Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM UOB I

FLUIDISASI

Disusun oleh:
Kelompok 3
Ega Adi Surya

(1306412174)

Fakhri Rafiki

(1306447751)

Faustina Prima Martha

(1306404802)

Giovanni Anggasta Paulika T.

(1306412155)

TEKNOLOGI BIOPROSES
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat karunia-Nya laporan akhir praktikum ini dapat terselesaikan.
Laporan akhir praktikum ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Praktikum Operasi Bioproses I dengan topik Fluidisasi.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu, penulis haturkan terimakasih kepada Ibu Dianursanti
sebagai dosen praktikum UOB modul fluidisasi yang telah memberikan
bimbingan dalam penulisan laporan akhir praktikum ini. Selain itu, penulis juga
berterimakasih kepada asisten laboratorium fluidisasi, saudara Kasandika
Ganiarsa, yang telah memberikan arahan dalam proses praktikum serta
penyusunan laporan akhir praktikum ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan akhir ini masih
terdapat banyak kekurangan.

Untuk itu, saran dan kritik yang membangun

diharapkan untuk dapat menjadikan laporan ini menjadi lebih baik. Akhir kata,
penulis berharap agar laporan akhir praktikum ini dapat memberikan
pembahasan yang jelas dan komprehensif.

Depok,27 Oktober 2015

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................

ii

DAFTAR GAMBAR..................................................................................

iii

DAFTAR GRAFIK........................................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN............................................................................

1.1 Latar Belakang...................................................................................

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................

1.3 Tujuan.............................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................

2.1 Hubungan Laju Alir Udara dan Pressure Drop .................................

2.2 Hubungan Laju Alir Udara dan Tinggi Unggun................................

2.3 Hubungan Laju Alir Udara dan Perpindahan Panas dalam Unggun...

BAB III METODE PENELITIAN...............................................................

11

3.1 Alat dan Bahan.............................................................................

11

3.2 Prosedur Percobaan............................................................................

15

3.2 1 Hubungan Laju Alir Udara dan Pressure Drop ......................

15

3.2.2 Hubungan Laju Alir Udara dan Tinggi Unggun......................

15

3.2.3 Hubungan Laju Alir Udara dan Perpindahan Panas dalam


Unggun........................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN..........................................................................

16
17

4.1 Hubungan Laju Alir Udara dan Pressure Drop ................................

17

4.2 Hubungan Laju Alir Udara dan Tinggi Unggun................................

18

4.3 Hubungan Laju Alir Udara dan Perpindahan Panas dalam Unggun...

19

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

22

ii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.

Pressure Drop pada Unggun Diam dan Unggun


Terfluidisasi................................................................................ 6

Gambar 2.

Gradien Tekanan dalam Unggun Dibandingkan dengan Laju


Alir Superfisial Fluida................................................................ 8

Gambar 3.

Hubungan Antara Koefisien Perpindahan Kalor dengan Laju


Alir Fluida..................................................................................

Gambar 4.

Fluid Bed Heat Transfer Unit H692..........................................

11

Gambar 5.

Alat Indikator dan Kontrol Suhu................................................ 13

Gambar 6.

Unggun Terfluidisasi.................................................................. 13

Gambar 7.

Pengukur Laju Alir..................................................................... 14

iii

DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Hubungan Laju Alir dan Pressure Drop.......................................... 17
Grafik 2. Hubungan Laju Alir dan Tinggi Bed..............................................

18

Grafik 3. Hubungan Waktu dan Suhu pada suhu 90 C.................................

19

Grafik 4. Hubungan Waktu dan Suhu pada suhu 120 C...............................

20

iv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Suatu fluida tidak hanya akan ditemui dalam dunia Teknik Kimia,
tetapi juga akan ditemui dalam dunia Teknologi Bioproses. Suatu gas
ataupun cairan akan mengalir dalam suatu unggun. Dalam dunia Bioproses
seringkali ditemukan contoh aliran fluidisasi dalam bentuk laminar,
misalnya

