Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL

PENELITIAN TUGAS AKHIR


KAJIAN SLOPE STABILITY DALAM RANGKA OPTIMALISASI
PENGGALIAN BATUBARA ANTARA FINAL SLOPE TAL
UTARA DENGAN TAL SELATAN PT. BUKIT
ASAM (PERSERO) TBK, TANJUNG ENIM

Diajukan untuk Penelitian Tugas Akhir Mahasiswa


Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Sriwijaya

Oleh
HERMANTO TARIHORAN
03101002066

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS TEKNIK
2014
IDENTITAS DAN PENGESAHAN USULAN PENELITAIAN
TUGAS AKHIR MAHASISWA
1. JUDUL : KAJIAN SLOPE STABILITY DALAM RANGKA OPTIMALISASI

PENGGALIAN BATUBARA ANTARA FINAL SLOPE TAL


UTARA DENGAN TAL SELATAN PT. BUKIT ASAM (PERSERO)
TBK, TANJUNG ENIM
2. PENGUSUL
a. Nama
b. Jenis kelamin
c. Nim
d. Semester
e. Fakultas/jurusan
f. No.handphone
g. Email
h. No fax fakultas

:
:
:
:
:
:
:
:

Hermanto Tarihoran
laki-laki
03101002066
VIII (delapan)
Teknik/Teknik Pertambangan
085263588679
hermantotarihoran@gmail.com
-

3. Lokasi Penelitian : PT. Nusantara Thermal Coal


Indralaya, Agustus 2014
Pengusul,

Hermanton Tarihoran
NIM.03101002066
Pembimbing Proposal,

Bochori, ST, MT
NIP. 197410252002121003

Menyetujui :
Ketua jurusan teknik pertambangan
Fakultas teknik universitas sriwijaya

Hj.Rr.Harminuke Eko Handayani, ST,MT.


NIP. 196902091997032001

I.

JUDUL
KAJIAN

SLOPE

STABILITY

DALAM

RANGKA

OPTIMASI

PENGGALIAN BATUBARA ANTARA FINAL SLOPE TAL UTARA


DENGAN TAL SELATAN PT. BUKIT ASAM (PERSERO) TBK,
TANJUNG ENIM
II. BIDANG ILMU
TEKNIK PERTAMBANGAN
III. PENDAHULUAN
Dalam kegiatan penambangan batubara, optimasi penggalian
merupakan hal yang harus dilakukan demi tercapainya target produksi.
Termasuk saat penambangan akan sampai pada tahap final slope. Optimasi
harus dilakukan agar batubara yang tertambang dapat dimaksimalkan. Namun
dalam melakukan ekskavasi batubara tingkat kecuraman dan tinggi lereng
harus diperhatikan agar lereng tersebut dalam keadaan aman. PT. Bukit Asam
(Persero), Tbk akan memasuki tahapan final slope pada daerah penambangan
TAL Utara dan TAL Selatan. Perusahaan mengusahakan supaya pengupasan
batubara maksimal namun dengan pertimbangan desain final slpoe tetap
dalam keadaan aman.
Untuk mendapatkan solusi yang optimal dari permasalahan tersebut,
maka dibutuhkan analisis kestabilan dari suatu lereng untuk mengetahui
desain yang tepat dalam mengoptimalkan pengupasan batubara dengan
keadaan lereng aman. Hingga saat ini telah banyak berkembang metode
untuk menganalisis stabilitas lereng yang pada umumnya menggunakan
metode keseimbangan batas (limit equilibrium) salah satunya adalah
kesetimbangan batas bishop. Analisa dilakukan dengan menggunakan metode
kesetimbangan batas yang menggunakan input data berupa kohesi, bobot isi

dan sudut geser dalam. Setelah dilakukan analisa akan didapatkan data output
berupa factor keamanan (FK).

