Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Glass ionomer cement atau Semen Ionomer Kaca (GIC atau SIK) merupakan
bahan restorasi yang banyak digunakan oleh dokter gigi dan terus dikembangkan.
SIK memiliki kemampuan berikatan secara fisikokimiawi baik pada email maupun
dentin.2,6 Kekurangan SIK jika dibandingkan dengan bahan tumpatan lain adalah
kurang estestik, sulit dipolish, dan mempunyai sifat brittle. Kitosan adalah salah satu
bahan alami yang dapat dijadikan alternatif untuk mengurangi sifat brittle dari SIK
dengan meningkatkan sifat mekanik SIK tersebut.15
Kitosan dapat diperoleh dengan hasil konversi dari kitin. Sedangkan kitin
dapat diperoleh dari kulit udang, kulit kepiting, dan serangga.15 Konversi kitin
menjadi kitosan ditemukan oleh C. Rouge pada tahun 1859. Kitosan memiliki sifatsifat tertentu yang menguntungkan sehingga banyak diaplikasikan di berbagai
industri maupun bidang kesehatan.16
2.1 Semen Ionomer Kaca (SIK)
SIK diperkenalkan pada tahun 1972 oleh Wilson dan Kent.1,3,8 Sifat fisik SIK
yang adhesif ke permukaan enamel dan dentin, melepaskan fluor ke jaringan gigi,
biokompatibel pada jaringan pulpa, dan koefisien termal ekspansi sama dengan gigi
membuat SIK banyak digunakan.1,2 Selain itu, menurut Sidharta (1991) cit Armilia M
(2006), SIK melepaskan ion fluor dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga
dapat menghilangkan sensitivitas dan mencegah terjadinya karies sekunder.2

SIK sering disebut dengan ASPA (Alumine Silicate and polyacrylic acid).
Struktur SIK dapat dilihat pada Gambar 1. Reaksi yang terbentuk dari SIK adalah
reaksi antara alumina silikat kaca dalam bentuk powder dengan asam poliakrilik
sebagai liquid (Gambar 2).4,20 Selain sebagai bahan restorasi, SIK dapat digunakan
sebagai bahan perekat, bahan pengisi untuk restorasi gigi anterior dan posterior,
pelapis kavitas, penutup pit dan fisur, bonding agent pada resin komposit, serta
sebagai semen adhesif pada perawatan ortodontik.2,4 Ukuran partikel gelas SIK
bervariasi, yaitu sekitar 50 m sebagai bahan restorasi dan sekitar 20 m sebagai
bahan luting.4

Gambar 1. Struktur SIK Konvensional 21

Gambar 2. Reaksi asam- basa dari SIK konvensional.21

Dalam penelitian Xu et al (2000) yang mengukur kemampuan bahan material


dalam melepaskan ion fluor terhadap compressive strength dari bahan restorasi SIK,

menyimpulkan bahwa terjadi korelasi negatif antara pelepasan ion fluoride dengan
compressive strength. Bahan material yang memiliki tingkat pelepasan ion fluoride
yang lebih tinggi, secara umum mempunyai kekuatan yang lebih rendah dari material
yang memiliki tingkat pelepasan ion fluoride yang rendah.21 Compressive strength
SIK konvensional umumnya adalah 188 Mpa. Nilai ini menunjukan bahwa SIK
cukup mampu menahan tekanan oklusal, namun masih tergolong rendah sehingga
terus dikembangkan lagi. SIK konvensional berkembang menjadi SIK viskositas
tinggi yang memiliki compressive strength yang lebih tinggi.22
Selama ini SIK juga digunakan sebagai restorasi intermediate, bahan pelapik
adhesif pada kavitas (teknik sandwich), ART ( Atraumatic Restorative Treatment ),
restorasi gigi desidui; sementasi mahkota, mahkota jembatan, veneer secara
permanen; sebagai pelindung bahan restorasi lain; dan sebagai pelapik komposit.
Beberapa keuntungan SIK yaitu melepaskan ion fluor dan menurunkan sensitivitas
dengan memberikan dasar yang kuat untuk komposit dan pelindung pulpa. Dengan
adanya kemampuan SIK dalam melepaskan ion fluor dan bersifat adhesif, maka SIK
juga secara luas digunakan untuk memperbaiki kehilangan struktur gigi pada akar
gigi sebagai akibat dari kerusakan gigi seperti abrasi servikal dan sering digunakan
pada kavitas non-undercut. 4,7,23
2.1.1 Penggunaan SIK dalam ART
Sebagai bahan restorasi adhesif yang mampu melepaskan ion fluor, SIK dapat
digunakan dalam prinsip minimal intervensi. ART merupakan bagian dari minimal
intervensi meliputi komponen restorasi dan pencegahan.6,7 Prinsip ART adalah suatu

