Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
Apendisitis adalah peradangan apendiks vermiformis yang mengenai semua lapisan
dinding organ tersebut. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun
perempuan namun paling sering kita temukan pada laki-laki berusia 10-30 tahun.1
Patogenesis utamanya diduga karena adanya obstruksi lumen, sumbatan ini akan
mengakibatkan hambatan pengeluaran sekret lumen sehingga akan terjadi pembengkakan,
infeksi dan ulserasi. Sumbatan ini dapat dikarenakan hiperplasia jaringan limfoid, fekalit,
tumor apendiks, cacing askaris dan E.histolytica. Berdasarkan lama gejala yang dialami,
apendiks dapat dibagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronik.1
Penatalaksanaan apendisitis akut dan kronik hanya memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi dan memperbaiki keadaan umum pasien.1

BAB II
KASUS

Primary survey

: Tn.F

Vital sign

: RR 24x/m, Nadi:115x/m, kuat angkat reguler, suhu 38,0oC

Air way

: tidak ada tanda sumbatan jalan napas

Breathing

: simetris, retraksi (-)

Circulation

: takikardia, akral hangat, crt < 2 detik

Disability

: Nyeri abdomen

Exposure

: Tidak ditemukan

Evaluasi Masalah :

Emergency

: Nyeri akut abdomen

Penanda warna

: kuning

Tatalaksana awal

: oksigenasi nasal kanul 3 lpm

I.

IDENTITAS

Identitas penderita:
Nama: Tn. F
Usia: 35 Th
Pekerjaan: Swasta
Agama: KP
Alamat: Tumbang Samba
Anamnesis dilakukan pada hari Sabtu, 25 juli 2015 pukul 11.30 WIB
II.

ANAMNESIS
1. Keluhan utama: Nyeri Perut
2. Riwayat Penyakit Sekarang: Os datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah
sejak 2 hari yang lalu dan dirasa semakin memberat sejak 2 jam SMRS. Awalnya,
nyeri dirasakan di perut bagian kanan bawah lalu menjalar ke perut kiri bawah.
Demam (+) sejak 1 hari yang lalu. Mual (+), muntah (+) sekitar 5 jam SMRS
sebanyak 2x. Nyeri membuat pasien sulit beraktivitas bahkan untuk bergerak pun
pasien merasa kesakitan. Pasien juga merasa nyeri bertambah apabila pasien batuk.
3 hari sebelumnya pasien mengalami BAB cair sebanyak 2x, berwarna kuning, lendir
(-), darah (-). Buang air kecil lancar, nyeri (-), panas(-), kencing berpasir (-). 1 jam

SMRS pasien sudah minum obat asam mefenamat namun nyeri masih tidak
berkurang.
3. Riwayat penyakit dahulu: Disangkal. Os tidak pernah dirawat di rumah sakit
4. Riwayat penyakit keluarga
Disangkal
III.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum: tampak sakit berat, kesadaran: compos mentis; GCS: eye (4),
verbal (5), motorik (6)
2. Tanda vital: tensi 130/90 mmHg, nadi 115x/m reguler, kuat angkat; suhu 38,0;
respirasi 24x/m reguler.
3. kulit: turgor <2 detik, lembab, pucat (-).
4. Kepala
mata: konjungtiva anemis (-/-), seklera ikterik (-/-),diameter pupil 3mm/3mm, isokor,
refleks cahaya (+/+)
5. Leher: JVP tidak meningkat
6. Toraks: Dada tampak simetris, retraksi suprasternal(-/-), fremitus taktil normal
simetris , sonor, vesikuler (+ normal/+normal), rhonki (-/-),RBB (-/-), wheezing (-/-).
S1-S2 tunggal, gallop (-),murmur (-).
Abdomen: supel, datar, bising usus (+) meningkat, timpani, nyeri tekan (+) pada titik
Mc Burneys, Rovsing sign (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+),
hepar lien tak teraba.