IV. RUMUSAN MASALAH


1. Apa penyebab kelongsoran yang terjadi pada lereng tambang
2. Bagaimana analisa terhadap lereng tambang yang dianggap tidak aman
2. Bagaimana Desain lereng yang aman untuk mengatasi kelongsoran pada
lereng.
V. PEMBATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah menganalisis kestabilan
lereng dengan menggunakan metode kesetimbangan batas bishop. Dengan
menggunakan parameter- paremeter input berupa data kohesi, sidut geser
dalam, bobot isi. Akivitas tektonik, peledakan dan getaran alat mekanis tidak
dimasukkan ke dalam perhitungan.
VI. TUJUAN PENELITIAN
1. Memperoleh parameter- parameter masukan untuk analisis dan rancangan
kemantapan lereng tambang PT. Nusantara Thermal Coal
2. Mengetahui penyebab kelongsoran pada lereng tambang PT. Nusantara
Thermal Coal
3. Memberikan rancangan teknik kemantapan lereng berupa geometri lereng
yang aman untuk PT. Nusantara Thermal Coal
VII. TINJAUAN PUSTAKA
7.1 Kemantapan lereng tambang terbuka
Dalam mendesain lereng tambang terbuka ada terdapat tiga komponen
utama. Yang pertama adalah sudut kemiringan pit secara keseluruhan (overall pit
slope angel) puncak (crest) hingga (toe), gabungan ramp dan bench. Hal ini
memungkinkan variasi dalam mendesain kemiringan lereng. Lereng dibuat lebih
landai pada material lemah dan lebih curam pada material yang kompak. Variasi
slope angel juga bergantung pada kondisi geologi dan layout ramp. Komponen
yang kedua adalah inter- ramp slope yaitu sudut yang dibentuk antara dua ramp.

Dan komponen ketiga adalah bench face angel yaitu sudut lereng yang dibentuk
oleh gabungan beberapa jenjang diantara dua jalan angkut (C Wyllie dan W Mah,
2004).
Beberapa faktor yang yang berpengaruh dalam mendesain lereng adalah
tinggi lereng, keadaan geologi, kekuatan batuan, tekanan air tanah, dan kerusakan
akibat aktivitas peledakan. Dalam penggalian batubara yang terus- menerus akan
menyebabkan kedalaman pit semakin bertambah maka perlu diperhatikan agar
overall slope tidak terlalu terjal (C Wyllie dan W Mah, 2004).

Sumber: E Hoek dan J Bray 1974

GAMBAR 8.1
GEOMETRI LERENG TAMBANG TERBUKA
Lereng disekitar ramp juga sebaiknya dibuat lebih landai untuk
mengurangi resiko kelongsoran pada jalan tambang. Pertimbangan berbeda
dimungkinkan untuk slope tanpa jalan tambang (ramp). Sedangkan pada lereng
yang terdapat air tanah yang signifikan maka proses drainase diperlukan untuk
mengurangi tekanan air tanah sehingga lereng dapat dibuat lebih terjal (C Wyllie
dan W Mah, 2004).
Faktor keamanan (FS) merupakan metode yang palig sering digunakan
dan sudah diterapkan dalam berbagai macam keadaan geologi. Kondisi dimana
keadaan gaya penahan terhadap longsoran lebih besar dari gaya penggeraknya

maka lereng tersebut akan berada dalam keadaan yang mantap atau stabil.
(seteffen, et,al). Tetapi apabila gaya penahan menjadi lebih kecil dari gaya
penggeraknya maka lereng tarsebut menjadi tidak mantap dan longsoran akan
terjadi. Kestabilan suatu lereng dapat dihitung dengan perbandingan antara gaya
penahan dan gaya penggerak yang menghasilkan suatu angka yang disebut factor
keamanan (safety factor). Nilai factor keamanan tersebut dapat dinyatakan dalam
persamaan (8-1) sebagai berikut (C Wyllie dan W Mah, 2004):
FK =

Gaya Penahan
Gayapenggerak

..... (8-1)

FK =

cA+W cos tan


W sin

..... (8-2)

Sumber: E Hoek dan J Bray, 1974 dalam DC Wyllie dan CM Mah, 2004

GAMBAR 8.2
DIAGRAM MOHR
Gaya penahan dan gaya penggerak pada persamaan 8-2 dapat dilihat pada
gambar 8.2. c, , , , s secara berurut adalah angka kohesi, tegangan normal,
sudut geser dalam, kuat geser, dan teganan geser. Apabila harga FK dari suatu
lereng > 1.0 maka lereng tersebut dapat dikatakan aman. Sedangkan bila harga
suatu FK dari suatu lereng < 1.0 maka lereng tersebut dalam keadaan tidak aman

dan kemungkinan besar akan longsor. Pada tambang terbuka factor keamanan
yang pada umumnya digunakan adalah anatar 1.2- 1.4, dengan menggunakan
kesetimbangan batas untuk menghitung nilai factor keamanan secara langsung (C
Wyllie dan W Mah, 2004). Jika bidang luncur dalam keadaan bersih dan tidak
terdapat suatu infilling serta kohesinya mendekati nol, maka persamaan 8-2 dapat
disederhanakan menjadi:
FS=

cos . tan
sin

.... (8-3)

