Anda di halaman 1dari 19

Proposal

SATUAN ACARA BERMAIN Puzzle PADA ANAK USIA SEKOLAH


DI RUANG rawat inap anak rsud dr. ahmad mochtar
bukittinggi

Oleh : kelompok ii

andam dewi, s.Kep


FADLY ILHAMY, S.Kep
LIGA PURNAMA SARI, S.Kep
MEGA YULIANTI, S.Kep
NELLI ISBIANI, S.Kep
NORA PUTRI NOPITA, S.Kep
NOVITA, S.Kep
SRI EMIL DARMIZA, S.Kep
VINNY ARIESTA PISHESA, S.Kep
YENGGI FERMADI, S.Kep
YOLANDA FITRIA WIRMAN, S.Kep

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKes YARSI SUMBAR BUKITTINGGI
TAHUN AJARAN 2015/2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anak merupakan individu yang berbeda dalam suatu rentang perubahan
dari bayi sampai remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan yang di mulai dari bayi 0-1 tahun, toddler 1-3 tahun, prasekolah 3-6
tahun, sekolah 6-12 tahun dan 12-18 tahun adalah remaja (Hidayat, 2005).
Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini,
yaitu 0-5 tahun. Masa ini sering di sebut juga sebagai fase Golden Age. Golden
age merupakan masa yang paling penting untuk memperhatikan tumbuh kembang
anak secara cermat agar sedini mungkin terdeteksi apabila terjadi kelainan
pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga kelainan yang bersifat permanen
dapat di cegah (Narendra,2003).
Anak yang masuk rumah sakit merupakan peristiwa yang sering
menimbulkan pengalaman traumatik pada anak, yakni ketakutan dan ketegangan
atau stress hospitalisasi. Stress ini disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya
perpisahan dengan orang tua, kehilangan kontrol dan perlakuan tubuh akibat
tindakan invasif yang menimbulkan rasa nyeri. Akibatnya akan menimbulkan
berbagai reaksi seperti menolak makan, menangis, teriak, memukul, menyepak,

tidak kooperatif terhadap aktifitas sehari-hari serta menolak tindakan keperawatan


yang diberikan (Narendra,2003).
Pada usia toddler anak merasa takut bila mengalami perlukaan, karena ia
menganggap bahwa tindakan dan prosedur yang dilakukan di rumah sakit
semuanya dapat mengancam integritas tubuhnya. Anak masuk rumah sakit akan
bereaksi dengan agresif, ekspresi verbal dan dependensi. Maka sulit bagi anak
untuk percaya bahwa mengukur suhu, mengukur tekanan darah, mendengarkan
suara napas dan prosedur lainnya tidak akan menimbulkan perlukaan. Jika hal ini
berlanjut maka tindakan keperawatan dan pengobatan tidak akan berhasil sehingga
masalah anak tidak teratasi (Narendra,2003).
Pemeriksaan anak yang beragam jenisnya juga merupakan penyebab stress
bagi anak, orang tua atau pengasuh anak yang mendampinginya untuk dilakukan
pemeriksaan. Dalam hal ini rumah sakit juga memfasilitasi dan berupaya ke arah
positif sehingga anak merasa nyaman, dapat beradaptasi dengan lingkungan rumah
sakit, begitu juga orang tua atau pengasuh yang mendampingi anak. Upaya yang
dilakukan adalah meminimalkan pengaruh negatif dari hospitalisasi yaitu
melakukan kegiatan Terapi Bermain.
Manfaat Terapi Bermain dalam penanganan anak yang dirawat di rumah
sakit maka akan memudahkan anak menyatakan rasa kecemasan dan ketakutan
lewat permainan, anak dapat berkumpul dengan teman sebayanya di rumah sakit
sehingga tidak merasa terisolir, anak mudah diajak bekerja sama dengan metode
pendekatan proses keperawatan di rumah sakit. Salah satu terapi bermain yang
dapat mengurangi dampak negatif dari hospitalisasi adalah terapi bermain puzzle
Karena pentingnya manfaat Terapi Bermain dalam penanganan anak sakit dan
perawat harus mampu melaksanakan hal ini maka rencana penerapan terapi
bermain terhadap anak yang dirawat di ruang 7A rumah sakit saiful Anwar Malang
perlu segera dilaksanakan. Salah satu cara agar dapat mengembangkan kreativitas

