Kelompok A2 :
Pada skenario didapatkan fraktur pada antebrachii pada 1/3 tengah, sehingga tulang yang
perlu diperhatikan adalah radius dan ulna, dan perkiraan fraktur terjadi pada baik radius dan ulna.
Skenario yang didapat adalah sebagai berikut:
Seorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke UGD RS dengan kelihan nyeri pada
lengan kanannya setelah terjatuh dari sepeda motornya 1 hari yang lalu. Setelah kecelakaan
tersebut keluarga pasien membawanya ke dukun patah tulang untuk diurut. Saat dibawa ke
UGD, pasien mengeluh lengan kanannya sangat nyeri dan tangan kanannya terasa baal. Pada
pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital dalam batas normal, region antebrachii dextra 1/3 tengah
tampak edema, hyperemia, deformitas. Pada palpasi, nyeri tekan (+), teraba krepitasi, pulsasi a.
radialis melemah, jari-jari tangan kanan masih dapat digerakkan, akan tetapi terasa sangat
nyeri apabila diekstensikan.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai fraktur yang mengenai radius dan ulna pada 1/3
tengah, serta pembahasan mengenai compartement syndrome yang terjadi pada pasien tersebut.
B. Pembahasan
Anamnesis
Pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, dapat dilakukan secara langsung dengan
pasien yang disebut autoanamnesis atau dilakukan wawancara terhadap orang tua, keluarga atau
wali dari pasien. Termasuk didalam aloanmnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk ,
catatan rekam medik dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasien itu sendiri. , Pada
anamnesis muskuloskeletal, ada beberapa hal yang harus ditanyakan kepada orang yang
diwawancara untuk mendapat informasi, seperti: 1) Identitas yang meliputi nama, usia, dan
pekerjaan; 2) Riwayat penyakit sekarang yang meliputi lokasi, waktu terjadinya, durasi, serta
faktor pemberat dari keluhan nyeri, kaku sendi, ataupun bengkak sendi serta keluhan penyerta; 3)
Riwayat penyakit dahulu seperti sebelumnya pernah mengalami cedera seperti ini, atau mungkin
ada riwayat trauma lainnya, dan bagaimana aktivitas sehari-hari; 4) Riwayat penyakit keluarga,
apakah ada keluarga yang juga mengalami seperti ini.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik yang dilakukan yaitu primary survey dan secondary survey. Primary
survey dilakukan dengan mengetahui keadaan umum pasien, sedangkan secondary survey untuk
mengetahui gerakan pasien apakah masih dianggap normal atau tidak. Kedua pemeriksaan itu
dapat dilakukan dengan:1
2
1. Look (inspeksi)
2. Feel (palpasi)
Meraba ada tidaknya benjolan atau pembengkakan pada bagian lengan dextra bawah.
3. Move ( pergerakkan)
Melakukan gerakkan sendi proksimal dan distal dari tulang yang patah, misalnya terjadi
fraktur pada antebrachii yaitu dengan melakukan gerakkan aktif pada siku yang meliputi
fleksi, ekstensi, pronasi dan supinasi.
Untuk melihat apakah ada krepitasi bila fraktur digerakkan, krepitasi timbul oleh
pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulang kortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang
rawan epifisis tidak terasa adanya krepitasi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi yaitu dilakukan foto rontgen (x-ray), minimal harus dilakukan 2
proyeksi yaitu AP dan lateral. Harus dilakukan dengan posisi yang enar jika ada kesalahan
akan memberikan interprestasi yang salah. Pemeriksaan radiologis dapat menggunakan
bantuan x-ray image yang berdasarkan rules of two yang meliputi 2 posisi (AP dan LAT), 2
3
sendi (sendi atas dan bawah tulang yang patah)dan 2 ekstremitas (kanan dan kiri)
seperti pada gambar 1 dan terutama pemeriksaan pada anak yang lempeng
pertumbuhan nya masih aktif. Pemeriksaan x-ray image ini harus dilakukan 2 kali yaitu
sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Pada pemeriksaan radiologis ini dengan pembuatan
foto rontgen 900 didapatkan gambaran garis patah. Pada patah yang fragmen nya mengalami
dislokasi, gambaran garis patah biasanya terlihat jelas.2,3.
CT-Scan
1. Prosedur pemeriksaan ini dapat menunjukan rincian bidang tertentu dari tulang yang sakit
dan dapat memperlihatkan cedera ligamen atau tendon dan tumor jaringan lunak.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasikan lokasi dan panjangnya patah
tulang di daerah yang sulit dievaluasi. 5,6
Ultrasonografi (USG)
Prosedur pemeriksaan dengan menggunakan USG dilakukan untuk mendeteksi gangguan
pada jaringan lunak ( adanya massa, dan sebagainya ). Pemeriksaan ini menggunakan sistem
gelombang suara yang menghasilkan gambran jaringan yang diperiksa. Kulit diatas jaringan
yang akan diperiksa diolesi gel untuk memudahkan gerakan alat. Pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk mendeteksi gangguan pada sindroma kompartemen. 5,6
Pemeriksaan Laboratorium
Pada fraktur,
pemeriksaan laboratorium yang perlu diketahui adalah
Hb
dan hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila
4
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan fraktur, kadar kalsium serum dan
fosfor akan meningkat didalam darah. Kadar normal kalsium serum adalah 4.5-5.5 mg/l atau 8.020.5 mg/dl, sedangkan kadar normal fosfor adalah 2.5-4.0 mg/dl dalam serum. 5,6erik
Working Diagnosis
Fraktur Tertutup Antebrachii
Jenis fraktur yang berlaku pada pasien dalam kasus adalah fraktur tertutup antebrachii.
