Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH
MERLYNDA DEWI
H14051724
RINGKASAN
dan signifikan pada taraf nyata lima persen, sedangkan output sektor industri
Kabupaten Bekasi dipengaruhi oleh investasi asing (PMA) dan ekspor. Variabel
lain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu investasi domestik (PMDN) dan
jumlah tenaga kerja, serta impor tidak berpengaruh signifikan, begitu pula dengan
kondisi perekonomian (dummy krisis), pengaruhnya tidak berbeda nyata terhadap
output sektor industri, tetapi dummy krisis cukup memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap output total Kabupaten Bekasi.
Investasi dan tenaga kerja di sektor industri memiliki produktifitas yang
berbeda, dimana produktifitas ini dilihat dari nilai elastisitasnya. Di Kabupaten
Bekasi, terutama di sektor industrinya, elastisitas output modal lebih besar
daripada elastisitas output tenaga kerja sehingga sektor industri di Kabupaten
Bekasi dapat dikatakan industri yang lebih ke padat modal.
Saran yang dapat direkomendasikan dari penulisan skripsi ini adalah
diharapkan pemerintahan Kabupaten Bekasi dan juga industri terkait yang berada
di Kabupaten Bekasi dapat mempertahankan dan meningkatkan investasinya
dengan cara penyediaan sarana penunjang seperti investasi, insentif pemerintah,
eliminasi hambatan struktural misalnya rantai birokrasi dalam memberikan
perizinan investasi tidak terlalu panjang agar output sektor industri di Kabupaten
Bekasi dapat terus meningkat. Variabel tenaga kerja yang tidak berpengaruh
signifikan terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi disebabkan oleh
produktifitasnya yang rendah sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan
produktifitas tersebut misalnya dengan pelatihan atau training kepada para
karyawan sebelum memulai pekerjaannya. Selain itu, diharapkan juga sektor
industri di Kabupaten Bekasi dapat menyerap banyak tenaga kerja di sektor
industri tersebut mengingat peranan sektor industri di Kabupaten Bekasi sangat
besar kontrbusinya terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Bekasi.
Oleh
MERLYNDA DEWI
H14051724
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
Nama
: Merlynda Dewi
NIM
: H14051724
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
Bogor,
September 2009
Merlynda Dewi
H14051724
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga
Kerja terhadap Output Sektor Industri di Kabupaten Bekasi. Topik ini
menarik untuk diangkat dalam pembuatan skripsi, mengingat sektor industri
merupakan sektor ekonomi yang cukup berperan dalam pembentukan PDB
Indonesia dimana salah satu daerah, khususnya di Jawa Barat yang kontribusi
sektor industrinya cukup besar adalah Kabupaten Bekasi.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda,
Suyatmo (Alm) dan Ibunda Neulis Sumiati yang telah memberikan dukungan,
baik moril maupun materiil, serta doa yang tiada hentinya kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sampai sejauh ini. Dalam
penyusunan skripsi ini, penulis juga mendapatkan saran-saran dan bantuan dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini perkenankan penulis untuk
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1) Tanti Novianti, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar
membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2) Dr. Sri Mulatsih selaku penguji utama dan Fifi Diana Thamrin, M.Si.
selaku penguji dari Komisi Pendidikan atas saran dan kritiknya yang
membuat skripsi ini menjadi lebih baik.
3) Seluruh dosen, staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor.
4) Teteh (Yane), Aa (Asep) dan Ade (Yongga) yang selalu sayang dan
memotivasi penulis.
5) Keluarga besar penulis di Semarang dan Garut atas doa dan dukungannya
kepada penulis.
6) Sigit Okta (Mas Sigit) yang selalu mendukung penulis, terima kasih atas
doa, motivasi, perhatian, kesabaran, dan kasih sayangnya yang telah
diberikan kepada penulis.
7) Teh Heni, terima kasih atas waktunya mendengarkan keluh kesah penulis
dalam pengolahan data.
8) Teman-teman satu bimbingan: Tanjung, Ristia, Nchi, atas doa,
kebersamaan, dan kesediaannya dalam membantu penulis.
9) Teman-teman seperjuangan di IE 42 Enta, Tia, Secha, Eti, Nada, Rina,
Mamich, Echa, Mey, Gita, Lina, Ciput, Wina, Maryam, Icha Septi, dan
banyak lagi yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
10) Teman-teman MADE dan X-MADE: Apry, Dora, Teh Deka, Epot, Teh
Ramah, Teh Janah, Teh Mukti, Ka Jeny, Nofa, Iput, Ganis.
11) Teman-teman OMDA: Hamdan, Hera, Mila, Ape, Resna, dan ade-ade
kelas yang masih menemani penulis.
12) Sahabat-sahabat penulis yang berada di Garut: Lady dan Rani, terima
kasih atas doanya.
13) Kepada seluruh IE 40-46 dan semua pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per
satu, terima kasih.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor,
September 2009
Merlynda Dewi
H14051724
10
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN .......................................................................... 16
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 16
1.2. Perumusan Masalah ................................................................. 21
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 22
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 23
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 23
II.
III.
11
V.
12
13
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
14
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
15
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
16
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2008 meningkat
sebesar 6,1 persen dimana sektor industri merupakan sektor yang berkontribusi
paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 2008,
kontribusi sektor industri ini mencapai 27,9 persen yang disusul oleh sektor
pertanian sebesar 14,4 persen dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 14,0
persen. Tiga sektor utama ini menunjukkan peranan yang cukup besar terhadap
PDB Indonesia dimana kontribusinya mencapai 56,3 persen di tahun 2008
(BPS, 2009).
Tabel 1.1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha (persen)
Tahun
Lapangan Usaha
Pertanian
Pertambangan/Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
Pengangkutan dan
Komunikasi
Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan
Jasa-Jasa
Total PDB
Sumber: BPS, 2007 dan 2008
2006
Kontribusi
terhadap
PDB
(persen)
262.402,80
12,97
168.028,90
10,97
514.100,30
27,54
2007
Kontribusi
terhadap
PDB
(persen)
271.586,90
13,70
171.361,70
11,20
538.077,90
27,01
12.251,10
112.233,60
0,91
7,52
13.525,20
121.901,00
0,90
7,70
312.520,80
15,02
338.945,70
14,90
124.975,70
6,94
142.944,50
6,70
170.074,30
170.705,40
1.847.292,90
8,06
10,07
100,00
183.659,30
181.972,10
1963.974,30
7,70
10,10
100,00
Nominal
(Juta
Rupiah)
Nominal
(Juta
Rupiah)
17
18
diproyeksikan
meningkat
menjadi 9
persen. Sebelumnya,
angka
pengangguran sebesar 8,5 persen pada tahun 20081. Hal ini terjadi karena
pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di sektor industri negatif. Padahal,
berdasarkan Tabel 1.1, kontribusi sektor industri begitu tinggi terhadap PDB
Indonesia.
Menurut lokasi, pada tahun 2008, struktur perekonomian Indonesia masih
didominasi oleh Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap PDB nasional
sebesar 57,9 persen. Posisi kedua ditempati Sumatra, disusul kemudian oleh
Kalimantan, Sulawesi, dan pulau lainnya seperti Maluku, Papua dan Nusa
Tenggara.
Tabel 1.2. Kontribusi PDRB Total Berdasarkan Pulau terhadap PDB Indonesia
Tahun 2008
Wilayah
Pulau Jawa
Pulau Sumatera
Pulau Kalimantan
Pulau Sulawesi
Pulau Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara
Jumlah
Salah satu daerah di Pulau Jawa, khususnya Propinsi Jawa Barat, yang
kontribusi PDRBnya paling besar terhadap PDRB Jawa Barat adalah Kabupaten
1
LIPI dalam Media Indonesia Online ditulis oleh Heni Rahayu. www.lipi.go.id/www.cgi
[31 Agustus 2008]
19
Bekasi. Kontribusi PDRB Kabupaten Bekasi berada pada peringkat pertama, yaitu
mencapai 26,42 persen dari total PDRB Propinsi Jawa Barat (BPS Jawa Barat,
2008). Pembentukan PDRB Kabupaten Bekasi ditentukan oleh besarnya output
pada sektor industrinya. Besarnya kontribusi sektor industri terhadap PDRB
Kabupaten Bekasi mencapai kurang lebih 80 persen dengan laju pertumbuhan
ekonominya sebesar 6,14 persen di tahun 2007.
Selain sektor industri, kontribusi sektor ekonomi lainnya di Kabupaten
Bekasi berada pada kisaran 1-2 persen. Jika dibandingkan dengan kontribusi
sektor industri, angka tersebut ketinggalan jauh tetapi di Kabupaten Bekasi juga
ada satu sektor yang cukup tinggi kontribusinya, yaitu sektor perdagangan, hotel
dan restoran, dimana kontribusinya sekitar 9 persen.