metode restorasi kavitas yang sederhana, yang didahului dengan pembersihan kavitas
dengan hanya menggunakan hand instruments kemudian kavitas direstorasi dengan
bahan adhesif seperti SIK.23 Ada dua prinsip dalam melakukan ART, yaitu:24
a. Menyingkirkan jaringan karies gigi dengan hand instruments
b. Merestorasi kavitas dengan bahan adhesif yang melepaskan fluor.
Hal ini menjadi pertimbangan pengunaan SIK untuk perawatan preventif dan
kuratif dalam prosedur kerja.
Alasan SIK digunakan dalam ART adalah:24
a) Karena SIK berikatan secara kimiawi ke enamel dan dentin, sehingga
mengurangi kebutuhan untuk mengambil jaringan gigi yang sehat
b) Pelepasan fluor dari restorasi dapat mencegah karies sekunder
c) Lebih mirip dengan jaringan keras gigi dan biokompatibel.
Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan ART. Hal
ini disebabkan adanya beberapa kondisi yang tidak boleh dilakukan ART. ART tidak
boleh digunakan ketika:24
a. Dijumpai adanya pembengkakan (abses) atau fistula (terbukanya abses
terhadap lingkungan rongga mulut) berdekatan dengan gigi yang karies,
b. Pulpa gigi terbuka,
c. Dijumpai adanya rasa sakit yang lama dan mungkin terjadi inflamasi pulpa,
d. Terdapat kavitas karies yang tersembunyi yang tidak dapat diakses dengan
hand instruments,

e. Dijumpai adanya tanda-tanda yang jelas dari kavitas sebagai contoh pada
permukaan proksimal tetapi kavitas tidak dapat dimasuki dari arah proksimal ataupun
oklusal.
Kemampuan SIK dalam melepaskan fluor dan hanya memerlukan preparasi
minimal, maka penggunaannya semakin meluas untuk restorasi gigi desidui. Pada
tahun 1977, dianjurkan pengunaan SIK sebagai bahan restorasi gigi desidui karena
kemampuannya melepaskan ion fluoride dan melekat ke jaringan keras gigi.22
Kelemahan SIK yaitu kurang resisten terhadap abrasi, tensile dan compressive
strength lebih rendah dari resin, bersifat poreus, dan sulit di polish.21,23
Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan SIK dan memberikan keuntungan
klinis yang lebih baik, maka dikembangkanlah SIK modifikasi resin.25 Kemudian
pada tahun 2007, dikembangkan SIK modifikasi resin dengan nano teknologi menjadi
SIK modifikasi resin nano.26
2.2 SIK Modifikasi Resin Nano
SIK modifikasi resin nano merupakan perkembangan dari SIK modifikasi
resin dan SIK Modifikasi Resin, yang dikenal dengan glass ionomer hybrid cements,
merupakan bagian dari perkembangan SIK pada tahun 1980-an.20,26 Pengerasan SIK
modifikasi resin merupakan kombinasi dari reaksi asam basa dan polimerisasi photochemical.27
Resin modified menggantikan SIK dengan tambahan reaksi polimerisasi
dengan cahaya (light cure). Untuk mencapai keberhasilan bahan ini, ditambahkan

monomer yang larut dalam air, seperti HEMA (hidroxyethyl methacrylate) ke cairan
asam poliakrilat yang larut air.25 Ukuran partikelnya sekitar 15 m atau lebih kecil.4
Pertama kali, SIK modifikasi resin dikembangkan sebagai lining tetapi
kemudian dikembangkan sebagai bahan restorasi. Keuntungan yang diberikan SIK
modifikasi

resin

adalah

kemudahan

dalam

memanipulasi,

meningkatkan

ketahanannya terhadap sensitivitas air, dan mampu melepaskan ion fluor sehingga
dapat mencegah karies kambuhan.25,27 Ciri utama semen SIK modifikasi resin adalah
ketika bubuk dan cairan dicampur akan terjadi reaksi pengerasan dengan bantuan
sinar (light cure). Tahap-tahap reaksinya sebagai berikut:25,27
1) Reaksi pengerasan dengan terjadinya reaksi asam-basa antara bubuk
alumino silikat dengan asam poliakrilat.
2) Reaksi polimerisasi dari partikel-partikel resin yang ada di dalam semen.
3) Reaksi antara garam logam poliakrilat dengan resin hingga menbentuk
matriks semen yang lebih kuat (Gambar 3).