anak adalah melalui beberapa kegiatan kreatif dan menyenangkan yaitu bermain
puzzle.
Berdasarkan fenomena diatas, maka peraktikan

merasa tertarik untuk

melakukan kegiatan terapi aktifitas bermain tentang terapi bermain puzzle terhadap
anak Usia sekolah di Rumah Sakit Dr.Saiful Anwar Malang.

B. TUJUAN TERAPI AKTIFITAS BERMAIN


1. Tujuan umum
Anak akan merasa aman dan mau mengikuti program penyembuhan yang
ada dirumah Sakit
2. Tujuan khusus
a. Menerapkan sarana permainan terapi bermain puzzle yang tepat sehingga
anak dan orang tua secara pro aktif dapat menerima program penyembuhan
yang ada di Rumah Sakit.
b. menerapkan tempat yang tepat untuk bermain di Sekolah, sehingga anak
tidak merasa takut dengan lingkungannya.
c. menerapkan waktu yang tepat untuk melakukan permainan sehingga anak
tidak kehilangan waktu bermain.
d. menerapkan sosialisasi yang tepat sehingga anak butuh terhadap program
terapi bermain di Rumah Sakit dan tidak merasa terisolir.
e. Mrningkatkan kreatifitas anak dalam mengembangkan potensi yang ada pada
anak dalam bermain puzzle.
f.

Meningkatkan kemampuan anak dalam bersosialisasi dengan lingkungan


sekitarnya.

BAB II
KONSEP TEORI

A. KONSEP DASAR TERAPI BERMAIN


a) Definisi Konsep Bermain
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau
mempraktekkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran,
menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan, dan berperilaku dewasa
(Hidayat, 2005). Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak
dan salah satu alat paling penting untuk menatalaksanakan stres karena
hospitalisasi (Wong, 2009).
b) Fungsi Bermain Pada Anak
1) Membantu perkembangan sensorik dan motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motoris merupakan
komponen

terbesar

yang

digunakan

anak

sehingga

kemampuan

penginderaan anak dimulai meningkat dengan adanya stimulasi-stimulasi


yang diterima anak seperti: stimulasi visual, stimulasi pendengaran,
stimulasi taktil (sentuhan) dan stimulasi kinetik.
2) Membantu perkembangan kognitif

Bermain dapat membuat anak mencoba melakukan komunikasi dengan


orang lain dengan bahasa anak, mampu memahami objek permainan seperti
dunia tempat tinggal, mampu membedakan khayalan dan kenyataan, mampu
belajar warna, memahami bentuk ukuran dan berbagai manfaat benda yang
digunakan dalam permainan.

3) Meningkatkan sosialisasi pada anak


Pada anak pra sekolah, anak mulai menyadari akan keberadaan teman
sebaya sehingga anak mampu melakukan sosialisasi dengan teman dan
orang lain.
4) Meningkatkan kreativitas
Anak dapat belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan
mampu memodifikasi objek yang digunakan.
5) Meningkatkan kesadaran diri anak terhadap orang lain dan lingkungan
Bermain

dapat

memberikan

kemampuan

pada

anak

untuk

mengeksplorasi tubuhnya dan menjadikan anak sadar bahwa dirinya


merupakan bagian dari individu yang saling berhubungan, anak mau belajar
mengatur perilaku, dan membandingkan perilakunya dengan orang lain.
6) Memiliki nilai terapeutik
Bermain dapat menjadikan anak merasa senang dan nyaman, dan
menghibur anak, sehingga dapat mengurangi stres dan ketegangan yang
dirasakan anak.
7) Memberikan nilai moral pada anak