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
80%
9%
2%
2%
2%
1%
1%
1%
2%
20
2007, angka pengangguran Kabupaten Bekasi masih terbilang cukup tinggi yaitu
mencapai 15,12 persen. Menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
Kabupaten Bekasi tahun 2007, angka ini diperkirakan akan tetap tinggi dalam
kurun waktu 3 tahun ke depan karena Kabupaten Bekasi sebagai daerah yang
penopang utamanya industri, memiliki tingkat urbanisasi yang tinggi sehingga
berdampak pada laju pertumbuhan penduduk (LPP) yang tinggi juga. Para migran
tersebut melakukan urbanisasi ke Kabupaten Bekasi karena Kabupaten Bekasi
merupakan full faktor atau daerah yang mendorong terjadinya urbanisasi karena
daerah asal tidak ada kesempatan pekerjaan. Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan
penduduk yang mencapai 3,46 persen pada tahun 2007. Urbanisasi dan LPP yang
tinggi tersebut, mengakibatkan tidak terpenuhinya antara kesempatan kerja
dengan banyaknya pencari kerja termasuk angkatan kerja yang sudah terkena
PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
20.00%
LPE (Laju
Pertumbuhan
Ekonomi)
15.00%
LPP (Laju
Pertumbuhan
Penduduk)
10.00%
5.00%
Pengangguran
0.00%
2005
2006
2007
21
1.2.
Perumusan Masalah
Pertumbuhan ekonomi dan pengangguran memiliki hubungan yang erat
karena penduduk yang bekerja berkontribusi dalam menghasilkan barang dan jasa
sedangkan pengangguran tidak memberikan kontribusi. Studi yang dilakukan oleh
ekonom Arthur Okun2 yang sekarang dikenal dengan Okun Law menyatakan
bahwa:
Ada indikasi hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan
pengangguran, sehingga semakin tinggi tingkat pengangguran, semakin rendah
tingkat pertumbuhan ekonominya.
Pada tahun 2007, angka pengangguran Kabupaten Bekasi masih terbilang
cukup tinggi yaitu sekitar 15 persen dengan pertumbuhan ekonominya hanya
mencapai 6,14 persen (Bappeda Kabupaten Bekasi, 2008). Angka pengangguran
Kabupaten Bekasi diperkirakan akan terus meningkat karena pada akhir tahun
2008, industri di Kabupaten Bekasi melakukan PHK sebanyak 3000 orang pekerja
2
Okun Law dalam Laporan Perkembangan Ekonomi dan Perbankan Kepulauan Bangka Belitung,
tahun 2006 oleh Bank Indonesia Palembang.
22
yang diakibatkan oleh krisis finansial global. Tenaga kerja yang terkena PHK
merupakan para pekerja yang bekerja di industri elektronik, otomotif, plastik, dan
tekstil dimana industri tersebut merupakan industri yang mendapatkan alokasi
investasi terbesar dengan penyerapan tenaga kerja terbesar juga di Kabupaten
Bekasi.
Sektor industri seharusnya dapat lebih banyak menyerap tenaga kerja
karena investasi dan output sektor industrinya juga tinggi, khususnya di
Kabupaten Bekasi dimana penopang utamanya adalah sektor industri.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik permasalahan dalam penulisan skripsi
ini, diantaranya:
1. Bagaimana pengaruh output sektor industri terhadap output total
Kabupaten Bekasi?
2. Faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi output sektor industri di
Kabupaten Bekasi?
3. Bagaimana pengaruh faktor investasi dan tenaga kerja terhadap output
sektor industri di Kabupaten Bekasi?
1.3.
Tujuan Penelitian
Dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas,
23
1.4.
Manfaat Penelitian
Penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Memberikan informasi tentang keadaan sektor industri, khususnya di
Kabupaten Bekasi.
2. Memberikan kesempatan belajar bagi penulis dan mencoba untuk
menginterpretasikan ilmu yang pernah diperoleh selama kuliah.
3. Memberikan informasi bagi para pembaca dan sebagai bahan referensi
bagi kalangan akademis yang akan melakukan penelitian lebih lanjut.
4. Memberikan masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah maupun
industri dalam menetapkan suatu kebijakan untuk mendorong kamajuan
sektor industri di Kabupaten Bekasi.
1.5.
24
25
2.1.
Tinjauan Pustaka
26
27
masyarakat. Tenaga kerja ini ada yang termasuk ke dalam angkatan kerja dan
bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (berumur 15
tahun atau lebih) yang selama seminggu sebelum pencacahan bekerja atau punya
pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan
sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja, diantaranya adalah mereka yang
selama seminggu yang lalu hanya bersekolah (pelajar dan mahasiswa), mengurus
rumah tangga, dan mereka yang tidak melakukan kegiatan yang dapat
dikategorikan sebagai pekerja, sementara tidak bekerja atau mencari pekerjaan
(Disnaker, 2006).
Gambaran ketenagakerjaan dapat digambarkan dalam bentuk diagram
Gambar 2.1.
Penduduk
Usia kerja
Sekolah
Angkatan kerja
Lain-lain
Bekerja
Mencari pekerjaan
28
kondisi kerja merupakan landasan untuk mengisi kehidupan secara baik serta
memberikan arti bagi kehidupan manusia. Mengartikan kata labor atau tenaga
kerja, di dalam Landasan Produktifitas (Productivity Flat Forrm), tenaga kerja
mencakup tenaga kerja intelektual dan tenaga kerja fisik serta mencakup setiap
aspek kehidupan kerja. Artinya, bahwa seorang individu dipandang sebagai
kesatuan sosial dan merupakan ukuran konkret untuk meningkatkan mutu
kehidupan masyarakat.
2.1.3. Investasi
Investasi merupakan salah satu faktor yang menentukan laju pertumbuhan
ekonomi, karena selain akan mendorong kenaikan output secara signifikan,
investasi juga akan meningkatkan permintaan input yang salah satunya adalah
tenaga kerja, sehingga akan mempengaruhi pada penyediaan kesempatan kerja
dan penyerapan tenaga kerja pun tinggi, akhirnya kesejahteraan masyarakat
tercapai sebagai akibat dari meningkatnya pendapatan yang diterima masyarakat.
Menurut Kawengian (2002), investasi adalah mobilisasi sumber daya
untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi atau pendapatan di masa
yang akan datang. Tujuan utama investasi ada dua, yaitu mengganti bagian dari
penyediaan modal yang rusak dan tambahan penyediaan modal yang ada.
Pembangunan di suatu daerah tidak terlepas dari perkembangan distribusi
dan alokasi investasi daerah. Pemisahan jenis investasi dalam melakukan investasi
sangat perlu, yaitu antara investasi yang dilakukan oleh sektor swasta dan
pemerintah, karena faktor yang mempengaruhi atau menentukan lokasi kedua
jenis investasi tersebut berbeda. Pemerintah menyikapi hal ini harus
29
sektor-sektor industri
(Panglaykim, 1983). Salah satu investasi ini adalah investasi asing dalam
perkembangan ekonomi nasional dan merupakan bagian dari kegiatan MNC
(Multi National Corporation). Indonesia memberikan kesempatan untuk
mengadakan investasi-investasi di sektor manufaktur dan menjamin suplay bahanbahan mentah telah dipergunakan oleh investor dengan baik. Investasi asing yang
dilakukan berupa sistem perjanjian, dimana pihak asing mempersiapkan studi
kelayakan usahanya dan bila dianggap sudah layak maka pihak asing
menyediakan modal, manajemen, teknologi, dan pasar.
2.1.4. Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Dumairy (1996), pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat
dilihat dari pendapatan nasionalnya. Pendapatan nasional ini mengarah ke Produk
Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP), atau bisa juga
Produk Nasional Bruto (PNB) atau Gross National Product (GNP). Selain itu,
bisa merujuk ke Produk Nasional Neto (PNN) atau Net National Product (NNP)
atau Pendapatan National (Net Income) dimana semuanya itu memiliki konsep
yang berbeda satu sama lain.
30
31
2.2.
Penelitian Terdahulu
Tejasari (2008) dalam penelitiannya tentang Peranan Sektor Usaha Kecil
32
33
tiga sektor ekonomi utama, yaitu sektor pertanian, sektor industri dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran. Ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi
terbesar terhadap PDRB Sumatera Utara. Berdasarkan hasil estimasi, ditemukan
bahwa investasi PMDN tahun sebelumnya, PMA tahun sebelumnya, jumlah
tenaga kerja, dan kondisi perekonomian berpengaruh positif terhadap PDRB
Sumatera Utara. Hal ini berarti PDRB Sumatera Utara akan semakin meningkat
dengan meningkatnya investasi dan jumlah tenaga kerja. Secara parsial, hasil
analisis menunjukkan bahwa investasi PMDN tahun sebelumnya, investasi PMA
tahun sebelumnya dan jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap
PDRB Sumatera Utara, sedangkan kondisi perekonomian tidak berpengaruh
signifikan. Metode analisis yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian
ini menganalisis pengaruh output sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi
di Kabupaten Bekasi yang dicerminkan dengan PDRB Kabupaten Bekasi.
Analisis ini menyertakan variabel output sektor industri, sektor pertanian, sektor
hotel, perdagangan dan restoran, serta output sektor jasa di Kabupaten Bekasi. Hal
ini dilakukan karena faktor output sektor tersebut diduga paling dominan dalam
pembentukan PDRB Kabupaten Bekasi selain output sektor industri.
Selain itu, penulisan skripsi ini mengidentifikasi dan menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi output sektor industri di Kabupaten Bekasi. Analisis
ini menyertakan juga variabel ekspor dan impor sebagai variabel independennya
karena berdasarkan data dari BPS Kabupaten Bekasi, tingginya output sektor
industri di Kabupaten Bekasi dicerminkan oleh tingkat ekspornya yang tinggi.
