Siti Robiah adalah mahasiswa Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang. Artikel ini diangkat
dari Skripsi Sarjana, Universitas Negeri Malang, 2012.
2
Dawud adalah dosen pembimbing I, dosen Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang.
2
Kusubakti Andajani adalah dosen pembimbing II, dosen Fakultas Sastra, Universitas Negeri
Malang.
METODE
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi
kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan penelitian ini adalah (1)
observasi, (2) perekaman, (3) pencatatan lapangan, dan (4) wawancara. Instrumen
penelitian yang digunakan adalah pedoman observasi dan pedoman wawancara.
Kedua pedoman ini telah diuji oleh ahli yang bersangkutan. Data berupa tuturan
dan perilaku yang telah selesai dikumpulkan dalam bentuk audio visual pada
wacana komunikasi yang dilakukan guru dengan siswa autis kelas IV SD di
Sekolah Autisme Laboratorium Universitas Negeri Malang. Sumber data
penelitian ini adalah seorang guru dan dua siswa autis kelas IV SD di Sekolah
Autisme Laboratorium Universitas Negeri Malang.
Data yang diperoleh dianalisis dengan tiga tahap, yaitu mereduksi data,
mengodekan data, dan tahap verifikasi data. Pada tahap mereduksi data, tahapan
yang dilakukan yaitu merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dengan memberikan kode pada
aspek-aspek tertentu. Tahap mengodekan data yaitu memberikan tanda atau kode
sesuai dengan rumusan pada data yang telah dipilah-pilah dan pengklasifikasian
terhadap rumusan kode pada data yang telah dipilah-pilah. Tahap terakhir yaitu
tahap penyajian data.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini dipaparkan sebagai berikut. Bentuk komunikasi guru
dengan siswa autis kelas IV SD terbagi menjadi dua kategori, yaitu (a) verbal
dengan kategori asertif, direktif, ekspresif, dan komisif, dan (b) nonverbal dengan
dua jenis, yaitu isyarat dan tindakan yang mempunyai kategori, yaitu isyarat
asertif, isyarat direktif, dan tindakan direktif. Terdapat fungsi komunikasi guru
dengan siswa autis kelas IV SD, yaitu memerintah, menegaskan, menyetujui,
menanyakan, menolak, menyatakan sesuatu, dan mengungkapkan. Ditemukan tiga
hambatan komunikasi guru dengan siswa autis kelas IV SD, yaitu
ketidakselarasan keinginan guru dengan kemampuan intelektual siswa,
ketidakseimbangan pilihan kata guru dengan kemampuan intelektual siswa, dan
ketidaksesuaian keinginan guru dengan kondisi emosi siswa.
PEMBAHASAN
Bentuk Komunikasi Guru dengan Siswa Autis Kelas IV SD
Bentuk komunikasi ini memiliki dua macam, yaitu verbal dan nonverbal.
Bentuk komunikasi verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran dan
perasaan. Komunikasi verbal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan
berbagai aspek realitas individual (Mulyana, 2009). Bentuk komunikasi ini baik
diikuti oleh tindakan atau isyarat atau pun verbal secara utuh. Bentuk komunikasi
verbal tersebut ditemukan empat kategori, yaitu (1) asertif, (2) direktif, (3) asertif,
dan (4) komisif.
Bentuk komunikasi asertif dinyatakan oleh komunikator jika pernyataan
komunikan dan komunikator mempunyai pendapat yang sama. Sejalan dengan hal
tersebut, dalam P02 unit percakapan (307), guru menjelaskan suatu pernyataan
dan hal itu disetujui atau dibenarkan oleh siswa.
