Mitigasigempa
Mitigasigempa
Tommy Ilyas
Tommy Ilyas
Guru Besar Geotechnic Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Abstrak
Tulisan ini mengetengahkan mitigasi gempa dan Tsunami di daerah perkotaan untuk
menghindari korban jiwa dan kerusakan struktur yang berada di daerah yang terkena gempa
maupun Tsunami. Pendekatan modelling di laboratorium untuk memprediksi kerusakan
yang terjadi atau merancang struktur bangunan yang tahan gempa maupun Tsunami
merupakan hal yang paling mungkin dilakukan mengingat penelitian dengan kondisi
sebenarnya (skala penuh/full scale) merupakan hal sangat sulit dilakukan serta jika
memungkinkan akan memerlukan biaya yang sangat mahal. Beberapa contoh modeling
dengan alat shaking table dan centrifuge serta modeling analisis dengan finite element akan
diuraikan dalam tulisan ini untuk memberikan gambaran mengenai hasil simulasi
dibandingkan dengan kondisi sebenarnya. Pada akhirnya diharapkan hasil rancangan yang
memenuhi persyaratan jika pada akhirnya model tersebut akan dibangun.
Pendahuluan
Indonesia merupakan daerah kepulauan yang diapit lempeng Eropa Asia - Australia di
Selatan serta lempeng Pasifik dan Philipine dibagian Timur-Utara. Pergeseran diantara
lempeng tersebut dapat mengakibatkan proses gempa terjadi disuatu titik kedalaman dan
menjalar sepanjang patahan/sesar. Jika bidang patahan terjadi didasar laut kestabilan air
laut terganggu secara vertikal maupun horizontal. Bahkan jika gempa yang terjadi
magnitudenya besar (9 skala Richter) seperti Aceh terjadi sesar sepanjang ribuan kilometer
sehingga menyebabkan terjadinya Tsunami (Desember 2004) yang menelan korban jiwa
hampir 300.000 orang serta kerusakan infrastruktur yang amat besar. Pada bulan Mei tahun
2006 kembali terjadi gempa tektonik di Selatan Yogyakarta juga akibat pergeseran lempeng
Asia-Australia yang juga mengakibatkan korban jiwa mendekati angka 5000 jiwa dan
kerusakan infra struktur yang besar. Baru-baru ini di Pangandaran terjadi Tsunami dengan
gelombang setinggi 5 meter menyapu daerah Pantai Pangandaran dan lagi-lagi terjadi
korban jiwa sekitar 400 orang dan kerusakan infra struktur. Dengan latar belakang kondisi
Indonesia yang rawan gempa dan Tsunami ini, seminar mengenai mitigasi gempa didaerah
perkotaan yang diprakarsai oleh Fakultas Teknik Unsrat ini amat tepat dan diharapkan dapat
menghasilkan sesuatu hasil positif bagi pembangunan didaerah perkotaan yang rawan
gempa dan Tsunami.
Dengan perkembangan cepat yang terjadi di perkotaan diseluruh belahan dunia, bencana
alam
seperti banjir dan curah hujan diatas normal, periode musim kering yang
berkepanjangan, dan serangan angin taufan, tanah longsor dan gempa bumi adalah
ancaman umum bagi umat manusia. Walaupun kemajuan mengenai pemahaman
permasalahan bencana alam dan mitigasi bencana alam namun bagi sebagian besar orang
masih banyak isu-isu yang belum terpecahkan. Didalam tulisan ini penggunaan pemodelan
fisik untuk studi dari permasalahan struktur bangunan untuk memperkecil atau mengurangi
akibat gempa dan tsunami ditinjau. Pemodelan fisik geoteknik adalah instrumen yang dapat
diandalkan untuk mempelajari permasalahan struktur bangunan jika terjadi gempa atau
Tommy Ilyas
Tsunami. Beberapa aplikasi pemodelan fisik yang sesuai dengan keadaan aslinya dengan
singkat ditinjau.
Gempa bumi
Gempa bumi, terutama gerakan tanah yang kuat adalah contoh dari pembebanan siklik
yang tidak beraturan yang meliputi sebuah cakupan yang utuh dari karakteristik dan
regangan geser serta karakteristik perilaku tanah dalam region. Konsekwensi pada tanah
deposit seperti liquifaksi dan kegagalan lereng, atau penurunan yang besar dalam kaitan
dengan lahan densification, dapat mengakibatkan kerusakan yang fatal pada bangunan
didaerah itu. Dengan begitu, didaerah seismic, kebutuhan akan analisis yang rasional dan
perkiraan-perkiraan objektif yang memiliki resiko harta dan kehidupan bukan hanya
kebutuhan akademis. Proses gempa tektonik secara diagramatis terlihat pada Gambar 1.