Bermain dapat memberikan nilai moral pada anak jika anak sudah
mampu belajar benar atau salah dari budaya di rumah, di sekolah, ketika
berinteraksi dengan temannya, dan di dalam permainan juga terdapat aturanaturan yang harus dilakukan dan tidak boleh dilanggar.
c) Macam-macam Permainan
Menurut Hidayat (2005), sifat bermain pada anak ada dua, yaitu:
1) Aktif
Jika anak selalu berperan aktif dalam permainan, selalu memberika
rangsangan, dan melaksanakannya.
2) Pasif
Jika anak hanya memberikan respon pasif terhadap permainan,
sedangkan orang lain dan lingkungan memberikan rspon secara aktif.
Berdasarkan kedua sifat diatas, maka macam-macam permainan:
1) Bermain afektif-sosial
Menunjukkan adanya perasaan senang dalam berhubungan dnegan
orang lain. Sifat dari bermain ini adalah orang lain berperan aktif dan anak
hanya berespons terhadap stimulasi sehingga akan memberikan kesenangan
dan kepuasan anak.
2) Bermain bersenang-senang
Memberikan kesenangan pada anak melalui objek yang ada sehingga
anak merasa senang dan bergembira tanpa adanya kehadiran orang lain. Sifat
dari bermain ini adalah tergantung dari stimulasi yang diberikan pada anak,
seperti bermain boneka-bonekaan, binatang-binatangan, dan lain-lain.
3) Bermain keterampilan
Bermain ini dengan mengunakan objek yang dapat melatih kemampuan
keterampilan anak yang diharapkan mampu untuk berkreasi dan terampil

dalam berbagai hal. Sifat dalam permainan ini adalah bersifat aktif dimana
anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan tertentu, seperti
bermain bongkar pasang gambar, latihan memakai baju, dan lain-lain.
4) Bermain dramatik
Permainan ini dapat dilakukan jika anak sudah mampu berkomunikasi
dan mengenal kehidupan sosial. Sifat dari bermain ini adalah anak dituntut
aktif dalam memerankan sesuatu, seperti berpura-pura berperan sebagai
orang dewasa, seperti ibu, guru, dan lain-lain.

5) Bermain menyelidiki
Sifat permainan ini adalah dengan memberikan stimulasi pada anak,
sehingga dapat menambah kecerdasan anak. Permainan ini dilakukan dengan
memberikan sentuhan pada anak untuk berperan dalam menyelidiki sesuatu
atau memeriksa alat permainan, seperti mengocok untuk mengetahui isinya.
6) Bermain konstruksi
Permainan ini bertujuan untuk menyusun suatu objek permainan agar
menjadi sebuah konstruksi yang benar, seperti permainan menyusun balok.
Sifat dari permainan ini adalah aktif, dimana anak-anak selalu ingin
menyelesaikan tugas yang ada dalam permainan, sehingga dapat
membangun kecerdasan anak.
7) Permainan
Permainan ini dapat dilakukan sendiri atau bersama temannya dengan
menggunakan beberapa peraturan, seperti permainan ular tangga. Sifatnya
aktif, anak memberikan respon kepada temannya sesuai jenis permainan dan
berfungsi untuk memberikan kesenangan dan mengembangkan emosi anak.

8) Bermain onlooker
Jenis bermain ini adalah dengan melihat apa yang dilakukan anak lain
yang sedang bermain, tetapi tidak berusaha untuk bermain. Sifat dari
bermain ini adalah pasif, tetapi anak akan mempunyai kesenangan dan
kepuasan sendiri untuk melihatnya.
9) Bermain soliter/mandiri
Bermain yang dilakukan secara mandiri, sendiri, hanya terpusat pada
permainannya sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Sifatnya aktif, tetapi
stimulasi

tambahan

kurang,

tetapi

dapat

membantu

menciptakan

kemandirian pada anak.