P02
G
S2
G
S2
: O..leng. (04)
: Heem. (05)
Yang keras suaranya! (06)
: Go..song. (07)
: Heeh. Sek, stop dulu! (08)
: Ini, ini. (menunjukkan lembaran buku yang hendak difotokopi) (09)
: Dua kali. (10)
: Ini juga dua kali. (memberi isyarat tangan dua kali dengan mengacungkan dua jari)
(11)
S2
: Dua kali juga. Di atas. (12)
G
: Iya. (13)
G
: Yang keras, yang keras! (mengangkat dagu siswa) (14)
Lo..? (15)
G
: Lo? (16)
S1
: Lo..rong.. (memandang guru) (17)
G
: (mengangguk menandakan benar apa yang diucapkan siswa) (18)
(D12/P04)
Konteks : Guru menyetujui atau membenarkan pernyataan siswa mengenai cara membaca teks.
G
Guru menuntun siswanya membaca teks yang ada pada buku teks.
Selanjutnya pada tuturan ke (17), siswa meminta persetujuan guru untuk
membenarkan bacaannya dengan ekspresi memandang guru setelah membaca teks
tersebut. Sehingga pada tuturan (18), guru memberikan pernyataan persetujuan
atas pernyataan yang disampaikan siswa melalui bentuk nonverbal yakni dengan
menganggukan kepala menandakan kebenaran yang dikatakan oleh siswa. Hal ini
sejalan dengan pendapat Hanafi (1984) yang mengatakan bahwa salah satu bentuk
komunikasi adalah bentuk komunikasi nonverbal. Sejalan pula dengan bentuk
komunikasi direktif, bentuk komunikasi ini menghasilkan suatu efek berupa
tindakan yang dilakukan petutur atau komunikan (Leech, 1993). Perbedaannya
adalah pernyataan tersebut ada dalam bentuk nonverbal.
Fungsi Komunikasi Guru dengan Siswa Autis Kelas IV SD
Fungsi komunikasi ini ditemukan tujuh fungsi, dalam hal ini fungsi
komunikasi tersebut berupa verbal dan atau nonverbal, yaitu memerintah,
menegaskan, menyetujui, menanyakan, menolak, menyatakan sesuatu, dan
mengungkapkan.
Pertama, fungsi komunikasi memerintah adalah fungsi yang menghasilkan
efek berupa tindakan yang akan dilakukan oleh komunikan, dalam hal ini guru
kepada siswanya (Leech, 1993). Fungsi komunikasi memerintah mempunyai
beberapa modus yang terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu (1) memerintah
dengan modus melarang, (2) memerintah dengan modus memberi nasihat, (3)
memerintah dengan modus memesan, (4) memerintah dengan modus menuntut,
(5) memerintah dengan modus meminta, dan (6) memerintah dengan modus
mengharap. Keenam bagian dengan modus berbeda-beda tersebut memiliki
persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah keenam modus itu ada dalam
satu fungsi yaitu memerintah. Perbedaannya adalah fungsi memerintah tersebut
disampaikan dengan tujuan atau modus yang bermacam-macam sesuai dengan
enam bagian di atas. Fungsi komunikasi memerintah dengan modus melarang,
yaitu fungsi komunikasi yang menghasilkan efek berupa tindakan yang akan
dilakukan oleh komunikan, dalam hal ini guru kepada siswa dalam bentuk
larangan. Pendapat ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Jumadi (2005) bahwa
bentuk larangan juga berisi perintah, tetapi perintah negatif, yakni agar mitra tutur
atau komunikan tidak melakukan sesuatu. Sejalan dengan hal tersebut, terlihat
pada percakapan P01 unit tuturan (73) berikut.
P01
G
S2
G
(D17/P01)
: Di dapur, ibu lalu mengupas kulit pisang-pisang itu. Setelah dikupas buahnya, lalu
dibelah dua. Selanjutnya pisang itu dimasukkan ke dalam adonan tepung beras.