Pertemuan dua lempengan mengalami subduksi yang menyebakan terjadinya gempa
tektonik
Empat golongan kerusakan utama akibat gempa
1. Ground shaking Ini adalah gerakan tanah akibat gempa yang merupakan unsur
utama penyebab keruntuhan struktur
2. Liquefaction Kehilangan strength pada pasir yang jenuh air akibat pembebanan
siklik. Kondisi ini menyebabkan penurunan dan pergerakan lateral dari pondasi. Yang
perlu dilakukan adalah mengidentifikasi lokasi yang berpotensi liquefaction dengan
menghindari pembangunan diatasnya, atau cara lain membuat fondasi dalam
sehingga terhindar dari liquefaction
3. Bidang patahan (fault rupture) Ini pergerakan patahan akibat gempa. Pergerakan
dapat vertikal maupun horizontal.
4. Landslide Sering kali terjadi sebagai akibat dari terjadinya gempa. Perlu dihindari
pembangunan diatas lereng atau dikaki dari lereng.
Tommy Ilyas
Tsunami
Pengertian Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang artinya Tsu berati pelabuhan dan
nami berarti gelombang. Kata ini secara mendunia sudah diterima dan secara harfiah yang
berarti gelombang tinggi/besar yang menghantam pantai/pesisir. Tsunami sendiri terjadi
akibat gempa tektonik yang besar dilaut ( lebih besar dari 7.5 skala Richter dan kedalaman
episentrum lebih kecil dari 70 km) yang mengakibatkan terjadinya patahan/rekahan vertikal
memanjang (kasus Aceh patahan mencapai ribuan kilometer) sehingga air laut terhisap
masuk dalam patahan dan kemudian secara hukum fisika air laut tadi terlempar kembali
setelah patahan tadi mencapai keseimbangan. Kecepatan air/gelombang yang sangat cepat
terjadi. Pada kasus Tsunami di Aceh kecepatannya dapat mencapai ratusan kilometer per
jam nya. Antara terjadinya gempa dan Tsunami ada jeda waktu yang dapat digunakan untuk
memberikan peringatan dini pada masyarakat. Pengalaman di Aceh menunjukkan
peringatan dini belum berjalan. Secara diagramatis terlihat pada Gambar 2 proses terjadinya
Tsunami
Gempa mengakibatkan
pergerakan vertikal dari
dasar laut yang
memindahkan air laut
Tommy Ilyas
Gambar 3
Gambar 4
Tommy Ilyas
Tommy Ilyas
Gambar 6
Sumber : All hazard mitigation Master Plan for Benton, Lane and Liin county, USA
Tommy Ilyas
Gambar 9 memperlihatkan displacement dibawah pondasi pada siklus yang pertama sampai
dengan keempat. Hasil tes menunjukkan perilaku dinamis dari fondasi bervariasi diantara
seperempat siklus dari input gerakan sinusoidal. Gambar 9a memperlihatkan mekanisme
keruntuhan yang asimetrik terjadi pada bagian sebelah kiri dari fondasi dan struktur berputar
dengan titik putar pada garis pusat (centerline). Terlihat juga hanya sedikit terjadi pergerakan
Tommy Ilyas
kesisi sebelah kanan dari region yang runtuh sehingga terjadi uplift. Gaya gempa yang
diteruskan oleh shaking table mulai dari titik displacement maksimum dan juga maksimum
akselerasi. Oleh karena itu selama seperempat siklus yang pertama akselerasi yang diterima
struktur berkurang dari titik puncak ketika gempa terjadi. Besaran gaya inersia pada awalnya
besar dan menimbulkan momen yang besar pada fondasi dan menyebabkan tanah runtuh
seperti pada Gambar 7. Perilaku yang sama terlihat pada Gambar 9c, selama tigaperempat
siklus juga diawali dengan akselerasi maksimum dan pada kasus ini terjadi perpindahan
arah akselarasi juga didapati displacement lebih besar. Selama siklus kedua dan keempat
fondasi berputar pada satu sudut memobilisasi wedge dari tanah dibawah fondasi.
Keruntuhan yang terjadi sama dengan keruntuhan seperti pada Gambar 7 dimana besaran
momen tidak diperhitungkan.
Pada Gambar 10 dapat dilihat mekanisme keruntuhan kritis dari berbagai magnitude gempa.
Terlihat pada Gambar 10 dengan meningkatnya kh akan meningkatkan average total
settlement. Pada akhirnya memang dapat disimpulkan bahwa bearing capacity dari pondasi
dangkal berkurang ketika fondasi menerima momen putar dan gaya horisontal ketika
terjadinya gempa.
Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat dilihat jika titik pusat masa berada di atas fondasi
pengaruh dari momen amat signifikan karena mengurangi daya dukung fondasi akibat uplift.
Mekanisme kegagalan berubah setiap siklus gempa, dengan titik putar bergerak dari ujung
fondasi mengikuti titik percepatan maksimum.
Tommy Ilyas
Tommy Ilyas
10
Tommy Ilyas
Physical modelling
Physical modelling dapat digunakan untuk menguji secara komprehensif struktur bangunan
untuk mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh gempa bumi maupun Tsunami. Di
Jepang gempa bumi merupakan bencana alam yang menjadi prioritas tinggi untuk
penanggulangan maupun mencegah efek yang lebih luas jika terjadi gempa. Shaking tables
tests yang dilakukan dengan 1-g seringkali digunakan untuk mengevaluasi struktur dan
respon elemen geoteknik akibat gempa bumi yang masif. Iai (2001) dari Port and Airport
Research Institute (PARI) mengilustrasikan penggunaan shaking table yang besar untuk
menguji respon dinamik dari wharf front structure (struktur depan dermaga) dari berbagai
tingkat gerakan dari gempa bumi. Dia memperlihatkan pentingnya menggunakan hukum
skala yang benar pada model untuk mendapatkan tes data yang akurat dari panjang, waktu,
akselerasi, perpindahan, tegangan/tekanan dan regangan serta ekses tegangan pori.
Akselerasi pada permukaan tanah (AV9) dan dibawah struktur (W2) dapat diobservasi
sehingga dapat diketahui secara tepat kondisi dari struktur pada saat uji shaking
Observasi tipikal mengenai struktur dermaga terhadap gempa bumi diilustrasikan pada
Gambar 12. Hasilnya menunjukkan uji dengan menggunakan shaking table yang besar
memberikan pengertian yang lebih baik dari perilaku struktur dermaga akibat beban gempa
sehingga engineer dapat mendisain dengan lebih baik dan aman struktur dermaga.
11
Tommy Ilyas
Studi mengenai Tekanan tanah aktif akibat seismik pada Gravity Retaining Wall
Matsuo et,all. (2002) melakukan studi model centrifuge mengenai perilaku retaining wall
yang menerima gaya seismik. Lebih lanjut akan diilustrasikan penggunaaan model centrifuge
untuk menggambarkan terjadinya sliding pada retaining wall (dinding penahan tanah) yang
memiliki embedment dimuka dinding penahan tanah.
Pada Gambar 13 dililustrasikan sebuah model graviity retaining wall yang diuji di
laboratoriumi dengan menggunakan alat centrifuge
12
Tommy Ilyas
13
Tommy Ilyas
dengan jelas memperlihatkan bentuk kelongsoran yang amat berbeda dengan adanya
embedment. Dari hasil pengujian dengan menggunakan model centrifuge tersebut bentuk
struktur setelah uji coba secara detail dapat dipelajari.
Tabel 1
Sumber ASCE Journal Geotechnical and Geoenvironmental Engineering vol 130, no.3, March 1, 2004
14
Tommy Ilyas
Tabel
Table21. Group efficiency of pile group
Number
of pile
1
2
4
9
16
6
9
Group efficiency
.2D
0.25D
100%
100%
s=3D
90%
88%
86%
87%
74%
73%
82%
69%
66%
78%
73%
66%
s=5D
100%
100%
100%
98%
95%
95%
.1 D
100%
Sumber T.Ilyas, Performance of laterally loaded pile group in clay. Physical Modelling in Geotechnic-ICPMG
2002
15
Tommy Ilyas
Daftar Pustaka
1. T.Ilyas, CF Leung, YK Chow, SS Budi Centrifuge Model Studi of Laterally Loaded Pile
Groups in Clay. Journal of Geotechnical Engineering March 2004 Vol.130, Number 3
ISSN 1090-0241.
2. T.Ilyas, CF Leung, YK Chow, SS Budi.Discussion of Centrifuge Model Studi of Laterally
Loaded Pile Groups in Clay. Journal of Geotechnical Engineering October 2005
Vol.135, Number 3 ISSN 1090-0241
3. T.Ilyas, Leung CF, Chow YK and Budi SS,2002, Performance of Laterally Loaded Pile
Group in Clay. International Conference on Physical Modelling in Geoechnics 10-12 July
2002, Canada.
4. Iai,S, 2001.Mechanics of model test: 1g field. Presentation at 15th International
Conference on soil Mechanics and geotechnical Engineering TC2 Workshop, August
2001, Istanbul.
