Anda di halaman 1dari 4

TINJAUAN PUSTAKA

Good Corporate Governance


Menurut Zarkasyi (2008), Good Corporate Governance (GCG) adalah suatu sistem (input,
proses, dan output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang
berkepentingan terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan
dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. Penerapan GCG bertujuan untuk meningkatkan
nilai pemegang saham dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya. Dalam
penerapannya, perusahaan harus berpegang pada prinsip GCG sesuai dengan pedoman umum yang
dikemukakan oleh KNKG yaitu transparency, accountability, responsibility, independence, dan
fairness. Prinsip tersebut berkaitan dengan etika bisnis yang dijalankan perusahaan. Jika etika bisnis
yang dijalankan tidak sesuai maka berpotensi menimbulkan praktik bisnis tidak etis yang dapat
meruntuhkan kepercayaan para stakeholder. Oleh karena itu, untuk menciptakan tata kelola
perusahaan yang sesuai dengan prinsip GCG diperlukan rancangan dan implementasi operasional
yang efektif.

Corporate Governance Perception Index


Corporate Governance Perception Index (CGPI) adalah program riset dan pemeringkatan
penerapan tata kelola perusahaan yang baik pada perusahaan public dan BUMN di Indonesia.
Program CGPI diselenggarakan oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) sejak
tahun 2001 bekerja sama dengan majalah SWA sebagai mitra media publikasi. Pelaksanaan CGPI
dirancang untuk mendorong perusahaan meningkatkan kualitas penerapan konsep corporate
governance melalui perbaikan yang berkesinambungan dengan melaksanakan evaluasi dan melakukan
patokbanding (benchmarking) (IICG 2013). Pelaksanaan CGPI setiap tahunnya mengusung tema yang
berbeda-beda. Ada empat tahapan penilaian dalam CGPI yaitu self assessment, kelengkapan
dokumen, penyusunan makalah, dan observasi. Dari hasil penilaian keempat tahapan tersebut,
didapatkan skor CGPI. Pemberian skor CGPI terbagi ke dalam tiga level pemeringkatan. Peringkat
pertama dengan predikat sangat terpercaya skor 85-100. Peringkat kedua dengan predikat
terpercaya skor 70-84. Peringkat terakhir dengan predikat cukup terpercaya skor 55-69. Skor
CGPI dapat menunjukkan kesungguhan dewan komisaris dan direksi dalam menciptakan suasana
kondusif agar para anggota perusahaan bertindak jujur, menepati janji, serta menjunjung tinggi tata
nilai dan norma yang selaras dengan prinsip GCG dalam upaya mewujudkan bisnis yang beretika dan
bermartabat (SWA 2011).

Corporate Financial Performance


Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu
perusahaan menggunakan aturan-aturan pelaksanan keuangan secara baik dan benar. Kinerja
keuangan juga digunakan untuk melakukan evaluasi untuk menilai kinerja masa lalu, dan perediksi
untuk melihat prospek masa depan (Fahmi 2012). Hasil evaluasi dan prediksi tersebut akan
menghasilkan suatu informasi mengenai mutu perusahaan yang berguna baik bagi perusahaan,
investor, pemerintah, dan pihak yang berkepentingan lainnya. Bagi perusahaan hasil evaluasi dan
prediksi tersebut digunakan untuk menilai kinerja internal perusahaan, misalnya apakah kinerja
seluruh karyawan sudah maksimal dalam melakasanan kegiatan operasional perusahaan, apakah