34
2.3.
Kerangka Pemikiran
Q= f(TK,M)
Fase
Fase
C
Ekonomis
C
A Ekonomis
TKA
(a)
TKB
MC
(b)
MD
Q= f(TK,M)
35
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa jika salah satu faktor produksi yang lain
variabel, maka hubungan antara faktor produksi variabel dan kuantitas produksi
mempunyai perilaku tertentu. Gambar 2.2 (a) menerangkan bahwa jika variabel
Modal tetap dan variabel Tenaga Kerja variabel. Hal yang sebaliknya terjadi pada
Gambar 2.2 (b), yaitu faktor Tenaga Kerja tetap dan Modal variabel.
Ketika faktor variabel nol, kuantitas produksi juga nol. Artinya, semakin
besar faktor variabel yang digunakan maka semakin besar juga kuantitas produksi
yang dihasilkan. Penambahan jumlah produksi ini akan terus bertambah sampai
kepada penambahan suatu kuantitas faktor akan menurunkan kuantitas dari hasil
produksi, dimana penggunaan faktor telah digunakan secara optimal.
2.3.2. Hubungan Investasi, Tenaga Kerja, dan Output
Hubungan Investasi, tenaga kerja, dan PDRB dapat dijelaskan dengan
menggunakan konsep elastisitas produksi. Bentuk matematis dari fungsi produksi
dapat ditulis: (Nicholson, 1999)
Y= f(K, TK, M ) ............................................... (2.1)
dimana:
Y
K
TK
M
36
........................................... (2.3)
Persamaan (2.3) menunjukkan bahwa bagaimana respon output jika terjadi
perubahan pada variabel modal. Begitu juga untuk elastisitas output terhadap
tenaga kerja, persamaannya:
............ (2.4)
..................................... (2.5)
Elastisitas pada persamaan (2.5) menunjukkan bahwa bagaimana respon
output jika terjadi perubahan pada variabel tenaga kerja, sehingga dari persamaan
(2.3) dan (2.5) dapat disimpulkan: (Putong, 2002)
- Jika
>
lebih besar daripada faktor tenaga kerja sehingga disebut sebagai industri
padat modal.
- Bila
<
37
= Output Total
= Konsumsi Rumah Tangga
= Investasi Swasta
= Pengeluaran Pemerintah
= Ekspor
= Impor
38
sehingga :
NX = X(Yf, R) - M(Y, R) ............................................. (2.10)
NX = NX(Y, Yf, R) ....................................................... (2.11)
dimana:
Y
R
Yf
X
M
NX
= Pendapatan domestik
= Nilai tukar riil
= Pendapatan luar negeri
= Ekspor
= Impor
= Net Ekspor
Y
NX (Y, R, Yf)
Pada gambar 2.3, garis ekspor netto akan lebih curam ketika prospensitas
marjinal untuk melakukan impor semakin tinggi. Gambar 2.3 dikembangkan
untuk tingkat pendapatan tertentu di luar negeri (Yf), dan untuk nilai tukar riil (R)
yang terbuka juga.
Jika pendapatan di luar negeri meningkat, maka permintaan luar negeri
terhadap barang-barang dalam negeri meningkat, termasuk ekspor netto yang
39
mengalami peningkatan pada setiap tingkat pendapatan dalam negeri. Hal ini
mengakibatkan terjadinya pergeseran kurva IS ke sebelah kanan seperti pada
Gambar 2.4 yang menerangkan bahwa tingkat keseimbangan pendapatan yang
baru berada pada Y yang tadinya berada pada Y0. Keadaan ini mengakibatkan
ekspor netto meningkat ke sebelah kanan ke NX. Pada tingkat keseimbangan
yang baru, tingkat ekspor netto meningkat walaupun kurang dari besarnya
kenaikan ekspor karena adanya peningkatan pendapatan dalam negeri yang
diakibatkan oleh kenaikan impor.
E
E
IS
IS
Output
0
E
Output
E
NX
NX
40
Adanya kontribusi yang tinggi dari sektor industri ini tidak terlepas dari peranan
tenaga kerja dan investasi sebagai faktor produksinya. Menurut BPPMD Jawa
Barat, investasi di Kabupaten Bekasi mencapai 43,64 persen dari keseluruhan
investasi di Jawa Barat dan sebagian besar investasi tersebut dialokasikan untuk
sektor industri.
Meskipun tingkat investasi dan PDRB Kabupaten Bekasi baik itu sektor
industri maupun totalnya tinggi, angka pengangguran masih tetap tinggi juga.
Angka pengangguran Kabupaten Bekasi sebesar 15 persen dimana angka tersebut
lebih tinggi dari pertumbuhan ekonominya yang hanya 6,5 persen.
Angka pengangguran Kabupaten Bekasi diperkirakan akan terus
meningkat karena pada akhir tahun 2008, industri di Kabupaten Bekasi
melakukan PHK sebanyak 3000 orang pekerja yang diakibatkan oleh krisis
finansial global. Tenaga kerja yang terkena PHK merupakan para pekerja yang
bekerja di industri elektronik, otomotif, plastik, dan tekstil dimana industri
tersebut merupakan industri yang mendapatkan alokasi investasi terbesar dengan
penyerapan tenaga kerja terbesar juga di Kabupaten Bekasi.
Sektor industri seharusnya dapat lebih banyak menyerap tenaga kerja
karena investasi dan output sektor industrinya juga tinggi, khususnya di
Kabupaten Bekasi dimana penopang utamanya adalah sektor industri.
Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat
disajikan ke dalam Gambar 2.5.
41
Sektor Industri
Faktor
Input
investasi
Tenaga
kerja
Padat
Karya
Pendekatan
Pengeluaran
Ekspor
Krisis
OLS
Positif
Negatif
Rekomendasi Kebijakan
Krisis
OLS
Impor
Positif
Elastisitas Faktor
Input
Padat
Modal
Pendekatan
Produksi
Total
Industri
Negatif
42
2.4.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka pemikiran, maka di dalam
43
Impor
diduga
berpengaruh
negatif
terhadap
output.
Artinya,
44
3.1.
3.2.
yang berupa data time series dari tahun 1990 sampai tahun 2007. Data tersebut
antara lain terdiri dari data investasi, jumlah tenaga kerja, ekspor, impor, PDRB
sektor industri, pertanian, perdagangan, hotel, dan restoran, PDRB sektor jasa di
Kabupaten Bekasi, serta PDRB total Kabupaten Bekasi. Data bersumber dari
BPS, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, Badan Perncanaan Daerah Kabupaten Bekasi, Badan Koordinasi
dan Penanaman Modal (BKPM) Pusat, internet, dan beberapa sumber lainnya
yang dapat menunjang dalam penulisan skripsi ini. Selain itu, pengolahan data
dalam penelitian ini menyertakan variabel dummy, dimana dummy yang
45
digunakan adalah krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998. Penyertaan
variabel dummy ini dilakukan karena data yang digunakan dalam penelitian
berada pada tahun 1990-2007.
3.3.
industri.
untuk
46
PDRB_JS
DK
b0
b1
b2
b3
b4
et
47
dimana:
PDRB_INDT
PMDN
PMA
JTK
EKS
IMP
DK
b0
b1
b2
b3
b4
b5
et
3.4.
Uji Statistik
(Nachrowi
dan
Usman,
2006).
Koefisien
determinansi
ini
mencerminkan besarnya variasi dari variabel terikat yang dapat diterangkan oleh
variabel bebas. Bila nilai R2 = 0, maka variabel bebas sama sekali tidak dapat
menerangkan variabel terikat. Jika R2 = 1, maka variasi dari variabel terikat secara
keseluruhan dapat diterangkan oleh variabel bebas sehingga semua titik
pengamatan berada tepat pada garis regresi. Maka dari itu, baik atau buruknya
persamaan regresi tergantung dari R2 nya yang nilainya berada diantara 0 dan 1.
48
= Koefisien Determinasi
= Jumlah Kuadrat Regresi
= Jumlah Kuadrat Total
49
variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas secara
statistik.
3.4.3. Uji t-Statistik
Setelah melakukan uji koefisien secara keseluruhan, maka koefisien
regresi dihitung secara individu dengan menggunakan suatu uji yang dikenal
dengan Uji-t. Pengujian ini berfungsi juga untuk mengetahui tentang pengaruh
dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat apakah signifikan
atau tidak.
t-hitung didefinisikan sebagai:
......................................................... (3.5)
Dalam Uji-t, hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : ai = 0
H1 : ai 0
i = 1,2,3,....., k
50
3.5.
Uji Ekonometrik
3.5.1. Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah
ada hubungan linier antara variabel bebas. Jika tidak ada korelasi antara kedua
variabel, maka koefisien pada regersi majemuk akan sama dengan koefisien pada
regresi sederhana. (Nachrowi dan Usman, 2006). Maka dari itu, dalam membuat
regresi berganda, variabel bebas yang baik adalah variabel yang tidak memiliki
hubungan dengan variabel bebas yang lain tetapi mempunyai hubungan dengan
variabel terikat.
Dengan adanya multikolinearitas maka akan memberikan dampak
terhadap model, diantaranya: (Nachrowi dan Usman, 2006)
1. Varian koefisien regresi menjadi lebih besar
2. Varian yang lebih besar menimbulkan lebarnya interval kepercayaan, dan
standar error yang terlalu besar sehingga mengakibatkan nilai duga suatu
koefisien menjadi tidak signifikan.