Atau
FS=

tan
tan

... (8-4)

Persamaan 8-3 dan 8-4 berlaku dalam keadaan ideal dimana bidang luncur
dalam keadaan bersih dan tidak ada system penyangga. Nilai factor keamanan
bernilai satu jika besar sudut geser dalam dan dip bidang luncur sama besar.
7.2 Faktor- factor yang mempengaruhi kestabilan lereng
7.2.1 Faktor pembentuk gaya penahan
a. Jenis batuan
Batuan beku, sedimen, dan mentamorf tertentu yang masih segar dan
belum mengalami pelapukan pada umumnya memiliki kestabilan lereng yang
baik, terutama jika batuan tersebut tersebar secara luas. Batuan beku biasanya
terbentuk dari mineral- mineral kristalin yang tersusun sedemikian rupa sehingga
batuan tersebut kuat dan kompak,karna Kristal- kristalnya terikat satu sama lain
dengan baik. Kuat Tarik dan kuat tekan batuan ini pada umumnya sangat tinggi
(Huddson dan Harrison, 1997)
Batuan sedimen yang terkonsolidasi dengan baik sehingga ikatan Antara
masing- masing butirnya kuat juga mempunyai kekuatan batuan yang tinggi.
Tetapi sedimen yangbelum terkosolidasi tidak memiliki kekuatan batuan yang
tinggi.

Kekuatan batuan sedimen juga dipengaruhi oleh kekuaatan mineral-

mineral penyusunnya (Huddson dan Harrison, 1997).

Batuan metamorf yang terdiri dari satu macam mineral yang kuat dan
mempunyai ukuran- ukuran butir yang homogeny juga mempunyai kekuatan yang
tinggi (kuarsit dan marmer). Sedangkan batuan marmer yang bertekstur schiss
atau gneiss mempunyai kekuatan yang tidak sama pada arah- arah yang berbeda
karena dipengaruhi oleh orientasi Kristal (Huddson dan Harrison, 1997).
b. kekuatan batuan
Batuan utuh (intact rock) mempunyai mempunya kuat tekan yang tinggi dan
mempunya sudut geser dalam yang besar merupakan batuan yang sangat stabil
terhadap longsoran. Batuan dengan kekuatan seperti ini, umumya adalah batuan
beku yaitu granit, andesit, basalt dan lain- lain, beberapa jenis batuan sedimen
yaitu batu pasir, breksi, dan lain- lain, dan batuan metamorf yaiut batu marmer,
kuarsit dan lain- lain. Untuk batuan- batuan tersebut diatas umumnya tidak
mempunyai masalah dengan kemantapan lerengnya kecuali kalau batuan tersebut
tidak utuh dan dengan adanya bidang- bidang lemah (massa batuan). Sudut lereng
pada batuan yang kuat tersebut bias mencapai 90 o atau bahkan lebih dari 90o dan
dengan tinggi yang besar pula (Huddson dan Harrison, 1997).
Kekuatan batuan dinyatakan oleh sifat- sifat mekaniknya yang brupa
parameter- parameter kuat tekan uniaxial , kohesi (c), dan sudut geser dalam ( ).
Dalam analisis kemantapan lereng parameter- parameter yang penting adalah
harga- harga c dan yang merupakan sifat asli kekuatan batuan (Huddson dan
Harrison, 1997).
7.2.2 Faktor pembentuk gaya pengerak
Gaya penggerak umumnya dipegaruhi oleh gravitasi, sehingga berat dari
bagian lereng yang bersangkutan adalah merupakan salah satu gaya penggerak
yang memacu terjadinay longsoran. Parameter- parameter yang pentimg sebagai
pembentuk gaya penggerak adalah (Huddson dan Harrison, 1997):
a. bobot isi
Batuan yang mempunya bobot yang besar akan memberikan beban atau gaya
yang besar pula pada lereng.
b. Kandungan air tanah