tujuan perusahaan telah tercapai dan dapat digunakan sebagai pedoman untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerja perusahaan.
Salah satu metode yang sering digunakan untuk mengukur kinerja keuangan adalah melalui
analisis rasio keuangan (Munawir 2007). Menurut Keown et al. (2004), rasio keuangan adalah alat
utama untuk menganalisis keuangan. Rasio tersebut memberikan dua (2) cara, bagaimana membuat
perbandingan dan data keuangan perusahaan, yang berarti (1) dapat meneliti rasio antar waktu untuk
meneliti arah pergerakannya dan (2) dapat membandingkan rasio perusahaan dengan rasio perusahaan
lainnya. Analisis laporan keuangan yang biasa digunakan menurut Hanafi dan Halim (2007) adalah
rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio profitabilitas dan rasio penilaian.
Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang menggambarkan keberhasilan perusahaan di dalam
menghasilkan keuntungan (Fahmi 2012), yang terdiri dari :
a) Net Profit Margin (NPM)
NPM merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan net
income (laba bersih) dari kegiatan operasi pokoknya, atau disebut tingkat kemampulabaan
suatu perusahaan.
b) Return on Asset (ROA)
ROA merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba
bersih atas total total aset yang dimiliki perusahaan dan mengindikasi perusahaan
menggunakan seluruh aset yang tersedia dengan baik. ROA digunakan untuk mengevaluasi
aktivitas keseluruhan perusahaan.
c) Return on Equity (ROE)
ROE mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola ekuitas yang ada untuk
mendapatkan laba bersih. ROE menunjukkan efektivitas dan efisiensi pemakaian modal untuk
menghasilkan laba. ROE berhubungan langsung dengan kekayaan pemegang saham.
Rasio Likuiditas
Menurut Fahmi (2012), rasio likuiditas merupakan kemampuan suatu perusahaan memenuhi
kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu. Contohnya membayar listrik, telefon, gaji karyawan,
air, gaji teknisi, gaji lembur dan sebagainya. Rasio likuiditas sering disebut short term liquidity.
Likuiditas tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga
berkaitan dengan kemampuan mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas. Rasio-rasio ini
dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja, yaitu pos-pos aktiva lancar dan hutang
lancar. Dengan demikian rasio likuiditas berpengaruh dengan kinerja keuangan perusahaan, sehingga
rasio ini memiliki hubungan dengan harga saham perusahaan (Riyanto 2008). Rasio likuiditas secara
umum ada dua, yaitu rasio lancar (current ratio) adalah ukuran yang umum digunakan atas solvensi
jangka pendek, kemampuan suatu perusahaan memenuhi kebutuhan utang ketika jatuh tempo. Harus
dipahami bahwa penggunaan current ratio dalam menganalisis laporan keuangan hanya mampu
memberi analisa secara kasar, maka perlu adanya dukungan analisis secara kualitatif yang lebih
komprehensif, sehingga sebaiknya menggunakan quick ratio atau rasio cepat. Quick ratio adalah
ukuran uji solvesi jangka pendek yang lebih teliti daripada rasio lancar, karena pembilangnya
mengeliminasi persediaan yang dianggap aktiva lancar yang sedikit tidak likuid dan kemungkinan
menjadi sumber kerugian. Standar yang berlaku untuk menentukan apakah suatu perusahaan memiliki
quick ratio baik adalah lebih dari 100% Fahmi (2012).

Harga Saham
Saham adalah tanda bukti penyertaan kepemilikan modal atau dana pada suatu perusahaan.
Harga saham pada suatu perusahaan mencerminkan nilai saham perusahaan tersebut. Harga saham
yang tinggi akan memberikan keuntungan lebih bagi para pemegang saham berupa peningkatan
dividen atau pembagian hasil dan citra yang baik bagi perusahaan sehingga akan memudahkan
perusahaan dalam mendapatkan masukan dana. Namun, harga saham dari waktu ke waktu selalu
mengalami fluktuasi. Fluktuasi harga saham dapat dipengaruhi oleh beberapa kondisi yaitu kondisi
makro dan mikro ekonomi, kebijakan perusahaan, kinerja perusahaan, risiko sistematis, dan efek
psikologi pasar (Fahmi 2012).

