosette yang mungkin stabil
atau progresif, sedangkan trauma okuli perforans dengan gangguan kapsul lensa
dapat menyebabkan perubahan kortikal yang dapat tetap bersifat lokal jika
lukanya kecil atau dapat berkembang dengan cepat menjadi total cortical
opacification. 3
Insidensi trauma pada mata yang melibatkan lensa adalah 23-50%. 39%
diantaranya merupakan trauma open globe injury sedangkan pada kasus closed
globe injury hanya berkisar 11%. 43-75% dari open globe injury dapat
menyebabkan katarak traumatik. Tipe injuri pada lensa akibat trauma paling
banyak adalah katarak traumatik yang mencapai angka 74%. Insidensi katarak
traumatik pada anak mencapai 13-57% dan 49% mengenai mata kanan. 4
Penatalaksanaan katarak traumatik tergantung kepada saat terjadinya. Bila
terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya

ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra
okular primer atau sekunder. Apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu
sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis, dan
lain sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Prognosis sangat
bergantung kepada luasnya trauma yang terjadi pada saat terjadinya trauma dan
kerusakan yang terjadi akibat trauma. 1
Berikut ini akan dilaporkan sebuah laporan kasus dengan judul
Penanganan Katarak Traumatik pada anak-anak.

BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki usia 7 tahun, suku Minahasa, agama Kristen


Protestan, alamat Lebo Lindongan II, datang ke Poli mata RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou pada tanggal 12 Oktober 2015 dirujuk dari BKMM dengan penglihatan
pada mata kiri kabur 2 minggu yang lalu. Hal ini disebabkan oleh riwayat
trauma mata akibat terkena bambu sekitar 3 bulan yang lalu. Berdasarkan
alloanamnesis, riwayat penyakit dahulu/keluarga disangkal.
Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan keadaan sakit ringan,
kesadaran kompos mentis, dengan tanda vital sebagai berikut: tekanan darah
100/70 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 20 x/ menit, suhu badan 36,0 C,
jantung, paru, dan abdomen normal (tidak ada kelainan).
Pada pemeriksaan fisik mata didapatkan visus okulus dextra (VOD) 6/6,
visus okulus sinistra (VOS) 1/300, dengan tekanan intraokuler dekstra sinistra
(TIODS) normal/palpasi. Dari pemeriksaan segmen anterior mata kiri didapatkan
adanya kelainan berupa edema minimal pada palpebral, injeksi konjungtiva dan
siliar, kornea jernih, iris dan pupil yang ireguler, terdapat sinekia posterior, dan
lensa yang keruh, sedangkan pada mata kanan tidak ditemukan adanya kelainan.
Pemeriksaan segmen posterior pada mata kiri tidak dapat dilakukan karena
kekeruhan lensa, sedangkan mata kanan tidak ditemukan adanya kelainan. Pada
pemeriksaan laboratorium darah lengkap, natrium, kalium, clorida, ureum,
creatinin, SGOT, SGPT, GDS masih dalam batas normal. Pada pemeriksaan
ultrasonografi (USG) mata tidak ditemukan adanya kelainan.

Pasien ini didiagnosis dengan katarak traumatik ec trauma tumpul okulus


sinistra. Pada mata kanan didiagnosis dengan emetropia. Pasien direncanakan
untuk dilakukan Ekstraksi Katarak OS dan pemasangan Intra Ocular Lens (IOL)
OS dengan menggunakan teknik Small Incision Cataract Surgery (SICS), dengan
terapi untuk saat ini diberikan Artificial tears 3x1 tetes, Atropin sulfat 1% 3 x 1
tetes mata, ofloksasin 3x1 tetes mata, dan cefixime 2 x 200 mg tablet. Prognosis
pada pasien ini ialah quo ad vitam bonam, quo ad functionam dubia ad bonam,
dan quo ad sanationam dubia ad bonam.

BAB III
DISKUSI

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi.


Dari anamnesis didapatkan penderita berusia 7 tahun datang dengan keluhan
penglihatan mata kiri kabur sejak 2 minggu yang lalu. Terdapat riwayat trauma
akibat tertusuk bambu pada mata kiri. Hal ini sesuai dengan kepustakaan dimana
dikatakan bahwa trauma merupakan salah satu penyebab katarak traumatik yang
memperlihatkan manifestasi kekeruhan lensa sesudah beberapa minggu, bulan
atau beberapa tahun.1,2
Penglihatan kabur merupakan salah satu gejala pada katarak. Hal ini
disebabkan oleh transparansi lensa mata yang berkurang yang dapat disebabkan
oleh berbagai hal seperti proses penuaan, trauma, keracunan beberapa jenis obat,
penyakit sistemik, dan herediter. Gejala umum yang dapat ditemukan pada katarak
adalah penglihatan tidak jelas seperti ada kabut yang menghalangi objek, peka
terhadap sinar atau cahaya, mononuklear diplopia, dan lensa mata yang berubah
menjadi tidak jernih. Kemungkinan diagnosis pada pasien adalah katarak et causa
trauma benda tumpul. Katarak traumatik adalah katarak yang muncul sebagai
akibat cedera pada mata yang dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul
yang terlihat sesudah beberapa hari ataupun beberapa tahun. Katarak traumatik ini
dapat muncul akut, subakut, atau pun gejala sisa dari trauma mata. Diagnosis ini
ditunjang dengan gejala lain pada katarak seperti peka terhadap cahaya dan lensa
mata yang berubah menjadi tidak jernih. Pasien juga memiliki riwayat trauma
yang dapat menjadi faktor penyebab katarak.2