Nyeri tekan McBurney (+)

7. Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik, kekuatan motorik eks. Superior 5/5, eks
inferior 5/5.
Tatalaksana sementara:
1.
2.
3.
4.
5.

Pasang nasal kanul oksigen 3 lpm


IV line RL : 20 tpm.
Pemeriksaan Lab
USG abdomen Cito
Konsul Spesialis bedah

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil DL:

Hb: 9,7 g/dl. Hct: 41,1%, Leukosit: 15.94/uL, Neutrofil: 14.660/uL, Limfosit:
6.900/uL, monosit 0.56x10/uL, eritrosit: 4,69x106/uL, trombosit: 196.000/uL. GDS
148 mg/dl, cr: 0,82 mg/dl
Hasil USG

USG abdomen-appendiks:
Scan abdomen kanan bawah : tampak struktur appendiks, target sign (+)
dengan perubahan dinding, diameter 1 cm. tidak tampak koleksi cairan

bebas atau massa


Hepar, kandung empedu, pancreas, limpa dan badan ginjal tidak tampak

kelainan
Vesika urinaria tidak terisi
Kesan : Appendisitis akut

V. DIAGNOSIS
a. Diagnosis kerja: Appendisitis akut
VI.

PENATALAKSANAAN
Medikasi:
- Inj. Cefotaxim 2 gr (IV), ST
- Inj. Ranitidine 1 amp (IV)
Pro apendektomi
Konsul anestesi
Cek CT/BT sebelum operasi

VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: Ad bonam
: dubia Ad bonam
: Ad bonam

BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus dilaporkan bahwa pasien Tn. A datang dengan nyeri perut bagian bawah.
Dari pemeriksaan awal saat pasien datang, kondisi pasien berada pada keadaan compos
mentis, tampak terus memegangi perut bawah bagian kanan dengan GCS 15, dari
pemeriksaan tanda vital diperoleh takikardia 115x/m kuat, isi dan tegangan cukup, tensi
130/90 mmHg, RR 24 kali permenit, suhu 38,0 C, akral teraba hangat. Pasien mengaku nyeri
berasal dari bagian perut kanan bawah hingga menjalar ke perut kiri bawah dan mengganggu
aktivitas.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien
mengalami nyeri abdomen akut ec appendisitis akut. Apendisitis biasanya disebabkan

obstruksi pada lumen yang disertai dengan infeksi. Apendisitis dapat diklasifikasikan
berdasarkan patogenesis, yaitu :2
1. Simple Apendisitis (Apendisitis tanpa perforasi)
a) Non obstruksi : gejalanya tidak begitu hebat dan jarang terjadi perforsi
b) Obstruksi : perjalanan penyakitnya lebih cepat dan hebat. Mudah terjadi gangrene
dan perforasi. Keluhan kolik penderita sangat menonjol
2. Apendisitis Akut dengan perforasi
a) Dengan local perforasi : sudah terjadi peradangan organ-organ sekitar apendiks
seperti sekum dan omentum. Biasanya gejala ditemui sesudah 3hari, dan teraba
massa di perut kanan bawah yang tidak punya batas tegas.
b) Dengan local abses : merupakan lanjutan dari proses infiltrat di mana sudah
disertai demam dan nyeri hebat, mual, muntah.
c) Dengan difus peritonitis : sudah terjadi perforasi sehingga penyebaran ke seluruh
peritoneum.
3. Apendisitis Kronik
Ditandai dengan nyeri yang sering hilang timbul pada perut kanan. Diagnosis
apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat: riwayat nyeri
perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronk apendiks secara makroskopik
dan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah apendektomi. Kriteria mikroskopik
apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau
total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi
sel inflamasi kronik. Berdasarkan klasisifikasi, pasien mengalami simple appendisitis
atau appendisitis tanpa perforasi dimana perjalanan penyakitnya lebih cepat dan hebat
serta keluhan kolik penderita sangat menonjol dan dalam hal ini mudah terjadi
perforasi atau gangrene.
Etiologi appendisitis adalah sebagai berikut:
1. Obstruksi lumen apendiks
Obstruksi lumen dapat terjadi karena adanya benda asing pada lumen, dinding atau
benda asing di luar apendiks yang menekan apendiks.
2. Infeksi
Factor yang memicu terjadinya infeksi masih belum diketahui jelas. Pada apendisitis
akut umumnya bakteri yang berkembang pada lumen apendiks adalah Bacteroides

