PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pre eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Kejadian
pre eklampsia menduduki urutan nomor 2 dengan persentase 24% dari angka kematian
ibu di Indonesia. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk
melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu
target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5,
meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah
mengurangi sampai risiko jumlah kematian ibu. Dari survei yang dilakukan AKI
telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk
mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen
dan usaha keras (Depkes RI, 2010).
Menurut Depkes RI (2010), angka kematian ibu melahirkan di Indonesia saat ini
tergolong masih cukup tinggi yaitu mencapai 228 per 100.000 kelahiran. Walaupun
sebelumnya Indonesia telah mampu melakukan penurunan dari angka 300 per 100.000
kelahiran pada tahun 2004. Padahal berdasarkan Sasaran Pembangunan Milenium atau
Millenium Development Goal (MDGs), kematian ibu melahirkan ditetapkan pada angka
103 per 100.000 kelahiran pada tahun 2015. Masalah AKI di Indonesia masih cukup
tinggi dari Asia. Berdasarkan persentase penyebab kematian ibu melahirkan,
perdarahan merupakan penyebab terbesar kematian ibu melahirkan denganj persentase
28%, penyebab kedua adalah hipertensi saat hamil atau pre eklampsia dengan
persentase 24%, penyebab ketiga dikarenakan infeksi saat melahirkan dan lain-lain
yang merupakan penyakit penyerta saat kehamilan maupun persalinan dengan
persentase 11%. Penyebab lain adalah komplikasi masa puerperium dengan persentase
8%. Selain itu, masih ada penyebab lain seperti persalinan lama atau macet dan abortus
dengan persentase 5%, dan penyebab lain karena terjadinya emboli obat sebanyak 3%
(survei SDKI 2007).
Tingginya angka kematian ibu akibat pre eklamsia dan eklamsia menuntut
peranan tenaga kesehatan dalam mencegah komplikasi dari terjadinya pre eklamsia.
Tenaga kesehatan khususnya perawat harus mampu melakukan perawatan yang tepat
terhadap ibu pre eklamsia sehingga kejadian pre eklamsia dapat ditangani dengan cepat
dan tepat. Hal tersebut akan lebih baik apabila pre eklamsia dapat ditangani sampai
sebelum ibu akan melakukan proses persalinan sehingga ibu dapat melahirkan dalam
kondisi dan partus normal tanpa adanya komplikasi persalinan. Oleh karena itu,
dilakukan penyusunan laporan pendahuluan tentang post partum dengan pre eklamsia,
supaya mahasiswa memahami tentang bagaimana konsep dasar dan pemberian asuhan
keperawatan terhadap pasien post partum dengan pre eklamsia.
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Pre Eklamsi Berat (PEB)
2.1 Pengertian
Pre eklamsia merupakan penyakit khas akibat kehamilan yang memperlihatkan
gejala trias (hipertensi, edema, dan proteinuria), kadang-kadang hanya hipertensi dan
edema atau hipertensi dan proteinuria (dua gejala dari trias dan satu gejala yang harus
ada yaitu hipertensi).
Menurut Mansjoer (2000), pre eklamsia merupakan timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan.
Pre eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi
terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah
normal dan diartikan juga sebagai penyakit vasospastik yang melibatkan banyak sistem
dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuria (Bobak, Lowdermilk, &
Jensen, 2005).
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
a. Pre eklamsia ringan
Pre eklamsia ringan ditandai dengan:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi baseline (tensi
sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara
pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1
jam, atau berada dalam interval 4-6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg atau lebih
dalam seminggu.
3) Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada urin
kateter atau midstream (aliran tengah).
b. Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
4) Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau penglihatan, dan
rasa nyeri pada epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis
6) Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik.
7) Perdarahan pada retina.
g. Hipertensi kronik.
h. Diabetes mellitus.
i.
j.
Mola hidatidosa.
Pemuaian uterus yang berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan ganda atau
polihidramnion (14-20%).
k. Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan eklamsia (ibu dan saudara perempuan).
l.
Hidrofetalis.
2.3 Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan
akan
memunculkan
diagnosa
keperawatan
gangguan
eliminasi
urin.
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia tergantung pada
derajat pre eklamsia yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi pre eklamsia
antara lain:
a. Komplikasi pada Ibu
1) Eklamsia.
2) Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak dan gagal
jantung mendadak yang berakibat pada kematian ibu.
3) Gangguan fungsi hati: Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated, Liver, Enzymes and
Low Plateleted) dan hemolisis yang dapat menyebabkan ikterik. Sindrom HELLP
merupakan singkatan dari hemolisis (pecahnya sel darah merah), meningkatnya
enzim hati, serta rendahnya jumlah platelet/trombosit darah. HELLP syndrome
dapat secara cepat mengancam kehamilan yang ditandai dengan terjadinya
hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan hitung trombosit rendah. Gejalanya
4)
5)
6)
7)
yaitu mual, muntah, nyeri kepala, dan nyeri perut bagian kanan atas.
Solutio plasenta.
Hipofebrinogemia yang berakibat perdarahan.
Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria.
Perdarahan atau ablasio retina yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan
untuk sementara.
8) Aspirasi dan edema paru-paru yang dapat mengganggu pernafasan.
9) Cedera fisik karena lidah tergigit, terbentur atau terjatuuh dari tempat tidur saat
serangan kejang.
10) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau kelainan pembekuan
darah.
b. Komplikasi pada Janin
1) Hipoksia karena solustio plasenta.
2) Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus sehingga terjadi peningkatan
angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
3) Asfiksia mendadak atau asfiksia neonatorum karena spasme pembuluh darah dan
dapat menyebabkan kematian janin (IUFD).
4) Lahir prematur dengan risiko HMD (Hyalin Membran Disease).
2.7 Penatalaksanaan
a. Pencegahan atau Tindakan preventif
1) Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti, mengenali tandatanda sedini mungkin (pre-eklamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup
supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
1) Umur biasanya sering terjadi pada primigravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah, adanya
edema, pusing, nyeri epigastrium, mual, muntah, penglihatan kabur, pertambahan
berat badan yang berlebihan yaitu naik > 1 kg/minggu, pembengkakan ditungkai,
muka, dan bagian tubuh lainnya, dan urin keruh dan atau sedikit (pada pre
eklamsia berat < 400 ml/24 jam).
3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,
hipertensi kronik, DM.
4) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta
riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
6) Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan,
oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
b) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, dan lokasi edema.
c) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM jika
refleks positif.
d) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress.
Selain itu, untuk pre eklamsia ringan tekanan darah pasien > 140/90 mmHg
atau peningkatan sistolik > 30 mmHg dan diastolik > 15 mmHg dari tekanan
biasa (base line level/tekanan darah sebelum usia kehamilan 20 minggu).
Sedangkan untuk pre eklamsia berat tekanan darah sistolik > 160 mmHg, dan
atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 4-6 jam
b) Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau lebih dan +1 hingga +2 pada skala kualitatif),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatinin meningkat,
c)
d)
e)
f)
terjadinya
vasospasme
DAFTAR PUSTAKA