keberadaan air sebagai moisture air tanah maupun air pori tanah pada lereng
yang bersangkutan akan memberikan beban tambahan pada lereng.
c. Sudut lereng dan tinggi lereng
Sudut dan tinggi lereng yang besar akan memberikan volume material yang
besar yang akan membuat beban lereng semakin besar.
7.2.3 Faktor yang mengurangi gaya penahan.
a. proses pelapukan
Pelapukan kimia

terjadi

dimana- mana terutama di daerah tropis dimana

kelembapan dan suhu udara yang tinggi. Pelapukan yang terjadi pada batuan
mengubah komposisi mineralogi batuan yang beresangkutan. Seperti system
Kristal, kemas dan tekstur. Karena berubahnya sebagian atau seluruh mineral
mneral yang ada menjadi mineral lain sebagai reaksi kimia denga air, asam, udara,
dan gas- gas lainnya. Sehingga kekuatan batuan akanberubah drastis (Huddson
dan Harrison, 1997).
b. bidang lemah
proses secara alamiah seperti tektonik, perubahan temperature, atau
pengurangan beban vertical dapat mengakibatkan perubahan struktur pada batuan
dan menghasikan bidang- bidang lemah yang berupa sesar, kekar dan retakanretakan lainnya. Dengan munculnya bidang lemah tersebut maka batuan yang
tadinya utuh akan berubah menjadi massa batuan yang memiliki kekuatan batuan
yang jauh lebih kecil dari sebelumya. Selain itu beban yang diterima masa batuan
juga akan diteruskan secara anisotrop ke sekitarnya, sehingga dengan demikian
kestabilan lereng juga akan menurun (Huddson dan Harrison, 1997).
c. Aktivitas manusia
Aktivitas manusia yang langsung mempengaruhi kesetimbangan muka
bumi dalam hal ini kemantapan lereng Antara lain adalah penggalian dan
penimbunan (tambang, jalan raya, saluran air, bangunan- bangunan sipil lainnya).
Dengan adanya aktivitas penggalian dan penimbunan maka geometri muka bumi
berubah dan terjadi pengurangan penyangga atau penambahan beban yang
mengakibatkan perubahan kesetimbangan tanah atau lereng. Untuk timbunan,

juga terjadi perubahan parameter- parameter kekuatan batuan, yaitu berubahnya


harga kohesi (c), dan sudut geser dalam sebagai akibat dari pengghancuran atau
perubahan tekstur tanah atau batuan (Huddson dan Harrison, 1997).
7.2.4 Faktor yang memperbesr gaya penggerak.
Selain pengurangan kekuatan batuan, penambahan beban atau gaya
penggerak juga dapat mengakibatkan lereng yang tadinya mantap menjadi tidak
mantap. perubahan ini dapat terjadi secara alamiah maupun akibat aktivitas
manusia secara langsung atau tidak langsung (Huddson dan Harrison, 1997).
a. Aktivitas tektonik
Terjadinya pengangkatan dan penurunan muka bumi akan mengakibatkan
terjadinya perubahan arah dan besar gaya- gaya yang bekerja pada suatu titik
tertentu dikulit bumi. Misalnya pada suatu daerah dengan morfologi datar atau
landai. Terjadinya pengangkatan ataupun penurunan akan mengakibatkan daerah
tersebut akan berubah menjaid terjal. Akibatnya rona muka bumi akan berubah
dan beban pada lereng- lereng baru akan lebih besar sehingga menghasilkan
ketidakmantapan lereng.
b. Penambahan beban akibat penimbunan
Timbunan material tanah atau batuan maupun bangunan diatas disuatu
lereng akan memperbesar gaya penggerakdan dapat mengakibatkan longsoran
pada lereng tersebut.
c. penambahan air tanah
Penambahan air tanah pada pori- pori mauun celah- celah tanah atau
batuan jelas akan memperbesar gaya pengerak yangdapat mengakibatkan
longsoran. Penambahan air tanah ini dapat terjadi karena alam yaitu huaj dan
banjir, dan aktivitas manusia yaitu irigasi, drainsae dan lain- lain.
7. 3 Longsoran
Longsoran bisa terjadi secara alami mupun karena aktivitas manusia.
Jika ditinjau dari mekanisme dan bentuk bidang longsornya, terdapat beberapa
jenis longsoran yang dapat terjadi seperti longsoran bidang (plan failure),
longsoran baji (wedge failure), dan longsoran guling (toppling failure). Kondisi

dan jenis material berpengaruh terhadao terjadinya longsoran. (C Wyllie dan W


Mah, 2004).
a. longsoran bidang
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi
disepanjang bidang luncur yang dianggap rata.bidang sesar tersebut dapat berupa
rekahan, sesar, ataupun bidang perlapisan batuan.