fragilis dan Escherichea colli. Kedua bakteri ini adalah flora normal usus. Bakteri ini
menginvasi mukosa, submukosa dan muskulasris, yang menyebabkan edema,
hiperemis dan kongesti vaskuler lokal, dan hyperplasia kelenjar limfe. Kadangkadang terjadi thrombosis pada vasa dengan nekrosis dan perforasi.
3. Parasit
Parasit seperti Entamoeba histolytica diduga dapat menimbulkan erosi mukosa
apendiks dan perdarahan. Pada awalnya Entamoeba histolytica berkembang di kripte
glandula intestinal. Selama invasi pada lapisan mukosa, parasit ini memproduksi
enzim yang dapat menyebabkan nekrosis mukosa sebagai pencetus terjadinya ulkus.
4. Kebiasaan diet
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Stadium appendisitis:3
Stadium apendisitis, seperti berikut :
1. Stadium kataralis ( acute focal Appendisitis )
Stadium awal yang ditandai gengan terjadinya edema dan ulkus pada mukosa
appendik secara local. Stadium ini dimulai dengan adanya bendungan pada mukosa
hipersekresi kelenjar mukosa peningkatan tekanan intra luminal akibat mucus
yang menumpuk menghambat aliran limfe edema dinding appendik, tunika
serosa dan peritoneum visceral nyeri sekitar umbilicus (karena persarafan appendik
sama dengan usus yang lainnya). Terkumpulnya mucus dapat berubah menjadi pus
oleh bakteri. Edema dinding appendik akan menyebabkan diapedesis kuman dan
terjadilah ulkus.
2. Stadium purulen ( Acute Suppurative Appendisitis )
Di mana peradangan telah mengenai seluruh dinding appendik. Edema dan pus sudah
menumpuk banyak dan menghambat aliran vena atau arteri sehingga terjadi iskemia.

Pada keadaan ini sudah terjadi peransangan peritoneum local di atas appendik dan
nyeri yang terjadi visceral berubah menjadi local di dinding perut pada lokasi
appendik (khas pada appendisitis nyeri dari pusat pindah ke kanan bawah)
3. Stadium Gangrenosa
Pada stadium ini aliran arteri sudah

sangat terganggu yang menyebabkan

nekrosis/gangrene terutama bagian ante mesenterialnya.


4. Stadium Perforativa
Bila apendiks yang sudah gangren pecah, terjadilah perforasi.
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa USG abdomen yang
memang merupakan salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis appendisitis. Selain
USG juga dapat dilakukan foto polos abdominal untuk menemukan air fluid level local
(50%), adanya fecolith local dan terjadi peningkatan densitas jaringan lokal. Selain itu, tes
Barium Enema merupakan kontra indikasi untuk dilakukan karena bisa terjadi perforasi dan
hanya boleh dilakukan hanya pada anak-anak atau orang muda dengan diagnosa masih ragu
dan gejala masih 6-12 jam. Foto polos abdominal akan jarang membantu dalam mendiagnosis
usus buntu tetapi dapat digunakan untuk mencari sumber-sumber lain sakit perut.
Computerized tomography (CT) scan, yang membuat gambar penampang tubuh, dapat
membantu mendiagnosis apendisitis dan lokasi sakit perut.
Penatalaksanaan apendisitis berdasarkan klasifikasi apendisitis :1
1. Apendisitis akut tanpa perforasi
Untuk semua umur dilakukan appendectomy
2. Apendisitis infitrat / abses
a. Operatif
Kalau

apendiksnya

bisa

dipisahkan

dengan

jaringan

lain

lakukan

appendectomy dan pemasangan drainage. Kalau apendiksnya tidak bisa


dipisahkan dengan jaringan sekitar, maka hanya dilakukan drainage.
b. Konservatif
Menggunakan 5 cara : F 5 Regimen
-