10) Bermain paralel


Bermain sendiri di tengah anak lain yang sedang bermain, tetapi tidak
ikut dalam kegiatan orang lain. Sifat bermain ini adalah anak aktif sendiri,
tetapi masih dalam satu kelompok dengan harapan kemampuan anak dalam
menyelesaikan tugas mandiri dalam kelompok terlatih dengan baik.
11) Bermain asosiatif
Bermain bersama tanpa terikat aturan yang ada. Bermain ini
akanmenumbuhkan kreativitas anak karena terdapat stimulasi dari anak lain,
tetapi belum dilatih dalam mengikuti peraturan dalam kelompok.
12) Bermain kooperatif
Bermain bersama dengan aturan yang jelas, sehingga terdapat perasaan
dalam kebersamaan, sehingga terbentuk hubungan pemimpin dan pengikut.
Sifat permainan ini adalah aktif, anak akan selalu menumbuhkan

kreativitasnya dan akan melatih anak untuk mengikuti peraturan dalam


kelompok.
d) Prinsip dalam Aktivitas Bermain
Permainan dengan menggunakan alat-alat medik dapat menurunkan
kecemasan dan untuk pengajaran perawatan diri. Pengajaran dengan melalui
permainan dan harus diawasi seperti: menggunakan boneka sebagai alat peraga
untuk melakukan kegiatan bermain seperti memperagakan dan melakukan
gambar-gambar seperti pasang gips, injeksi, memasang infus dan sebagainya.
Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak dapat bermain dengan
maksimal, maka diperlukan hal-hal seperti:
1) Ekstra energi, untuk bermain diperlukan energi ekstra. Anak-anak yang sakit
kecil kemungkinan untuk melakukan permainan.
2) Waktu, anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga
stimulus yang diberikan dapat optimal.
3) Alat permainan, untuk bermain alat permainan harus disesuaikan dengan
usia dan tahap perkembangan anak serta memiliki unsur edukatif bagi anak.
4) Ruang untuk bermain, bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu,
halaman, bahkan di tempat tidur.
5) Pengetahuan cara bermain, dengan mengetahui cara bermain maka anak
akan lebih terarah dan pengetahuan anak akan lebih berkembang dalam
menggunakan alat permainan tersebut.
6) Teman bermain, teman bermain diperlukan untuk mengembangkan
sosialisasi anak dan membantu anak dalam menghadapi perbedaan.
e) Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
Menurut Supartini (2004), ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak
dalam bermain yaitu:

1) Tahap perkembangan anak


Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak yaitu harus sesuai dengan
tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak, karena pada dasarnya
permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.
2) Status kesehatan anak
Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi bukan berarti
anak tidak perlu bermain pada saat anak sedang sakit.
3) Jenis kelamin anak
Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau anak
perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas dan
kemampuan sosial anak. Akan tetapi, permainan adalah salah satu alat untuk
membantu anak mengenal identitas diri.
4) Lingkungan yang mendukung
Menstimulasi imajinasi anak dan kreativitas anak dalam bermain.
5) Alat dan jenis permainan yang cocok
Harus sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak.
f) Fungsi Bermain di Rumah Sakit
Menurut Wong (2009), ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang
anak bila bermain dilaksanakan di suatu rumah sakit, antara lain:
1) Memfasilitasi situasi yang tidak familiar
2) Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol
3) Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan
4) Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian tubuh
5) Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan
peralatan dan prosedur medis
6) Memberi peralihan dan relaksasi

7) Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing


8) Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan
perasaan
9) Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang
positif terhadap orang lain
10) Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat
11) Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik
g) Prinsip Permainan Pada Anak di Rumah Sakit
1) Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang
dijalankan pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih
permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak
bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di
2)
3)
4)
5)

ruangan rawat.
Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana
Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak
Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama
Melibatkan orang tua

h) Keuntungan Bermain Pada Anak di Rumah Sakit


1) Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat
2) Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri.
Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada
anak.
3) Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang
pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan
pikiran cemas, takut, sedih tegang dan nyeri.
4) Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak
untuk mempunyai tingkah laku yang positif
B. KONSEP DASAR PUZZLE

