Anda di halaman 1dari 20

BAB II

Tinjauan Kepustakaan

2.1 Definisi Toksisitas Kardiovaskular


Toksisitas kardiovaskular yang didefinisikan oleh National Cancer Institute adalah toksisitas yang
mempengaruhi jantung. Definisi ini tidak hanya mencakup efek langsung obat pada jantung, tetapi
juga efek tidak langsung karena peningkatan perubahan aliran hemodinamik atau karena peristiwa
trombotik.6
2.2 Faktor Resiko Toksisitas Kardiovaskular
Kecenderungan untuk terjadinya toksisitas kardiovaskular adalah multifaktorial. Hal ini ditentukan
oleh interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Risiko keluarga dengan penyakit arteri koroner
atau gagal jantung kongestif, usia, jenis kelamin, dan aktivitas lainnya yang terkait riwayat pribadi,
termasuk dislipidemia, analisis mengenai fungsi ventrikel kiri, aritmia dan terapi medis sebelumnya
dapat dikaitkan dengan risiko untuk terjadinya toksisitas kardiovaskular.3
Wanita premenopause memiliki risiko lebih rendah dibandingkan laki-laki dari usia yang sama untuk
terjadinya atherosclerosis. Namun setelah menopause, kadar hormon yang melindungi akan
menurun dan karenanya tingkat aterosklerosis pada wanita meningkat dengan cepat. 3
2.3 Prevalensi Toksisitas Kardiovaskular

Tabel 1. Prevalensi Toksisitas Kardiovaskuler Berbagai Agen Antikanker


2.4 Spektrum Toksisitas Kardiovaskular
Toksisitas kardiovaskular dapat berupa gejala subklinis, termasuk perubahan
elektrokardiografi dan penurunan LVEF sementara, hingga peristiwa yang mengancam kehidupan
seperti sindrom koroner akut, gagal jantung kongestif. Toksisitas kardiovaskular juga bisa
berkembang secara subakut, akut, atau kronis.3
Toksisitas kardiovaskular akut atau subakut ditandai dengan terjadinya kelainan pada
repolarisasi ventrikel dan juga perubahan pada elektrokardiografi berupa QT interval, dengan
aritmia supraventrikular dan ventrikel, atau dengan sindrom koroner akut dan sindrom yang mirip
seperti perikarditis dan / atau miokarditis, hingga 2 minggu setelah penghentian terapi. Toksisitas
kardiovaskular kronis dapat dibedakan dalam dua subtipe berdasarkan awal timbulnya gejala klinis.
Subtipe pertama terjadi lebih awal, dalam waktu 1 tahun setelah selesai kemoterapi, dan yang kedua
terjadi lebih dari 1 tahun setelahnya. Tanda khas Toksisitas kardiovaskular kronis adalah disfungsi
sistolik dan / atau kiri diastolik ventrikel tanpa gejala yang mengarah ke kardiomiopati kongestif
berat dan yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.3
Secara umum, efek samping kardiovaskular dapat dikelompokkan ke dalam 6 kategori :
1. Disfungsi ventrikel kiri
2. iskemia jantung
3. Bradicardia
4. Pemanjangan interval QT
6. Hipertensi
7. Thrombosis Vena

2.5 Obat-obatan yang kardiotoksik


2.5.1 Obat-obatan kemoterapi terkait dengan resiko Disfungsi ventrikel kiri
2.5.1.1 Anthracyclin
Toksisitas kardiovaskular yang diinduksi anthracycline telah dikategorikan ke dalam akut,
early onset kronis progresif, dan late onset kronis progresif. Toksisitas kardiovaskular akut terjadi
pada 1% pasien segera setelah infus dari anthracycline dan bermanifestasi sebagai, penurunan akut
sementara dari kontraktilitas miokard, yang biasanya reversibel. Early onset kronis progresif terjadi
pada 1,6% menjadi 2,1% pasien, selama terapi atau dalam tahun pertama setelah pengobatan. Late
onset kronis progresif terjadi setidaknya 1 tahun setelah selesai terapi mulai 1,6% sampai 5% dari
pasien. Toksisitas kardiovaskular early dan late onset kronis progresif biasanya muncul sebagai
Kardiomiopati dilatasi pada orang dewasa, yang selanjutna dapat progresif. Toksisitas kardiovaskular
yang terjadi lambat mungkin tidak terbukti secara klinis sampai 10 sampai 20 tahun setelah dosis
pertama pengobatan kanker.7
Studi kanker pada anak menunjukkan bahwa 30 tahun setelah terapi, 73% pasien kanker
anak yang bertahan akan memiliki setidaknya 1 penyakit kronis fisik dan 42% kondisi kesehatan yang
parah dan mengancam jiwa , atau bahkan kematian dari kondisi kronis. Risiko dari Toksisitas
kardiovaskular meningkat secara klinis berkaitan dengan dosis kumulatif anthracycline. Studi
menggambarkan kemungkinan gagal jantung yang diinduksi doxorubicin 3% sampai 5% dengan 400
mg/m2, 7% sampai 26% pada 550 mg/m2, dan 18% sampai 48% pada 700 mg/m2. Namun, dalam
review retrospektif dari 3 percobaan, kejadian gagal jantung 26% dengan dosis kumulatif 550
mg/m2.7
Untuk alasan ini, dosis kumulatif maksimum seumur hidup untuk doxorubicin adalah 400550 mg/m2. Epirubicin atau idarubicin tampaknya memiliki insiden gagal jantung lebih sedikit.
Faktor risiko toksisitas anthracycline termasuk dosis kumulatif, pemberian bolus intravena, dosis
tunggal yang lebih tinggi, riwayat iradiasi sebelumnya, penggunaan bersama dengan agen lainnya
Yang diketahui juga memiliki efek kardiotoksik (siklofosfamid, trastuzumab, dan paclitaxel), jenis
kelamin perempuan, penyakit dasar kardiovaskular, usia (usia muda dan tua), dan peningkatan
lamanya waktu sejak selesai pemberian anthracycline. 7
2.5.1.2 Alkylating agent
Siklofosfamid
Gagal jantung telah dikaitkan dengan terapi siklofosfamid dalam 7 % sampai 28 % dari pasien ( 8,1113 ) . Manifestasi klinis dari tokisitas kardiovaskular berkisar dari efusi perikardial tanpa gejala hingga
gagal jantung serta myopericarditis . Risiko cardiotoxicity muncul bersifat terkati besarnya dosis
(>150 mg/kg dan 1,5 g/m2/hari) dan terjadi dalam 1 sampai 10 hari setelah pemberian dosis
pertama siklofosfamid . Selain total dosis, faktor risiko toksisitas kardiovaskuler termasuk
pemberian anthracycline atau mitoxantrone sebelumnya dan radiasi daerah mediastinum.7
Ifosfamid

