Anda di halaman 1dari 18

Mengenal Anemia Aplastik

Definisi Anemia Aplastik


Anemia Aplastik adalah suatu kondisi dimana sum-sum tulang tubuh berhenti
memproduksi sel-sel darah baru yang cukup. Tidak seperti anemia pada
umumnya, pada anemia aplastik ini tidak hanya sel darah merah yang berhenti
produksinya, akan tetapi juga sel darah putih (leukosit) dan trombosit. Oleh
karena itu kondisi ini disebut juga sebagai pansitopenia.
Anemia aplastik membuat penderita nya merasa lelah dan beresiko tinggi
terhadap infeksi dan perdarahan yang tidak terkontrol.
Penyakit anemia aplastik ini tergolong langka namun serius, dapat mengenai
umur berapa saja, dan tidak memandang ras ataupun gender, namun
didiagnosis lebih sering pada usia anak-anak dan dewasa muda.
Patofisiologi Anemia Aplastik
Patofisiologi anemia aplastik menjelaskan bagaimana mekanisme terjadinya
penyakit anemia ini hingga gejala-gejala yang ditimbulkannya.
Anemia aplastik terjadi ketika terjadi kerusakan sumsum tulang yang
mengakibatkan lambatnya atau bahkan berhentinya produksi sel sel darah baru.
Sumsum tulang adalah jaringan berwarna merah, dengan struktur seperti spons
yang terdapat dalam tulang yang menghasilkan sel induk (stem cell), dari sel
induk ini terbentuklah sel-sel lain. Stem sel di sumsum tulang memproduksi sel
sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Pada anemia aplastik, sumsum
tulang berada pada
kondisiaplastic (a=tidak, plastic=jaringan) atau hipoplastic (hipo=rendah/sedikit
, plastic=jaringan)- yang berarti bahwa sumsum tulang itu kosong (aplastik)
atau mengandung sel darah yang sangat sedikit (hipoplastik).

Patofisiologi anemia aplastik


Penyebab Anemia Aplastik
Faktor-faktor penyebab anemia aplastik yang membuat kerusakan sum-sum
tulang sementara atau permanen yang pada akhirnya mengganggu produksi sel
sel darah antara lain:
Tetapi radiasi dan kemoterapi
Kedua terapi ini digunakan untuk melawan kanker, selain membunuh sel kanker,
ternyata juga dapat merusak sel-sel tubuh yang sehat, termasuk sel-sel induk
dalam sumsum tulang. Anemia aplastik dapat menjadi efek samping sementara
dari terapi ini.
Paparan bahan kimia beracun.
Paparan bahan kimia beracun, seperti beberapa yang digunakan dalam
pestisida dan insektisida, dapat menyebabkan anemia aplastik. Paparan
benzena bahan kimia dalam bensin juga telah dikaitkan dengan anemia
aplastik.
Penggunaan obat-obatan tertentu.
Obat-obatan tertentu, seperti yang digunakan untuk mengobati rheumatoid
arthritis(rematik) dan beberapa antibiotik, dapat menyebabkan anemia aplastik.
Gangguan autoimun.
Autoimun juga bisa menjadi penyebab anemia aplastik, autoimun merupakan

suatu kondisi dimana sistem kekebalan tubuh malah menyerang sel-sel sehat
tubuh itu sendiri termasuk menyerang sel-sel induk dalam sumsum tulang.
Infeksi virus.
Infeksi virus yang mempengaruhi sumsum tulang juga dapat menjadi penyebab
anemia aplastik pada beberapa orang. Virus yang dapat menyebabkan anemia
aplastik termasuk hepatitis, Epstein-Barr, cytomegalovirus, Parvovirus B19 dan
HIV.
Kehamilan
Anemia aplastik yang terjadi pada kehamilan mungkin terkait dengan masalah
autoimun sistem kekebalan tubuh dapat menyerang sumsum tulang selama
kehamilan.
Faktor yang tidak diketahui.
Dalam banyak kasus, dokter tidak dapat mengidentifikasi penyebab anemia
aplastik. Kondisi ini disebut idiopatik anemia aplastik.
Berhubungan dengan kelainan langka lainnya
Beberapa orang dengan anemia aplastik juga memiliki kelainan langka yang
dikenal sebagaihemoglobinuria nokturnal paroksismal. Gangguan ini
menyebabkan sel-sel darah merah memecah terlalu cepat. Hemoglobinuria
nokturnal paroksismal dapat menyebabkan anemia aplastik, atau sebaliknya
anemia aplastik dapat berkembang menjadi hemoglobinuria nokturnal
paroksismal.
Gejala Anemia Aplastik
Gejala gejala anemia aplastik disebabkan oleh jumlah sel darah yang rendah.
Gejala tergantung pada jenis sel darah yang terkena.
Rendahnya jumlah sel darah merah
sel darah merah yang rendah disebut anemia atau kurang darah. Sel darah
merah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Sehingga apabila
jumlah sel darah merah rendah, maka akan menyebabkan rasa lelah dan lemah.
Rendahnya jumlah sel darah putih
Jumlah sel darah putih yang rendah disebut neutropenia. Sel darah putih
berfungsi melawan infeksi dalam tubuh dengan menyerang dan membunuh
bakteri dan virus. Sehingga apabila jumlah sel darah putih rendah, maka dapat
meningkatkan risiko terkena infeksi yang dapat menimbulkan demam.