Hal ini karena pasien tidak dapat menggerakkan lengan bawahnya di sebelah kanan, dan rasa
nyeri terutama dirasakan di daerah lengan bawah kanan yang mengalami deformitas. Fraktur
brachii tidak berlaku karena lengan atas kanan, siku dan tangan tidak terasa nyeri dan tidak ada
memar. Untuk mengukuhkan lagi diagnosa, pemeriksaan sensorik yang dilakukan tidak ada
gangguan karena tangan dapat digerakkan dengan baik. Pemeriksaan disertakan dengan
pemeriksaan penunjang seperti sinar-X, CT-scan dan MRI untuk melibat penyebab berlakunya
deformitas pada lengan kanan pasien.
Diferensial Diagnosis7,8
Dislokasi dan Sublikasi
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini
hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari
tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan
mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari
tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Terdapat 2 jenis dislokasi yaitu dislokasi subluksasi dan dislukasi luksasi.Sublukasi
berlaku apabila sebagian daripada kontak antara 2 permukaan sendi hilang. Dislokasi dan
sublukasi sering terjadi pada golongan yang kurang daripada 20 tahun dan selalunya disertai
dengan gejala fraktur. Selalunya dislokasi atau sublukasi melibatkan bahu, siku, pergelangan
tangan, jari, panggul dan juga lutut. Sublukasi dan dislokasi dapat mengakibatkan congenital
atau acquired disorders yang akan melibatkan ketidakseimbangan badan atau gangguan system
saraf serta sendi yang tidak stabil. Luksasi pula apabila tiada kontak antara permukaan sendi.
5
Cairan sendi dapat tereposisi secara spontan dan hanya akan kelihatan strain (keselo),
nyeri dan bengkak pada tempat berlakunya dislokasi. Namun apabila tidak tereposisi, sendi dapat
direposisi tanpa anestesi (fase shock 5-20 menit). Apabila lewat dari fase shock, pasien harus
dibius untuk menghilangkan spasme otot agar manipulasi tidak merusak jaringan lunak. Sangat
lazim pada anak kecil adalah siku yang mengalami dislokasi atau siku pengasuh. Tarikan
longitudinal pada lengan bawah seorang anak kecil yang lengan bawahnya berada dalam posisi
pronasi dapat menyebabkan caput radius tergelincir bawah ligamentum anulare. Anak mulai
menangis dan menolak untuk menggerakkan lengannya, menimang lengannya dengan posisi
siku fleksi dan lengan bawah pronasi. Pemeriksaan sinar-X biasanya normal dan tidak membantu
menegakkan diagnosis. Penatalaksaan adalah dengan mensupinasikan lengan bawah dengan siku
dalam keadaan fleksi. Kekambuhan jarang terjadi dan tidak diperlukan imobilisasi.
Tipe fraktur9
Berbagai tipe fraktur yang dapat berlaku akibat trauma pada tulang pada anak dan juga dewasa :
Jenis fraktur
Definisi
Fraktur linier
Fraktur Kompresi
Fraktur epifise
Fraktur impresi
Fraktur cominutiva
Fraktur avulsi
Fraktur greenstick
Fraktur segmental
Fraktur terbuka
Fraktur tertutup
Fraktur Colles
Sejak jaman Hipocrates sampai awal abad 19, fraktur distal radius masih disalah artikan
sebagai dislokasi dari pergelangan tangan. Abraham Colles (1725 1843) pada tahun 1814
mempublikasikan sebuah artikel yang berjudul On the fracture of the carpal extremity of the
radius. Sejak saat itu fraktur jenis ini diberi nama sebagai fraktur Colles sesuai dengan nama
Abraham Colles. Fraktur Colles adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius bagian distal yang
berjarak 1,5 inchi dari permukaan sendi radiocarpal dengan deformitas ke posterior (dorsal),
yang biasanya terjadi pada umur di atas 45-50 tahun dengan tulangnya sudah osteoporosis.
Gambaran klinis biasanya penderita mengeluh deformitas pada pergelangan tangan
dengan adanya riwayat trauma sebelumnya. Pada penemuan klinis untuk fraktur distal radius
terutama fraktur Colles akan memberikan gambaran klinis yang klasik berupa dinner fork
deformity, dimana bagian distal fragmen fraktur beranjak ke arah dorsal dan radial, bagian distal
ulna menonjol ke arah volar, sementara tangan biasanya dalam posisi pronasi, dan gerakan aktif
pada pergelangan tangan tidak dapat dilakukan. Pada fraktur dengan peranjakan yang berat akan
dapat menimbulkan extra vasasi darah hingga pergelangan tangan dan tangan bahkan bagian
7
1. Direct Violence: fraktur yang terjadi karena benturan hebat secara langsung dari luar.
2. Indirect Violence: fraktur yang terjadi karena terpelintir, dan sebagainya.
3. Pathological Fractures: fraktur yang terjadi karena ada penyakit yang mendasarinya,
seperti fraktur pada pasien yang mengalami osteoporosis.