Dalam review retrospektif pasien yang diobati dengan Kombinasi kemoterapi ifosfamide, toksisitas
kardiovaskuler muncul di 17 % dari pasien. Onset gagal jantung akut terjadi dalam 6-23 hari setelah
dosis pertama ifosfamide , dan didapatkan keterkaitan dosis respon (dosis >12,5 g/m2).7
2.5.1.3 Antimetabolit
Clofarabine
Menurut paket insert, disfungsi ventrikel kiri tercatat hingga 27% dari pasien leukemia limfoblastik
akut anak. Dalam kebanyakan kasus, disfungsi ventrikel kiri tampaknya bersifat sementara.7
2.5.1.4 Agen Mikrotubulus
Docetaxel
Insiden gagal jantung terkait dengan docetaxel berkisar antara 2,3% sampai 8%. Dalam studi
membandingkan docetaxel ditambah doxorubicin dan siklofosfamid (TAC) dengan fluorouracil
ditambah doxorubicin dan siklofosfamid (FAC) pada 1.491 pasien kanker payudara, kejadian
keseluruhan gagal jantung selama 55 bulan adalah 1,6% pada kelompok TAC dibandingkan 0,7% di
kelompok FAC. Pada 70 bulan follow-up, gagal jantung dilaporkan hingga 2,3% dari kelompok
docetaxel dibandingkan dengan 0,9% dari kelompok kontrol . Namun, kejadian gagal jantung yang
diinduksi docetaxel lebih tinggi (8%) pada studi kanker payudara yang lain.7
2.5.1.5 Inhibitor Proteasom
Bortezomib
Dalam studi klinis penting, 669 pasien multiple myeloma diobati dengan bortezomib atau
deksametason dosis tinggi. Kejadian gangguan jantung selama pengobatan dengan bortezomib
adalah 15% berbanding 13% pada pasien yang diobati dengan deksametason. Peristiwa gagal
jantung terjadi pada 5% dari pasien yang diterapi bortezomib dan pada 4% pasien yang diterapi
deksametason. Dua persen pasien di masing-masing kelompok perlakuan menerita gagal gantung.7
2.5.1.6 Inhibitor Tyrosine Kinase Berbasis Antibodi
Bevacizumab
Insiden gagal jantung berkisar antara 1,7% sampai 3%. Per informasi resep, gagal jantung didapatkan
pada 24 dari 1,459 pasien (1,7%) yang diterapi dengan bevacizumab selama uji coba klinis. Dalam 2
studi klinis tahap III pada pasien kanker payudara metastatik, tingkat gagal jantung kardiomiopati
kelas 3 sampai 4 di kelompok yang diterapi bevacizumab adalah 2,2% sampai 3%.7

Trastuzumab
Insiden keseluruhan trastuzumab bervariasi dalam literatur dari 2% menjadi 28%. Insiden disfungsi
jantung berkisar antara 2% sampai 7% saat trastuzumab digunakan sebagai monoterapi, 2% sampai
13% bila trastuzumab digunakan dalam kombinasi dengan paclitaxel, dan sampai 27% pada saat
trastuzumab digunakan bersamaan dengan anthracyclines ditambah siklofosfamid. Dalam sebuah
5

studi baru-baru ini melihat tolerabilitas jantung jangka panjang trastuzumab, kejadian keseluruhan
cardiotoxicity adalah 28%. Faktor risiko kardiomiopati yang diinduksi trastuzumab antara lain usia>
50 tahun, ambang batas fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) sebelum pengobatan, riwayat penyakit
kardiovaskular, urutan pemberian kemoterapi, dan pengobatan sebelumnya dengan anthracyclines
(dosis kumulatif> 300 mg/m2).7
2.5.1.7 Tyrosin Kinase Molekul Kecil
Dasatini
Angka kejadian gagal jantung yang dilaporkan terjadi dalam rentang terapi dasatinib dari 2% hingga
4%. Pada pasien dengan leukemia di semua studi dasatinib (n= 2182), disfungsi jantung (semua
kelas) terjadi sebanyak 2%, dengan kelas 3 atau 4 terjadi pada 1% dari keseluruhan pasien. Selama
penelitian optimasi dosis fase III, gagal jantung atau disfungsi ventrikel kiri dilaporkan terjadi hingga
4% dari pasien leukemia myeloid kronis fase kronis yang menerima dasatinib. Gagal jantung atau
disfungsi ventrikel kiri kelas 3 atau 4 terjadi pada sampai dengan 2% dari pasien.7
Lapatinib
Keamanan jantung dari lapatinib baru-baru ini dievaluasi dalam analisis dari 3.689 pasien yang
terdaftar dalam uji klinis lapatinib Tahap I hingga III. Cardiac event didefinisikan sebagai gejala
(disfungsi ventrikel kelas 3 atau 4) atau asimtomatik (LVEF menurun> 20% relatif terhadap baseline
dan di bawah ambang batas yang lebih rendah dari normal, tak ada gejala). Dari 3.689 pasien, 60
pasien (1,6%) mengalami cardiac event. Cardiac event tanpa gejala dilaporkan pada 53 pasien
(1,4%), dan cardiac event dengan gejala terjadi pada 7 pasien (0,2%). Pada pasien yang diobati
dengan anthracyclines sebelumnya bersama dengan trastuzumab atau tidak, kejadian cardiac event
adalah 2,2%, 1,7%, dan 1,5%. Sementara itu untuk onset cardiac event adalah 13 minggu.7
Imatinib mesylate
Insiden yang tepat dari toksisitas kardiovaskular yang terkait dengan imatinib tidak diketahui.
Gagasan bahwa imatinib menyebabkan toksisitas kardiovaskular pertama kali diperkenalkan oleh
Kerkela et al. Ketika mereka melaporkan 10 pasien yang mengalami gagal jantung berat saat terapi
imatinib. Selain itu , mereka menunjukkan bahwa tikus yang diterapi dengan imatinib memberikan
gejala disfungsi kontraktilitas ventrikel kiri dan kelainan seluler akibat toksik miopati.7
Sunitinib
Pada uji klinis awal yang melibatkan pasien dengan tumor stroma gastrointestinal dan kanker sel
ginjal metastatik dilaporkan disfungsi vetrikel kiri di 4 % sampai 11 % dari pasien. Baru-baru ini, 2
penelitian retrospektif tentang penilaian toksisitas kardiovaskular dari sunitinib telah dipublikasikan.
Chu et al secara retrospektif menilai semua kejadian kardiovaskular pada 75 pasien tumor stroma
gastrointestinal metastasis yang resistant imatinib. Sebelas persen pasien memiliki cardiac event,
dengan gagal jantung kelas III hingga IV tercatat pada 8 % pasien. Dalam penelitian retrospektif lain,
6 dari 224 (2,7 %) pasien yang diterapi sunitinib memberikan gejala gagal jantung . Satu-satunya
faktor risiko yang signifikan terkait dengan berkembangnya gagal jantung adalah penyakit arteri
koroner. Waktu rata-rata timbulnya gagal jantung bervariasi dari 22 hari hingga 27 minggu. Gagal