3. Meskipun multikolinearitas dapat mengakibatkan banyak variabel tidak
signifikan, tetapi koefisien determinasi tetap tinggi dan uji F signifikan.
4. Angka estimasi koefisien regresi yang didapat akan mempunyai nilai yang
tidak sesuai dengan substansi sehingga mengakibatkan kesalahan dalam
penginterpretasian.
3.5.2. Autokorelasi
Autokorelasi terjadi jika observasi yang berturut-turut sepanjang waktu
mempunyai korelasi antara satu dengan yang lainnya. (Nachrowi dan Usman,
51
2006). Uji yang digunakan dalam mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan
menggunakan uji Durbin Watson Statistic (D-W). Jika nilai statistik D-W berada
pada kisaran angka dua, menunjukkan bahwa tidak terdapatnya autokorelasi, dan
begitu juga sebaliknya. Jika semakin jauh dari angka dua, maka akan terjadi
peluang autokorelasi yang besar baik itu autokorelasi positif maupun negatif.
Karena uji D-W memiliki beberapa kelemahan, maka untuk menguji
autokorelasi dapat juga dengan menggunakan uji yang dikembangkan oleh
Breusch-Godfrey. Uji ini dikenal dengan uji Lagrange Multiplier Test. Kriteria uji
yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi dengan uji Lagrange Multiplier,
yaitu:
-
3.5.3. Heteroskedastisitas
Menurut Nachrowi dan Usman (2006), varians (ui2) yang tidak konstan
atau selalu berubah-ubah disebut dengan heteroskedastis. Kasus heteroskedastis
tidak hanya terjadi pada persamaan regresi majemuk tetapi memungkinkan terjadi
pada
regresi
linier
sederhana
juga.
Akibat
yang
ditimbulkan
dari
heteroskedastisitas ini adalah varian koefisien regresi yang lebih besar sehingga
menimbulkan beberapa konsekuensi lain. Konsekuensi itu diantaranya interval
52
kepercayaan yang semakin besar, uji hipotesis tidak akurat, berdampak kepada
hasil keakuratan kesimpulan. Cara mendeteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan
dengan beberapa metode, diantaranya metode gambar dan menggunakan Uji
White Heteroskedasticity.
Pada metode gambar, suatu nilai variabel bebas X atau sekelompok nilai X
variabel bebas akan mempunyai nilai var (ui2) yang berbeda dengan variabel
bebas X atau sekelompok nilai X lainnya. Oleh karena itu, jika nilai-nilai ui2
diplotkan dengan nilai-nilai variabel bebas akan ditemui suatu pola atau bentuk
yang tidak random.
Sedangkan
kriteria
uji
yang
digunakan
untuk
mendeteksi
53
Jika nilai probabilitas pada (J-B) > taraf nyata () yang digunakan,
maka error term dalam model persamaan yang digunakan terdistribusi
normal.
Jika nilai probabilitas pada (J-B) < taraf nyata () yang digunakan,
maka error term dalam model persamaan yang digunakan tidak
terdistribusi normal.
54
4.1.
55
secara yuridis telah lahir PP No. 82 tahun 1998 tanggal 28 Desember 1998 tentang
Pemindahan Ibukota Kabupaten Bekasi ke Kota Cikarang
Secara administratif Kabupaten Bekasi termasuk salah satu Kabupaten di
Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta. Kabupaten
Bekasi memiliki batas-batas wilayah:
- Sebelah Barat : Kota Bekasi dan DKI Jakarta
- Sebelah Timur : Kabupaten Karawang
- Sebelah Utara : Laut Jawa
- Sebelah Selatan : Kota Bogor
Kabupaten Bekasi letaknya sangat strategis, berbatasan dengan kabupaten
dan kota-kota besar di Propinsi Jawa Barat, juga berbatasan dengan Laut Jawa
sehingga bagus untuk jalur perdagangan dan pendistribusian barang-barang baik
input maupun output.
4.2.
Kabupaten Bekasi.
Visi:
Manusia Unggul yang Agamis Berbasis Agribisnis dan Industri Berkelanjutan.
Misi:
1. Meningkatkan manusia yang sehat, pinter, dan bener;
2. Meningkatkan
profesionalisme
institusi
Pemerintah
Daerah,
56
4.3.
4.3.1. Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi pada tahun 2007 mencapai 2.125.960
jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari 1.088.144 laki-laki dan 1.037.816 perempuan.
Kabupaten Bekasi merupakan daerah dengan tingkat urbanisasi yang tinggi
sehingga mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dimana Laju
Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bekasi mencapai 3,46 persen pada tahun
2007. Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bekasi di tahun 2007 mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini dapat terjadi
karena tenaga kerja yang digunakan di sektor industri mengalami penurunan
sehingga tingkat urbanisasi ke Kabupaten Bekasi berkurang. Hal ini menunjukkan
sektor industri berpengaruh dalam mendorong laju pertumbuhan penduduk yang
salah satunya diakibatkan oleh urbanisasi. Jumlah penduduk dan laju
pertumbuhan penduduk (LPP) Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada Tabel 4.1.
57
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten
Bekasi Tahun 2005-2007
Indikator
Jumlah Penduduk
Tahun
2005
2006
2007
1.983.815 2.054.795 2.125.960
4.3.2. Ketenagakerjaan
Terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi membuat tenaga kerja akan
lebih lama terserap. Di Kabupaten Bekasi, hal ini terjadi ketika kenaikan bahan
bakar minyak sehingga penyerapan tenaga kerja terhambat bahkan terjadi
pengurangan tenaga kerja. Hal ini terjadi karena akan mengakibatkan kenaikan
biaya produksi dan memicu peningkatan inflasi sehingga para pekerja menuntut
kenaikan upah. Keadaan ini menimbulkan keterlambatan sektor riil dalam
menyerap tenaga kerja bahkan pengurangan tenaga kerja salah satunya di sektor
industri karena Kabupaten Bekasi basic utamanya adalah sektor industri.
Akhirnya para pekerja pun akan beralih dari sektor formal ke sektor informal.
Kondisi tenaga kerja Kabupaten Bekasi lebih dominan bekerja di sektor
industri. Pada tahun 2007, tenaga kerja sebanyak 317.288 orang ada pada sektor
industri yang terserap oleh 1.496 perusahaan. Pada tahun tersebut mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Bahkan sektor industri
mengalami penurunan tenaga kerja paling banyak dibandingkan dengan sektorsektor lainnya yang mengalami penurunan juga. Secara rinci kondisi
ketenagakerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
58
Tabel 4.2. Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Menurut Klasifikasi Lapangan
Usaha Indonesia (KLUI) di Kabupaten Bekasi
No
2006
2007
Perusahaan
Tenaga
Kerja
Perusahaan
Tenaga
Kerja
560
545
995
1.002
Industri Pengolahan
1.260
319.213
1.496
317.288
160
156
Bangunan
55
5.495
59
5.804
190
7.213
324
9.145
50
4.915
65
5.366
55
2.750
89
3.085
85
7.185
162
11.218
1.714
348.486
2.210
353.609
7
8
9
Jumlah
Sumber: Disnaker Kabupaten Bekasi, 2008
59
4.4.
4.4.1. Perekonomian
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bekasi merupakan
salah satu indikator perkembangan perekonomian pada tahun 2000, dimana angka
PDRB cukup memberikan harapan terhadap peluang berinvestasi maupun
memberikan dampak nilai tambah ekonomi terhadap masyarakat. Hal ini terlihat
dari laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi selama 4 tahun terakhir (20042007) yang memperlihatkan pertumbuhan diatas rata-rata nasional yaitu berkisar
6,06 persen pertahun. Meskipun setelah mengalami penurunan pertumbuhan
ekonomi ditahun 2006, pertumbuhan ekonomi di tahun 2007 kembali meningkat
diatas 6 persen yaitu sebesar 6,14 persen.
Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa penopang utama kinerja ekonomi yang
diukur dengan nilai PDRB dan laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bekasi
masih terdapat pada sektor industri. Sementara sektor perdagangan dan jasa
mengalami peningkatan sejalan dengan pertumbuhan sektor industri. Pada tahun
2007, sektor industri tumbuh sebesar 5,75 persen, sehingga sektor industri dapat
dikatakan mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 5,56
persen.
Sementara sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2007
tumbuh sebesar 9,80 persen. Pertumbuhan sektor ini dapat dikatakan cepat
dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 8,44 persen.