5. O.Matsuo, S.Nakamura & Y.Saito. Centrifuge tests on seismic behaviiour of retaining
walls. Physical modelling in Geotechnics: ICPMG 02, Philips, Guo & Popescue(eds) @
2002 Swets & Zetlinger Lisse, ISBN 90 5809 389 1
6. Reducing Earthquake-Tsunami Hazards in Pacific Northwest Ports and Harbors, 2001
7. Hazard,Disaster and community. Code of Practice USA 2003
8. Earthquakes by Bruce A. Bolt, 2003,
9. John A Howie; Ali Amini., Numerical simulation of seismic cone signals. Canadian
Geotechnical Journal; Apr 2005; 42, 2; ProQuest Science Journals pg. 574
10. A Azizian; R Popescu. Finite element simulation of seismically induced retrogressive
failure of submarine slopes. Canadian Geotechnical Journal; Dec 2005; 42, 6; ProQuest
Science Journals, pg. 1532.
11. Foundations and Geotechnical Hazards, 2004 (Systematic Rehabilitation)
12. J.A. Knappett*, S.K. Haigh, S.P.G. Madabhushi. Mechanisms of failure for shallow
foundations under earthquake loading. Schofield Centre, University of Cambridge,
Madingley Road, Cambridge CB3 0EL, UK., Soil Dynamics and Earthquake Engineering
26 (2006) 91102
13. J.A. Knappett*, S.K. Haigh, S.P.G. Madabhushi.,Mechanisms of failure for shallow
foundations under earthquake loading. Soil Dynamics and Earthquake Engineering 26
(2006) 91102
14. Badan Meteorologi dan Geofisika, 2004
15. Brown D.A, Morrison C, Reese L.C, 1988 Lateral load behaviour of pile group in sand
Journal of Geotechnical Engineering, Vol.125, No.11, November1988, pp.1261-1276
16
Tommy Ilyas
Lampiran
Disarikan dari Foundations and Geotechnical Hazards, 2004 (Systematic
Rehabilitation)
Data Sources. Information required to adequately characterize a site will likely be derived
from a combination of several sources, ncluding existing data, a site reconnaissance, and
site-specific studies. Potential data sources include the following:
geological maps
topographical maps
hazard maps
geotechnical reports
design/construction drawings
Regional mapsincluding topographic maps and geologic mapsmay be used to provide a
general source of information on the conditions in the vicinity of the site. Topographic maps
can be useful in assessing the landslide hazard potential that may affect the site.Similarly,
geologic maps can provide information on surficial geologic units that may be related to
ground stability. Finally, various hazard maps may existindicating potential earthquake faults,
and areas potentially susceptible to liquefaction, landsliding, and flooding or inundation. All of
these maps may be used to provide an assessment of the large-scale performance of the
site.
Liquifaction
Soil liquefaction is a phenomenon in which a soil below the groundwater table loses a
substantial amount of strength due to strong earthquake ground shaking. Recently deposited
(i.e., geologically young) and relatively loose natural soils and uncompacted or poorly
compacted fill soils are potentially susceptible to liquefaction. Loose sands and silty sands
are particularly susceptible; loose silts and gravels also have potential for liquefaction. Dense
natural soils and well-compacted fills have low susceptibility to liquefaction. Clay soils are
generally not susceptible,except for highly sensitive clays found in some geographic regions.
The Guidelines provide criteria that facilitate screening sites that do not have a significant
liquefaction hazard. In addition to these criteria, if the site is located in an area where a
regional mapping of liquefaction potential has been carried out by the USGS or other
governmental agency, then such mapping might also be used to screen for a liquefaction
hazard. Generally, sites located in areas characterized as having a low or vet low liquefaction
hazard can be screened out. However, definitions used in regional liquefaction potential
zonations vary, and the definitions, bases, uncertainty, and qualifications associated with the
zonation should be carefully reviewed before relying on regional maps.