untuk

mikrofluida

atau

fluida

yang

mengalir

antar

mikroorganisme. Selain itu, dalam dunia Bioproses suatu fluida juga dapat
mengalir secara turbulenbiasanya ditemukan dalam suatu oabrik
perusahaan di bidang Teknologi Bioproses, biofilter, dan lain sebagainya
(Modul Praktikum Unit Operasi Bioproses I)
Fluidisasi adalah suatu fenomena berubahnya sifat suatu padatan
(bed) dalam suatu reaktor menjadi bersifat seperti fluida dikarenakan
adanya aliran fluida ke dalamnya baik berupa liquid maupun gas. Pada
saat suatu aliran gas dilewatkan melalui bagian bawah partikel padat yang
diam, aliran gas akan bergerak keatas dan mengisi bagian partikel yang
kosong. Partikel padat disebut juga sebagai partikel unggun. Laju alir
udara pada kolom yang kosong disebut kecepatan superfisial, sementara
kecepatan udara di antara partikel unggun disebut kecepatan interstitial.
(Laboratorium Proses dan Operasi Teknik I, 1989).
Peristiwa fluidisasi ini secara sederhana bisa dilihat pada
percobaan fluidsasi yang terjadi apabila ada suatu aliran fluida yang
mengalir melewati partikel unggun yang berada di dalam tabung. Sehingga
aliran tersebut memberikan pressure drop sepanjang unggun. Pressure
drop akan naik jika kecepatan superficial (superficial velocity) naik.
Kecepatan superficial adalah kecepatan aliran fluida pada saat
tabung kosong. Pada kecepatan superficial fluida yang rendah, unggun di
dalam tabung mula mula diam. Jika kemudian kecepatan superficial
dinaikkan maka pada suatu saat gaya seret fluida menyebabkan unggun
mengembang dan menyebabkan tahanan terhadap aliran udara mengecil,

sampai akhirnya gaya seret tersebut cukup untuk mendukung gaya berat
partikel unggun. Kemudian unggun terfluidisasi dan sistem solid-fluida
menunjukkan sifat sifat seperti fluida. Agar partikel partikel solid bisa
terfluidisasi maka dibutuhkan kecepatan tertentu dari fluida yang
dialirkan, kecepatan ini disebut sebagai kecepatan minimum fluidisasi
(minimum fludization velocity).
Fluidisasi pada aplikasinya memiliki kegunaan yang luas di
industri. Salah satu alasan unggun terfluidisasi memiliki aplikasi yang luas
adalah karakteristik transfer panasnya yang sangat baik. Hal ini didukung
kuat oleh berubahnya sifat dari unggun tersebut menjadi seperti fluida
sehingga transfer panas yang terjadi adalah transfer panas konveksi.
Dengan demikian partikel yang memasuki unggun terfluidisasi segera
mencapai temperatur unggun dan partikel dalam unggun bersifat
isothermal pada semua situasi. Gas yang memasuki unggun juga akan
segera mencapai temperatur unggun. Hampir tidak adanya variasi
temperatur dalam unggun yang terfluidisasi dikarenakan pencampuran
merata dan area kontak yang luas antara gas dan partikel.
Jadi kita sebagai mahasiswa Teknologi Bioproses merasa penting
dan perlu untuk mempelajari fluidisasi dan aspek aplikasinya dalam
industri. Karena pada proses industri bioproses juga berkaitan dengan
perlakuan gas-solid, liquid-solid, sehingga fluidisasi berperan penting
dalam proses tersebut.

1.2.

Rumusan Masalah
Rumusan-rumusan masalah dalam laporan ini adalah sebagai berikut:
1.

Bagaimana pengaruh laju alir fluida terhadap ketingian unggun dan


pressure drop serta bagaimana pengaruh atau hubungan keduanya satu
sama lain?

2.

Bagaimanakah menentukan laju alir udara untuk memperoleh kondisi


fluidisasi yang optimum?

3.

Bagaimana pengaruh laju alir fluida terhadap transfer panas dalam


unggun terfluidisasi yang meliputi suhu heater, koefisien transfer
panas, kedalaman heater dan kedalaman termokopelnya?

4.

Bagaimanakah proses terjadinya transfer panas dalam unggun?

5.

Bagaimana karakteristik fluidisasi dengan mengamati hubungan laju


alir fluida terhadap ketinggian unggun dan perubahan tekanan?

6.

Bagaimana menentukan laju alir fluida minimun untuk mencapai


fluidisasi?

7.

Bagaimana hubungan pengaruh perilaku increasing dan decreasing


laju alir fluida terhadap ketinggian unggun dan perubahan tekanan?

1.3.

Tujuan
Tujuan dari percobaan fluidisasi adalah sebagai berikut:
1. Menentukan profil hubungan laju alir udara dengan pressure drop
atau penurunan tekanan.
2. Menentukan profil hubungan laju alir udara dengan tinggi unggun.
3. Menentukan profil hubungan antara laju alir udara dengan
perpindahan panas pada unggun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Fluidisasi merupakan suatu peristiwa saat benda padat (atau disebut bed
atau unggun) bersifat seperti fluida. Fluidisasi dapat terjadi saat partikel-partikel
unggun dikontakkan dengan fluida. Ketika fluida dialirkan melewati partikelpartikel pada unggun, maka fluida akan mengalami pressure drop. Pressure drop
ini disebabkan oleh adanya resistansi/hambatan yang dialami oleh aliran fluida
saat bergerak akibat adanya partikel unggun yang menghalangi aliran fluida.
Dalam bidang industri kimia, hal ini merupakan fenomena yang umum terjadi.
Contohnya adalah ketika mereaksikan SO2 menjadi SO3 dimana gas dialirkan
melewati unggun berisi katalis.