Sumber: DC Wyllie dan CM Mah, 2004

GAMBAR 8.3
LONGSORAN BIDANG
b. longsoran baji
Longsoran baji dapat terjadi pada suatu lereng batuan jika terdapat lebih
dari satu bidang lemah yang saling berpotongan.sudut perpotongan Antara dua
bidang lemah tersebut harus lebih besar dari sudut geser dala batuannya dan lebih
kecil dari kemiringan lerengnya.

Sumber: E Hoek dan J Bray, 1974 dalam DC Wyllie dan CM Mah, 2004

GAMBAR 8.4
LONGSORAN BAJI
c. longsoran guling
Longsoran guling akan terjadi pada suatu lereng batuan yang arah
kemiringannya berlawanan dengan kemiringan bidang lemahnya.

Sumber: E Hoek dan J Bray, 1974 dalam DC Wyllie dan CM Mah, 2004

GAMBAR 8.5
LONGSORAN GULING
d. Longsoran busur
Longsoran jenis ini sering terjadi dialam terutama pada material tanah
atau batuan yag lunak.untuk longsoran pada batuan dapat terjadi apabila batuan
mempunyai pelapukan yang tinggi dan mempunyai spasi kekar yang rapat.
Sehingga batuan tersebut akan mempumyai sifat seperti tanah.

Sumber: E Hoek dan J Bray, 1974 dalam DC Wyllie dan CM Mah, 2004

GAMBAR 5.6
LONGSORAN BUSUR

7.5 Metode kesetimbangan batas bishop


Menurut Lee W. Anbramson (2002), mmetode kesetimbangan batas
bishop menggunakan metode irisan yakni membagi masa tanah ke dalam irisan
yang lebih kecil untuk menentukan faktor keamanan lereng tersebut. Metode ini
memenuhi kesetimbangan gaya vertical untuk setiap irisan dan kesetimbangan
momen terhadap titik pusat lingkaran. Metode ini mengganggap gaya geser pada
antar irisan adalah nol. Metode ini mengasumsikan bidang luncur berupa sirkular
dan gaya horizontal cukup untuk mendefenisikann gaya- gaya yang berkerja
dalam tiap irisan.
Menurut C Wyllie dan W Mah (2004), untuk lereng yang mempunyai
bidang kritis berupa busur lingkaran, angka keamanannya dapat dicari dengan
menggunakan metode bishop dengan hasil yang memuaskan dan dapat dipercaya.
Komponen- komponen yang digunakan dalam perhitungan dapat dilihat pada
(gambar 8.3) di bawah ini.

Sumber: (C Wyllie dan W Mah, 2004)


GAMBAR 8.3
METODE BISHOP DALAM ANALISA KELONGSORAN BUSUR
Gaya normal dalam tiap irisan diadapatkan dengan menjumlahkan seluruh
gaya- gaya dalam arah vertical. Sedangkan factor keamanan ditentukan dengan
penjumlahan momen- momen dengan titik pusat yang sama. Bentuk umum
persamaan metode ini adalah:
1
FK =
(c'b+(W-ub)tan)
WSinberat
(N)
Keterangan: W=gaya

Sec
1+tan tan
1+
FK

..8.2

= sudut kemiringan segmen (0)


= sudut geser dalam (0)
c = kohesi
FK= Faktor keamanan
u = tekanan air pori
VIII. METODOLOGI PENELITIAN
8.1 Studi pendahuluan
Studi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui gambaran umum
didaerah penelitian secara langsung. Studi pendahuluan meputi observasi aktivitas
kerja dan produksi batubara secara keseluruhan serta melakukan survey atau
wawancara mengenai kondisi umum dan permasalahan- permasalahan yang
terjadi selama aktivitas produksi.
8.2 Identifikasi masalah
Setelah melakukan observasi lapangan dan wawancara dengan pekerja,
penulis mendapatkan informasi- informasi awal yang terjadi dalam aktivitas
produksi terutama dalam permasalahan kestabilan lereng. Dari hasil observasi dan

wawancara tersebut akan diketahui masalah- masalah yang terjadi terutama


masalah yang berhubungan dengan kestabilan lereng.
8.3 Studi literature
Setelah permasalahan teridentifikasi, maka perlu dilakuakan studi pustaka
atau studi literatur. Studi pustaka dilakuakan dengan mencari referensi berupa
buku- buku, jurnal, dan hasil- hasil penelitian. Studi literature merupakan dasar
dari penelitian yang dilakuakn untuk mendapatkan solusi ari permasalahan.