1) Pengertian Puzzle
Puzzle merupakan suatu masalah atau misteri yang harus diselesaikan
dengan kretivitas. Sebelum mengerjakan puzzle, anak harus mengetahu lebih
dulu bentuk awal puzzle, setelah dirombak, ia akan menggunakan ingatannya
untuk menyusun puzzle sesuai dengan bentuk awalnya. Bermain puzzle tidak
membutuhkan energi yang besar, sehingga dapat dilakukan pada anak yang
berada di rumah sakit.
Ada berbagai tipe puzzle, seperti Maze yang merupakan tipe puzzle tour,
puzzle gambar, puzzle konstruksi, puzzle balok (batang), puzzle lantai, puzzle
angka, puzzle transport, puzzle logika, puzzle mekanik, dan lain-lain.
2) Manfaat Puzzle
a) Mengasah otak
Puzzle dapat digunakan untuk merangsang pikiran kreatif anak, karena
anak harus mencocokkan bagian-bagian kecil menjadi bentuk yang utuh.
b) Melatih koordinasi mata dan tangan
Puzzle dapat melatih koordinasi mata dan tangan, karena anak harus
mencocokkan keping-keping puzzle menjadi suatu gambar. Permainan ini
membantu anak mengenal bentuk.
c) Melatih nalar
Memadukan atau memasangkan bentuk puzzle akan membantu anak
secara

aktif

mengembangkan

kemampuan

pembuatan

kesimpulan,

memahami logika sebab akibat, dan gagasan bahwa objek yang utuh semula
berasal dari bagian-bagian yang kecil.
d) Melatih kesabaran
Puzzle dapat melatih kesabaran anak dalam menyelesaikan tantangan.

e) Pengetahuan
Dari puzzle, anak dapat belajar tentang warna dan bentuk yang ada.
Anak juga dapat belajar tentang konsep dasar bentuk dan warna, binatang,
alam sekitar, alfabet, buah, dan lain-lain, tetapi anak tetap harus didampingi
ibu atau orang lain.

C. KONSEP DASAR ANAK


1.

Pengertian
Anak adalah individu yang berusia 0-18 tahun. Anak dipandang sebagai
individu yang unik yang mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang.
Anak bukanlah miniatur orang dewasa, melainkan individu yang sedang berada
dalam proses tumbuh kembang dan mempunyai kebutuhan yang spesifik
(Supartini, 2004).
Sedangkan menurut WHO (World Health Organization) anak adalah
individu yang berusia 0-21 tahun.
2. Kategori anak

Menurut Soetjiningsih (1995) membagi kategori anak sebagai


berikut:
a. Masa bayi atau infant: usia 0-1 tahun
Merupakan masa penyesuaian terhadap kehidupan baru diluar rahim ibu
sehingga bayi dituntut untuk dapat mempertahankan diri dengan
lingkungannya sangat berbeda dengan sewaktu dalam rahim
b. Masa usia toddler: usia 1-3 tahun
Pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan jaringan otak masih
sangat cepat, pada usia 1 tahun lingkar kepala 47 cm, sedangkan berat

otak bayi baru lahir 25% berat otak dewasa, pada usia 2 tahun sudah 75%
berat otak dewasa.
c. Masa pra sekolah: usia 3-6 tahun
Pada masa prasekolah ini mulai dapat dikenal potensi bakat dan minat
anak meskipun belum nyata benar. Pada saat inilah sudah dapat dimulai
stimulasi oleh lingkungan keluarga agar potensi bakat dan tumbuh
kembangnya berkembang seoptimal mungkin.
d. Masa sekolah: usia 6-12 tahun
Awal masa sekolah merupakan pertumbuhan fisik yang relatif mantap dan
stabil, yang kemudian akan berakhir dengan suatu percepatan tumbuh
sekitar umur 10 tahun pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak lakilaki.
e. Masa remaja atau adolesent: usia 12-18 tahun
Masa remaja merupakan suatu periode transisi perubahan fisik dan
psikologi seorang anak menjadi dewasa. Masa ini ditandai oleh adanya
kematangan fungsi seksual (pubertas) dan tercapainya bentuk tubuh dewasa
yang terjadi karena kematangan fungsi endokrin.