Jumlah platelet atau trombosit yang rendah


Jumlah trombosit yang rendah disebut trombositopenia . Trombosit (platelet)
membantu darah untuk membeku dan menghentikan pendarahan. Sehingga
apabila jumlah platelet rendah, maka dapat menyebabkan masalah pendarahan
seperti gusi mudah berdarah, mudah memar, dan apabila berdarah sukar
berhenti.
Pengobatan Anemia Aplastik
Anemia Aplastik dapat disembuhkan dengan terapi suportif, obat anemia
aplastik (imunosupressant), atau transplantasi stem cell.
Tujuan utama pengobatan anemia aplastik adalah untuk meningkatkan jumlah
sel-sel darah yang sehat. Ketika jumlah darah Anda sudah naik:

Anda tidak lagi membutuhkan darah dari donor (transfusi)

Kualitas hidup menjadi lebih baik

Gejala anemia aplastik tidak seburuk sebelumnya

Tergantung pada seberapa parah anemia aplastik yang dialami seseorang,


dokter akan menggunakan perawatan suportif untuk membantu pasien
mengelola gejala dan apabila diperlukan diberikan terapi imunosupresif atau
transplantasi stem cell sum sum tulang.
Ada tiga kategori pengobatan untuk anemia aplastik :
Perawatan Pendukung (suportif)
Perawatan pendukung adalah istilah yang digunakan untuk pengobatan yang
dapat membantu mengatasi gejala anemia aplastik yang muncul, dan terapi ini
tidak untuk menyembuhkan. Tetapi suportif ini meliputi:

Transfusi darah

Terapi khelasi besi untuk mengobati kelebihan zat besi

Faktor pertumbuhan

Antibiotik

Terapi Obat imunosupresif (obat anemia aplastik)

Terapi obat imunosupresif akan menurunkan respon kekebalan tubuh. Hal ini
untuk mencegah sistem kekebalan tubuh agar tidak menyerang sel sel sumsum
tulang, sehingga memungkinkan sel induk (stem cell) tumbuh kembali, dan
meningkatkan jumlah darah. Pada anemia aplastik yang didapat (acquired

aplastic anemia), terapi imunosupresif yang digunakan yaitu globulin antithymocyte (ATG) ditambah dengan siklosporin yang merupakan terapi pilihan
untuk pasien yang lebih tua. Obat anemia plastik ini juga digunakan untuk
pasien yang tidak memiliki donor sel induk yang cocok. Sekitar 8 dari 10 pasien
memiliki respon positif terhadap pengobatan ini.
Bone Marrow dan Stem Cell Transplantation
Transplantasi sumsum tulang, juga disebut transplantasi stem cell (sel induk),
sebelum dilakukan transplantasi terlebih dahulu di kemoterapi dan radiasi untuk
membunuh sel sel sum-sum tulang dan kemudian diganti dengan sel induk
(stem cell) dari donor yang sehat memalui aliran darah. Sel-sel induk berjalan ke
sumsum tulang dan mulai membuat sel-sel darah baru yang sehat dan pada
akhirnya akan meningkat produksinya hingga mencukupi kebutuhan tubuh,
dengan demikian anemia aplastik pun dapat teratasi.
Artikel ini bermanfaat? Beri +1

Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh
(depleted iron store) sehingga penyediaan besi untukeritropoesis berkurang, yang pada akhirnya
pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang.1
Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari petunjuk patofisiologi, patogenesis, gejala
klinis, pemeriksaan laboratorium, diagnosis banding, penatalaksanaan dan terapi. Beberapa zat gizi
diperlukan dalam pembentukan sel darah merah. Yang paling penting adalah zat besi, vitamin B12
dan asam folat, tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin dan tembaga
serta keseimbangan hormone, terutama eritroprotein. Tanpa zat gizi dan hormone tersebut,
pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi, dan selnya bisa memiliki
kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen sebagaimana mestinya. 1,2
PATOFISIOLOGI
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb).Kekurangan Fe
mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit
mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik. 3
ETIOLOGI
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta
kehilangan besi akibat perdarahan menahun.