Gambar 3. Reaksi asam-basa dan polimerisasi penyinaran pada SIK modifikasi resin.22

Dari tiga reaksi diatas, sebenarnya semen SIK modifikasi resin mengeras
dengan system Dual Cure yaitu reaksi penggaraman (asam-basa) yang terjadi

secara kimia (auto setting) dan polimerisasi yang terjadi akibat penyinaran (light
cured). Kedua reaksi ini memberikan sifat-sifat yang lebih baik bagi SIK. Contoh
bahan SIK modifikasi resin yang dikenal sebagai bahan restorasi adalah Fuji II LC,
Vitremer dan Photac Fill (Gambar 4).25

A
B
C
Gambar 4. Jenis SIK modifikasi resin konvensional (A) Fuji II LC, (B) Vitremer, (C) Photac Fill27

Namun sekarang ini SIK modifikasi resin masih terus dikembangkan. Pada
tahun 2007, dikeluarkan SIK modifikasi resin nano yang pertama yaitu Ketac Nano
(Ketac

N100)

yang

menggunakan

nano

teknologi.26

Nanoteknologi

atau

nanoteknologi molekuler merupakan penghasil bahan fungsional dengan struktur


yang berukuran antara 0,1 hingga 100 nanometer dengan metode fisika ataupun
kimia.12 Ketac Nano (Gambar 5) merupakan pasta SIK modifikasi resin pertama yang
dibuat dengan teknologi nanofiller dan nanocluster dengan ukuran partikel 5-25 nm.
Ketac Nano Light Curing Glass Ionomer Restorative dan Ketac Nano
Primer merupakan perkembangan terakhir dari teknologi SIK modifikasi resin yang
saat ini digunakan dalam bidang kedokteran gigi.11,26 SIK modifikasi resin nano
mempunyai kemampuan melepaskan fluor dari SIK modifikasi resin dan ikatan
nanofillers yang meningkatkan kekuatan dan estetisnya.26

Gambar 5. Jenis SIK modifikasi resin nano, Ketac Nano light curing11

Perkembangan teknologi SIK modifikasi resin nano diarahkan pada


pengabungan antara keuntungan dari SIK modifikasi resin light cure dan teknologi
ikatan nanofiller dan nanocluster.11 Keuntungan dari kedua teknologi ini adalah
tersedianya SIK modifikasi resin nano dengan peningkatan polis dan estetik.11,26
Teknologi nano filler dapat memperkecil jarak antar partikel, sehingga meningkatkan
sifat mekanik dan estetisnya.28 Rumus kimia dari SIK modifikasi resin nano ini
didasarkan pada metakrilat yang dimodifikasi dalam asam polialkenoat dari gugus
SIK modifikasi resin konvensional.11,29
Perbandingan struktur dari SIK modifikasi resin dan SIK modifikasi resin
nano dapat dilihat pada gambar berikut.( Gambar 6)

Gambar 6. Struktur SIK modifikasi resin dan SIK modifikasi resin nano.29

Keunikan SIK modifikasi resin nano adalah kombinasi dari ikatan nanofiller,
nanocluster, dan partikel kaca FAS, sehingga lebih estetis dan mudah dipolis, sejalan

dengan pelepasan ion fluoride. Selain itu, compressive strength SIK modifikasi resin
nano lebih tinggi dibandingkan SIK konvensional dan juga menunjukkan pelepasan
fluoride yang lebih tinggi.11,26 Pada penelitian Waleed et al (2007) dikatakan bahwa
penambahan nano filler kedalam SIK modifikasi resin hanya meningkatkan ikatannya
ke dentin, akan tetapi flexural dan compressive strength tidak meningkat jika
dibandingkan dengan SIK konvensional.13 Kemampuan adhesi SIK modifikasi resin
nano ke struktur gigi diperkuat dengan pengunaan primer sebagai bahan etsa dan
bonding sama halnya dengan komposit resin. Ketac nano primer digunakan untuk
adhesi ke struktur gigi secara adekuat. SIK modifikasi resin nano juga mudah dipolis,
dapat dengan penyelesaian restorasi SIK konvensional secara umum.11
2.2.1 Komposisi SIK Modifikasi Resin Nano
Ketac nano light curing glass ionomer restorative terdiri atas:11
TM