2.1

Hubungan Laju Alir Udara dan Pressure Drop


Aliran fluida melewati unggun yang diam dapat digambarkan oleh hukum

Darcy. Darcy mengatakan bahwa kecepatan rata-rata dari fluida yang mengalir
melewati unggun berbanding lurus dengan penurunan tekanan yang terjadi
sepanjang unggun dan berbanding terbalik dengan ketebalan unggun. Dengan
demikian, berdasarkan hukum Darcy diketahui bahwa terdapat hubungan yang
linier antara laju aliran fluida dengan beda tekanan yang terjadi pada unggun,
selama aliran yang terbentuk adalah aliran yang streamline. Asumsi aliran
streamline ini dapat diambil karena nilai bilangan Reynold, bilangan tak
berdimensi yang menggambarkan jenis aliran fluida, kecil, mengingat bahwa baik
kecepatan fluida maupun jarak antar partikel unggun relatif kecil. Hukum Darcy
dapat digambarkan sebagai:

.........................................(1)

Terjadinya penurunan tekanan/pressure drop juga dipengaruhi luas


permukaan spesifik partikel unggun serta kekosongan partikel tersebut.
Kekosongan partikel atau disebut sebagai voidage akan berbanding terbalik
dengan pressure drop di sepanjang unggun. Semakin besar kekosongan yang

terdapat pada unggun, maka akan semakin besar celah tempat fluida dapat
mengalir dan hambatan yang dialami fluida pun menjadi berkurang. Sebagai
akibatnya, aliran fluida dapat lebih lancar dan penurunan tekanan akibat hambatan
unggun pun berkurang. secara matematis, hubungan ini digambarkan oleh
persamaan Carman-Kozeny:

"

..........................................(2)

Seperti yang telah dijelaskan dalam hukum Darcy dan persamaan yang
digambarkan oleh Carman-Kozeny, dapat disimpulkan bahwa kenaikan laju alir
superficial fluida (laju alir saat fluida dialirkan pada tabung kosong) akan
berakibat pada kenaikan pressure drop. Seiring dengan naiknya pressure drop,
maka gaya seret yang dikenakan oleh fluida pada pada partikel unggun akan
semakin besar. Gaya seret merupakan gaya yang timbul akibat adanya kontak
antara partikel unggun dengan fluida yang mengalir di sekitarnya.
Gaya seret yang dialami oleh partikel unggun akan terus meningkat seiring
dengan naiknya laju aliran fluida, sampai suatu ketika fluida akan mencapai laju
fluidisasi minimum (umf). Laju fluidisasi minimum adalah laju fluida yang
memberikan gaya seret yang sebanding dengan gaya berat yang dimiliki oleh
partikel unggun. Dengan demikian, total gaya yang berpengaruh pada partikel
unggun akan sama dengan nol dan unggun dikatakan tepat akan terfluidisasi. Saat
unggun tepat akan terfluidisasi, maka kenaikan kecepatan aliran fluida yang
sedikit saja akan menyebabkan gaya seret pada partikel unggun lebih besar dari
pada gaya berat, sehingga unggun akan terangkat oleh gaya seret tersebut. Saat
unggun terbawa oleh aliran fluida inilah yang disebut sebagai unggun
terfluidisasi.
Karena partikel unggun kini sudah terangkat oleh aliran fluida, maka kini
kekosongan antar partikel akan menjadi sama. Karena kekosongan pada tiap
daerah menjadi sama, maka penurunan tekanan pada unggun akan menjadi
konstan. Hal ini karena tahanan yang dialami fluida pada setiap titik dalam
unggun sama, sehingga tidak ada perbedaan yang terjadi pada setiap titik dalam

unggun. Secara umum, hubungan antara laju aliran fluida dan penurunan tekanan
dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Pressure Drop pada Unggun Diam dan Unggun Terfluidisasi

