Anda di halaman 1dari 5

Pengambilan Zat Warna Alami Dari Batang Kayu Secang

Dengan Metode Ekstraksi


Nungky Prasetya 112029
Akademi Kimia Industri Santo Paulus
Jl. Kusumanegara (Sriwijaya) 104 Semarang Telp. (024) 8442979
ABSTRAK
Indonesia adalah negara yang mempunyai berbagai jenis hayati terbesar kedua
setelah Brazil. Salah satu bahan hayati yang dimanfaatkan yaitu tanaman,
dalampemanfaatan pembaharuannya digunakan sebagai zat pewarna alami.
Zat warna dikelompokkan menjadi dua,yaitu zat warna alam dan zat warna
sintetik. Definisi zat warna adalah semua zat warna yang mempunyai kemampuan
untuk dicelupkan pada serat tekstil dan tidak mudah untuk dihilangkan kembali.
Beberapa persyaratan suatu zat dapat disebut sebagai zat warna yaitu zat warna
tersebut mempunyai gugus yang dapat menimbulkan warna(kromofor) misalnya
nitro. Secang ( caesalpinia sappan L ) adalah tanaman rendah dengan ketinggian
5-10 m. Tanaman ini termasuk golongan famili Leguminoceae yang diketahui
tersebar luas di Asia Tenggara, Afrika dan Amerika. Bagian tanaman secang yang
sering digunakan adalah kayu dalam potongan-potongan kecil atau serutan kayu,
kayu tersebut dapat dipanen setelah berumur 6-8 tahun.
Kayu secang mengandung pigmen, tanin, brazilin, asam tanan, resin, sappanin,
dan asam galat. Bagian dari kayu secang yang dapat dihasilkan sebagai pewarna
alami yaitu batang,kulit, polong secang. Kayu secang mengandung pigmen, tanin,
brazilin, asam tanan, resin, sappanin, dan asam galat.). Bagian dari kayu secang
yang dapat dihasilkan sebagai pewarna alami yaitu batang,kulit, polong secang.
Warna-warna yang dihasilkan dari kayu secang berasal dari senyawa yang
bernama brazilin (C6H14O5).
Brazilin adalah kristal berwarna kuning yang berfungsi pigmen warna pada
kayu secang. Asam tidak berpengaruh pada perubahan warna pada brazilin,tetapi
brazilin akan bertambah merah apabila bereaksi dengan alkali. Eter dan Alkohol
akan menyebabkan warna kuning pucat terhadap larutan brazilin.
Brazilein termasuk golongan flavonoid sebagai isoflavonoid. Senyawa
isoflavonoid merupakan golongan dengan kerangka kimia C3C6C3.Brazilein pada
tumbuhan biasanya terikat dengan gula dan membentuk glikosida.
Pigmen brazilein memiliki warna berbeda-beda tergantung tingkat keasaman
lingkungannya. Warna merah tajam dan cerah dapat didapat pada kondisi pH
netral (6-7).warna ini akan bergeser kearah merah keunguan dengan semakin
meningkatnya pH. Sedangkan warna akan semakin kuning jika pH semakin
rendah (2-5).
Kata kunci : Zat warna, kayu secang, senyawa brazilin, senyawa brazilein.