- Dua sistem pasta:

Aqueous paste ( asam polialkenoat, resin yang reaktif, dan nanofillers)

Non aqueous paste ( FAS glass, resin yang reaktif, dan nanofillers)

- Filler (69%):
27% FAS glass
42% Metacrylate yang berfungsi sebagai nanofiller.
- Reaksi pengerasan:
Memerlukan light cure
Reaksi semen ionomer jangka panjang (reaksi asam basa).

2.2.2 Indikasi SIK Modifikasi Resin Nano


Indikasi pemakaian SIK modifikasi resin Nano yang dilaporkan dalam profil
produk Ketac Nano N100 adalah:11,26
- Restorasi gigi desidui,
- Restorasi kelas I yang kecil,
- Restorasi kelas III dan V,
- Restorasi transisi,
- Kegagalan pengisian dan undercut,
- Teknik laminasi dan sandwich, dan
- Pembuatan pasak yang sekurang-kurangnya 50% dari struktur mahkota gigi
tersisa sehingga dapat dijadikan sebagai dukungan.
Penelitian Wadenya et al (2010) dengan menggunakan gigi molar desidui
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan leakage pada enamel dan dentin antara SIK
konvensional dan SIK modifikasi resin nano. Celah mikro dapat dipengaruhi oleh
sifat dari bahan restorasi. Peningkatan perubahan dimensi selama berpolimerisasi dan
kurangnya adaptasi bahan restorasi ke dinding kavitas dan margin dapat
menyebabkan celah marginal. 28
2.2.3 Cara manipulasi SIK modifikasi resin nano
Pada umumnya SIK modifikasi resin nano ini tersedia dalam bentuk pasta.11
Berikut adalah cara manipulasi SIK modifikasi resin nano sebagai bahan restorasi
gigi (Gambar 7).26 Buka tutup dari pencampur clicker, keluarkan sedikit bahan pada
mixing pad dengan menekan pasta 2-3 detik, biasa penekanan selama 2 detik, pasta

akan keluar dalam jumlah yang sama (rasio beratnya 1,3:1,0). Campurkan bahan
dengan spatula selama 20 detik sampai warna merata terbentuk, hindari terbentuknya
rongga udara. Kavitas yang akan direstorasi sebelumnya diberikan conditioner berupa
nano primer dan disinari dengan light cure selama 15 detik. Pengerasan SIK
modifikasi resin nano membutuhkan sinar light cure, kedalaman maksimum bahan
untuk penyinaran tidak boleh lebih dari 2 mm. Sinari SIK modifikasi resin nano ini
selama kira-kira 20-30 detik dan kemudianbahan restorasi dapat dipolis.11,26

e
f
g
h
Gambar 7. Manipulasi pengunaan SIK modifikasi resin nano. a dan b. membuka penutup pasta, c dan
d. penempatan pasta pada mixing pad selama 2 detik penekanan , e. campurkan secara merata
selama 20 detik, f. kedalaman restorasi kurang dari 2mm, g dan h. rapikan kemudian dilight cured
selama 20-30 detik.11

2.2.4 Perkembangan Penelitian SIK Modifikasi Resin Nano


Waleed et al (2007) menyatakan bahwa penambahan nano filler kedalam SIK
modifikasi resin hanya meningkatkan ikatannya ke dentin, akan tetapi flexural dan
compressive strength tidak meningkat jika dibandingkan dengan SIK konvensional.13
Pada penelitian Coutinho et al (2009) dengan menggunakan SIK modifikasi resin
nano, dikatakan bahwa ikatan SIK modifikasi resin nano ke enamel dan dentin sebaik
ikatan SIK konvensional, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan SIK modifikasi