jantung yang diinduksi sunitinib memberikan respon baik terhadap terapi medis. Namun,
kardiomiopati mungkin tidak sepenuhnya reversibel.7
2.5.2 Obat-obatan Kemoterapi Terkait Dengan Resiko Ischemia Jantung
2.5.2.1 Antimetabolit
Fluorouracil
Gejala paling umum yang terkait dengan toksisitas kardiovaskuler 5-fluorouracil (5-FU) adalah angina
seperti nyeri dada. Dalam kasus yang jarang terjadi, infark miokard (MI), aritmia, gagal jantung, syok
kardiogenik, dan kematian mendadak telah dilaporkan. Insiden toksisitas kardiovaskuler terkait
dengan 5-FU bervariasi dalam literatur berkisar dari 1% hingga 68% . cardiac event cenderung terjadi
dalam 2 sampai 5 hari awal terapi, berlangsung hingga selama 48 jam. Perubahan elektrokardiogram
(EKG) yang memberikan gambaran iskemik telah dilaporkan pada 68% pasien, tetapi hanya 43% yang
menunjukkan peningkatan penanda jantung di serum. Mortalitas keseluruhan diperkirakan
mencapai 2,2% sampai 13%. Faktor risiko terjadinya toksisitas kardiovaskular belum tegas
ditetapkan, tetapi dosis tinggi (800mg/m2) dan infus kontinu dari 5-FU telah dikaitkan dengan
tingkat toksisitas kardiovaskular yang lebih tinggi (7,6%) dibandingkan dengan suntikan bolus (2%).
faktor risiko lain yang sering dikutip termasuk riwayat penyakit kardiovaskular, radiasi mediastinum
sebelumnya, dan penggunaan bersama kemoterapi lain.7
Capecitabine
Insiden dan faktor risiko toksisitas kardiovaskuler terkait dengan capecitabine masih sedikit
dijelaskan. Saat ini, sebagian besar literatur yang menuliskan insiden tentang iskemia miokard yang
diinduksi capecitabine hanya sebagai laporan kasus atau tinjauan retrospektif. Terdapat satu
penelitian pada 644 pasien yang memberikan hasil kejadian toksisitas kardiovaskuler terkait
capecitabine mencapai 5,5 %. Dari 4 penelitian retrospektif yang diterbitkan, kejadian toksisitas
kardiovaskuler berkisar antara 3 % sampai 9 %. Dalam kasus yang diteliti, dosis capecitabine berkisar
antara 1.500 sampai 2.500 mg/m2/hari, dan gejala angina yang khas muncul sejak 3 jam sampai 4
hari setelah terapi. Perubahan EKG seperti elevasi segmen ST yang tercatat di banyak kasus dan
ketika serum jantung penanda diperiksa bernilai normal kecuali dalam 1 kasus. Echocardiography
dan angiogram koroner normal. Riwayat penyakit jantung sebelumnya bukan merupakan faktor
risiko yang konsisten karena itu tidak didapatkan dalam beberapa kasus, tapi didapatkan pada orang
lain. Terakhir, riwayat toksisitas kardiovaskuler 5 FU dapat dipertimbangkan sebagai faktor risiko
untuk efek terkait dengan terapi capecitabine.7

2.5.2.2 Agen Mikrotubulus


Paclitaxel

Kasus miokard iskemia dan infark yang berhubungan dengan administrasi paclitaxel telah dijelaskan.
Rowinsky et al meneliti cardiac event pada 4 uji klinis, dan melaporkan bahwa manifestasi iskemia
jantung diamati pada 5 % dari pasien. Pada 198 pasien yang diterapi paclitaxel untuk kanker
ovarium, 0,5 % mengalami MI. Terakhir, dalam penelitian the Cancer Therapy Evaluation Programs
Adverse Drug Reaction yang mengikuti lebih dari 3.400 pasien, kejadian keseluruhan cardiac event
kelas 4 dan 5 sebesar 0,29 %. Peristiwa ini terjadi selama hingga 14 hari setelah pemberian
paclitaxel. Sebagian besar kasus yang dilaporkan bahwa pasien telah memiliki faktor risiko jantung
termasuk HTN dan penyakit arteri koroner.7
Docetaxel
Kejadian miokard iskemia yang berhubungan dengan docetaxel sebesar 1.7 %. Jumlah Insiden ini
berasal dari penelitian klinis yang dilakukan oleh Vermorken et al pada 355 pasien acak yang
menderita karsinoma sel skuamosa lokal kepala dan leher yang tidak dapat dioperasi, dan menerima
rejimen standar cisplatin dan 5 - FU atau rejimen yang sama ditambah docetaxel. Miokard iskemia
dilaporkan pada 1,7 % dari kelompok docetaxel dibandingkan dengan 0,6 % dari kelompok kontrol.7
2.5.2.3 Antibodi Monoklonal Berbasis InhibitorTyrosine Kinase
Bevacizumab
Kejadian trombosis arteri cenderung terjadi lebih sering pada pasien yang diobati dengan
bevacizumab bersama kemoterapi dibandingkan dengan pasien diobati dengan kemoterapi saja.
Dalam analisis yang dikumpulkan dari 1.745 pasien dari 5 penelitian acak terkontrol pada kanker
kolorektal metastatik, kanker paru-paru non small sel, dan pasien kanker payudara metastasis,
kejadian keseluruhan trombosis arteri adalah 3,8%. Ketika melihat MI / angina secara khusus,
kejadian adalah 1,5% dibandingkan 1% pada kelompok bevacizumab apabila dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Dalam sebuah studi observasional yang sedang berlangsung dari 1.953 pasien
yang menerima bevacizumab ditambah kemoterapi, kejadian serius trombosis arteri adalah 1,8%.
Dari pasien yang diidentifikasi dengan trombosis arteri, 11 pasien diantaranya memiliki MI (0,6%).
Trombosis arteri yang terkait bevacizumab dilaporkan dapat terjadi setiap saat selama terapi,
meskipun dalam kedua studi menyebutkan, rata-rata waktu untuk kejadian trombosis arteri adalah
sekitar 3 bulan. Tampaknya kejadian trombosis arteri tidak dapat dikaitkan dengan dosis atau
pajanan kumulatif. Umur >65, dan riwayat trombosis arteri sebelumnya dapat dipertimbangkan
sebagai faktor resiko.7
2.5.2.4 Inhibitor Tyrosin Kinase Molekul Kecil
Erlotinib
MI/iskemia dilaporkan pada 2,3 % pasien yang menerima erlotinib 100 mg/hari dengan gemcitabine,
dibandingkan dengan 1,2 % pada pasien yang menerima gemcitabine saja untuk pengobatan kanker
pankreas. Hasil ini didapatkan dari uji coba yang dilakukan oleh Moore et al. Namun, kejadian
tromboemboli tidak dipublikasikan.7
Sorafenib