Kemudian pisang yang sudah berlumur tepung itu digoreng. Kini Lasmi dan
keluarganya sedang menikmati pisang goreng. Rasanya sungguh lezat. Mereka
menikmati hasil kebun sendiri. (75)
Konteks : Guru meminta siswa untuk membacakan teks dari buku teks Bahasa Indonesia
S2
pada tuturan (56) sampai dengan (60) bahwa cara membaca teks harus
memperhatikan tanda baca yang ada pada teks tersebut. Akibat dari penjelasan
guru, siswa menyetujuinya berupa anggukan kepala. Hal ini sejalan dengan
pendapat Aprilianti (2008) yang menyebutkan bahwa tindak memberi penjelasan
digunakan oleh guru saat kegiatan inti pelajaran dengan cara membahas materi
pembelajaran. Begitu pula pada fungsi menegaskan dengan modus meyakinkan.
Ketiga, fungsi komunikasi menyetujui memiliki fungsi yang dapat
menghasilkan efek berupa tindakan verbal yakni jawaban iya atau tidak. Lebih
jelas dapat dilihat pada percakapan P02 tuturan (152) dan (155) berikut.
P02
G
: Tanah liat dapat diubah bentuknya. Benda yang berasal dari tanah liat adalah a.
genteng, b. meja kayu, c. kuku? (150)
S2
: Genteng. (151)
G
: Oke. (152)
(D41/P02)
Benda yang meleleh jika terkena panas adalah a. pensil, b. kayu, c. lilin? (153)
S2
: Lilin. (154)
G
: Oke. (155)
(D42/P02)
Konteks : Guru menyetujui jawaban siswa yang benar dari pertanyaan yang telah dibacakan.
Guru membacakan soal mata pelajaran IPA untuk dijawab oleh siswa.
Fungsi komunikasi menawarkan tampak pada tuturan (197) yaitu ketika guru
membacakan soal mengenai penggunaan sesuatu agar kulit terhindar dari
pengaruh sinar matahari. Dari pertanyaan tersebut, siswa menjawab jaket.
: Crayon. (93)
Crayon. (94)
S1
: (terlihat tidak memahami yang dikatakan guru) (95)
G
: Crayon. Crayon. Ce (96)
S1
: (menuliskan Ce pada kolom isian jawaban yang ada) (97)
G
: Heeh. (98)
S1
: (siswa terlihat bingung untuk melanjutkan menulis jawaban) (99)
G
: Dee nulis colour dudu crayon. (menyampaikan kerjaan siswa pada guru yang ada
di kelas) (100)
No. (melambaikan tangan memberikan isyarat kepada siswa atas salahnya pilihan
jawaban yang ditulisnya) (101)
(D52/P04)
G
: (mencari crayon yang ada di kelas) (102)
Rend, namanya apa ini? (103)
S1
: (siswa terlihat bingung) (104)
G
: Crayon. Ayo! (105)
Opo, Rend? (106)
S1
: (menunjukkan jawaban pilihan jawabannya dengan melingkarkan jari telunjuknya ke
jari jempol tangan kiri) (107)
G
: (memberi isyarat tanda huruf C dengan jari tangan) (108)
S1
: (mencoba menuliskan yang ia pahami) (109)
G
: Iya, tulis. (110)
Konteks : Guru menolak pernyataan siswa atas pilihan jawaban yang ditunjukkannya.
: Aan... (157)
(D61/P04)
: Hem, ada apa? (158)
Apa Bu Santi? (159)
G
: Good Morning Aan? (160)
S2
: Good Morning Bu Santi. (161)
G
: Good Morning Arend? (162)
Good Morning Miss Santi. (menuntun Arend mengucapkan kata) (163)
S1
: Good Morning Miss Santi. (164)
Konteks : Guru menyapa siswa dengan memanggil namanya.
: Kakakku bisa berjam-jam duduk di depan komputer. Aku kuat berjam-jam main bola
di lapangan. (membaca teks pada papan tulis) (21)
G
: Pintar! (22)
(D71/P02)
S2
: Kakakku gemuk sekali. Ia suka mengemil jika main komputer. Aku tidak segemuk
kakakku. Kakakku tetapi tidak terlalu kurus. Badanku sehat karena senang olah raga.