1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :

Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.

Saluran kemih : hematuria

Saluran napas : hemoptoe.

2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).

3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan
perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab
utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di
negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering
karena menormetrorhagia.1
EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini adalah ADB
da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia masih merupakan
masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan yodium. Penelitian di Indonesia
mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekitar 30 40%, pada anak sekolah 25 35%
sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak
yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan
tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi belajar di
sekolah.3
PATOGENESIS
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat besi makin menurun.
Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan zat besi
berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan
gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron
deficient erythropoiesis.Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron
deficiency anemia.1
GEJALA KLINIS
Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya.
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :

1.

Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang.

2.

Glositis : iritasi lidah

3.

Keilosis : bibir pecah-pecah

4.

Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok. 1

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah :

1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan
penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun.
MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell
distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa
mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat
rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan.
Apusan darah menunjukkan anemiahipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis,
anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding
lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal.
Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasissering
dijumpai eosinofilia.1
2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-blast
basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.2
3. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350 mg/dl,
dan saturasi transferin < 15%.

4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding
dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin
serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi
atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya
pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.
5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.
6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop, pemeriksaan
ginekologi.1
DIAGNOSIS

Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan
diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai
berikut :
1.

Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber perdarahan.

2.

Laboratorium : Anemia hipokrom mikrosister, Fe serum rendah, TIBC tinggi.

3.

Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang (sideroblast-)

4.

Adanya respons yang baik terhadap pemberian Fe.1,2

DIAGNOSIS BANDING
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti :

1. Thalasemia (khususnya thallasemia minor) :

Hb A2 meningkat

Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.

2. Anemia kaena infeksi menahun :

Biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang terjadi anemia


hipokromik mikrositik.

Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.

3. Keracunan timah hitam (Pb) :

Terdapat gejala lain keracunan P.

Terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang. 1

Anemia sideroblastik :

PENATALAKSANAAN
1. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik
yang sesuai.
2. Pemberian preparat Fe :

Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg


BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai
2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.

3. Bedah

Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum
Meckel.

4. Suportif

Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani
(limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).2,4
TERAPI
Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap anemia
difesiensi besi dapat berupa :

Terapi kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing tambang,


pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan,
kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.

Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :

1.

Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan
aman.preparat yang tersedia, yaitu:
A.

Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan


efektif). Dosis: 3 x 200 mg.

B.

Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous


succinate,harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir
sama.

C.

Besi parenteral

Efek samping lebih berbahaya,serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :


1.

Intoleransi oral berat;


Kepatuhan berobat kurang;

2.

Kolitis ulserativa;

3.

Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir)

DokterSehat.com Anemia hemolitik merupakan anemia yang terjadi akibat


meningkatnya penghancuran sel darah merah. Dalam kondisi normal, sel darah

merah bisa hidup hingga 120 hari. Bila sudah menua maka sel pemakan dalam
sumsum tulang, hati, dan limpa akan merusaknya.
Jika suatu penyakit membuat sel darah merah hancur sebelum waktunya
(hemolisis), maka sumsum tulang akan menggantinya dengan mempercepat
pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan normal.
Penghancuran sel darah merah yang melebihi pembentukannya akan
menyebabkan anemia hemolitik.
Hemoglobinuria paroksismal nokturnal merupakan anemia hemolitik yang jarang
terjadi. Penghancuran sel darah merah secara mendadak bisa terjadi kapan saja,
tidak hanya pada malam hari (nokturnal), dan mengakibatkan hemoglobin
tumpah ke dalam darah.
Anemia ini lebih sering terjadi pada pria muda, tetapi bisa terjadi kapan saja dan
pada jenis kelamin apa saja.
Penyebab
Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan penghancuran sel darah merah,
yaitu:

Sumbatan dalam pembuluh darah

Pembesaran limpa

Antibodi bisa terikat pada sel darah merah dan menyebabkan sistem
kekebalan menghancurkannya dalam suatu reaksi autoimun

Adanya kelainan dalam sel itu sendiri


Penyakit tertentu seperti lupus eritematosus sistemik dan kanker seperti
limfoma
Obat-obtan seperti metildopa, dapson dan golongan sulfa