Sekitar 3 % dari pasien dalam uji klinis mengalami iskemia miokard akibat sorafenib. Dalam sebuah
uji klinis yang tidak dipublikasikan, MI/iskemia terjadi pada 2,7 % dari pasien kanker hepatoselular
yang diterapi dengan sorafenib dibandingkan dengan 1,3 % dari pasien pada kelompok plasebo.
Demikian pula, sorafenib dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi dari MI/iskemia dibandingkan
dengan plasebo di antara pasien yang dirawat karena karsinoma sel ginjal (3 % vs 1 %).7
2.5.3 Obat-obatan Kemoterapi Terkait Dengan Resiko Hipertensi
2.5.3.1 Bevacizumab
HTN (setiap derajat) adalah efek samping yang umum terjadi pada pasien yang diobati dengan
bevacizumab, dengan kejadian keseluruhan 4 % sampai 35 % yang dilaporkan dalam. HTN derajat 3
terjadi pada 11 % sampai 18 % dari pasien . HTN dapat muncul setiap saat selama terapi, dan
beberapa data menunjukkan ada hubungan terhadap dosis. Kebanyakan pasien yang mengalami
HTN dalam uji klinis mendapat pengobatan adekuat dengan obat-obatan antihipertensi dan dapat
melanjutkan terapi bevacizumab. Namun, memburuknya HTN membutuhkan rawat inap atau
penghentian Terapi bevacizumab terjadi hingga 1,7 % dari pasien. Komplikasi dari HTN yang
diinduksi bevacizumab dapat berupa hipertensi ensefalopati dan perdarahan sistem saraf pusat.7
2.5.3.2 Sorafenib
HTN adalah efek samping utama sorafenib yang terjadi di 17 % sampai 43 % dari pasien dalam uji
klinis. HTN derajat 3 atau 4 terjadi pada 1,4 % sampai 38 %. Dalam meta-analisis yang melibatkan
4599 pasien yang diobati dengan terapi sorafenib, kejadian keseluruhan HTN adalah 23,4 %. HTN
derajat 3 atau 4 berkisar antara 2,1 % hingga 30,7 %.7
2.5.3.3 Sunitinib
Dalam uji klinis, sunitinib dikaitkan dengan HTN, dengan kejadian bervariasi dari 5 % sampai 24 %.
HTN derajat 3 terjadi pada 2 % sampai 8. Dalam penelitian retrospektif, sunitinib ditemukan
meningkatkan tekanan darah (150/100 mm Hg) pada 47 % dari pasien, dengan HTN derajat 3 terlihat
pada 17 %. HTN terjadi dalam 4 minggu pertama terapi.7
2.5.4 Obat-obatan Kemoterapi Terkait Dengan Resiko Thomboemboli
2.5.4.1 Cisplatin
Terapi berbasis platinum telah terbukti meningkatkan risiko kejadian trombotik pada pasien kanker.
Dalam penelitian retrospektif dari 271 pasien dengan karsinoma transisional sel yang mendapat
kemoterapi berbasis cisplatin, vascular event terjadi pada 35 pasien (12,9 %). Ketika
mengelompokkan kejadian tromboemboli pada 35 pasien, 23 pasien (8,5 %) mengalami deep vein
thrombosis (DVT) atau emboli paru (PE). Di antara pasien tersebut , 74 % terjadi dalam 2 siklus
pertama kemoterapi, dan kebanyakan pasien memiliki faktor risiko predisposisi seperti massa
panggul besar, penyakit arteri koroner, imobilitas, atau riwayat kejadian tromboemboli
sebelumnya.7

2.5.4.2 Vorinostat
9

Insiden tromboemboli terkait dengan vorinostat adalah 4,7 %. Jumlah ini didasarkan pada hasil
gabungan yang tidak dipublikasikan dari 2 studi klinis yang mengevaluasi vorinostat dalam
pengobatan 86 pasien dengan limfoma kulit sel - T (CTCL). Namun, 2 penelitian yang telah
dipublikasikan melaporkan frekuensi tromboemboli terkait dengan vorinostat . Penelitian fase IIb
pada 74 pasien CTCL menemukan kejadian peristiwa tromboemboli adalah 5,4 %. Selain itu, Duvic et
al menetapkan PE itu dan DVT terjadi pada 5 % dan 8 % dari pasien.7
2.5.4.3 Thalidomide
Dibandingkan agen kemoterapi lainnya, thalidomide paling sering dikaitkan dengan adanya
komplikasi tromboemboli. Monoterapi thalidomide dikaitkan dengan rendahnya tingkat trombosis
(5 %). Namun, risiko ini meningkat secara dramatis (3 % sampai 58 %) ketika thalidomide digunakan
pada pasien yang baru didiagnosis, apabila digunakan dalam kombinasi dengan deksametason atau
kemoterapi, khususnya doxorubicin, dengan tidak adanya thromboprophylaxis . Secara keseluruhan,
rata-rata waktu untuk onset dari kejadian trombotik yang terkait dengan thalidomide adalah sekitar
3 bulan.7
2.5.4.4 Lenalidomide
Lenalidomide adalah analog thalidomide dengan profil toksisitas yang lebih menguntungkan
dibandingkan dengan molekul asalnya. Namun, tampak bahwa risiko trombosis adalah masih
signifikan. Dalam studi klinis, kejadian tromboemboli bervariasi secara luas, mulai 3 % hingga 75 %.
Sebagai agen tunggal, lenalidomide tidak signifikan meningkatkan risiko VTE. Namun, tingkat
thrombosis berfluktuasi cukup tergantung pada status penyakit pasien, penggunaan bersama
dengan dexamethasone dosis tinggi atau rendah, erythropoietin, atau obat kemoterapi lainnya, dan
apakah diberikan pencegahan thromboprophylaxis selama periode penelitian. Faktor risiko yang
terkait dengan peningkatan kejadian VTE meliputi dosis tinggi deksametason, pemberian
eritropoietin, dan dalam 1 studi, tingkat tertinggi (75 %) terjadi pada pasien yang baru didiagnosis.7
2.5.4.4 Erlotinib
DVT telah dilaporkan pada 3,9 % dari pasien menerima erlotinib dalam kombinasi dengan
gemcitabine, dibandingkan dengan 1,2 % dari pasien yang menerima gemcitabine saja untuk
pengobatan kanker pankreas . Keseluruhan kejadian thrombosis kelas 3 atau 4, termasuk DVT,
adalah 11 % pada kelompok erlotinib ditambah kelompok gemcitabine dan 9 % pada kelompok
gemcitabine saja.7
2.5.4.5 Obat-obatan Kemoterapi Terkait Dengan Resiko Bradikardia
2.5.4.5.1 Paclitaxel
Toksisitas jantung pertama kali diketahui selama pemantauan terus menerus dari pasien yang
menerima pengobatan paclitaxel, yang dilakukan karena tingginya kejadian reaksi hipersensitivitas
yang serius selama uji klinis Tahap I. Setelah ditemukannya cardiac event, pasien dengan penyakit
jantung atau dengan penggunaan obat yang dapat mengganggu konduksi jantung dieksklusi dari uji
klinis. Paclitaxel telah terbukti menyebabkan aritmia jantung, termasuk bradikardia asimtomatik
yang reversibel. Insiden bradikardia yang disebabkan oleh paclitaxel bervariasi dalam literatur dari
0,1% hingga 31%.7
10