BAB III
PROGRAM TERAPI BERMAIN
PADA USIA sekolah

Topik

: Terapi Bermain Pada Anak Usia Sekolah

Sasaran

: Anak Usia Sekolah

Tempat

: Area Bermain Ruang Rawat Inap Anak

Hari/ tgl

Waktu

: 45 menit

Jenis

: Puzzle

A. Waktu dan Tempat


a. Perencanaan tempat dan waktu
Tempat

: Area Bermain Ruang Rawat Inap Anak

Waktu

Jam

B. Metode
1. Merangkai potongan-potongan gambar
2. Observasi
C. Krtiteria Peserta
Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah peserta yang memenuhi kriteria
1. Anak yang tidak berpenyakit menular
2. Anak yang berusia sekolah
3. Anak yang mau melakukan terapi bermain puzzle
4. Anak yang di rawat di ruang rawat inap anak
D. Media / Alat
Puzzle
E. Pengorganisasian
1. Leader

2. Co Leader

3. Observer

F. Pembagian Tugas
1. Leader, bertugas :
a) Memimpin dan mengorganisasikan jalannya terapi mulai dari pembukaan
sampai selesai
b) Mengarahkan permainan
c) Memandu proses permainan
2. Co leader, bertugas
a) Membantu leader dalam memandu proses permainan
b) Mengatur jalannya permainan mulai dari pembukaan sampai selesai
c) Mengarahkan permainan

d) Memandu proses permainan


3. Fasilitator, bertugas :
a) Memfasilitasi anak untuk bermain
b) Membimbing anak bermain
c) Memperhatikan respon anak saat bermain
d) Mengajak anak untuk bersosialisasi dengan temannya
4. Observer, bertugas :
a) Mengawasi jalannya permainan
b) Mencatat proses permainan di sesuaikan dengan rencana
c) Mencatat situasi penghambat dan pendukung proses bermain
d) Menyusun laporan dan menilai hasil permainan dibantu dengan moderator
G. Kegiatan Terapi Bermain

NO

TAHAP

WAKT

KEGIATAN

Persiapan

U
5 menit

Orientasi

10 menit 1. Salam terapeutik (salam dari terapis kepada anak)

Tahap Kerja

20 menit 1.

1. Menyiapkan tempat / ruangan


2. Menyiapkan puzzle.
3. Menyiapkan peserta

2. Evaluasi atau validasi


(Menanyakan perasaan anak saat ini)
3. Kontrak
a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan
b) Terapis menjelaskan aturan mainnya: Jika ada anak
yang ingin meninggalkan ruangan harus minta izin
kepada terapis

Anak diberikan kebebasan


memilih gambar puzzle sesuai selera.

dalam

2. Anak diberi kesempatan menyusun rangkaian


puzzle.
3. Memberikan bantuan atau arahan jika diperlukan.

4.

Terminasi

5 menit

Evaluasi

5 menit

1. Terapis menanyakan perasaan anak setelah mengikuti


terapi bermain
2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan anak
3. Terapis memotivasi anak untuk bermain puzzel agar
selalu merasa senang dan gembira meskipun berada di
lingkungan Sekolah
4. Kontrak Kegiatan yang akan datang
5. Terapis membuat kontrak untuk terapi bermain puzzel
yang akan datang
6. Menyepakati waktu dan tempat
Mengevaluasi kemampuan anak sesuai dengan tujuan terapi
bermain puzzle

H. Antisipasi masalah
Jika pada saat kegiatan berlangsung terjadi masalah seperti anak tiba-tiba
menolak atau tidak mau mengikuti kegiatan maka perawat akan menganjurkan
kepada orang tua anak untuk membujuk dan mau mendampingi anak pada saat
dilakukan terapi bermain puzzle.
I. Evaluasi
1. Anak dapat merangkai puzzle dengan sabar dan tekun
2. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik.
3. Anak merasa senang.
4. Anak tidak takut lagi dengan lingkungan sekitarnya

Anda mungkin juga menyukai