Gejala
Gejala dari anemia hemolitik mirip dengan anemia lainnya. Terkadang hemolisis
terjadi secara tiba-tiba dan berat, menyebabkan krisis hemolitik, yang ditandai
dengan:

Menggigil

Demam

Perasaan melayang

Penurunan terkanan darah yang signifikan

Nyeri punggung dan nyeri lambung

Sakit kuning (jaundice) dan air kemih yang berwarna gelap bisa terjadi karena
bagian dari sel darah merah yang hancur masuk ke dalam darah.
Terkadang penderita juga merasakan nyeri perut akibat limpa yang membesar
karena menyaring sejumlah besar sel darah merah yang hancur.
Hemolisis yang berkelanjutan bisa mengakibatkan batu empedu yang
berpigmen, dimana batu empedu berwarna gelap yang berasal dari pecahan sel
darah merah.

BAB II
KONSEP DASAR TEORI
2.1

Pengertian
Anemia hemolitik adalah anemia yan di sebabkan oleh proses hemolisis,yaitu
pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya.Pada anemia hemolitik, umur
eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari).
Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah
merah (sel darah merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau di tempat
lain dalam tubuh (extravascular)..
2.2
Etiologi
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor intrinsik &
faktor ekstrinsik.
1.
Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel eritrosit.
Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
a.
Gangguan struktur dinding eritrosit
Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran
eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak
gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa
sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik
Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama menderita
kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.
Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan
normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara
dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang
ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses hemolisis
dari penyakit ini.
A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit
tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan
komposisi lemak pada dinding sel.
b.
Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada
panmielopatia tipe fanconi.

Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:


Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
Defisiensi Glutation reduktase
Defisiensi Glutation
Defisiensi Piruvatkinase
Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
Defisiensi difosfogliserat mutase
Defisiensi Heksokinase
Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
c.
Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%),
kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur
satu tahun telah mencapai keadaan yang normal
Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:
Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal HbS, HbE dan
lain-lain
Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia
2.
Faktor Ekstrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit
yang dibunuh oleh antibodi yang dibentuk oleh tubuh sendiri.
Infeksi, plasmodium, boriella
2.3
Patofisiologi
Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar diperoleh turun-temurun dan
gangguan. etiologi dari penghancuran eritrosit prematur adalah beragam dan dapat disebabkan
oleh kondisi seperti membran intrinsik cacat, abnormal hemoglobin, eritrosit enzimatik cacat,
kekebalan penghancuran eritrosit, mekanis cedera, dan hypersplenism. Hemolisis dikaitkan
dengan pelepasan hemoglobin dan asam laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak
langsung dan urobilinogen berasal dari hemoglobin dilepaskan.
Seorang pasien dengan hemolisis ringan mungkin memiliki tingkat hemoglobin normal
jika peningkatan produksi sesuai dengan laju kerusakan eritrosit. Atau, pasien dengan hemolisis
ringan mungkin mengalami anemia ditandai jika sumsum tulang mereka produksi eritrosit
transiently dimatikan oleh virus (Parvovirus B19) atau infeksi lain, mengakibatkan kehancuran
yang tidak dikompensasi eritrosit (aplastic krisis hemolitik, di mana penurunan eritrosit terjadi di
pasien dengan hemolisis berkelanjutan). Kelainan bentuk tulang tengkorak dan dapat terjadi
dengan ditandai kenaikan hematopoiesis, perluasan tulang pada masa bayi, dan gangguan anak
usia dini seperti anemia sel sabit atau talasemia.

2.4

1.
2.

4.

Manifestasi Klinis
Kadang kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis
hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan:
Demam
Mengigil
Nyeri punggung dan lambung
Perasaan melayang
Penurunan tekana darah yang berarti
Secara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:
Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil pemecahan eritrosit.
Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil ekskresi yaitu urin dan feses.
Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya tidak ada karena
hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat
hemoglobin dilepaskan kedalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak dapat diakomodasi
seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah akan menyebabkan hemoglobinemia.
3. Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih.
Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi banyaknya eritrosit yang
hancur sehingga sel muda seperti retikulosit banyak ditemukan.
2.5
Pemeriksaan Diagnostik
1. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:
Bilirubin serum meningkat
Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat
Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
2. Gambaran peningkatan produksi eritrosit
Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang
3.
Gambaran rusaknya eritrosit:
morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer, target cell, sickle
cell, sferosit.
fragilitas osmosis, otohemolisis
umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom. persentasi aktifikas crom
dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit. semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka
semakin pendek umur eritrosit
2.6
Penatalaksanaan / Pengobatan
Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan perawatan khusus.
Oleh karena itu, hanya aspek perawatan medis yang relevan dengan sebagian besar kasus anemia
hemolitik yang dibahas di sini.
1. Terapi transfusi

Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka mungkin penting bagi
pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.
Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stres jantung.
Pada anemia hemolitik autoimun (AIHA), jenis pencocokan dan pencocokan silang mungkin
sulit. Gunakan paling tidak kompatibel transfusi darah jika ditandai.. Risiko hemolisis akut dari
transfusi darah tinggi, tetapi derajat hemolisis tergantung pada laju infus.. Perlahan-lahan
memindahkan darah oleh pemberian unit setengah dikemas sel darah merah untuk mencegah
kehancuran cepat transfusi darah.

Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya, talasemia atau
kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi. Tinjauan sistematis baru-baru ini
dibandingkan besi lisan chelator deferasirox dengan lisan dan chelator deferiprone parenteral
tradisional agen, deferoxamine. 10
2. Menghentikan obat
Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan tubuh
dan obat oksidan seperti obat sulfa (lihat Diet).
Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai berikut (lihat Referensi
untuk daftar lebih lengkap):
- Penisilin
Sefalotin
- Ampicillin
- Methicillin
- Kina
- Quinidine
- Kortikosteroid dapat dilihat pada anemia hemolitik autoimun.
3. Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa jenis anemia hemolitik,
seperti spherocytosis turun-temurun.
Dalam kasus lain, seperti di AIHA, splenektomi dianjurkan bila langkah-langkah lain telah
gagal.
Splenektomi biasanya tidak dianjurkan dalam gangguan hemolitik seperti anemia hemolitik
agglutinin dingin.
Diimunisasi terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti Haemophilus influenzae dan
Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur mungkin.

a.
b.

c.

d.
e.

f.

g.

. Gejala Penyakit Dasar


Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab
anemia defisiensi besi tersebut (Bakta et al,2009).
2.11. Pemeriksaan Laboratorium
kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah:
Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit: didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan
penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun
Konsentrasi besi serum menurun pada ADB, dan TIBC (total iron binding
capacity) meningkat. TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi,
sedangkan saturasi transferin dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk
kriteria diagnosis ADB, kadar besi serum menurun <50g/dl, TIBC meningkat >350 g/dl dan
saturasi transferin <15%
Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada
keadaan inflamasi dan keganasan tertentu. Titik pemilah (cut off point) untuk feritin serum
pada ADB dipakai angka 12g/dl.
Protoporfin merupakan bahan antara pembentukan heme
Kadar reseptor transferin dalam serum meningkat pada defisiensi besi. Kadar normal
dengan cara imunologi adalah 4-9 g/L. Pengukuran reseptor transferin terutama dipakai untuk
membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik
Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan
normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas ini disebut
sebagai micronormoblast. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain)
menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal 4060% normoblast mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblas.
Pada defisiensi besi maka sideroblast negatif
Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi(Bakta et
al,2009).
2.12. Diagnosis

a.
b.
c.
d.

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap
diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar
hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah
kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi,
sedangkan tahap ketiga adalah menentukkan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi (Bakta et
al, 2009).
Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai
kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut:
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80fl dan MCHC
<31% dengan salah satu dari a,b,c, atau d.
Dua dari tiga parameter dibawah ini:
Besi serum <50 mg/dl
TIBC >350 mg/dl
Saturasi transferin: <15%, atau
Feritin serum <20 mg/l, atau
Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan cadangan besi (butirbutir hemosiderin) negatif, atau
Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi yang lain setara) selama 4
minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl (Bakta et al,200

Gejala penyakit dasar (penyebab) masing2 anemia hemolitik tsb.


Diagnosis dan Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa hasil pemeriksaan lab yang menjurus pada diagnosis anemia
hemolitik adalah sbb:
1.

Sedian hapus darah tepi pada umumnya terlihat eritrosit


normositik normokrom, kecuali diantaranya thalasemia yang
merupakan anemia mikrositik hipokrom.

2.

penurunan Hb >1g/dl dalam 1 minggu

3.

penurunan masa hidup eritrosit <120hari

4.

peningkatan katabolisme heme, biasanya dilihat dari


peningkatan bilirubin serum

5.

hemoglobinemia, terlihat pada plasma yang berwarna merah


terang

6.

hemoglobinuria, jika urin berwarna merah, kecoklatan atau


kehitaman

7.

hemosiderinuria, dengan pemeriksaan pengecatan biru prusia

8.

haptoglobin serum turun

9.

retikulositosis

Anda mungkin juga menyukai