2.5.4.5.2 Thalidomide
Insiden bradikardia terkait dengan thalidomide tidak dilaporkan dalam paket insert. Studi
pengawasan pasca-pemasaran telah melaporkan adverse event sebesar 0,12%. Selanjutnya dalam
tahap percobaan III dari thalidomide ditambah dexamethasone dibandingkan dengan deksametason
sendirian pada pasien multiple myeloma yang baru didiagnosis, sinus bradikardia pada Kelompok
yang diberikan thalidomide terlihat hanya 2% dari pasien. Meskipun laporan ini menunjukkan bahwa
kejadian bradikardia tampaknya rendah, penelitian lain menemukan tingkat sinus bradikardia terkait
dengan terapi thalidomide berkisar antara 5% sampai 55%.7
2.5.5 Obat-obatan Kemoterapi Terkait Dengan Resiko Pemanjangan Interval QT
2.5.5.1 Arsenik trioksida
Insiden perpanjangan QT berkisar luas dalam literatur yang diterbitkan sebagian besar karena jumlah
pasien yang kecil pada masing-masing uji klinis. Dalam insert paket , Multicenter Studi Arsenik
trioksida di amerika serikat AS adalah satu-satunya data yang melaporkan kejadian pemanjangan
interval QT . Dalam studi ini, lebih dari 460 rekaman EKG dari 40 pasien leukemia promyelocytic akut
refraktori atau relaps yang diobati dengan arsenik dievaluasi untuk perpanjangan QT. Enam belas
dari 40 pasien (40 %) memiliki setidaknya 1 rekaman ECG dengan interval QTc>500ms. Interval QT
dapat memanjang sejak 1 sampai 5 minggu setelah pemberian infus arsenik, dan kemudian kembali
ke awal pada akhir minggu ke-8 setelah terapi arsenik . Namun, dalam uji lain kejadian perpanjangan
QT berkisar antara 26 % sampai 93 %.7
2.5.5.2 Dasatinib
Dalam kajian FDA leukemia myeloid kronis pasien yang diobati dengan dasatinib, 9 pasien (1,8 %)
dari populasi memiliki setidaknya 1 episode perpanjangan QT yang dilaporkan sebagai efek samping,
dan 7 pasien tambahan (1,4 %) ditemukan memiliki perpanjangan QTc 500>ms pada EKG.
Selanjutnya, dalam dokumen briefing untuk komite obat onkologi , perpanjangan QT dilaporkan
terjadi pada 2 % sampai 3 % dari pasien yang diobati dengan dasatinib.7
2.5.5.3 Lapatinib
Potensi perpanjangan QT lapatinib adalah dinilai dalam, studi dosis eskalasi pada pasien kanker
stadium lanjut. Delapan puluh satu pasien diberikan dosis harian lapatinib mulai dari 175 sampai
1.800 mg/hari. EKG Serial dikumpulkan untuk mengevaluasi efek lapatinib pada interval QT. Tiga
belas (16%) dari 81 subyek ditemukan memiliki baik QTc>480 ms atau peningkatan QTc>60 ms dari
baseline pada EKG.7
2.5.5.4 Nilotinib
Menurut paket insert, insiden perpanjangan QT adalah 1% sampai 10%, dan sebagai bagian dari
persetujuan untuk nilotinib, FDA telah menetapkan bahwa nilotinib membawa peringatan untuk
perpanjangan QT. Dalam studi fase I dari 119 pasien yang diobati dengan nilotinib, QT Interval
tampaknya meningkat 5 sampai 15 ms; Namun, angka pasti kejadian perpanjangan QT tidak
dilaporkan dalam studi ini. Selain itu, dalam fase II penelitian open-label, 3 (1%) dari 280 pasien

11

memiliki interval QTc 500 ms. Akhirnya, dalam uji coba fase II, peningkatan interval QT >60 ms
didapatkan pada 5 pasien (4%).7
2.5.5.5 Vorinostat
Insiden interval QT yang memanjang dengan vorinostat telah dilaporkan pada 3,5% sampai 6% dari
pasien. Sebuah studi definitif pengaruh vorinostat pada QTc belum pernah dilakukan. Namun, dalam
total 86 pasien CTCL, 3 pasien (3,5%) memiliki perpanjangan QTc. Selain itu, analisis retrospektif dari
3 studi tahap 1 dan 2 studi tahap 2 dilakukan oleh produsen, dan 5 (4,3%) dari 116 pasien yang
diteliti memiliki perpanjangan QT. Pada 49 Pasien non CTCL dari 3 uji klinis yang telah lengkap dalam
evaluasi interval QT, 3 (6%) pasien mengalami Perpanjangan QT. Dari uji coba yang digunakan untuk
menghitung kejadian perpanjangan QT ditemukan dalam paket insert, hanya 1 dari percobaan ini
diterbitkan. Dalam fase IIb sidang dilakukan pada 74 pasien dengan CTCL, perpanjangan QTc tercatat
pada 3 (4%) pasien.7
2.6 Patofisiologi Toksisitas Kardiovaskuler
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa jenis obat kemoterapi memiliki peran penting dalam
pengembangan toksisitas kardiovaskuler. Dengan demikian, mekanisme hipotetis yang terlibat
dalam toksisitas kardiovaskuler terkait kemoterapi adalah :
1) toksisitas seluler langsung , dengan cedera miokard kumulatif, sehingga terjadi baik disfungsi
diastolic dan sistolik
2) efek pada sistem koagulasi, sehingga terjadi kejadian iskemik, thrombogenesis dan toksisitas
pembuluh darah
3) efek arrhythmogenic
4) Efek hipertensi
5) peradangan miokard dan / atau pericardial terkait dengan disfungsi miokard
2.6.1 Efek langsung terhadap jantung
Beberapa obat kemoterapi menginduksi apoptosis atau nekrosis yang cepat, gangguan pertumbuhan
dan penghambatan angiogenesi, atau pengurangan kapasitas perbaikan, tidak hanya pada sel kanker
yang berkembang biak, tetapi juga di otot jantung, yang mengarah ke toksisitas kardiovaskuler.
Anthracyclines, agen kemoterapi yang banyak digunakan, menyebabkan kerusakan mitokondria,
perubahan dalam produksi ATP, dan apoptosis seluler, seiring dengan peningkatan produksi radikal
bebas yang mempengaruhi membran sel. Trastuzumab memberikan efek toksisitas kardiovaskular
secara langsung dengan mempotensiasi efek dari anthracyclines, karena efek pada reseptor ErbB2
yang di ekspresikan pada miokardium, di mana mereka memiliki peran protektif pada fungsi jantung.
Namun sebaliknya, toksisitas kardiovaskuler yang diinduksi taxanes dapat dikaitkan dengan
kerusakan miokard melalui efek pada organel subselular atau pelepasan histamin dalam jumlah
besar, sehingga terjadi gangguan konduksi dan aritmia. 5 Fluorourasil memiliki efek toksik langsung
pada endotel vaskular, menyebabkan spasme koroner dan vasokonstriksi independen endotel
melalui protein kinase C. Namun, dampak kerusakan kardiomiosit secara klinis masih kontroversial,
bersama dengan peran protoonkogen abl dalam timbulnya toksisitas kardiovaskuler.8