17
Tommy Ilyas
Landsliding
Earthquake-induced landslides represent a significant hazard to the seismic performance of
facilities located on steep slopes in marginally stable areas. Landslides may affect a structure
by directly undermining a facility,resulting in structural damage. Alternatively, off-site
landslides could develop above a structure, and the debris from the landslide (avalanche,
rock fall, or debris torrent) could impinge upon a structure and lead to undesirable
performance. Thus, consideration of landslide effects should include both on-site and off-site
sources. Sites that are more likely to be affected bu earthquake-induced landslides include
locations with slopes of 18 degrees or greater, or a history of rock falls, avalanches, or debris
18
Tommy Ilyas
torrents. Stability analysis shall be performed for all sites located on slopes steeper than
three horizontal to one vertikal (approximately 18 degrees), and the stability analysis should
consider the following factors:
Slope geometry
slope inclination
slope height
Subsurface conditions
stratigraphy (material type and bedding)
material properties (unit weight, friction angle,and cohesion)
groundwater conditions (level, perched locations,and hydrostatic pressures)
Level of ground shaking
Pseudo static analyses may be used to evaluate landsliding potential. Such analyses should
be used only in instances where liquefaction would not develop and where the underlying
materials would not suffer major strength degradation as a result of earthquake ground
shaking (i.e., soft, sensitive clays). The analyses should be conducted using a seismic
coefficient equal toone-half the peak ground acceleration for the site area. A safety factor of
at least 1.0 should be obtained. The pseudo-static analysis is conservative because it is
performed with a continuously applied horizontal force acting in the downhill direction. A
static factor of safety of 1.0 is considered acceptable for this type of analysis. Safety factors
of 1.5 are appropriate for static vertical load conditions, which the slopes must meet
independently.
19
Tommy Ilyas
20
Tommy Ilyas
Pile Foundations
Axial Loading. Earthquake-induced axial loading of pile groups may be of significant design
importance in the analysis of the seismic rocking response of rigid shear walls for buildings
when subjected to lateral loading. Analyses also show that the rotational stiffness of a pile
group is generally dominated by the axial stiffness of individual piles. The rotational or
21
Tommy Ilyas
rocking behavior of a pile group may have a significant influence on the seismic response of
a structure and could significantly influence column moments.
Although elastic solutions exist for the pile head stiffness for piles embedded in linear elastic
media (Poulos and Davis, 1980; Pender, 1993), the complexities of the nonlinear load
transfer mechanisms to the pile shaft and tip make the selection of an equivalent linear
elastic modulus for the soil verydifficult. The use of the nonlinear Winkler spring approach
provides an alternate procedure that has been widely adopted in practice.
22
Tommy Ilyas
Simplified Rehabilitation
Simplified Rehabilitation appropriate for use on some buildings. These procedures include
some investigation of foundation conditions and, in some cases, requirements for basic
modifications.
Linear Procedures
If the foundation is assumed to be fixed in the analysis,
geotechnical component displacements are, by definition, zero. Thus, for these actions,
acceptability only be assessed by considering the geotechnical components to be forcecontrolled. This reduces the seismic force contribution to a more realistic level. Since
geotechnical components are actually ductile in contrast to most other force-controlled
components, acceptable force levels for these fixed-base actions may be based on upperbound capacities. If these capacities are exceeded, the implication is that actual geotechnical
component displacements may be large enough to increase displacement demands
significantly in other parts of the structure. The practical consequence is to require the
designer to model the elastic properties of the foundation.
If the analysis includes elastic modeling of the foundation, then for shallow and deep
foundations, no limit of uplift or compression displacement is necessary for Collapse
Prevention or Life Safety Performance Levels. In essence, m = infinity for these cases. This
is reasonable, since soil bearing capacity does not degrade for short-term cyclic loads and
the consequences of foundation movements are reflected in an approximate manner by the
response of the structure in the model. This is true even though fictitious tension is
allowedto develop between a footing and the soil. This is considered to be analogous to
tension yielding in bending of a structural element where the estimate of inelastic
displacements assumes that the beam remains elastic. Even if the seismic overturning
moment is equal to the maximum resisting moment due to gravity, this situation changes
quickly with seismic load reversal. Experience with past earthquakes does not indicate that
gross overturning is a problem for buildings. If the calculated displacements do not result in
adverse behavior in the structure, there is no need to limit foundation displacements.
However, the situation for the Immediate Occupancy Performance Level is different, since
foundation displacements may result in damage that impedes the use of the facility. For this
reason, fixed-base conditions should not be assumed for structures sensitive to base
movement.
Non Linear prosedure
The assumption that the base of the structure is rigid in nonlinear procedures is acceptable,
provided that the resulting forces do not exceed upper-bound component capacities. The
rationale for this limitation is similar to that for linear procedures. If the foundation is modeled
with appropriate nonlinear force-displacement relationships, the acceptability of geotechnical
components for Collapse Prevention or Life Safety Performance is analogous to that for
linear procedures. For Immediate Occupancy, the amount of the total structural displacement
due to foundation movement must be calculated. Some percentage of this foundation-related
movement is assumed to be permanent, and the effects of this must be included in
considering whether the building can remain functional. Permanent foundation movement is
controlled bu foundation soil type and thickness, and foundation system characteristics
(footing dimensions and geometry).
23