resin konvensional, oleh karena itu diperlukan penggunaan primer nano. Dalam
penelitian tersebut juga dijelaskan gambaran TEM (Transmission Electron
Microscopy) dari SIK modifikasi resin nano dengan dentin, menunjukkan adanya
interaksi yang kuat, namun tidak ada demineralisasi nyata yang terlihat pada
permukaan intertubular dentin dan juga tidak ada indikasi pembentukkan lapisan
hibridisasi.30
Penelitian Wadenya et al (2010) dengan menggunakan gigi molar desidui
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan leakage pada enamel dan dentin antara SIK
konvensional dan SIK modifikasi resin nano.28 El-Askary et al (2011) menyatakan
bahwa diperlukan tindakan pre-conditioning yaitu penggunaan nano primer pada
pemakaian SIK modifikasi resin nano karena ia tidak dapat membuktikan adanya
shear bond strength dari SIK modifikasi resin nano itu sendiri jika tidak
menggunakan primer. Hasil Scanning Elektron Microscope (SEM) dari penelitiannya
menunjukkan adanya lapisan smear layer diatas permukaan dentin dan kurangnya
pembentukan jaringan hibridisasi dalam pengunaan SIK modifikasi resin nano sesuai
dengan anjuran pabriknya. Hal ini dapat dijelaskan dengan ketidakmampuan nanoprimer untuk dekalsifikasi dasar dentin, yang mungkin berhubungan dengan
tingginya pH nano primer ( 3).14
Deepali et al (2010) melakukan preparasi kavitas intra orifisi, kemudian
dilakukan pengaplikasian primer dan pengeringan dengan udara, untuk kemudian
direstorasi dengan Ketac N100, menyatakan penggunaan SIK modifikasi resin nano
sebagai perintang intra orifisi menunjukkan hasil yang lebih baik pada coronal seal

dibandingkan restorasi komposit, dengan perbedaan yang tidak signifikan terhadap


celah mahkota (coronal leakage) antara SIK viskositas tinggi dengan SIK modifikasi
resin nano.31
Penelitian El-Rouby (2010) yang melakukan restorasi pada jaringan ikat
subkutan dari tikus dengan bahan Ketac N100, menyatakan adanya infiltrasi
peradangan yang parah, baik akut maupun kronis, setelah pemakaian Ketac N100
setelah satu minggu, terjadi proliferasi sel angioblast dan fibroblast, disertai hiperemi
pembuluh darah dan penebalan jaringan granulasi disekitar jaringan yang direstorasi.
Namun setelah 8 minggu pemakaian tidak dijumpai adanya sel yang nekrosis. Ia juga
melaporkan adanya kemampuan remineralisasi pada bahan yang melepaskan fluor
ini.12 Sharathchandra (2010) juga telah meneliti efek bleaching terhadap SIK
modifikasi resin nano, hasil penelitiannya menyatakan bahwa tidak ada efek
bleaching terhadap tekstur permukaan dan warna dari SIK modifikasi resin nano
secara Scanning Elektron Microscopic (SEM).32
SIK modifikasi resin nano ini memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan
SIK konvensional maupun SIK modifikasi resin tanpa partikel nano. SIK modifikasi
resin nano memiliki compressive strength yang lebih tinggi dibandingkan dengan SIK
konvensional (Fuji IX dan Ionofil Molar) dan beberapa SIK modifikasi resin
konvensional (Vitremer, Photac Fill, dan Fuji Filling LC), hampir sama dengan Fuji
II LC (SIK modifikasi resin konvensional). Flexural strength SIK modifikasi resin
nano lebih tinggi dari Fuji IX, Ionofil Molar, dan Fuji Filling LC; hampir sama
dengan Vitremer; namun lebih rendah dari Fuji II LC.11 Pada pengujian celah mikro
antara SIK modifikasi resin

nano (Ketac Nano) dengan SIK modifikasi resin

konvensional (Fuji II LC) menunjukkan bahwa pada enamel SIK modifikasi resin
nano memiliki celah mikro lebih tinggi dari SIK modifikasi resin konvensional,
namun sebaliknya pada dentin SIK modifikasi resin nano memiliki celah mikro jauh
lebih rendah dari SIK modifikasi resin konvensional.11,31 Pada perbandingan SIK
modifikasi resin nano dengan SIK konvensional tidak terlihat adanya perbedaan celah
mikro antara kedua bahan tersebut.28 Pelepasan fluor pada SIK modifikasi resin nano
juga lebih tinggi dibandingkan SIK modifikasi resin konvensional.15
2.3 Kitosan
Kitosan merupakan polimer alam yang mempunyai rantai linear dengan rumus
(C6H11NO4)n dan merupakan turunan utama kitin (Gambar 8a) yang mempunyai
derajat kereaktifan tinggi disebabkan oleh adanya gugus amino bebas sebagai gugus
fungsional. Kitosan diperoleh dari hasil deasetilasi kitin dalam larutan NaOH
pekat.16,17 Pada tahun 1859, Rouget menemukan modifikasi kitin yang akhirnya oleh
Hoppe-Seiler pada tahun 1894 diberi nama kitosan (Gambar 8b). Sejak saat itu
penelitian kitin dan kitosan berkembang sampai pertengahan abad 1900-an. Pada
tahun 1930-an Rigby mempatentkan kitin dan kitosan berserta cara isolasi dan
preparasinya dan pemanfaatannya dalam bidang industri.33

a
b
Gambar 8 a. Struktur kitin, b. Struktur kitosan (hasil deasetilasi kitin dengan NaOH pekat).15