Dapat dilihat berdasarkan gambar 1. bahwa pressure drop akan naik


secara linier sampai mencapai titik A seiring dengan terjadinya kenaikan laju alir
fluida, sampai pada titik A, penurunan tekanan tidak lagi linier. Pada titik A inilah
terjadi laju fluidisasi minimum yang mengakibatkan unggun terfluidisasi. Saat
fluidisasi partikel sudah stabil maka hambatan yang dialami fluida pada setiap
titik dalam unggun akan menjadi sama dan pressure drop akan menjadi konstan
(C-D).
Jika laju fluidisasi kembali diturunkan maka partikel unggun yang tadinya
berjauhan akan saling mendekat dan suatu saat akan menempel satu sama lain
(titik E). Pada saat ini maka unggun akan kembali diam namun porositasnya akan
cenderung lebih stabil dari sebelumnya sehingga penurunan tekanan yang terjadi
akan lebih kecil jika dibandingkan dengan saat awal unggun terfluidisasi. Selama
partikel dalam unggun tidak mengalami getaran dan fluidisasi ideal, maka
perubahan pressure drop akan sesuai dengan garis F-E-C-D dan akan sama
dengan gaya bouyansi partikel. Akan tetapi, pada unggun yang nyata hal ini sulit
terjadi karena sulit menghindari terjadinya getaran pada unggun. Selain itu,
terdapat peristiwa channelling dalam unggun serta efek dari gaya friksi partikel
dengan dinding unggun yang mengakibatkan fluidisasi tidak ideal. Hubungan

antara pressure drop dengan kekosongan bed saat terfluidisasi dapat digambarkan
dengan persamaan:
=

....................................(3)

Laju fluidisasi minimum juga dapat diperhitungkan dengan menggunakan


persamaan Carman-Kozeney. Akan tetapi, persamaan Karman-Kozeney memiliki
rezim aliran tertentu sehingga saat aliran fluida tidak berada pada batas rezim
alirannya, persamaan ini tidak dapat digunakan. Oleh sebab itu, sering kali
digunakan persamaan yang lebih umum untuk menghitung besar laju fluidisasi
minimum yaitu dengan menggunakan persamaan Ergun:

2.2

= 5 (

(1 )

+ ,75 (

)(

).................(4)

Hubungan Laju Alir Udara dan Tinggi Unggun


Fluidisasi pada unggun tidak hanya berpengaruh pada pressure drop yang

terjadi di dalam unggun, namun juga berpengaruh pada terjadinya perubahan pada
tinggi unggun. Pada awal sebelum fluida dialirkan melewati unggun, partikelpartikel unggun akan bertumpuk satu sama lain. Partikel unggun yang telah
tersusun dan bertumpuk akan memiliki ketinggian tertentu dengan nilai
kekosongan tertentu. Ketika fluida mulai dialirkan melewati unggun, fluida akan
mengalir melewati celah-celah yang terdapat pada unggun.
Saat laju alir superfisial fluida berada di bawah laju fluidisasi minimum,
fluida belum memiliki energi yang cukup untuk dapat melawan gaya berat dari
tiap partikel yang bertumpuk satu sama lain. Sebagai akibatnya, fluida akan
menngalir melewati celah yang terdapat antar partikel. Saat fluida mencapai laju
fluidisasi minimumnya, maka gaya pada partikel menjadi sama dengan nol dan
kenaikkan laju alir superfisial fluida sedikit saja akan mengakibatkan unggun
terfluidisasi. Partikel unggun yang kini dipengaruhi gaya seret oleh fluida terbawa
oleh aliran fluida yang bergerak naik dan tinggi unggun pun akan meningkat.
Secara teoritis, besarnya gaya seret yang terjadi pada partikel unggun akan
terus meningkat seiring dengan adanya kenaikan laju alir superfisial fluida.

Dengan demikian, semakin tinggi laju alir fluida, maka tinggi bed akan semakin
tinggi. Kenaikan tinggi ini akan terus disertai dengan adanya gerak jatuh bebas
dari partikel unggun yang terangkat naik. Pada saat kecepatan fluida cukup besar
untuk membawa partikel mengalir bersama fluida (laju superfisial fluida lebih
besar dari kecepatan terminal partikel unggun), maka tekanan akan mengalami
peningkatan karena adanya gaya seret antara fluida dengan dinding yang nilainya
menjadi signifikan. Pada saat inilah partikel unggun akan berekspansi maksimum
dan ikut mengalir dengan aliran fluida.