Trauma pada mata dapat berupa trauma mekanik, kimia, dan trauma fisik.
Pada trauma mekanik ini dapat disebabkan oleh trauma benda tumpul atau trauma
benda tajam. Trauma mata dapat terjadi pada semua segmen mata dari segmen
anterior hingga posterior, meliputi trauma palpebra, konjungtiva, kornea, uvea,
lensa, retina, papil saraf optik dan orbita. Trauma pada mata dapat mengenai
bagian-bagian mata tersebut secara terpisah atau menjadi gabungan trauma
jaringan mata.5
Riwayat trauma pada mata kiri yang dialami pasien merupakan hal yang
penting untuk digali. Informasi mengenai riwayat trauma pada mata kiri
diperlukan untuk mencari hubungan antara riwayat trauma yang dialami pasien
tersebut dengan keluhan yang dialami pasien saat ini. Berdasarkan keluhan utama
pasien yang mengaku penglihatannya kabur, kemungkinan trauma tajam yang
dialami pasien mengenai lensa mata. Trauma pada lensa mata ini dapat
menyebabkan katarak traumatik. Pukulan langsung ke mata dapat menyebabkan
opasifikasi pada subkapsular lensa

maupun posterior lensa yang mengalami

trauma. Terkadang munculnya katarak akan tertunda bahkan selama beberapa


tahun.5,6
Pada pemerikaan subjektif didapatkan VOS 1/300. Kelainan visus dapat
disebabkan oleh kelainan refraksi atau kelainan media. Pada pasien ini, kelainan
visus lebih disebabkan oleh kelainan pada lensa dan kornea mata pasien yang
tidak jernih sehingga menghambat masuknya cahaya masuk ke dalam mata dan
jatuh ke retina. Pada pemeriksaan objektif terdapat kekeruhan lensa pada mata
kiri. Pada pemeriksaan slitlamp, segmen anterior OS terdapat edema minimal
pada palpebral, injeksi konjungtiva dan siliar, kornea jernih, iris dan pupil yang

ireguler, terdapat sinekia posterior, dan lensa yang keruh. Bentuk pupil yang
terlihat ireguler ini akibat trauma yang terjadi pada pasien. Lensa mata kiri pasien
yang keruh merupakan tanda katarak traumatik.1,2,7
Penatalaksanaan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila
terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya
ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra
okular primer atau sekunder. Apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu
sampai mata menjadi tenang.1
Untuk memperkecil kemungkinan infeksi dan uveitis, maka dapat diberikan
antibiotik sistemik dan topikal serta kortikosteroid topikal dalam beberapa hari.
Atropin sulfat 1%, 1 tetes 3 kali sehari, dianjurkan untuk menjaga pupil tetap
berdilatasi dan untuk mencegah pembentukan sinekia posterior.3
Ekstraksi katarak dan pemasangan Intra Ocular Lens (IOL) pada pasien
dilakukan dengan menggunakan teknik Small Incision Cataract Surgery (SICS).
Teknik ini hanya memerlukan dua sayatan kecil di sisi bola mata, lalu melepas
lensa mata yang keruh dan memasangkan lensa intraokular buatan. IOL adalah
bahan sintetis, lensa buatan ditempatkan di dalam mata yang menggantikan
kekuatan fokus lensa alami. IOL ditanam ketika katarak sudah dikeluarkan.8
Ukuran IOL yang digunakan sesuai dengan umur pasien. Pada anak-anak,
operasi SICS disertai dengan kapsulotomi posterior. Hal ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya penurunan penglihatan dalam beberapa waktu yang
disebabkan oleh penebalan membran kapsul posterior, tepat di belakang implant
lensa intraokuler yang disebut Posterior Capsule Opacity (PCO). Komplikasi ini
tampak seolah-olah katarak berkembang atau muncul kembali. Keadaan ini terjadi