Dunn et al. (1997) (cit Ningsih, 2011) menyatakan kitin dan kitosan tidak
dapat larut hanya dalam air, kecuali dengan subsitusi. Keduanya dapat larut dalam
asam encer seperti asam asetat. Adanya gugus karboksil dalam asam asetat
memudahkan pelarutan kitin dan kitosan karena terjadi interaksi hidrogen antara
gugus karboksil dengan gugus amina dari keduanya. Pernyataan Agusnar (2006) (cit
Ningsih,2010) menyebutkan hidrolisis gugus asetil pada kitin dapat dilakukan dengan
larutan NaOH kuat, diikuti pencucian, pengubahan pH dan proses pengeringan. Pada
tahap ini kitosan yang terbentuk masih berupa kepingan kasar dan dapat dihaluskan
mengikuti ukuran tertentu.19
Penelitian Marganov (2003) mengatakan bahwa kulit udang mengandung
protein 25-40%, kalsium karbonat 45-50%, dan kitin 13-20%, tetapi besarnya
kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udang dan tempat hidupnya.
Cangkang kepiting mengandung protein 15,6-23,9%, kalsium karbonat 53,7-78,4%,
dan kitin 18,7-32,2% yang juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat
hidupnya.18,34 Perbedaan

antara kitin dan kitosan didasarkan pada kandungan

nitrogennya. Bila nitrogen kurang dari 7% maka polimer tersebut disebut kitin dan
apabila kandungan total nitrogennya lebih dari 7% maka disebut kitosan.35
Kitosan memiliki sifat-sifat tertentu yang menguntungkan sehingga banyak
diaplikasikan di berbagai industri maupun bidang kesehatan. Kitosan mempunyai
sifat khas antara lain bioaktivitas dan biodegradasi yang dihubungkan dengan adanya
gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat.36
Berdasarkan viskositasnya, berat molekul kitosan terbagi tiga, yaitu: kitosan
bermolekul rendah, bermolekul sedang dan bermolekul tinggi. Kitosan bermolekul

rendah dengan berat molekul dibawah 400.000 Mv dan bermolekul sedang dengan
berat molekul 400.000-800.000 Mv berasal dari hewan laut dengan cangkang atau
kulit yang lunak misalnya udang, cumi-cumi dan rajungan. Untuk kitosan bermolekul
tinggi biasanya berasal dari hewan laut bercangkang keras, misalnya kepiting, kerang
dan blangkas, dengan berat molekulnya 800.000-1.100.000 Mv.17
2.3.1 Kitosan Blangkas ( Limulus polyphemus)
Kitosan blangkas merupakan kitosan bermolekul tinggi yang diperoleh dari
cangkang blangkas. Blangkas disebut juga dengan Horseshoe-crab (Gambar 9).
Penemuan Universiti Malaysia Terengganu (UMT) membuktikan kulit hewan yang
dianggap tidak berharga itu mempunyai khasiat kitosan yang berpotensi dalam
industri farmaseutikal.36

Gambar 9. Blangkas (Horseshoe-crab).36

Kitosan Blangkas yang diuji oleh Trimurni et al (2006) mempunyai derajat


deasetilasi 84,20% dengan berat molekul 893.000 Mv. Dari penelitian tersebut
diketahui bahwa kitosan molekul tinggi yang diperoleh dari blangkas (Lymulus
polyphemus) dapat memacu dentinogenesis jika dipakai sebagai bahan pulp caping.17
Tarigan Gita dan Trimurni (2008) juga membuktikan bahwa kitosan blangkas dapat
menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.16 Feby dan Trimurni (2008) juga