PENDAHULUAN
Secang ( caesalpinia sappan L ) adalah tanaman rendah dengan ketinggian 510 m. Tanman ini termasuk golongan famili Leguminoceae yang diketahui
tersebar luas di Asia Tenggara, Afrika dan Amerika. Tanaman ini banyak tumbuh
di Jawa pada ketinggian 1-1700 dpl. Bagian tanaman secang yang sering
digunakan adalah kayu dalam potongan-potongan kecil atau serutan kayu, kayu
tersebut dapat dipanen setelah berumur 6-8 tahun.Kayu secang mengandung
pigmen, tanin, brazilin, asam tanan, resin, sappanin, dan asam galat. Bagian dari
kayu secang yang dapat dihasilkan sebagai pewarna alami yaitu batang,kulit,
polong secang. Warna-warna yang dihasilkan dari kayu secang berasal dari
senyawa yang bernama brazilin
Brazilin adalah kristal berwarna kuning yang berfungsi pigmen warna
pada kayu secang. Asam tidak berpengaruh pada perubahan warna pada
brazilin,tetapi brazilin akan bertambah merah apabila bereaksi dengan alkali. Eter
dan Alkohol akan menyebabkan warna kuning pucat terhadap larutan brazilin.
Brazilin jika akan cepat membentuk warna merah jika terkena sinar matahari,
terjadinya warna merah tersebut disebabkan oleh terbentuknya Brazilein.
Brazilin apabila teroksidasi akan menghasilkan senyawa brazilein
berwarna merah kecoklatan dan larut dalam air.Brazilein termasuk golongan
flavonoid sebagai isoflavonoid. Senyawa isoflavonoid merupakan golongan
dengan kerangka kimia C3C6C3.Brazilein pada tumbuhan biasanya terikat dengan
gula dan membentuk glikosida.Pigmen brazilein memiliki warna berbeda-beda
tergantung tingkat keasaman lingkungannya. Warna merah tajam dan cerah dapat
didapat pada kondisi pH netral (6-7).warna ini akan bergeser kearah merah
keunguan dengan semakin meningkatnya pH. Sedangkan warna akan semakin
kuning jika pH semakin rendah (2-5).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas pigmen
brazilein.Temperatur dan pemanasan, sinar ultraviolet, oksidator dan reduktor,
serta keberadaan metal dapat mempengaruhi kecepatan degradasi pigmen.Pigmen
brazilien akan cepat terdegradasi ketika temperatur lingkungan semakin
tinggi.pigmen brazilein memiliki kepekaan terhadap pemanasan, dimana laju
degradasi pigmen brazilein dalam bentuk larutan akibat pemanasan pada
temperatur.Saat ini zat pewarna alami sudah banyak digunakan karena tidak
menimbulkan efek negatif pada penggunaanya. Selain itu zat pewarna alami tidak
kalah kualitasnya dengan zat pewarna sintetik pada pengaplikasiannya. Hingga
sekarang selain pemanfaatan utama kayu secanhg sebagai pewarna dalam industri
pangan,serta kemungkinan pengembangan dibidang medis, kayu secang juga
mempunyai daya tarik dalam berbagai penelitian tekstil sebagai pewarna
alternatif.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Kayu
secang yang diperoleh didaerah purwodadi, etanol, metanol teknis dan air
yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Organik AKIN St Paulus, Aquades
diperoleh dari Laboratorium AKIN SANTO PAULUS, dan Air Ledeng.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : timbangan digital,
hot plate, alonga, beaker glass, labu destilasi, erlenmeyer, gelas ukur, pengaduk,
treeneck, pendingin bola, selang gas, selang air, crop, kassa, corong, pipet mata,
gelas arloji, thermometer, kaleng, dan bunsen.
Variabel Penelitian
a. Variabel bebas : Jumlah bahan( kayu secang 5gram).
b. Variabel tetap : Metanol (650C),etanol(780C), dan air (1000C)
c. Parameter pengukuran yang diukur :pH dan absorbansi warna
Prosedur Penelitian
Siapkan Alat-alat untuk proses ekstraksi(hotplat,stirer,treeneck,pendingin
bola,thermometer alkohol,crop,selang air), kemudian timbang serutan kayu secang
5 gram(ulangi tiap beda waktu) kemudian masukkan dalam treeneck dengan
menambahkan solvent (etanol,metano,air),panaskan hotplat. Lakukan proses
ekstraksi dengan perbandingan waktu 0.5 , 1 , 1.5 , 2 ,dan 2.5 jam berdasarkan
titik didih masing-masing solvent.
Setelah proses ekstraksi selesai,kemudian lakukan proses penyaringan, filtrat
dan residu dipisahkan.Siapkan alat-alat destilasi(labu destilasi,pendingin liebiq,
alonga, erlenmeyer, thermometer alkohol, crop, selang air, selang gas, bunsen),
filtrat kemudian dimasukkan kedalam labu destilasi dan dipanaskan berdasarkan
titik didih solvent (etanol,metano,air).
Setelah proses destilasi selesai,uapkan filtrat dengan menggunakan waterbath
agar solvent menguap berdasarkan titik didihnya.Kemudian tempatkan hasil pada
file yang telah tersedia.