4. Fatigue Fractures: fraktur yang terjadi karena kelelahan. Contoh: fraktur pada metatarsal
ke-2 pada anak muda yang berjalan terlalu jauh/berlebihan.
Komplikasi
Komplikasi dari fraktur dan trauma jaringan lunak dapat diklasifikasikan menjadi 2
bagian:11
1. Immediate: terjadi dalam beberapa jam (pendarahan, kerusakan pada arteri, kerusakan
pada jaringan sekitar).
Early: terjadi dalam 1 minggu pertama (infeksi pada luka, emboli lemak, syok
pernapasan, infeksi pada dada, DIC, sindrom kompartemen).
Late: terjadi dalam beberapa bulan hingga beberapa tahun (deformitas, osteoarthritis,
aseptic nekrosis, traumatic chondromalacia, reflex sympathetic dystrophy).
2. Local & general.
Pada fraktur ulna dan radius komplikasi yang paling sering terjadi adalah sebagai
berikut:11
Malunion
Compartment syndrome
Non-union
Cross union
Komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen meliputi gagal ginjal
akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome(ARDS) yang fatal jika terjadi sepsis
kegagalan organ secara multisistem.
Penatalaksanaan
Fraktur pada ulna dan radius adalah fraktur yang cukup tidak stabil. Tindakan konservatif
pada usia muda cukup memberikan hasil dan pada anak-anak perlu dilakukan fiksasi internal
untuk membuatnya stabil. Tindakan konservatif yang dilakukan adalah dengan membalut tangan
untuk mencegah terjadinya deformitas rotasi. Tindakan operasi yang dilakukan adalah dengan
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation), yang merupakan pilihan utama untuk menangani
fraktur jenis ini. Fiksasi external diperlukan jika luka yang terbentuk mengalami kontaminasi
(fraktur terbuka). Plate & screw juga biasa digunakan untuk penatalaksanaannya.5
Penanganan sindroma kompartemen
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi
neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi.
Walaupun fasiotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing,
masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah
indikasi mutlak untuk melakukan fasiotomi.12. 13
C.PENUTUP
Fraktur pada regio antebrachii 1/3 tengah merupakan fraktur pada bagian tengah/corpus.
Setiap fraktur harus ditangani dengan baik sesuai dengan prosedur yang ada dengan teknik yang
benar. Pada skenario ini pasien mengalami fraktur pada regio antebrachii 1/3 tengah dengan
kompartemen sindrom. Tindakan yang seharusnya dilakukan adalah dengan melakukan tindakan
fasciotomy untuk mengurangi sindrom kompartemennya dan dilakukan ORIF untuk mengatasi
frakturnya.
10
Daftar Pustaka
1. Gleadle Jonathan. At a glance. Anemnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Erlangga ;
11
2.
3.
4.
5.
6.
2007
Departemen farmakologi dan terapeutik FKUI. Farmakologi dan Terapi. Ed 5. Jakarta:
FKUI ; 2009.
Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke 5. Jakarta :
FKUI ; 2007
Price Sylvia A, Wilson Loraine m. Patofisiologi. Vol. 2 ed 6. Jakarta: EGC, 2006
Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien gangguan sistem muskuloskeletal.
Jakarta: EGC; 2008.h.15-32.
Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2003.h.309-344.
7. Luqmani R., Robbs J., Porter D., Keating J. Trauma. Textbook of Orthopaedics, Trauma,
and Rheumatology. 1st ed. Mosby Elsevier. 2008.
8. Rudolph A.M., Hoffman J.I.E. Rudolph C.D. Fraktur dan dislokasi dari trauma. Masalah
ortopedik pada masa kanak-kanak. Buku Ajar Pediatri Rudolph (Rudolphs Pediatrics).
Edisi 20; Vol.3. Buku Kedokteran EGC. 2007
9. Luqmani R., Robbs J., Porter D., Keating J. Trauma. Textbook of Orthopaedics, Trauma,
and Rheumatology. 1st ed. Mosby Elsevier. 2008
10. Price, CT, Flynn, JM. Management of Fractures. In: Lovell and Winter's Pediatric
Orthopaedics, 6th ed, vol 2, Morrissy, RT, Weinstein, SL (Eds), Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia 2006. p.1463.
11. Dandy DJ. Edwards DJ. Essential orthopaedics and trauma. 5th ed. UK: Churchill
Livingstone Elsevier; 2009. p. 93-108; 210-11.
12. Gruendemann BJ, Fernsebner B. Buku ajar keperawatan perioperatif. Jakarta: EGC;
2006.h.288-98.
13. Oman KS, Mclain JK, Scheetz LJ. Panduan belajar keperawatan emergensi. Jakarta:
EGC; 2008.h.305-16.
12