Penelitian Terdahulu
Penelitian Peni dan Vahama (2012), Did Good Corporate Governance Improve Bank
Performance during the Financial Crisis, menemukan bahwa bank dengan mekanisme tata kelola
yang kuat mempuyai profitabilitas yang lebih tinggi dalam tahun 2008. Tata kelola yang baik
mungkin dapat memoderasi dampak buruk dari krisis finansial pada kinerja keuangannya. Hasil
penelitian juga mengindikasikan implementasi tata kelola yang kuat mungkin mempunyai efek negatif
pada valuasi pasar saham di bank selama krisis. Sehingga penemuan pada penelitian in tata kelola
yang baik tidak menciptakan nilai bagi shareholder di industri perbankan selama pasar melemah.
Namun GCG dapat mengurangi efek buruk krisis pada kredibilitas bank.
Penelitian Amba, dengan judul Corporate Governance and Firms Financial Performance,
penelitian ini bertujuan melihat pengaruh variabel corporate governance pada kinerja keuangannya.
Variabelnya adalah CEO-duality, chairman of audit committe, proporsi pada non-executive director,
stuktur kepemilikan terpusat, institutional investor, gearing ratio pada kinerja keuangan perusahaan
(ROA). Hasil penelitian menemukan variabel tata kelola berpengaruh pada kinerja perusahaan. CEOduality mempunyai pengaruh negatif pada ROA, menciptakan biaya agensi tambahan dan
mmengurangi kinerja. Selain itu proporsi pada non-executive director dan leverage berpengaruh
negatif sedangkan chairman of audit committe, proporsi institutional investor berpengaruh positif
pada kinerja keuangan.
Selanjutanya Ahmad et al. (2014) berjudul an Exploration of Corporate Governance and its
Relation With Financial Performance: a Case Study from Banking Institutions of Pakistan. Hasil
penelitian menemukan hubungan positif antara tata kelola dengan kinerja perusahaan dimana board
size dan board composition yang efektif dapat meningkatkan kinerjanya. Penelitian dilakukan pada
bank-bank di Pakistan.
Penelitian Toudas dan Bellas (2014) dengan judul Corporate Governance and its Effect on
Firm Value and Stock Returns of Listed Companies on the Athens Stock Exchange. Penelitian
bertujuan melihat hubungan antara corporate governance dengan tingkat pengembalian yang
diharapkan sebagaimana pada pengembalian historis. Penelitian ini menggagasi index of corporate
governance mengukur kualitas implementasi GCG pada perusahaan yang terdaftar di Athen Stock
Exchange (ASE). Hasil penelitian menemukan CG tidak membuat atau tidak mengontrol abnormal
return pada perusahaan di ASE.
Koerniadi et al. (2013), Corporate Governance and the Variability of Stock Returns, bertujuan
menganalisis pengaruh level CG pada perusahaan terhadap risiko pada pengembalian saham
perusahaan. Penelitian menggunakan analisis regresi. Hasil penemuan menunjukkan perusahaan
dengan CG yang baik mempunyai tingkat risiko yang lebih rendah, ceteris paribus. Hasil
mengindikasi aspek CG seperti board composition, shareholder rights dan disclosure practise

berasosiasi pada tingkat risiko yang lebih rendah. Implikasinya yaitu perusahaan dengan CG yang
baik mempunyai risiko idiosyncratic lebih rendah dan pengurangan ini juga terjadi pada pengurangan
biaya agensi dan risiko informasi.

Perumusan Hipotesis

H0: GCG tidak berpengaruh nyata terhadap CFP pada perusahaan di JII.
H1: GCG berpengaruh nyata terhadap CFP pada perusahaan di JII.
H0: GCG tidak berpengaruh nyata terhadap harga saham pada perusahaan di JII.
H2: GCG berpengaruh nyata terhadap harga saham pada perusahaan di JII.
H0: CFP tidak berpengaruh nyata terhadap harga saham pada perusahaan di JII.
H3: CFP berpengaruh nyata terhadap harga saham pada perusahaan di JII.

Anda mungkin juga menyukai