60
Tabel 4.3. PDRB dan LPE Kabupaten Bekasi Berdasarkan Lapangan Usaha
Tahun 2006-2007
No
Lapangan
Usaha
2006
2007*
LPE
(%)
1.307.708,79
1.499.042,98
14,63
859.058,70
881.001,98
2,55
1.184.350,14
1.337.136,05
12,9
596.695,49
580.274,39
-2,75
53.380.232,61
58.962.714,64
10,46
35.043.950,48
37.060.103,2
5,75
1.534.164,56
1.699.074,86
10,75
786.106,69
827.175,77
5,22
679.305,25
803.753,97
18,32
482.599,00
547.239,41
13,39
5.526.634,00
6.296.696,32
13,93
3.947.358,93
4.334.092,28
9,8
903.689,70
1.020.632,54
12,94
629.069,48
692.403,76
10,07
655.264,74
751.219,65
14,64
451.850,22
489.177,18
8,26
1.348.179,77
1.497.490,25
11,07
996.685,66
1.068.823,53
7,24
PDRB dengan
Migas
66.519.529,55
73.867.761,25
11,05
43.793.374,65
46.480.291,5
6,14
65346675.62
72.543.098,48
11,01
43.202.971,05
45905994.41
6,26
2
3
4
5
6
8
9
Pertanian,
Peternakan,
Kehutanan,
dan Perikanan
Pertambangan
dan
Penggalian
Industri
Pengolahan
Listrik, Gas,
dan Air
Bersih
Konstruksi
Perdagangan,
Hotel, dan
Restoran
Pengangkutan
dan
Komunikasi
Keuangan,
Real Estate,
dan Jasa
Perusahaan
Jasa-jasa
2006
2007*
LPE
(%)
61
50,000,000
45,000,000
40,000,000
35,000,000
30,000,000
25,000,000
20,000,000
15,000,000
10,000,000
5,000,000
0
indt fix
total fix
90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07
62
sampai 2005, baik investasi, tenaga kerja, maupun output sektor industri
meningkat.
Tabel 4.4. Data Investasi, Jumlah Tenaga Kerja, dan Output Sektor Industri di
Kabupaten Bekasi
Tahun
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Investasi
(Rupiah)
134.457,29
95.966,40
510.612,55
2.402.498,38
2.903.513,55
2.756.810,22
3.375.137,39
5.705.260,66
7.316.849,66
5.579.302,45
1.644.248,69
2.667.593,24
3.694.678,55
4.085.358,38
4.235.276,44
9.822.388,11
5.641.262,64
4.237.168,00
Pada Tabel 4.4, investasi dan tenaga kerja di tahun 2006 mengalami
penurunan kembali tetapi output yang dihasilkan meningkat. Hal ini terjadi karena
dampak dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak di tahun 2005 yang
mengakibatkan harga-harga barang di dalam negeri meningkat, termasuk juga
harga faktor produksi. Hal ini yang mengakibatkan para investor mengurangi
modalnya di Inonesia. Output sektor industri yang meningkat terjadi karena
produktifitas dari input yang digunakan tinggi. Jadi, meskipun input yang
digunakan lebih sedikit, output yang dihasilkan dapat tetap tinggi.
63
No
1
2
3
4
5
6
7
Daerah
Kabupaten Bekasi
Kabupaten Bogor
Kabupaten Bandung
Kabupaten Karawang
Kota Bandung
Kota Bekasi
Kota/Kab lainnya di Jawa Barat
Jawa Barat
2007
58.962.714,64
33.404.257,88
20.154.147,70
19.353.619,16
14.167.032,24
11.765.711,35
65.394.879,19
223.202.362,17
Kontribusi
terhadap Jawa
Barat
26,42
14,97
9,03
8,67
6,35
5,27
29,30
100,00
Pada tahun 2007, terjadi penyerapan tenaga kerja sebanyak 220.991 pada
842 industri besar dan sedang. Tenaga kerja ini mengalami peningkatan sebesar
8,07 persen bila dibandingkan dengan tahun 2006 yang hanya mampu menyerap
tenaga kerja sebanyak 204.492 orang. Diantara industri-industri besar dan sedang
64
yang ada, kelompok industri yang mampu menyerap tenaga kerja paling banyak
adalah industri barang dari logam sebanyak 112.078 tenaga kerja sedangkan nilai
tambah bruto sektor industrinya sebesar 30,02 trilyun rupiah.
Industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit walaupun memiliki penyerapan
tenaga kerja terbesar kedua yaitu sebesar 34.793, tetapi kontribusi terhadap PDRB
sektor industrinya masih lebih besar dari industri kelompok kimia yaitu sebesar
11,90 trilyun. Tabel 4.6 berisi tentang banyaknya tenaga kerja juga nilai tambah
bruto masing-masing kelompok industri terhadap PDRB sektor industri di
Kabupaten Bekasi.
Tabel 4.6. Banyaknya Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang
Menurut Kelompok Industri Tahun 2007
KLUI
Kelompok Industri
31
55
6.477
PDRB
Industri
(Juta Rupiah)
1.573.523,69
32
67
34.793
5.682.329,35
33
28
4.817
84.161,09
37
5.640
278.244,55
176
33.658
11.901.291,09
36
69
12.228
268.294,23
37
Logam dasar
23
5.146
3.501.847,25
38
370
112.078
31.023.178,44
39
17
842
6.154
220.991
4.649.844,97
58.962.714,64
34
35
Banyaknya
Industri
Tenaga
Kerja
65
sementara nilai ekspor tahun 2007 mencapai US$ 3,74 milyar. Perkembangan
nilai ekspor Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada Gambar 4.5. yang merupakan
Billions
$20.00
$15.00
ekspor_riil
U$
$10.00
$5.00
impor_riil U$
$0.00
90 92 94
96 98 00
02 04 06
66
5.1.
Least Square (OLS) dengan menggunakan dua model regresi linier berganda. Data
yang telah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan software Eviews 6
dan Microsoft Office Excel 2007. Data hasil estimasi persamaan linier berganda
dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Hasil Estimasi Model Persamaan Output Total di Kabupaten Bekasi
Variable
C
LNPDRB_PERT
LNPDRB_INDT
LNPDRB_PHR
LNPDRB_JS*
DK
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
1,266033
0,360052
3,516255
0,021658
0,015771
1,373316
0,644144
0,010657 60,440480
0,272586
0,029162
9,347389
0,054039
0,025770
2,097002
-0,042884
0,007007
-6,119846
0,999943 Durbin-Watson stat
0,999919 F-statistic
0,004842 Prob(F-statistic)
Prob.
0,0043
0,1948
0,0000
0,0000
0,0579
0,0001
1,501606
41751,32
0,000000
Sumber: Lampiran 2
67
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
8,670587
1,642261
5,279663
0,258529
0,048863
5,290874
0,113653
0,058935
1,928459
0,025517
0,123760
0,206186
0,066064
0,029656
2,227723
-0,014971
0,043915
-0,340901
-0,176357
0,204826
-0,861009
0,953099 Durbin-Watson stat
0,927516 F-statistic
0,171683 Prob(F-statistic)
Prob.
0,0003
0,0003
0,0800
0,8404
0,0477
0,7396
0,4076
1,99837
37,25594
0,000001
Dari hasil estimasi pada Tabel 5.2, menunjukkan bahwa PMA dan ekspor
berpengaruh nyata dan positif pada taraf nyata yang digunakan, yaitu 5 persen
terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi. Variabel PMDN, tenaga
kerja, dan impor tidak berpengaruh nyata terhadap PDRB Kabupaten Bekasi pada
taraf nyata 5 persen. Dummy krisis 1997-1998 pada model output sektor industri
ini, pengaruhnya tidak berbeda nyata terhadap output sektor industri Kabupaten
Bekasi. Dari hasi estimasi yang telah dilakukan, nilai koefisien determinasi atau
R-squared (R2) yang didapat pada model ke dua ini adalah sebesar 0,953099 atau
sekitar 95,31 persen.
5.2.
68
69
F-tabelnya (41751,32 > 3,11) sehingga dapat dikatakan bahwa minimal ada satu
variabel bebas yang digunakan dalam model pertama ini yang mempunyai
pengaruh nyata terhadap output total Kabupaten Bekasi pada tingkat kepercayaan
5 persen (=5%).
Begitu pula pada model ke dua penelitian ini, model tersebut memiliki
nilai F-statistik yang lebih besar dari nilai F tabelnya atau nilai probabilitas F
statistik yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, yaitu sebesar 41,70861
untuk nilai F-statistik dan 0,000001 adalah probabilitas F-statistiknya. Angka ini
menunjukkan bahwa minimal ada satu variabel bebas yang digunakan dalam
model, berpengaruh nyata terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi
pada tingkat kesalahan 5 persen. Pengujian F-statistik ini dapat dilihat pada
Lampiran 2 dan 3.
5.2.3. Uji t-Statistik
Uji t-statistik ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari masingmasing variabel independen. Berdasarkan Lampiran 2, dapat dilihat bahwa hasil
probabilitas dari uji t-statistik adalah signifikan pada variabel PDRB sektor
industri, perdagangan, hotel, dan restoran. Variabel-variabel tersebut signifikan
pada taraf nyata 5 persen, sedangkan variabel PDRB sektor pertanian dan jasa
tidak signifikan, karena probabilitas t-statistiknya lebih besar dari taraf nyata yang
digunakan. Variabel dummy krisis memiliki pengaruh yang berbeda nyata
terhadap output total Kabupaten Bekasi. Hal ini dilihat juga dari nilai probabilitas
t-statistik setelah dilakukan regresi yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata yang
digunakan.
70
5.3.
independen
pada
matriks
korelasi.
Batas
terjadinya
korelasi
71
tetapi tidak ada satu pun koefisien regresi signifikan secara statistik atas dasar
pengujian t yang konvensional.
Hasil uji multikolinearitas ini dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Hasil
pengujian tersebut menunjukkan pada model pertama maupun ke dua tidak
terdapat multikolinearitas. Pada awalnya, model pertama terdapat gejala
multikolinearitas tetapi gejala multikolinearitas itu dapat diabaikan karena Rsquare dari variabel yang memiliki gejala multikolinearitas lebih kecil dari
Adjusted R-squarednya.