Gambar 2. Gradien Tekanan dalam Unggun Dibandingkan dengan Laju Alir


Superfisial Fluida

2.3

Hubungan Laju Alir Udara dan Perpindahan Panas pada Unggun


Proses perpindahan panas pada unggun terfluidisasi dikatakan dapat

berlangsung secara lebih baik. Bahkan dikatakan bahwa pada sistem gas-padat,
koefisien perpindahan panas dapat meningkat hingga 100 kali lipat (Coulson,
2002.). Salah satu penyebab proses perpindahan panas yang baik adalah karena
pada unggun terfluidisasi, partikel-partikel di dalamnya terdistribusi dengan baik.
Unggun yang telah terfluidisasi penuh memiliki temperatur unggun yang seragam.
Luas permukaan kontak transfer panas antara fluida dengan partikel unggun juga
sangat tinggi, sehingga transfer panas antar fasa sangat baik. Saat terfluidisasi,

transfer panas terjadi dalam bentuk konveksi, berlawanan dengan padatan yang
pada umumnya mentransfer panas dengan konduksi.
Terdapat tiga mekanisme perpindahan kalor yang diduga mengakibatkan
adanya peningkatan dalam koefisien perpindahan kalor yang diakibatkan oleh
adanya partikel unggun. Yang pertama adalah karena partikel memiliki kapasitas
kalor per unit volume yang lebih besar di bandingkan udara, sehingga dapat
berperan sebagai agen pembawa kalor. Pada unggun terfluidisasi, terjadi
pergerakan unggun yang cepat, partikel berpindah dari limbak ke lapisan gas dan
berdekatan dengan permukaan perpindahan kalor. Partikel ini memindahkan kalor
lalu kembali ke aliran limbaknya. Mekanisme kedua adalah erosi dari laminar sub
layer dari permukaan perpindahan kalor partikel, sehingga mengurangi tebal
efektifnya. Mekanisme ketiga adalah bahwa terdapat paket partikel yang bergerak
menuju permukaan perpindahan kalor, dimana proses perpindahan kalor tak tunak
terjadi.

Gambar 3. Hubungan Antara Koefisien Perpindahan Kalor dengan Laju


Alir Fluida

Koefisien perpindahan kalor pada unggun terfluidisasi dapat dihitung


dengan menggunakan rumus perhitungan kalor konveksi:

..............................................(5)

Nilai Q dalam persamaan dapat dihitung dengan menggunakan data daya pada
heater/pemanas yang digunakan, yaitu dengan mengalikan nilai tegangan dengan
nilai arus listrik yang mengalir.

10

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Alat dan Bahan


Percobaan fluidisasi ini menggunakan alat perpindahan panas dalam unggun

terfluidisasi Fluid Bed Heat Transfer Unit. Sesuai dengan namanya, alat
fluidisasi

pemindah

panas

ini

berfungsi

untuk

memindahkan

atau

mendistribusikan panas yang berasal dari heater dalam chamber secara merata
dengan proses fluidisasi. Peralatan utama alat ini berupa tabung yang telah terisi
partikel unggun yang telah dilengkapi dengan saluran udara masuk pada bagian
bawah dan saluran udara keluar pada bagian atas. Tabung tersebut telah dipasangi
alat pengukur tekanan yang telah dihubungkan dengan manometer, heater dan alat
pengukur suhu yang telah dihubungkan dengan controller dan termometer.

Gambar 4. Fluid Bed Heat Transfer Unit H692

Berikut adalah penjelasan tiap komponen dari alat fluid bed heat transfer
unit H692 yang digunakan pada percobaan ini :

11

1.

Chamber
Chamber merupakan tabung yang berisi partikel unggun (bed).
Chamber terdiri dari sebuah tabung kaca dengan pelat logam di bagian
atas dan di bagian bawah bed. Chamber memiliki saluran udara pada
bagian bawah untuk jalur masuk udara ke dalam chamber dan pada
bagian atas untuk jalur keluar udara tersebut dari chamber.
Data spesifikasi chamber adalah sebagai berikut:
o Diameter chamber

: 105 mm

o Luas chamber

: 8,66 x 10-3 m2

o Panjang chamber

: 220 mm

2. Cylinder Mounting
Bagian ini terdiri dari elemen pemanas (heater), termokopel, dan
pengukur tekanan. Ketiga alat tersebut dapat digerakkan secara vertikal
untuk disesuaikan dengan ketinggian bed di dalam bed chamber. Tiga
elemen ini sudah terhubung dengan masing-masing alat pengukurnya
yaitu indikator suhu, indikator tekanan manometer, dan kontrol suhu
pemanas.
Spesifikasi elemen heater adalah sebagai berikut:
o 12.7 mm diameter x 37 mm panjang
o Surface area 16 cm2

3. Indikator dan Kontrol Suhu


Pada permukaan heater, terdapat dua buah termokopel yang
berfungsi untuk mengukur temperatur permukaan heater dan yang
lainnya berfungsi untuk melindungi dari nilai setting yang berlebih.
Temperatur yang terbaca adalah temperatur heater (T1), temperatur di
sekitar probe temperatur (T2), dan temperatur udara yang keluar dari
kompresor dan masuk ke dalam unggun (T3)
Variabel transformer merupakan alat untuk mengontrol laju
perpindahan panas dari heater. Pada permukaan heater, terdapat dua
buah termokopel yang berfungsi untuk mengukur temperatur permukaan

12

heater dan yang lainnya berfungsi untuk melindungi dari nilai setting
yang berlebih.