karena pada saat operasi katarak, inti dan massa lensa yang keruh dikeluarkan dan
diganti dengan IOL. Lensa terletak di kantong membran yang sangat tipis yang
disebut kapsul. Kapsul anterior lensa dibuka untuk mengganti lensa yang keruh
dengan IOL, sementara kapsul posterior tetap utuh untuk mendukung lensa yang
baru. Pada sebagian kecil pasien sekitar 10% sel luar dari lensa lama tetap dan
tumbuh pada kapsul posterior. Hal ini menyebabkan kapsul posterior menjadi
kabur atau berkabut sehingga mengakibatkan penglihatan kabur pada pasien.
Kapsulotomi posterior dilakukan dengan membuka membran kapsul posterior
untuk mengeluarkan sisa-sisa lensa yang menebal dan keruh sehingga penglihatan
akan kembali menjadi jernih.9
Komplikasi yang dapat terjadi pada katarak traumatik antara lain dapat
terjadi ambliopia jika tidak segera dilakukan operasi. Dapat juga terjadi dislokasi
lensa dan subluksasi yang sering ditemukan bersamaan dengan katarak traumatik.
Pada katarak traumatik bila terjadi penyulit seperti glaukoma dan uveitis maka
segera akan dilakukan ekstraksi lensa.1,4
Prognosis sangat bergantung kepada luasnya trauma yang terjadi pada saat
terjadinya trauma dan kerusakan yang terjadi akibat trauma. Apabila trauma yang
terjadi tidak mencapai segmen posterior maka visus akan lebih baik jika
dibandingkan terjadi trauma hingga segmen posterior bola mata. Mengenai visual
katarak pada anak terutama pada anak yang memerlukan operasi, prognosisnya
tidak sebaik pada katarak orang dewasa. Hal ini berhubungan dengan terjadinya
ambliopia dan kelaianan tambahan lain yang menyertai, misalnya adanya kelainan
pada nervus optic atau retina akan membatasi tingkat penglihatan.2,10

BAB IV
KESIMPULAN

Katarak traumatik pada pasien ini disebabkan oleh adanya trauma tumpul
akibat terkena bambu pada mata kiri, serta telah direncanakan untuk dilakukan
ekstraksi katarak dan pemasangan IOL OS dengan teknik SICS.

10

DAFTAR PUSTAKA

1.

Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, 3 ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. p. 201-204.

2.

Husain R, Tong L, Fong A, Cheng JF, How A, Chua WH, et al. Prevalence of cataract in rural
indonesia. Ophthalmology. 2005;112(7):1255-62.

3.

Gregory L. Pediatric Ophtalmology and Strabismus. Singapore: American Academy of


Ophtalmology; 2011. p. 245-50.

4.

Weng SK, William RL. Ophthalmic Pathology. USA: Blackwell publishing; 2005. p. 138.

5.

Mariannete J. Cataract and lens disorder: Clinical Guide to Comprehensive Opthalmology.


New York: Thieme Medical Publishers; 1999. p. 303-31.

6.

Johns JK. Lens and Cataract: Basic and Clinical Science Section 11. New York: American
Academy of Ophthalmology; 2002.

7.

Bruce J. Lecture Notes: Oftalmologi. 9 ed. Jakarta: Erlangga; 2006.

8.

Jayanegara IWG. One Needle Technique for Non Phaco Small Incision Cataract Surgery. IOA
the 11th Congress In Jakarta, 2006. p. 168-171.

9.

Steinert RF. Cataract Surgery: Technique, Complications, Management. New York: W.B.
Saunders Company. 1995. p. 22-6.

10. Shock JP, Harper RA. Lensa. In: Tambajong J, Pendit BU, editors. General Ophthalmology.
14 ed. Jakarta: Widya Medika; 2000. p. 176-7.

11

DAFTAR PUSTAKA

1.

Ilyas S, Ilmu Penyakit Mata, 3 ed (Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010), p. 20-4.

2.

Husain R, Tong L, Fong A, Cheng JF, How A, Chua WH, et al, Prevalence of Cataract in
Rural Indonesia, Ophthalmology, 112(7), (2005), p. 1255-62.

3.

Gregory L, Pediatric Ophtalmology and Strabismus (Singapore: American Academy of


Ophtalmology, 2011), p. 245-50.

4.

Weng SK, William RL, Ophthalmic Pathology, (USA: Blackwell publishing, 2005), p. 138.

5.

Mariannete J, Cataract and Lens Disorder: Clinical Guide to Comprehensive Opthalmology


(New York: Thieme Medical Publishers, 1999), p. 303-31.

6.

Johns JK, Lens and Cataract: Basic and Clinical Science Section 11 (New York: American
Academy of Ophthalmology, 2002).

7.

Bruce J, Lecture Notes: Oftalmologi, 9 ed (Jakarta: Erlangga, 2006).

8.

Jayanegara IWG, One Needle Technique for Non Phaco Small Incision Cataract Surgery,
IOA the 11th Congress In Jakarta, 2006, p. 168-71.

9.

Steinert RF, Cataract Surgery: Technique, Complications, Management (New York: W.B.
Saunders Company, 1995), p. 22-6.

10. Shock JP, Harper RA, Lensa, in General Ophthalmology, ed. by Tambajong J and Pendit BU
(Jakarta: Widya Medika, 2000), pp. 176-7.

Anda mungkin juga menyukai