5.3.2. Uji Autokorelasi
Untuk mendeteksi gejala autokorelasi dapat dilihat dari nilai DurbinWatson atau melakukan pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test.
Pendeteksian autokorelasi pada penelitian ini dilakukan dengan uji BreuschGodfrey Serial Correlation LM Test dimana hasil pengujian tersebut memiliki
nilai probabilitas Obs*R-squarednya sebesar 0,1286 pada model pertama. Angka
tersebut lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5 persen, sehingga
model terbebas dari masalah autokorelasi.
Pada model kedua, pendeteksian autokorelasi juga dilakukan dengan
pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Pada Lampiran 5, terlihat
nilai probabilitas Obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu
0,5872. Angka tersebut menunjukkan bahwa model ke dua juga yang digunakan
pada persamaan terbebas dari masalah autokorelasi.
72
73
5.4.
Analisis Ekonomi
Koefisien
0,021658
0,644144
0,272586
0,054039
-0,042884
Probabilitas
0,1948
0,0000
0,0000
0,0579
0,0001
Sumber: Lampiran 2
74
75
76
Koefisien
0,258529
0,113653
0,025517
0,066064
-0,014971
-0,176357
Probabilitas
0,0003
0,0800
0,8404
0,0477
0,7396
0,4076
77
variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu impor, dimana variabel impor
ini tidak berpengaruh signifikan dan berpengaruh negatif terhadap output sektor
industri di Kabupaten Bekasi.
Angka yang berada pada masing-masing variabel yang digunakan dalam
penelitian ini menunjukkan koefisien dari masing-masing variabel. Pada variabel
PMA, angka 0,26 menjelaskan bahwa jika terjadi peningkatan PMA sebesar 1
persen maka akan meningkatkan output sektor industri di Kabupaten Bekasi
sebesar 0,26 persen (catersis paribus). Hal ini disebabkan oleh sebagian besar
investasi yang dilakukan di Kabupaten Bekasi dialokasikan untuk sektor industri
karena sektor utamanya ada di sektor industri. Industri yang paling diminati oleh
para investor asing diantaranya adalah industri elektronik, mesin, dan industri
logam. Hal ini sesuai dengan data menurut BKPM pada tahun 2007, mencatat
angka investasi yang ditanamkan oleh para investor asing di Kabupaten Bekasi
hampir mencapai 60 persen berada di sub sektor industri logam, elektronik dan
mesin.
Lain halnya dengan PMDN, dimana PMDN pengaruhnya tidak signifikan
terhadap output sektor industri. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas variabel
PMDN yang mencapai 0,0800. Angka ini lebih besar dari taraf nyata yang
digunakan yaitu 5 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa PMDN tidak
berpengaruh nyata terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi. Jika
dibandingkan antara PMA dan PMDN, PMA berpengaruh signifikan terhadap
output sektor industri sedangkan PMDN tidak berpengaruh signifikan. Hal ini
terjadi karena investasi yang berada di Kabupaten Bekasi memang sebagian besar
78
didominasi oleh para investor asing (PMA). BPPMD Jawa Barat pada tahun 2007
mencatat tingkat investasi asing di Kabupaten Bekasi mencapai Rp 5,3 trilyun
sedangkan investasi domestik hanya Rp 1,3 trilyun.
Lebih besarnya jumlah PMA di Kabupaten Bekasi ini terjadi karena para
investor asing diberikan kelonggaran dalam melakukan investasinya di Kabupaten
Bekasi. Kelonggaran tersebut berupa perubahan Daftar Skala Prioritas (DSP) yang
semula tertutup untuk PMA, sekarang bisa dimasuki oleh PMA dan diberikan
kelonggaran untuk memperluas investasinya di bidang ekspor. Hal ini telah
menggantikan sertifikat ekspor (SE) yang berlaku sebelumnya. Fasilitas ini
merupakan insentif yang secara langsung berpengaruh terhadap kegiatan ekspor
nonmigas karena para produsen eksportir dapat melakukan kegiatan produksi dan
kegiatan usaha lainnya secara lebih murah, mudah, dan efisien.
Untuk variabel tenaga kerja, memiliki pengaruh yang positif juga terhadap
output sektor industri namun pengaruhnya tidak signifikan. Tenaga kerja yang
tidak signifikan pengaruhnya terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi,
karena sebagian besar di Kabupaten Bekasi industrinya adalah industri yang padat
modal, misalnya industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak
bumi, batu bara, karet dan barang-barang dari plastik yang jumlah industrinya
sebanyak 158, sedangkan jumlah tenaga kerjanya rata-rata sebanyak 132 per satu
unit industri. Begitu pula dengan industri logam, mesin dan elektronika, jumlah
industrinya 349 buah tetapi rata-rata penggunaan tenaga kerjanya hanya 157 orang
setiap industri. Berbeda halnya pada industri yang memang tergolong labor
intensive, misalnya industri tekstil dimana industri ini di Kabupaten Bekasi
79
jumlahnya hanya 67 buah tetapi rata-rata penggunaan tenaga kerja per unit
industrinya mencapai 248 orang (BPS Kabupaten Bekasi, 2007).
Selain itu, tidak signifikannya faktor tenaga kerja terhadap output sektor
industri di Kabupaten Bekasi dimungkinkan karena produktifitas dari tenaga kerja
tersebut lebih rendah daripada produktifitas modal terhadap output. Hal ini terlihat
dari sektor industri di Kabupaten Bekasi yang melakukan PHK terhadap
karyawannya saat terjadi krisis finansial di akhir tahun 2008.
Hasil estimasi persamaan regresi juga menerangkan bahwa ekspor
berpengaruh siginfikan. Koefisien ekspor yang didapat adalah sebesar 0,07 yang
berarti jika terjadi peningkatan ekspor sebesar 1 persen maka output sektor
industri akan meningkat sebesar 0,07 persen. Hal ini sesuai dengan keadaan di
Kabupaten Bekasi dimana peningkatan output sektor industri tercermin dari
tingkat ekspornya yang tinggi (Bappeda, 2008). Variabel impor memiliki
pengaruh tidak signifikan dan negatif terhadap output sektor industri di Kabupaten
Bekasi. Jika terjadi peningkatan volume impor sebesar satu persen maka output
sektor industri akan turun sebesar 0,01 persen. Penurunan output sektor industri
yang disebabkan peningkatan impor ini adalah karena adanya impor barangbarang dari luar negeri yang mengakibatkan kebutuhan barang masyarakat dalam
negeri terpenuhi oleh barang-barang yang diproduksi di luar negeri khususnya
barang industri, sehingga output sektor industri pun menurun di dalam negeri
sebagai akibat dari permintaan barang dalam negeri yang menurun.
Koefisien dummy yang didapat pada hasil regresi sebesar 0,17
menunjukkan bahwa sebelum dan sesudah krisis, rata-rata perbedaan output
80
sektor industri adalah sebesar 0,17 persen. Variabel dummy yang berada pada
persamaan output sektor industri menjelaskan bahwa krisis ekonomi yang terjadi
sekitar tahun 1997-1998, tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi. Hal ini dilihat dari
probabilitas dummy yang diperoleh dari regresi lebih besar dari taraf nyata yang
digunakan dalam penelitian ini. Hal ini terjadi karena beberapa tahun setelah
krisis, muncul industri-industri kecil yang dapat meningkatkan output sektor
industri di Kabupaten Bekasi. Misalnya, di tahun 2000, industri-industri kecil di
Kabupaten Bekasi jumlahnya sebanyak 30 industri kecil, di tahun 2001 jumlahnya
meningkat menjadi 70 industri. (Disperindagkop Kabupaten Bekasi, 2002).
Industri tersebut juga mendapatkan perizinan dari Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Bekasi sehingga jumlah industri kecil yang muncul dan
mendapatkan perizinan dari Disperindagkop pun semakin bertambah dari tahun ke
tahun.
5.4.3. Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap Output Sektor
Industri di Kabupaten Bekasi
Untuk melihat pengaruh investasi dan tenaga kerja di Kabupaten Bekasi
terhadap output sektor industri, harus mengetahui besarnya elastisitas dari masingmasing input pada sektor industri tersebut. Jika elastisitas output modal lebih
besar daripada elastisitas output tenaga kerja maka industri tersebut mempunyai
kemampuan faktor produksi modal lebih besar daripada tenaga kerja, sehingga
industri tersebut dikatakan sebagai industri padat modal. Begitu pula sebaliknya,
jika elastisitas tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan elastisitas output
81
modal, maka industri tersebut dominan menggunakan tenaga kerja atau industri
tersebut merupakan industri yang padat karya (Putong, 2002).
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, terlihat pada Lampiran 6
elastisitas output modal lebih besar 0,032883536 daripada elastisitas output tenaga
kerja. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri di Kabupaten Bekasi cenderung
lebih dipengaruhi oleh tingkat modal (padat modal). Hal ini sesuai dengan
keadaan di Kabupaten Bekasi dimana sebagian besar industri di Kabupaten Bekasi
memang menggunakan modal. Sektor industri di Kabupaten Bekasi memperoleh
alokasi investasi terbesar di antara Kabupaten dan Kota lainnya di Jawa Barat
terutama untuk industri elektronik, mesin dan logam. Pada industri ini juga
banyak diminati oleh para investor asing, dari 50 sektor industri yang berada di
Kabupaten Bekasi, sektor industri tersebut adalah sektor industri yang masih
diinginkan para investor asing3.