Gambar 5. Alat Indikator dan Kontrol Suhu

4. Unggun
Spesifikasi elemen unggun :
o Fused Alumina (Al2O3 putih)
o Densitas 3770 kg/m3
o Ukuran material 250m-320m
o Partikel unggun (bed) yang digunakan dalam percobaan ini adalah
alumina.

Gambar 6 . Unggun Terfluidisasi

13

5.

Manometer
Pada bagian lain alat ini terdapat dua buah manometer yang berisi
fluida air. Manometer pertama digunakan untuk mengukur penurunan
tekanan unggun sedangkan manometer kedua digunakan untuk mengukur
penurunan tekanan udara sebelum dan sesudah melewati orifice.

6.

Pengukur Laju Alir


Nilai yang tertera pada tabung ini berkisar antara 0,2-1,7 m3/s.
Kita dapat menentukan besarnya laju alir dengan memutar valve yang
ada pada bagian bawah. Pada alat pengukur laju alir udara ini, terdapat
penunjuk besanya kecepatan berupa beban yang akan terangkat saat
udara diperbesar.
Spesifikasi pengukur laju alir adalah sebagai berikut:

Fluida yang digunakan

: udara

Densitas fluida

: 1.2 kg/m3

Gambar 7. Pengukur Laju Alir

14

3.2

Prosedur Percobaan
3.2.1 Hubungan Laju Alir Udara dan Pressure Drop
Prosedur yang dilakukan untuk menentukan profil hubungan laju alir
udara dan pressure drop adalah sebagai berikut:
1. Memastikan pipa manometer yang berada di dalam chamber
berada di dalam unggun.
2. Mencatat tekanan awal unggun (P0).
3. Mengatur laju alir udara menjadi 0,2 L/s.
4. Mencatat tekanan di dalam unggun pada manometer (P1).
5. Menarik pipa manometer yang berada di dalam unggun ke luar
unggun, lalu mencatat nilai tekanan pada manometer (P2).
6. Mengulang langkah 3-5 untuk laju alir 0,4 L/s, 0,6 L/s, 0,8 L/s,
1,0 L/s, 1,2 L/s, 1,4 L/s, 1,6 L/s, 1,7 L/s (secara berurutan).
7. Mengulang percobaan dengan laju alir mulai dari 1,7 L/s, 1,6
L/s, 1,4 L/s, 1,2 L/s ,1,0 L/s, 0,8 L/s, 0,6 L/s, 0,4 L/s, 0,2 L/s,
dan 0 L/s.

3.2.2 Hubungan Laju Alir Udara dan Tinggi Unggun


Prosedur yang dilakukan untuk menentukan profil hubungan laju alir
udara dan tinggi unggun adalah sebagai berikut:
1. Memastikan pipa manometer yang berada di dalam chamber
berada di dalam unggun.
2. Mencatat tekanan awal unggun (H0).
3. Mengatur laju alir udara menjadi 0,2 L/s.
4. Mencatat tinggi unggun (yang diukur adalah titik tertinggi
unggun).
5. Mengulang langkah 3 dan 4 untuk laju alir 0,4 L/s, 0,6 L/s, 0,8
L/s, 1,0 L/s, 1,2 L/s, 1,4 L/s, 1,6 L/s, 1,7 L/s (secara berurutan).
6. Mengulang percobaan dengan laju alir mulai dari 1,7 L/s, 1,6
L/s, 1,4 L/s, 1,2 L/s ,1,0 L/s, 0,8 L/s, 0,6 L/s, 0,4 L/s, 0,2 L/s,
dan 0 L/s.

15

3.2.3

Hubungan Laju Alir Udara dan Perpindahan Panas dalam


Unggun
Prosedur yang dilakukan untuk menentukan profil hubungan laju alir
udara dan perpindahan panas dalam unggun adalah sebagai berikut:
1.

Mencatat temperatur udara ruangan yang digunakan.

2.

Memastikan bahwa heater dan termokopel berada di dalam


unggun.