PEMBAHASAN
Pada pembahasan dari penelitian yang dilakukan pada percobaan 1,yaitu
menggunakan 5 gr kayu secang dan solven air yang diekstraksi dengan
perbandingan waktu 0,5 ,1, 1,5 , 2 ,dan 2,5 jam. Pada ekstraksi selama 0.5 jam
dihasilkan zat warna dengan pH 4 dan nilai absorbansi 0,298 A. Pada waktu 1 jam
dihasilkan zat warna dengan pH 5 dan nilai absorbansi 2,500 A. Pada waktu 1,5
jam dihasilkan zat warna dengan pH 4 dan nilai absorbansi 0,630 A. Pada
ekstraksi waktu 2 jam dihasilkan zat warna dengan pH 5 dan nilai absorbansi
0,226 A. Sedangkan pada waktu ekstraksi 2,5 jam dihasilkan zat warna dengan
nilai absorbansi 0,581 A. Dari percobaan 1 dapat disimpulkan bahwa waktu
ekstraksi terdapat pada waktu ektraksi 1 jam dengan nilai absorbansi 2,500 A.
Pada percobaan 2, yaitu menggunakan 5 gr kayu secang dan solven metanol
yang diekstraksi dengan perbandingan waktu 0,5 ,1, 1,5 , 2 ,dan 2,5 jam. Pada
ekstraksi selama 0.5 jam dihasilkan zat warna dengan pH 4 dan nilai absorbansi
2,465 A. Pada waktu 1 jam dihasilkan zat warna dengan pH 4 dan nilai absorbansi
2,578 A. Pada waktu 1,5 jam dihasilkan zat warna dengan pH 4 dan nilai
absorbansi 1,379 A. Pada ekstraksi waktu 2 jam dihasilkan zat warna dengan pH 5
dan nilai absorbansi 1,101 A. Sedangkan pada waktu ekstraksi 2,5 jam dihasilkan
zat warna dengan pH 5 dan nilai absorbansi 0,581 A. Dari percobaan 2 dapat
disimpulkan bahwa waktu ekstraksi terdapat pada waktu ektraksi 1 jam dengan
nilai absorbansi 2,578 A.
Pada percobaan 3, yaitu menggunakan 5 gr kayu secang dan solven etanol
yang diekstraksi dengan perbandingan waktu 0,5 ,1, 1,5 , 2 ,dan 2,5 jam. Pada
ekstraksi selama 0.5 jam dihasilkan zat warna dengan pH 6 dan nilai absorbansi
1.911 A. Pada waktu 1 jam dihasilkan zat warna dengan pH 6 dan nilai absorbansi
1,665 A. Pada waktu 1,5 jam dihasilkan zat warna dengan pH 7 dan nilai
absorbansi 2,648 A. Pada ekstraksi waktu 2 jam dihasilkan zat warna dengan pH 6
dan nilai absorbansi 1,876 A. Sedangkan pada waktu ekstraksi 2,5 jam dihasilkan
zat warna dengan pH 7 dan nilai absorbansi 1,928 A.
Dari percobaan 3 dapat disimpulkan bahwa waktu ekstraksi terdapat pada
waktu ektraksi 1,5 jam dengan nilai absorbansi 2,648 A.
Dari 3 percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam proses
pengambilan zat warna pada kayu secang solven berpengaruh pada zat warna
yang dihasilkan. Dari ketiga solven yang telah ditambahkan pada ektraksi
pengambilan kayu secang dapat disimpulkan bahwa etanol memiliki pengaruh
warna yang cerah dibandingkan warna dari solven air dan metanol. Sedangkan
waktu terbaik didapat pada ekstraksi dengan waktu 1,5 jam. Terdapat juga
beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas pigmen brazilein. Temperatur dan
pemanasan, sinar ultraviolet, oksidator dan reduktor, yang dapat mempengaruhi
kecepatan degradasi pigmen. Warna merah yang cerah dapat didapat pada kondisi
pH netral (6-7).warna ini akan bergeser kearah merah keunguan dengan semakin
meningkatnya pH. Sedangkan warna akan semakin kuning jika pH semakin
rendah (2-5).

DAFTAR PUSTAKA
Lemmens,(1992), Beginners Guid To Silk Painting . Spain: Elkars S.Coop.
Adawiyah dan Indriyanti,(2003), Potensi Produksi ZatWarna Alam Untuk
Aplikasi Pada Industri Batik dan Tekstil, Seminar Teknologi Untuk
Negeri (STUN), BPPT.
Maharani,(2003), Pengembangan Zat Warna Tumbuh-tumbuhan Untuk Batik ,
Laporan Proyek Penelitian Tahun 1996/1997, Balai Litbang Kerajinan dan
Batik, Deperindag, Yogyakarta.
Koeswari Sutrisno, (2009), Produksi Pewarna Alami dan Penggunaanya, Ebook
Pangan.

Anda mungkin juga menyukai