12

2.6.2 Efek terhadap sistem koagulasi


Kemoterapi dapat menyebabkan pembekuan darah, trombosis dan kejadian tromboemboli, yang
kemudian menyebabkan iskemia kardiovaskular dan serebrovaskula . Selain itu, kemoterapi dapat
menyebabkan cedera pada lapisan dan pada sel endotel, mengaktifkan cascade koagulasi.
Khususnya cisplatin dapat mengaktifkan agregasi trombosit dan pembentukan tromboksan,
meningkatkan thrombogenesis. Risiko kejadian tromboemboli meningkatkan juga pada pasien
dengan faktor risiko yang telah ada dan pada mereka dengan penyakit kanker yang mengalami
metastasis.8
2.6.3 Efek arritmogenik
Taxanes, pada khususnya paclitaxel, adalah prototipe bat pro - arrhythmogenic, memiliki Efek
chronotropic baik secara tidak langsung melalui pelepasan histamin atau langsung pada Sistem
Purkinje . efek kemoterapi yang paling penting sebagai pro arrhythmogenic adalah pemanjangan
interval QT, yang dapat dijelaskan oleh interaksi obat antikanker dengan saluran HERG K, yang
memungkinkan arus masuk kalium ke dalam sel secara cepat menurun . Fibrilasi atrium merupakan
efek samping arrhythmogenic penting dari kemoterapi, yang dapat memperburuk kondisi pasien
kanker . Ini mungkin disebabkan oleh obat-obatan seperti docetaxeil, 5 - fluorouracil, cisplatin,
etoposid, atau dengan kortikosteroid dosis tinggi, mungkin karena proses peradangan yang terkait,
karena 18,3 % pasien dengan riwayat kanker memiliki atrial fibrilasi dibandingkan dengan 5,6 % dari
mereka tanpa riwayat kanker.8
2.6.4 Efek hipertensi
Hipertensi merupakan efek samping yang umum dari beberapa obat antikanker, seperti pada terapi
antiangiogenic. Mekanisme terkait adalah penghambatan aktivitas NO - synthase, dan penurunan
produksi NO, dengan peningkatan yang signifikan pada vasokonstriksi pembuluh darah perifer serta
resistensi dan tekanan darah. Hipertensi dapat muncul bersamaan dengan kanker, dan kadangkadang dapat diperburuk oleh kemoterapi, dengan efek langsung pada hipertrofi ventrikel dan gagal
jantung.8
2.7 Diagnosis Dini
Saat ini, modalitas yang paling sering digunakan untuk mendeteksi toksisitas kardiovaskuler adalah
pengukuran periodik LVEF dengan menggunakan baik ekokardiografi atau multigated akuisisi
scanning. Untuk saat ini, bagaimanapun, tidak ada pedoman untuk pemantauan toksisitas
kardiovaskuler selama dan setelah terapi antikanker pada orang dewasa, sementara pedoman dalam
onkologi pediatrik masih diperdebatkan. Meskipun beberapa pedoman telah tersedia, tidak ada
yang menentukan seberapa sering, dengan cara apa, atau berapa lama fungsi jantung harus
dipantau selama dan setelah pengobatan kanker. Evaluasi serial LVEF direkomendasikan untuk
pasien yang diobati dengan trastuzumab. Namun, pengukuran LVEF adalah alat yang relatif tidak
sensitif untuk mendeteksi cardiotoxicity pada tahap awal. Hal ini terutama karena tidak ada
perubahan yang cukup besar dalam LVEF terjadi sampai kerusakan miokard mencapai nilai jumlah
kritis, dan gejala klinis hanya muncul setelah mekanisme kompensasi tidak lagi dapat bekerja. Selain
itu, pengukuran LVEF menyajikan sejumlah tantangan terkait untuk kualitas gambar, asumsi
geometri LV, ketergantungan terhadap keahlian. Multiple-gated akuisisi (MUGA) scan dapat
13

mengurangi variabilitas diantara penilai dengan kerugian adanya paparan radioaktif dan informasi
yang terbatas mengenai struktur jantung dan fungsi diastolik. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
adalah dianggap sebagai standar emas untuk evaluasi volume LV, massa dan fungsi. Namun,
kurangnya ketersediaan dan biaya tinggi membatasi penggunaan rutin. Teknik pencitraan USG baru,
seperti echocardiography kontras dan echocardiography tiga dimensi real-time yang memungkinkan
untuk peningkatan akurasi perhitungan LVEF, masih berada di bawah investigasi.8
Dalam dekade terakhir telah muncul pendekatan baru berdasarkan pada penggunaan biomarker
jantung, pada khususnya troponin tertentu, dan telah terbukti menjadi alat yang lebih sensitif dan
lebih spesifik untuk fase paling awal, identifikasi real-time, penilaian dan pemantauan cedera
jantung yang diinduksi antikanker. Data yang kuat menunjukkan bahwa troponin mendeteksi
toksisitas kardiovaskuler yang diinduksi antikanker dalam fase paling awal, jauh sebelum
pengurangan di LVEF telah terjadi. Evaluasi biomarker ini selama kemoterapi dosis tinggi
memungkinkan untuk identifikasi awal pasien berisiko terkena disfungsi jantung, stratifikasi risiko
kejadian jantung setelah kemoterapi dan kesempatan untuk pemberian terapi pencegahan pada
pasien berisiko tinggi. Pada pasien yang diobati dengan trastuzumab, troponin bisa membantu kita
untuk membedakan antara cedera jantung reversibel dan ireversibel dengan mengidentifikasi
nekrosis sel miokard. Pengukuran troponin segera sebelum dan setelah setiap siklus terapi kanker
tampaknya cukup efektif, dan juga dapat diaplikasikan dari penelitian klinis untuk penilaian rutin
dunia nyata.8
2.8 Terapi Disfungsi Ventrikel Kiri yang Diinduksi Obat Antikanker
Semua pasien dengan kanker yang diobati dengan Terapi yang berpotensi cardiotoxic mewakili
kelompok risiko tinggi untuk terjadinya gagal jantung. Penggunaan ACE-I dan BB mungkin sangat
efektif dalam tatalaksana pasien ini. Dilaporkan dalam populasi besar pasien yang menderita
kardiomiopati terinduksi anthracyclin menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan sejak akhir
kemoterapi hingga awal terapi HF (time-to-treatment) dengan ACE-I dan BB apabila dapat
ditoleransi, adalah variabel penting yang menentukan untuk perbaikan disfungsi jantung.
Kemungkinan memperoleh pemulihan LVEF secara sempurna lebih tinggi pada pasien yang
mendapat pengobatan dalam waktu 2 bulan sejak akhir dari kemoterapi. Meskipun data yang
menjanjikan telah diterbitkan, bukti meyakinkan dari studi besar secara acak dan prospektif masih
diperlukan. Pengobatan kardiotoksisitas terkait transtuzumab adalah masalah yang lebih
kontroversial. Sampai saat ini tidak ada rekomendasi berbasis bukti untuk pengobatan pasien yang
menderita disfungsi jantung setelah terapi trastuzumab. Bukti yang mendukung penggunaan ACE-I
dan BB dalam kondisi ini terbatas pada beberapa kasus. Walapun bukti-bukti yang ada menjanjikan,
mekanisme potensi ACE-I dan BB dalam meningkatkan LVEF di pasien yang menerima trastuzumab
masih belum jelas.5
2.8. 1 Pencegahan disfungsi ventrikel kiri terinduksi obat antikanker
Menurut American College of Cardiology dan Pedoman American Heart Association , pasien yang
menerima kemoterapi dapat dianggap sebagai kelompok gagal jantung tahap A , yaitu mereka
dengan peningkatan risiko mengalami disfungsi jantung. Carvedilol dapat mencegah kerusakan
jantung yang disebabkan oleh doxorubicin karena memiliki aktivitas antioksidan. Pengaruh carvedilol
dikonfirmasi dalam penelitian secara acak di mana penggunaan profilaksis carvedilol pada populasi
kecil pasien yang diobati dengan anthracycline dapat mencegah disfungsi ventrikel kiri dan
14