3.

Mengatur temperatur heater menjadi 90C.

4.

Mengatur laju alir udara menjadi 1 L/s.

5.

Menunggu

selama

kira-kira

menit,

lalu

mencatat

nilai suhu unggun (Tbed).


6. Menarik termokopel yang berada di dalam unggun ke luar
unggun, lalu mencatat nilai suhu chamber (Tchamber).
7.

Menunggu 10 menit, lalu mengulang langkah 5 dan 6. Tahap ini


dilakukan dua kali sehingga untuk laju alir 1 L/s terdapat 3 data
Tbed dan Tchamber.

8.

Mengatur laju alir menjadi 1,6 L/s.

9.

Mengulang langkah 5-7.

10. Mengatur temperatur heater menjadi 120C.


11. Mengulang langkah 5-9.

16

BAB IV
PEMBAHASAN

Analisis Hubungan Laju Alir Udara dan Pressure Drop

Grafik Hubungan Laju Alir dan Pressure


Drop
1,4
Pressure Drop (Pa)

4.1

1,2
1
0,8
0,6

Laju Alir Naik

0,4

Laju Alir Turun

0,2
0
0

0,5

1,5

Laju Alir (L/s)

Grafik 1. Hubungan Laju Alir dan Pressure Drop

Pressure drop dalam percobaan ini didapat dari selisih tekanan pada
chamber dan tekanan pada bed (unggun). Dari grafik diatas dapat dilihat
bahwa pressure drop terus naik seiring dengan naiknya laju alir udara,
bahkan setelah unggun terfluidisasi. Secara teoritis, pressure drop akan
terus naik seiring dengan kenaikan laju alir udara. Namun, setelah kecepatan
minimum fluidisasi tercapai atau dalam kata lain unggun telah terfluidisasi,
hambatan yang dialami fluida pada setiap titik dalam unggun akan menjadi
sama dan pressure drop akan menjadi konstan. Begitu pula saat laju alir
udara diturunkan, pressure drop akan konstan hingga mencapai titik
kecepatan minimum fluidisasi. Setelah melewati titik tersebut, pressure
drop akan turun seiring dengan penurunan laju alir udara yang diberikan.
Penyimpangan dari teori tersebut disebabkan karena adanya
kebocoran pada chamber sehingga udara yang dialirkan tidak sepenuhnya
mengalir ke unggun, tetapi sebagian mengalir keluar chamber. Selain itu,

17

kompresor yang tidak stabil menyebabkan supply udara yang masuk ke


chamber tidak stabil sehingga mempengaruhi data hasil percobaan.
Ketidaktelitian membaca skala pada pengukuran tekanan unggun maupun
chamber juga mempengaruhi data hasil percobaan ini.

Analisis Hubungan Laju Alir Udara dan Tinggi Unggun

Grafik Hubungan Laju Alir & Tinggi Bed


16
14
Tinggi Bed (cm)

4.2

12
10
8

Laju Alir Naik

Laju Alir Turun

4
2
0
0

0,5

1,5

Laju Alir (L/s)

Grafik 2. Hubungan Laju Alir dan Tinggi Bed

Dari grafik 1 diatas, pada percobaan dengan menaikkan laju alir dari 0
L/s sampai dengan 1,7 L/s, dapat dilihat bahwa unggun mulai bergerak
(terfluidisasi) dan menyebabkan tinggi unggun bertambah saat diberikan
laju alir 0,8 L/s. Saat laju alir volumetrik udara dinaikkan, tinggi bed terus
mengalami kenaikan hingga mencapai ketinggian paling besar saat
diberikan laju alir 1,7 L/s. Saat laju alir volumetrik diturunkan dari 1,7 L/s
sampai dengan 0 L/s dapat dilihat bahwa ketinggian bed turun seiring
dengan penurunan laju alir, hingga pada saat laju alir 0,8 L/s bed tidak lagi
mengalami penurunan tinggi. Saat laju alir superfisial fluida berada di
bawah laju fluidisasi minimum, fluida belum memiliki energi yang cukup
untuk dapat melawan gaya berat dari tiap partikel yang bertumpuk satu
sama lain. Sebagai akibatnya, fluida akan menngalir melewati celah yang

18

terdapat antar partikel. Saat fluida mencapai laju fluidisasi minimumnya,


maka gaya pada partikel menjadi sama dengan nol dan kenaikkan laju alir
superfisial fluida sedikit saja akan mengakibatkan unggun terfluidisasi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecepatan fluidisasi minimum pada
percobaan ini adalah 0,8 L/s.
Namun, data yang didapat kurang akurat perubahan ketinggian
unggun hanya diukur pada satu titik. Seharusnya minimal tiga titik unggun
yang diukur sehingga error atau standar deviasi dari hasil dapat diketahui.
Penyimpangan dapat disebabkan karena adanya kebocoran pada chamber
sehingga udara yang dialirkan tidak sepenuhnya mengalir ke unggun, tetapi
sebagian mengalir keluar chamber. Selain itu, kompresor yang tidak stabil
menyebabkan supply udara yang masuk ke chamber tidak stabil sehingga
mempengaruhi data hasil percobaan.