membuktikan bahwa kitosan blangkas (Lymulus polyphemus) bermolekul tinggi


memiliki efek antibakteri terhadap Fusobacterium nucleatum.37 Daya hambat kitosan
terhadap bakteri disebabkan karena terjadinya proses pengikatan sel bakteri pada
dindingnya oleh kitosan. Kitosan tersebut memiliki gugus NH2 yang merupakan sisi
reaktif yang dapat berikatan dengan protein dinding sel bakteri, terjadinya proses
pengikatan ini disebabkan oleh perbedaan keelektronegatifan antara kitosan dengan
permukaan sel bakteri.38
2.3.2 Kitosan dan Aplikasi Klinisnya
Kitosan adalah jenis polimer alam yang mempunyai rantai linear polisakarida,
yang terdiri atas -(1-4)-D-glukosamin dan N-asetil-D-glukosamin.17,18 Kitosan pada
umumnya berbentuk serat dan merupakan kopolimer berbentuk lembaran tipis,
berwarna putih atau kuning dan tidak berbau. Ciri-ciri kitosan bergantung pada
sumber (asal) bahan baku, derajat deasetilasi (DD), distribusi gugus asetil, gugus
amino, panjang rantai dan distribusi bobot molekul. Sifat-sifat kitosan dihubungkan
dengan adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat. Adanya gugus tersebut
menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan penyumbang sifat
polielektrolit kation, sehingga dapat berperan sebagai amino pengganti (amino
exchanger).38
Dalam bidang kesehatan, kitosan relatif banyak digunakan karena dapat
berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein.35,36 Dalam kedokteran
gigi, Kitosan telah diteliti oleh Sapeli et al (1986) dan Muzzarelli et al (1989) pada
perawatan jaringan periodontal baik dengan pemakaian kitosan bubuk maupun

kitosan membran. Dari hasil penelitian ini dapat terlihat bahwa kitosan dapat
menurunkan nyeri, sebagai hemostatik yang baik, melambatkan pembebasan
antibiotik, mempercepat penyembuhan, dan menghasilkan lingkungan yang asepsis.35
Chung et al (2004) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas
antibakterial kitosan yang menghambat permukaan dinding sel bakteri. Kitosan dan
derivatnya (75% DD dan 95%) terbukti lebih efektif untuk bakteri gram negatif
daripada bakteri gram positif. Penelitian Tarsi et al (1997) menunjukkan bahwa
kitosan dengan berat molekul rendah dapat menghambat aktivitas bakteri
Streptococcus mutans yang berperan dalam adsorbsi hidroksiapatit dan kolonisasinya.
Sifat-sifat kitosan yang mendukung kemampuannya dalam menghambat perlekatan
bakteri yaitu kitosan dapat mencegah kerusakan permukaan gigi oleh asam organik
dan menghasilkan efek bakterisidal terhadap bakteri patogen termasuk bakteri
Streptococcus mutans.35
Percobaan pada bahan restorasi SIK dimodifikasi kitosan bermolekul rendah
oleh Petri et al (2006) menunjukan bahwa penambahan kitosan bermolekul rendah
(fluka) pada SIK konvensional dapat meningkatkan kekuatan flexural dan juga
mengkatalisasi pelepasan ion fluoride. Ia menggunakan SIK konvensional modifikasi
kitosan bermolekul rendah dengan variasi persen berat yaitu 0.0044, 0.012, 0.025 dan
0.045 % berat kitosan. Percobaan tersebut menggunakan masing-masing 10 spesimen
berupa lempeng berbentuk balok dengan ukuran 10mm x 2mm x 2mm untuk
pengujian flexural strength dan lempeng bebentuk silinder dengan ukuran diameter
10 mm x tinggi 2mm untuk menguji pelepasan fluor. Penelitian menunjukkan bahwa
SIK modifikasi kitosan molekul rendah dengan penambahan 0,0044% berat kitosan