Ciri lain dari Kabupaten Bekasi yang padat modal adalah investasi di
sektor industri yang banyak menggunakan tenaga kerja, jumlahnya sedikit
Misalnya industri tekstil pada tahun 2007, hanya memperoleh investasi sebesar
US$ 3.420. Jumlah investasi tersebut sangat rendah jika dibandingkan dengan
investasi pada industri logam, mesin, dan elektronika yang mencapai US$
345.314. (BKPM, 2008)
Jika ditelusuri lebih lanjut tentang investasi ini, dimana investasi dibagi
lagi menjadi investasi asing dan dalam negeri, elastisitas output modal asing lebih
elastis daripada elastisitas output modal domestik. Perhitungan elastisitas ini dapat
3
Kepala BPPMD Jawa Barat, Iwa Kartiwa dalam Kominfo Newsroom oleh Depkominfo,
www.depkominfo.go.id [10 Juni 2009]
82
dilihat pada Lampiran 7 dimana pada Lampiran tersebut terlihat bahwa elastisitas
output modal asing lebih besar daripada elastisitas output modal domestik.
Elastisitas output modal asing dan domestik juga dapat dilihat dari hasil estimasi
regresi persamaan output sektor industri yang terlihat pada koefisien masingmasing variabel PMA dan PMDN (Lampiran 3).
Hal ini mengindikasikan bahwa di Kabupaten Bekasi, sektor industrinya
lebih didominasi oleh PMA karena PMA di Kabupaten Bekasi memiliki
kelonggaran dalam hal Daftar Skala Prioritas (DSP) yang dilakukan oleh investor
asing untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Bekasi. Hal ini terjadi karena di
Kabupaten Bekasi terdapat kawasan berikat dimana kawasan berikat ini
merupakan kawasan dengan batas-batas tertentu, yang didalamnya diberlakukan
ketentuan-ketentuan khusus di bidang pabean terhadap barang yang dimasukkan
dari luar Daerah Pabean atau dari dalam Daerah Pabean lainnya tanpa terlebih
dahulu dikenakan pungutan bea, cukai, atau pungutan lainnya sampai barang
tersebut dikeluarkan untuk tujuan impor, ekspor atau reekspor.
Mengenai elastisitas output tenaga kerja yang lebih kecil dari elastisitas
output modalnya mengindikasikan bahwa tenaga kerja sektor industri Kabupaten
Bekasi kurang produktif sehingga industri di Kabupaten Bekasi lebih dominan
menggunakan input berupa modal. Hal ini semakin terlihat ketika terjadinya krisis
finansial global pada akhir tahun 2008 dimana banyak terjadi PHK yang
dilakukan oleh sektor industri di Kabupaten Bekasi terhadap para pekerjanya.
Sektor industri di Kabupaten Bekasi telah melakukan PHK sebanyak 3000
karyawannya di industri logam, mesin, dan elektronik, serta industri tekstil.
83
Padahal industri tekstil merupakan industri yang seharusnya dapat lebih banyak
menyerap tenaga kerja4.
Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh industri di Kabupaten
Bekasi inilah yang mengakibatkan angka pengangguran di Kabupaten Bekasi
tinggi, sehingga output dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak dapat
menurunkan angka pengangguran secara signifikan. Hal ini dikarenakan semakin
bertambahnya PHK yang dilakukan oleh sektor industri sebagai akibat dari
produktifitas tenaga kerja yang lebih rendah dari produktifitas modalnya.
Ketua Apindo Kabupaten Bekasi, Purnomo Narmiadi dalam Harian Pikiran Rakyat,
www.ahmadheryawan.com [8 Desember 2008]
84
6.1. Kesimpulan
1. Output sektor industri berpengaruh signifikan dan positif terhadap output total
Kabupaten Bekasi. Peningkatan output sektor industri sebesar 1 persen maka
akan meningkatkan output total Kabupaten Bekasi sebesar 0,64 persen.
2. Faktor yang mempengaruhi output sektor industri adalah investasi dan ekspor.
Setiap peningkatan investasi, terutama PMA akan meningkatkan ouput sektor
industri di Kabupaten Bekasi. Begitu juga dengan peningkatan ekspor akan
meningkatkan output sektor industri. Variabel tenaga kerja dan impor, pada
periode analisis tidak berpengaruh signifikan terhadap output sektor industri.
3. Elastisitas output modal dan output tenaga kerja yang didapatkan pada
penelitian ini menunjukkan sektor industri di Kabupaten Bekasi lebih ke padat
modal. Hal ini dilihat dari elastisitas output modal lebih besar daripada
elastisitas output tenaga kerja. Diantara PMA dan PMDN, elastisitas yang
paling besar ada pada elastisitas output modal asing (PMA).
6.2. Saran
1. Peningkatan output sektor industri akan meningkatkan output total Kabupaten
Bekasi, maka diharapkan Pemerintahan Kabupaten Bekasi dapat meningkatkan
lagi output sektor industrinya dengan cara meningkatkan investasi dan
mempertahankan investasi yang sudah ada. Cara yang dapat ditempuh untuk
meningkatkan dan mepertahankan investasi diantaranya melakukan promosi
85
86
DAFTAR PUSTAKA
Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2008. Realisasi Investasi Izin Usaha Tetap
1990-2007. BKPM, Jakarta.
Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat. 2007. Realisasi PMA
dan PMDN Provinsi Jawa Barat. BPPMD, Bandung.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bekasi. 2008. Produk
Domestik Regional Bruto Kabupaten Bekasi 2007.Bappeda, Bekasi.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bekasi. 2009.
Kabupaten Bekasi Masih Jadi Incaran Investasi Asing. Depkominfo.
http://www.depkominfo.go.id [10 Juni 2009]
Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Indonesia 2007-2008. BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2009. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2009. BPS,
Jakarta. http://www.bps.go.id [27 Juli 2009]
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi 1991-2008. Bekasi dalam Angka 19912008. BPS, Bekasi.
Bank Indonesia. 2006. Laporan Perkembangan Ekonomi dan Perbankan
Kepulauan Bangka Belitung Triwulan II-2006. BI, Palembang.
Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi. 2002. Jumlah Perizinan Industri
Kecil di Kabupaten Bekasi. Disperindagkop, Bekasi.
Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi. 2008. Nilai Ekspor-Impor
Kabupaten Bekasi. Disperindagkop, Bekasi.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2006. Konsep Ketenagakerjaan.
Disnakertrans, Jakarta.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bekasi. 2008. Jumlah
Perusahaan dan Tenaga Kerja Menurut KLUI. Disnakertrans, Bekasi.
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.
Dornbusch, R. dan S. Fischer. 1997. Ekonomi Makro. Rineka Cipta, Jakarta.
Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Sumarno [penerjemah]. Erlangga,
Jakarta.
87
Kawengian, R.V. 2002. Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja dalam
Sektor Pertanian dan Sektor Industri Guna Menentukan Strategi
Pembangunan Irian Jaya. [Makalah Falsafah Sains]. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Lipsey, G.R., N.P. Courant, D.D. Purvis, dan O.P. Steiner. 1999. Ekonomi Makro.
Maulana [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta.
Nachrowi, N.D., dan H. Usman. 2006. Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan
Keuangan. FE UI, Jakarta.
Octivaningsih, A.R. 2006. Analisis Pengaruh Upah Minimum Kabupaten
terhadap Investasi, Penyerapan Tenaga Kerja, dan PDRB di Kabupaten
Bogor. [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Panglaykim, J. 1983. Perusahaan Multinasional dalam Bisnis Internasional.
Yayasan Proklamasi Centre For Strategic and International Studies,
Jakarta.
Putong, I. 2002. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Rahayu, H. 2008. Angka Pengangguran 2009 Naik Menjadi 9 Persen [Media
Indonesia Online]. http://www.lipi.go.id/www.cgi [ 31 Agustus 2008]
Ravianto, J. 1986. Orientasi Produktivitas dan Ekonomi Jepang. UI-Press,
Jakarta.
Sastrosoenarto, H. 2006. Industrialisasi Serta Pembangunan Sektor Pertanian
dan Jasa Menuju Visi Indonesia 2030. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sitompul, N.L. 2008. Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap
PDRB Sumatera Utara. USU e-Respository. USU Official Website.
http://www.library.usu.ac.id [11 Agustus 2009]
Sudarsono. 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. Pustaka LP3ES, Jakarta.
Tambunan, T.T.H. 2001. Industrialisasi di Negara Sedang Berkembang Kasus
Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Tejasari, M. 2008. Peranan Sektor Usaha Kecil dan Menengah dalam
Penyerapan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi. [Skripsi].