Analisis Korelasi Laju Alir dan Perpindahan Panas

Grafik Hubungan Waktu & Suhu pada


Suhu 9 C
55
54
53
Suhu Bed saat Laju Alir 1
L/s

52
Suhu C

4.3

51

Suhu Chamber saat Laju


Alir 1 L/s

50
49

Suhu Bed saat Laju Alir


1,6 L/s

48
47

Suhu Chamber saat Laju


Alir 1,6 L/s

46
45
0

20

40

60

waktu (menit)

Grafik 3. Hubungan Waktu dan Suhu pada suhu 90 C

19

Grafik Hubungan Waktu dan Suhu pada


Suhu
C
80
70
Suhu Bed saat Laju Alir 1
L/s

Suhu C

60
50

Suhu Chamber saat Laju


Alir 1 L/s

40
30

Suhu Bed Saat Laju Alir


1,6 L/s

20
10
0
0

20

40

60

Suhu Chamber saat Laju


Alir 1,6 L/s

Waktu (menit)

Grafik 4. Hubungan Waktu dan Suhu pada suhu 120 C


Percobaan ini menghasilkan data berupa suhu pada unggun dan
chamber saat diberikan laju alir tertentu dan diberikan panas tertentu. Panas
pada percobaan ini diberikan lewat heater yang terletak pada unggun. Secara
teoritis, perpindahan panas yang ditunjukkan oleh pemerataan suhu, akan
lebih baik saat laju alir udara yang lebih tinggi yaitu 1,6 L/s. Berdasarkan
data yang disajikan pada kedua grafik di atas, terlihat bahwa suhu unggun
maupun chamber saat diberikan laju alir 1,6 L/s lebih tinggi dan seragam.
Namun, seperti yang ditunjukkan pada grafik 3, saat diberikan suhu 90 C dan
laju alir 1,6 L/s data suhu yang didapat fluktuatif dan tidak sesuai dengan
teori. Akan tetapi, pada grafik 4, saat diberikan suhu 120 C suhu bed dan
chamber lebih tinggi dan lebih seragam bila dibandingkan dengan saat
diberikan laju alir 1 L/s yang sesuai dengan teori.
Penyimpangan dari teori tersebut disebabkan karena adanya
kebocoran pada chamber sehingga udara yang dialirkan tidak sepenuhnya
mengalir ke unggun, tetapi sebagian mengalir keluar chamber. Selain itu,
kompresor yang tidak stabil menyebabkan supply udara yang masuk ke
chamber tidak stabil sehingga mempengaruhi data hasil percobaan. Saat
mengukur suhu chamber, praktikan menaikkan termokopel dari dalam
unggun ke chamber dan menurunkannya lagi untuk mengukur suhu pada
20

unggun. Pergerakan termokopel tersebut menyebabkan tidak akuratnya data


percobaan berupa suhu yang dicatat, karena posisi saat mengukur suhu
unggun berbeda-beda. Semakin dekat termokopel dengan heater maka secara
otomatis data suhu yang didapat akan semakin tinggi dan sebaliknya.

21

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.

2009.

Modul

Praktikum

Unit

Operasi

Bioproses

I.

http://akademik.che.itb.ac.id/labtek/wp-content/uploads/2009/02/modul-213fluidisasi.pdf (diakses 21 Oktober 2015)


Anonim. 2012. Fluidisasi http://tekim.undip.ac.id/staf/widiasa/files/2012/
03/Fluidisasi_01.ppt (diakses 22 Oktober 2015)

C.J. Geankopis. 1983. Transport Processes and Unit Operation 2nd edition.
Allyn and Bacon Inc: Massachusetts.

Operating Manual, Fluidization and Fluid Bed Heat Transfer Unit, P.A.
Hilton Ltd.
Widayati. 2010. Fenomena dan Kecepatan Minimum (Umf) Fluidisasi.
http://repository.upnyk.ac.id/6143/1/widayati__exergi_des_2010.pdf (diakses 22
Oktober 2015)

22

Anda mungkin juga menyukai