dapat meningkatkan sifat mekanik seperti flexural strength dan meningkatkan


pelepasan ion fluor, penambahan 0,012% berat kitosan tidak memiliki efek yang
terlihat secara statistik, dan penambahan lebih dari 0,022% berat kitosan justru
memperendah sifat mekaniknya. Meningkatnya sifat mekanik SIK dikarenakan
kitosan mempunyai gugus hidroksil dan gugus asetamida yang mampu mengikat
partikel hidroksil dan gugus karboksilat dari asam poliakrilat pada SIK oleh ikatan
hidrogen. Ikatan yang dibentuk oleh kitosan dan asam poliakrilat di sekitar partikel
anorganik dapat mengurangi tegangan pada permukaan antar komponen SIK. Pada
penambahan kitosan dalam persen berat tinggi, gugus kitosan terpisah dan
berinteraksi satu dengan yang lain, tidak lagi berinteraksi dengan permukaan partikel
SIK, sehinggga sifat mekanik SIK menurun. 15
2.3.3 Kitosan Nanopartikel
Dalam perkembangannya, kitosan dimodifikasi dalam bentuk magnetic kitosan
nanopartikel dengan ukuran partikelnya 100-400 nm untuk meningkatkan daya
adsorpsinya. Szeto dan Zhigang Hu (2007) (cit Siregar, 2009) menyiapkan kitosan
nanopartikel dengan melarutkan kitosan dalam larutan asam lemah ditambahkan
larutan yang bersifat basa, seperti amoniak, NaOH, atau KOH diaduk pada kecepatan
300 rpm sehingga diperoleh gel kitosan putih dan dibilas dengan aquadest sampai
netral kemudian ditempatkan dalam ultrasonic bath untuk memecah partikel-partikel
gel kitosan menjadi lebih kecil. Cheung (2008) (cit Siregar, 2009) menyiapkan
kitosan nano dengan metode lain, yaitu dengan menambahkan larutan tripolipospat
kedalam larutan kitosan sehingga diperoleh emulsi kitosan sambil diaduk dengan

kecepatan 1200 rpm, kemudian ditambahkan asam asetat agar pH-nya menjadi 3,5
dengan hasil berupa suspensi kitosan.18 Lu E-Shi (2008) (cit ningsih, 2010)
menyiapkan kitosan nanopartikel dengan menambahkan larutan tripolipospat (TPP)
kedalam larutan suspensi kitosan yang dibuat dengan menambahkan asam asetat,
kemudian diaduk dengan kecepatan 1200 rpm hingga terbentuk emulsi.19
Ukuran partikel kitosan yang berskala nanometer akan meningkatkan luas
permukaan sampai ratusan kali dibandingkan dengan partikel yang berukuran
mikrometer, sehingga dapat meningkatkan efektifitas kitosan dalam hal mengikat
gugus kimia lainnya. Dalam penelitian, kitosan nano juga dapat meningkatkan
efisiensi proses fisika-kimia pada permukaan kitosan tersebut karena memungkinkan
interaksi pada permukaan yang lebih besar. Penelitian sebelumnya menyimpulkan
bahwa kitosan nano memiliki potensi penting dalam perkembangan industri
farmaseutikal.39 Kitosan nanopartikel dapat dipakai sebagai pembawa penyaluran
obat karena stabilitasnya yang baik, rendah toksik, metode persiapannya sederhana,
dan dapat mengikuti rute pemberian obat. Kitosan nano partikel sebagai agen
penyalur obat sangat bermanfaat karena kitosan nano merupakan biopolimer alam
yang biokompatibel, dapat larut dalam air, dapat menyalurkan obat dalam bentuk
makromolekul, mempunyai berat molekul yang bervariasi sehingga mudah
dimodifikasi secara kimia, membantu absorpsi antara substrat dan membran sel, dan
ukuran partikel nano nya memiliki efektivitas yang lebih baik.40
2.4 Compressive Strength
Uji kekuatan tekan (compressive strength) merupakan tes yang biasa
dilakukan untuk menentukan sifat-sifat mekanik dari SIK.8 Untuk bahan yang rentan

pecah secara partikel, uji tarik sulit untuk dilakukan. Sebuah alternatif uji kekuatan
tekan (compressive strength) lebih mudah dilakukan terhadap bahan yang rentan
pecah. Konfigurasi dari uji compressive strength seperti pada Gambar 10, terlihat
sampel diberikan gesekan pada titik yang berkontak dengan bahan silinder yang
diuji.7 Ukuran sampel dalam pengujian compressive strength umumnya mengikuti
ADA specification No.661 for dental cement yaitu 12 mm untuk tinggi x 6 mm untuk
diameter atau mengikuti ISO yaitu 6 mm untuk tinggi x 4 mm untuk diameter.7,8 Pada
Penelitian Mallmann et al (2007) menegaskan bahwa penggunaan spesimen dengan
ukuran lebih kecil (6mm x 4mm) lebih tepat untuk pengujian sifat mekanik SIK.8

Gambar 10. Skema ilustrasi dari compressive strength.7

Anda mungkin juga menyukai