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
88
89
Lampiran 1
Data-data yang Digunakan pada Penelitian
tahun
pma (Rp)
1990
19.585.998,63
pmdn (Rp)
114.871,29
inv (Rp)
ekspor (US $)
impor (US $)
jtk (orang)
pdrb_pert
(Rp)
pdrb_phr (Rp)
pdrb_js
(Rp)
pdrb_indt
(Rp)
134.457,29
14.371.410,31
81.680.843,13
143.621
1130.295,37
462.097,68
22.399,03
4.547.232,37
pdrb_total
(Rp)
7.740.161,09
1991
75.598.375,50
20.368,02
95.966,40
6.386.510,74
86.468.938,03
111.343
1111.582,48
490.586,46
23.774,33
5.581.926,32
8.952.029,37
1992
123.916.070 ,78
386.696,48
510.612,55
318.989,03
5.655.623,42
153.710
1170.896,09
522.058,41
25.438,53
7.033.686,66
10.700.299,88
1993
329.283.731 ,41
2.073.214,65
2.402.498,38
18.297.021,77
8.109.802,89
149.402
1233.373,84
1.714.907,47
341.877,90
19.567.539,33
23.864.733,34
1994
1.977.966.264,19
925.547,28
2.903.513,55
153.927.111,18
194.274.361,3.9
193.311
1038.424,56
1.965.300,90
427.196,66
22.861.620,20
27.488.958,76
1995
2.073.412.810,44
683.397,41
2.756.810,22
63.640.557,00
14.784.554,15
227.353
934.105,01
2.291.217,47
480.974,59
26.621.371,66
31.694.328,69
1996
2.395.944.406,34
979.192,99
3.375.137,39
215.654.473,92
27.669.785,73
378.861
920.583,51
2.624.567,77
501.536,30
29.799.786,73
35.467.663,63
1997
2.773.759.949,04
2.931.500,71
5.705.260,66
528.951.253,35
44.326.602,93
100.655
762.071,64
2.759.718,02
516.113,99
32.263.251,32
38.133.522,95
1998
6.942.611.067,74
374.238,59
7.316.849,66
343.488.210,70
51.925.755,76
125.197
697.728,99
2.510.648,99
520.424,53
24.386.437,20
29.469.121,75
1999
5.384.610.597,29
194.691,86
5.579.302,45
319.829.116,66
11.171.890,95
81.038
690.453,25
2.603.493,72
532.019,84
24.938.872,39
30.160.545,91
2000
1.465.630.968,78
178.617,72
1.644.248,69
10.233.148.511,85
14.255.880,08
102.349
715.242,83
2.686.367,35
549.746,09
25.503.822,09
30.956.266,65
2001
2.507.871.305,92
159.721,94
2.667.593,24
1.054.080.281,44
22.353.292,37
186.408
731.469,76
2.804.245,25
589.173,33
25.918.168,00
31.783.599,84
2002
3.074.357.059,33
620.321,49
3.694.678,55
9.406.796.028,99
3.467.453,95
221.911
759.386,11
2.946.656,30
615.192,33
27.092.769,50
33.316.446,15
2003
3.300.133.524,62
785.224,85
4.085.358,38
6.407.517.705,33
2.823.487,19
176.557
790.495,09
3.131.000,76
656.535,23
28.554.447,60
35.225.025,40
2004
3.681.989.560,61
553.286,88
4.235.276,44
8.783.726.757,96
6.319.263,37
216.738
828.782,35
3.353.750,40
835.571,42
31.412.017,69
38.976.643,97
2005
9.074.821.496,26
747.566,61
9.822.388,11
15.018.615.916,50
22.210.701,51
217.113
821.884,17
3.640.123,07
875.024,22
33.198.553,20
41.319.270,04
2006
5.330.561.648,33
310.701,00
5.641.262,64
8.555.244.201.97
74.881.129,76
198.376
859.058,70
3.947.358,93
996.685,66
35.043.950,48
43.793.374,65
2007
3.329.910.419,38
907.257,58
4237.168,00
3.743.806.688.15
33.201.161,64
211.334
881.001,98
4.334.092,28
1.068.823,53
37.060.103,20
46.480.291,50
90
Lampiran 2
Hasil Analisis Regresi Berganda pada Persamaan Output Total di
Kabupaten Bekasi (Model Pertama)
Dependent Variable: LNPDRB_TOT
Method: Least Squares
Date: 08/11/09 Time: 00:09
Sample: 1990 2007
Included observations: 18
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
LNPDRB_PERT
LNPDRB_INDT
LNPDRB_PHR
LNPDRB_JS
DK
1.266033
0.021658
0.644144
0.272586
0.054039
-0.042884
0.360052
0.015771
0.010657
0.029162
0.025770
0.007007
3.516255
1.373316
60.44048
9.347389
2.097002
-6.119846
0.0043
0.1948
0.0000
0.0000
0.0579
0.0001
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.999943
0.999919
0.004842
0.000281
74.05657
41751.32
0.000000
17.12177
0.536561
-7.561841
-7.265051
-7.520918
1.501606
91
Lampiran 3
Hasil Analisis Regresi Berganda pada Persamaan Output Sektor Industri di
Bekasi (Model Ke dua)
Dependent Variable: LNPDRB_INDT
Method: Least Squares
Date: 08/09/09 Time: 18:39
Sample: 1990 2007
Included observations: 18
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
LNPMA
LNPMDN
LNJTK
LNEKS
LNIMP
DK
8.670587
0.258529
0.113653
0.025517
0.066064
-0.014971
-0.176357
1.642261
0.048863
0.058935
0.123760
0.029656
0.043915
0.204826
5.279663
5.290874
1.928459
0.206186
2.227723
-0.340901
-0.861009
0.0003
0.0003
0.0800
0.8404
0.0477
0.7396
0.4076
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.953099
0.927516
0.171683
0.324224
10.60934
37.25594
0.000001
16.87731
0.637685
-0.401037
-0.054782
-0.353293
1.939837
92
Lampiran 4
Hasil Analisis Uji Ekonometrika pada Model Output Total di Kabupaten
Bekasi (Model Pertama)
Uji Multikolinearitas
LNPDRB_PERT
LNPDRB_INDT
LNPDRB_PHR
LNPDRB_JS
DK
DK
-0.753285
0.551361
0.729339
0.727867
1.000000
Uji Klein
Variabel dependen
LNPDRB_PERT
LNPDRB_INDT
LNPDRB_PHR
LNPDRB_JS
DK
Variabel independen
LNPDRB_INDT, LNPDRB_PHR, LNPDRB_JS, DK
LNPDRB_PERT , LNPDRB_PHR, LNPDRB_JS, DK
LNPDRB_PERT , LNPDRB_INDT , LNPDRB_JS, DK
LNPDRB_PERT , LNPDRB_INDT, LNPDRB_PHR, DK
LNPDRB_PERT , LNPDRB_INDT, LNPDRB_PHR, LNPDRB_JS
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
1.475470
4.101394
Prob. F(2,10)
Prob. Chi-Square(2)
0.2745
0.1286
Prob. F(5,12)
Prob. Chi-Square(5)
Prob. Chi-Square(5)
0.2876
0.2461
0.8206
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
1.413787
6.672675
2.201696
Uji Normalitas
7
Series: Residuals
Sample 1990 2007
Observations 18
6
5
4
3
2
1
0
-0.005
0.000
0.005
0.010
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
1.07e-15
-0.000610
0.007886
-0.007085
0.004068
0.461687
2.484807
Jarque-Bera
Probability
0.838533
0.657529
Ri-Square
0,898419
0,970143
0,991343
0,993722
0,892578
93
Lampiran 5
Hasil Analisis Uji Ekonometrika pada Persamaan Output Sektor Industri di
Kabupaten Bekasi (Model Ke dua)
Uji Multikolinearitas
LNPMA
1.000000
0.454263
0.232054
0.766884
-0.162574
0.653519
LNPMA
LNPMDN
LNJTK
LNEKS
LNIMP
DK
LNPMDN
0.454263
1.000000
0.356272
0.233241
-0.249552
-0.086078
LNJTK
0.232054
0.356272
1.000000
0.221826
-0.091985
-0.019231
LNEKS
0.766884
0.233241
0.221826
1.000000
-0.170336
0.797757
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
0.282898
1.064660
Prob. F(2,9)
Prob. Chi-Square(2)
0.7601
0.5872
Prob. F(6,11)
Prob. Chi-Square(6)
Prob. Chi-Square(6)
0.5360
0.4383
0.9837
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
0.886506
5.866932
1.049141
Uji Normalitas
Series: Residuals
Sample 1990 2007
Observations 18
0
-0.2
-0.1
-0.0
0.1
0.2
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
-1.21e-15
-0.015994
0.224756
-0.249461
0.138101
0.127361
1.957662
Jarque-Bera
Probability
0.863513
0.649367
LNIMP
-0.162574
-0.249552
-0.091985
-0.170336
1.000000
-0.323515
DK
0.653519
-0.086078
-0.019231
0.797757
-0.323515
1.000000
94
Lampiran 6
Perhitungan Elastisitas Output Modal:
Y
................................................. (6.3)
dimana:
Y
K
EY,K
2,77514127121 x
0,420047048
95
Lampiran 7
Perhitungan Elastisitas Output Modal Asing:
Y
............. (6.5)
.................................... (6.6)
dimana:
Y
MA
EY,MA
0,00253945207641 x
0,309887530
96
Lampiran 8
Perhitungan Elastisitas Output Modal Domestik:
Y
................................ (6.9)
dimana:
Y
MD
EY,MD
4,22061440762 x
0,123796157
97
Lampiran 9
Perhitungan Elastisitas Output Tenaga Kerja:
Y
.......................................... (6.12)
dimana:
Y
TK
EY,TK
53,4815548187 x
0,387163512
98
Lampiran 10
Fungsi Kabupaten Bekasi dalam Konstelasi Jabodetabek