(23)
G
: Pintar! (24)
(D72/P02)
Tepuk tangan buat Mas Aan! (mengajak tepuk tangan dengan memberikan contoh
tepuk tangan terlebih dahulu dan diikuti kedua siswanya) (25)
Konteks : Guru memuji siswa atas kemampuannya dalam membaca kalimat dengan lancar.
Guru menulis soal untuk merangkai kata yang diacak untuk menjadi satu
kalimat utuh. Perintah guru terhadap siswa terlihat jelas yaitu soal pada papan
tulis tidak perlu ditulis ulang. Siswa hanya menulis jawaban dari soal yang ada
pada papan tulis tersebut dan ditulis pada buku tugasnya. Perintah guru tersebut
tidak dimengerti oleh siswa. Dengan kata lain, keinginan guru agar siswa
mengikuti perintahnya tidak tercapai. Hal ini dikarenakan kemampuan intelektual
siswa yang tidak sesuai. Sehingga perintah itu disampaikan dan dijelaskan
berulang-ulang dengan berbagai teknik agar keinginan guru terhadap soal yang
diberikan dapat dipahami dan diselesaikan dengan benar oleh siswa. Percakapan
Saran
Penelitian ini menghasilkan bentuk, fungsi, dan hambatan komunikasi
guru dengan siswa autis kelas IV SD di Sekolah Autisme Laboratorium
Universitas Negeri Malang. Berdasarkan simpulan di muka, ditentukan tiga saran.
Pertama, bagi kepala sekolah disarankan agar melakukan koordinasi kepada
semua guru guna mengkaji hasil penelitian yang terkait dengan pola komunikasi
guru dalam proses pembelajaran di kelas. Hasil kajian tersebut selanjutnya perlu
ditindaklanjuti dengan penentuan format pembelajaran yang seharusnya
dilakukan. Kedua, bagi guru di sekolah autis, hasil penelitian ini
direkomendasikan sebagai bahan untuk mengembangkan tuturan dalam proses
pembelajaran di kelas dan dapat mengembangkan potensi siswa dengan
memperkaya bentuk dan fungsi tuturan. Selain itu, guru juga dapat
mempertimbangkan tuturannya agar wacana komunikasi dalam proses
pembelajaran berjalan dengan baik, bervariasi, dan menciptakan strategi-strategi
baru untuk meminimalkan terjadinya hambatan komunikasi, baik dari guru
maupun siswa. Ketiga, bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan landasan untuk penelitian yang serupa karena proses pembelajaran
pada anak autis sangat beragam dan unik untuk diteliti.
DAFTAR RUJUKAN
Aprilianti, Kh. 2008. Tindak Tutur Guru dalam Interaksi Kelas Bahasa Indonesia
di SMP Negeri 6 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Cummings, L. 2007. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Delphie, B. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus: Dalam Setting
Pendidikan Inklusi. Bandung: PT Refika Aditama.
Hadis, A. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus-Autistik. Bandung:
IKAPI.
Hanafi, A. 1984. Memahami Komunikasi Antar Manusia. Surabaya: Usaha
Nasional.
Handojo. 2003. Autisme pada Anak. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Jumadi. 2005. Representasi Power dalam Wacana Kelas: Kajian Etnografi
Komunikasi. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Leech, G. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press.
Maulana, M. 2007. Anak Autis. Jogjakarta: Katahati.
Mulyana, D. 2002. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Peeters, Th. 2004. Panduan Autisme Terlengkap. Jakarta: Dian Rakyat.
Prasetyono, D. S. 2008. Serba Serbi Anak Autis. Yogyakarta: DIVA Press.
Puspita, D. 2004. Untaian Duka Taburan Mutiara: Hikmah Perjuangan Ibunda
Anak Autistik. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Saksomo. 2001. Pragmatik. Malang: Universitas Negeri Malang.
Widjaja. 2000. Ilmu Komunikasi: Pengantar Studi. Jakarta: PT Rineka Cipta.