mengurangi kematian. Nakamae et al telah menunjukkan bahwa valsartan, angiotensin receptor


blocker (ARB), yang diberikan bersamaan dengan regimen yang mengandung anthracycline dapat
mencegah kerusakan jantung. Deksrazoksan, agen kelasi besi, secara signifikan mengurangi
toksisitas kardiovaskuler terkait anthracyclin pada orang dewasa dengan berbagai tumor padat dan
pada anak-anak dengan akut leukemia lymphoblastic dan Ewing sarcoma. Deksrazoksan tidak secara
rutin digunakan dalam praktek klinis dan itu hanya direkomendasikan sebagai cardioprotectant oleh
American Society of Clinical Oncology untuk pasien dengan Kanker payudara metastatik yang telah
menerima lebih dari 300 mg/m2 doxorubicin.5
2.8.2 Tatalaksana toksisitas kardiovaskuler transtuzumab
Manajemen toksisitas kardiovaskuler terkait trastuzumab memiliki dua aspek yang berbeda :
penghentian terapi trastuzumab dan pengobatan disfungsi jantung. Aturan penghentian dan mulai
ulang yang digunakan dalam studi adjuvant efektif dan direkomendasikan, dengan beberapa
modifikasi mengenai rekomendasi untuk konsultasi kardiologi atau pengobatan disfungsi jantung
(atau keduanya) jika diperlukan. Disfungsi ventrikel kiri bergejala harus ditatalaksana dengan
pengobatan gagal jantung5 :

Semua pasien dengan HF dan LVEF < 40 % harus diobati dengan ACE - I dalam kombinasi
dengan BB kecuali ada kontraindikasi tertentu [I, A].
Beberapa anggota panel juga merasa bahwa, untuk mencegah perburukan lebih lanjut dari
LVEF atau klinis gagal jantung, ACE -I harus dipertimbangkan jika LVEF pasien adalah antara
40 % dan 50 %.

LVD asimtomatik harus di tatalaksana apabila5 :

ACE - Is harus digunakan pada semua pasien tanpa gejala dengan LVD dan fraksi ejeksi < 40
% [ I, A untuk ejeksi fraksi < 35 % ; I, B untuk fraksi ejeksi 35 % -40 %].
Juga, ACE -I harus dipertimbangkan jika LVEF <50 %.
BB harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri asimtomatik
dan LVEF < 40 % [ jika sebelumnya menderita miokard infark I, B ; jika tidak ada infark
miokard II , C ].

Rekomendasi klinis terkait ischemia akibat infus antimetabolit atau paclitaxel5 :

Evaluasi Dasar EKG dianjurkan [III/IV, A].


Pemantauan tanda penting yang sering dianjurkan selama kemoterapi agen infus , terutama
dengan 5 - FU atau paclitaxel [III/IV, A ].
Pemantauan BNB dan troponin I harus direkomendasikan pada pasien dengan riwayat
iskemia jantung dari anamnesis [III/IV, C].
Sebuah keputusan bersama harus dibuat apakah penilaian jantung lebih lanjut (misalnya
stress testing dan angiografi koroner) dibutuhkan dan apakah manfaat melanjutkan terapi
dengan perawatan suportif yang agresif lebih besar daripada risiko.

15

Rekomendasi klinis terkait hipertensi5

Individu harus dianggap berisiko apabila : sistolik BP 160 mmHg atau diastolik BP 100
mmHg; diabetes mellitus; Riwayat penyakit cardiovaskuler sebelumnya termasuk riwayat
stroke iskemik, pendarahan otak atau serangan iskemik transient; infark miokard, angina,
revaskularisasi koroner, atau gagal jantung; penyakit arteri perifer; kerusakan organ subklinis
yang sebelumnya didokumentasikan oleh ECG atau echocardiogram yang menggambarkan
hipertrofi ventrikel kiri; merokok; dislipidemia.
Pengulangan pengukuran BP direkomendasikan.
Manajemen agresif BP peningkatan dianjurkan untuk mencegah komplikasi yang
memperberat gejala klinis.
Tidak ada pedoman berdasarkan bukti untuk tindak lanjut echocardiograms pada pasien
tanpa gejala yang menerima agen antiangiogenic.

Rekomendasi klinis terkait pemanjangan interval QT5

Pasien dengan riwayat QT perpanjangan interval , pasien yang mengambil antiaritmia , atau
pasien dengan penyakit kardiovaskuler yang sesuai, bradikardia , disfungsi tiroid atau
gangguan elektrolit harus dipantau. Pemantauan berkala dengan EKG dan pemeriksaan
elektrolit harus dipertimbangkan.5

16

Gambar 1. Alogaritma manajemen totoksisitas kardiovaskuler pada pasien yang


mendapat terapi anthracyclin5

17

Gambar 2. Alogaritma Pemberian atau Penghentian Terapi Transtuzumab


Berdasarkan Penilaian LVEF5

18

2.9 Pernyataan Pedoman Tatalaksana Toksisitas Kardiovaskuler


2.9.1 Evaluasi kardiovaskuler sebelum trapi antikanker dengan potensi toksisitas kardiovaskuler
reversibel (tipe 1) atau irreversibel (tipe 2)5
Pernyataan Guidelines
evaluasi awal
Pasien yang menjalani kemoterapi harus memiliki evaluasi klinis yang
cermat, penilaian faktor risiko CV dan komorbiditas. Perhatian yang
ketat harus diberikan komorbiditas pasien, khususnya penyakit arteri
koroner dan hipertensi, pada pasien yang menerima agen
multitarget, dan komorbiditas ini harus dikelola dengan adekuat
sebelum dan selama terapi
Pasien harus dipertimbangkan memiliki risiko toksisitas
kardiovaskular jika mereka memiliki riwayat paparan dosis kumulatif
anthracyclines sebagaimana ditentukan di bawah ini :
Doxorubicin >500 mg/m2
Liposomal doxorubicin >900 mg/m2
Epirubicin >720 mg/m2
Mitoxantrone >120 mg/m2
Idarubicin >90 mg/m2
Penilaian LVEF adalah wajib sebagai evaluasi awal fungsi jantung
sebelum pengobatan kanker yang berpotensi potensi memiliki
toksisitas kardiovaskuler
Rekaman EKG standar 12 - lead harus dilakukan. Interval QT harus
dikoreksi untuk denyut jantung (QTc) dengan Rumus Bazett
(QTc = QT / RR)
Echocardiography adalah prosedur standar untuk penilaian awal
struktur jantung, kinerja dan hemodinamik. Multiple gated evaluation
(MUGA) scan dapat mengurangi variabilitas interobserver dengan
kerugian antara lain paparan radioaktivitas dan informasi yang
terbatas dari pada struktur jantung dan fungsi diastolik. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) adalah metode lain yang digunakan untuk
mengevaluasi fungsi miokard. Resolusi spasial lebih tinggi
dibandingkan dengan echocardiography , tetapi resolusi temporal
adalah lebih rendah.
Penilaian dengan USG seharusnya dapat memberikan gambaran 2D
atau 3D dari parasternal long- dan short-axis pada apical four- dan
two-chamber long-axis ventrikel kiri. Untuk analisis fungsi diastolik,
beberapa parameter berikut harus diukur : rasio kecepatan aliran
puncak awal untuk kecepatan aliran puncak atrium (E/A rasio; Nilai
normal > 1), waktu perlambatan aliran puncak awal (DT, nilai normal
< 220 ms) dan waktu relaksasi isovolumic (IVRT, nilai yang normal <
100 ms). Diameter ventrikel kiri akhir diastolik (normal
nilai , 47 4 mm) harus diukur untuk menguji dilatasi ventrikel
Biomarker jantung seperti troponin dan brain natriuretik peptide
(BNP), dan neutrofil glucosaminidaseassociated lipocalin sebagai
penanda cedera ginjal, dapat diharapkan akan meningkat dengan
adanya toksisitas kardiovaskuler yang signifikan. Meskipun belum
ditetapkan apakah pemantauan rutin biomarker tersebut berguna