Fowler position

Feel of mass

Feel of pulse and temperature

Fungi and antibiotic

Food

Biasanya dengan cara ini setelah 3-4 hari, keadaan penderita akan membaik
seperti demam berkurang, massa berkurang dan LED normal. Appendectomy
dapat dilakukan secara elektif 3bulan kemudian.
3. Apendisitis akut perforasi + Perintonitis difusa
Drug of choice bagi peritonitis adalah operatif untuk membuang sumber kontaminasi.
Komplikasi yang dapat terjadi pada appendisitis adalah perforasi. Perforasi dari
apendiks dapat mengakibatkan abses periappendiceal (koleksi terinfeksi nanah) atau
menyebar menjadi peritonitis (infeksi dari seluruh lapisan perut dan panggul). Penyebab
utama terjadinya perforasi adalah keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. Secara
umum, semakin lama penundaan antara diagnosis dan pembedahan, semakin besar
kemungkinan perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah onset gejala adalah sekurangkurangnya 15%. Oleh karena itu, setelah didiagnosa apendisitis, operasi harus dilakukan
tanpa penundaan yang tidak perlu.
Komplikasi yang jarang terjadi pada apendisitis adalah penyumbatan pada usus.
Penyumbatan terjadi ketika apendisitis sekitarnya menyebabkan otot usus untuk berhenti
bekerja, dan ini mencegah dari isi usus yang lewat. Jika usus di atas penyumbatan mulai
mengisi dengan cair dan gas, maka dapat mengalami distensi perut dan mual serta muntah.1
komplikasi apendisitis yang paling ditakutkan adalah sepsis, suatu kondisi di mana
bakteri menginfeksi ke dalam sirkulasi darah dan perjalanan ke bagian tubuh yang lain. Pada
kasus ini, setelah pasien dikonsultasikan ke spesialis bedah maka pasien dianjurkan untuk
langsung dilakukan apendektomi dan ini sudah sesuai dengan teori untuk mencegah
kompikasi lanjutan dan sudah mendapatkan persetujuan dari pasien serta keluarga.
Sebelumnya dilakukan injeksi cefotaxim 2 gr dan injeksi ranitidine 1 ampul. Namun, pada
kasus ini tidak diberikan antipiretik terlebih dahulu untuk menurunkan suhu tubuh pasien.
.

BAB III
KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien Tn. F usia 35 tahun datang dengan keluhan nyeri perut bagian
bawah sejak 2 hari yang lalu dan bertambah parah sejak 2 jam SMRS yang mengganggu
aktivitas pasien. Dari pemeriksaan tanda vital ditemukan kondisi nyeri akut abdomen dengan
nadi takikardiakuat dan isi cukup. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan (+)
pada titik Mc Burneys, Rovsing sign (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (+) dan Obturator
sign (+). Tatalaksana pertama adalah pemberian O2 3 lpm, disertai pemasangan IVFD RL 20
tpm. Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang dan dari hasil USG didapatkan adanya target
sign pada appendiks yang merupakan patognomonik untuk appendisitis akut maka pasien
dikonsultasikan ke spesialis bedah dan disarankan untuk segera dilakukan apendektomi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wim De Jong. Luka Bakar: Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed-3. Jakarta: EGC, 2010
2.
Nshuti R, Kruger D, Luvhengo TE. Clinical Presentation of Acute Appendicitis in
adults. International Journal of Emergency Medicine. 2014
Fitzmaurice GJ. Antibiotics versus appendectomy in the management of acute

3.

appendicitis: a review of the current evidence. Canadian Journal of Surgery. NCBI.


2012

Anda mungkin juga menyukai