Level of
Evidence

Grade of
recommendation

sA

III

19

dalam memprediksi toksisitas kardiovaskuler, dan masih perlu


diperiksa dalam studi prospektif, ada latar belakang yang kuat untuk
menggunakannya pada praktek klinis tertentu
optimalisasi pengobatan pada kardiomiopati yang sudah ada
sebelumnya: BB dan ACE inhibitor pada kondisi yang sesuai,
memaksimalkan terapi medis untuk pasien dengan penyakit arteri
koroner, revaskularisasi koroner dilakukan jika secara klinis sesuai
Untuk meminimalkan toksisitas kardiovaskuler, penggunaan liposom
- encapsulated doxorubicin dan penggunaan regimen obat
kardioprotektif yang sesuai (seperti deksrazoksan, BB, ACE
inhibitor,AT1 - antagonis) harus dipertimbangkan dan
direncanakan pada semua pasien yang berisiko tinggi mengalami
toksisitas kardiovaskuler

III

2.9.2 Pemantauan kardiovaskuer selama dan setelah pengobatan antikanker dengan potensi
toksisitas kardiovaskuler non - reversibel ( Tipe I ) atau reversibel ( tipe II )5
Pernyataan Guidelines
Pasien yang menerima anthracyclines dan / atau trastuzumab sebagai
ajuvan harus melakukan pemantauan fungsi jantung serial pada awal,
3, 6 dan 9 bulan selama pengobatan, dan kemudian pada 12 dan 18
bulan setelah memulai pengobatan. Pemantauan harus diulang
selama atau setelah pengobatan apabila secara klinis diperlukan.
Data yang tersedia untuk pasien usia lanjut masih terbatas :
peningkatan kewaspadaan dianjurkan untuk pasien berusia 60
tahun
Untuk pasien yang diobati untuk penyakit kanker metastasis : LVEF
harus dipantau pada awal dan kemudian tidak rutin apabila tidak ada
gejala
Konsentrasi Troponin I atau BNP tampaknya dapat mengidentifikasi
pasien yang berisiko mengalami toksisitas kardiovaskuler, khususnya
pada kasus pemberian agen tipe I (seperti anthracyclines). Melakukan
penilaian dasar dari konsentrasi biomarker dan pengukuran periodik
selama terapi (setiap siklus) dapat mengidentifikasi pasien yang
membutuhkan penilaian jantung lebih lanjut
Penilaian fungsi jantung dianjurkan 4 dan 10 tahun setelah terapi
anthracycline pada pasien yang dirawatdengan usiai <15 tahun, atau
bahkan pada usia >15 tahun tetapi dengan dosis kumulatif
doxorubicin > 240 mg / m2 atau epirubicin > 360 mg / m2
Penurunan LVEF dari 15 % dari baseline dengan fungsi normal (LFEV
50 %) merupakan indikasi untuk melanjutkan anthracyclines
dan/atau trastuzumab. Penurunan LVEF hingga < 50 % selama
pemberian rejimen yang mengandung anthracyclines memerlukan
penilaian ulang setelah 3 minggu. Jika teklah dikonfirmasi, tunda
kemoterapi, pertimbangkan terapi untuk LVD serta pemeriksaan
klinis dan ekokardiografi lebih lanjut. Dalam kasus penurunan LVEF
hingga <40 % hentikan kemoterapi, pertimbangkan alternatif lain
tatalaksana LVD

Level of
Evidence

Grade of
recommendation

II

III

II

II

20

penurunan LVEF hingga <50% selama terapi trastuzumab (pasca


anthracyclines) memerlukan penilaian ulang setelah 3 minggu. Jika
telah dikonfirmasi, lanjutkan trastuzumab dan mempertimbangkan
terapi untuk LVD dan pemeriksaan klinis serta ekokardiografi lebih
sering. Dalam kasus penurunan LVEF hingga < 40 % hentikan
trastuzumab dan tatalaksana LVD
Perawatan medis agresif pasien seperti diatas, bahkan tanpa gejala,
yang menunjukkan LVD pada pemeriksaan echocardiografi setelah
Terapi anthracycline adalah wajib, terutama jika jenis kanker bisa
memiliki harapan hidup jangka; lebih cepat terapi yang terdiri dari
ACE inhibitor, b- blocker dan terapi HF dimulai (dalam waktu 2 bulan
dari akhir terapi anthracycline), akan semakin baik respons
terapeutiknya

II

II

2.9.3 Tatalaksana disfungsi ventrikel kiri akibat toksisitas kardiovaskuler reversibel (tipe 1) atau
irreversibel (tipe 2)5
Pernyataan Guidelines
Pada pasien dengan toksisitas kardiovaskuler subklinis yang
disebabkan oleh agen Type I, yang diidentifikasi dengan peningkatan
troponin jantung, pengobatan dengan inhibitor ACE (enalapril) dapat
mencegah penurunan LVEF dan cardiac event yang berhubungan
Pasien yang mengalami disfungsi jantung selama atau setelah
pengobatan dengan agen Type II (trastuzumab) tanpa adanya
pemberian anthracyclines dapat diamati jika mereka tetap
asimtomatik dan LVEF tetap 40 %. LVEF yang rendah dan
penurunan terus-menerus atau munculnya gejala lebih lanjut harus
memicu diskusi risiko dan manfaat dengan ahli onkologi yang
menangani, serta pertimbangan untuk pengobatan farmakologis
jantung
Pasien yang mengalami LVD harus ditangani dengan terapi HF
berbasis pedoman standar seperti pasien HF yang lain.

Level of
Evidence

Grade of
recommendation

II

II

II

21

Anda mungkin juga menyukai