8.4 Perumusan masalah


Setelah identifikasi masalah dan studi literatur dilakukan maka
selanjutnya dilakukan perumusan masalah yang menjadi fokus penelitian dan
akan menjadi bahan bahasan dalam pengoalahan dan analisis data.
8.5 Pengumpulan data
Data yang akan dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer merupakan data yang diperoleh denga pengamatan dan penghitungan
langsung dari lapangan. Sedangakan data sekunder adalah data yang diperoleh
dari penelitian terdahulu dari perusahaan.
8.5.1 Data Primer
Data yang akan diambil adalah data orientasi lereng yang akan diteliti.
Orientasi yang dilakukan meliputi pengukuran sudut lereng tunggal yangdapat
dugunakan sebagai bahan korelasi dengan hasil survey dan pemetaan, kondisi dan
jenis batuan yang terdapat pada lereng tambang sebagai bahan korelasi dengan log
bor eksplorasi serta mengamati keberadaan air limpasan untuk mengetahui kondisi
muka air tanah unutk analisa kemantapan lereng.
8.5.2 Data sekunder
Data- data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Log bor eksplorasi
Log bor eksplorasi digunakan untuk mengetahui lapisan batuan pada
lokasi penelitian berupa dip lapisan dan jenis batuan yang berguna untuk
pembuatan penampang lithologi.

b. sifat fisik material


Sifat fisik material digunakan untuk perhitungan analisis kestabilan
lereng. Sifat fisik tersebut meliputi bobot is basah (s), bobot isi kering (d) dan
bobot isi natural (n) dan derajat kejenuhan (S)
c. parameter uji laboratorium
Dari uji laboratoruim akan diperoleh data berupa tegangan normal, dan
tegangan geser yang dapat digunakan untuk menentukan nilai parameter kekuatan
batuan seperti kohesi (c), sudut geser dalam ().
d. Monitoring Slope
Monitoring slope berfungsi untuk terus memantau kemantapan lereng
yang sedang diamati apakah terjadi pergerakan pada lereng tersebut. Hasil
monitoring dapat memberi masukan untuk menganalisis apakah lereng tersebut
stabil atau telah mengalami pergerakan.
e. Topografi actual
Topografi ini digunakan untuk membuat penampang analisis kestabila
lereng.
8.6 Pengolahan dan analisis data
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode kesetimbangan batass
bishop untuk menganalisis kestabilan lereng. Data yang akan diolah adalah
properti massa batuan. Properti massa batuan merupakan parameter masuakan
yang digunakan untuk analisis kestabilan lereng menggunakan metode
kesetimbangan batas bishop. Properti massa batuan meliputi Physical Properties
yaitu bobot isi basah (s), dan mechanical properties yaitu kohesi (c), dan sudut
geser dalam (). Penentuan properti massa batuan ditentukan dengan uji
laboratorium.
8.7 Pembuatan penampang lereng
Pembuatan penampang lereng sangat dibutuhkan untuk analisis dengan
menggunakan kesetimbangan batas bishop. Pembuatan penampang ini harus
mendekati dengan kondisi aktualnya baik geometri, dikontinuitas, kondisi
geologi, kondisi pembebanan, dan kondisi air tanah. Semua aspek tersebut harus
mendekati kondisi aktual sehingga memberikan tingkat keyakinan yang tinggi.

8.8 Analisis kestabilan lereng


Setelah melakukan pengoalahan dan analisis data dan pembuatan
penampang lereng langkah selnjutnya adalah menganalisis kestabilan lereng
untukmendapatkan parameter output sebagai interpretasi lereng dalam keadaan
stabil atau tidak.
8.9 Kesimpulan dan saran
Tahap ini adalah tahap menyimpulkan mengenai kestabilan lereng yang
diteliti, serta memberikan saran berupa geometri lereng yang aman.
I.

JADWAL PELAKSANAAN
Penelitian ini direncanakan akan dilakukan selama 2 bulan, yaitu dari
tanggal 18 September s/d 18 November 2014, dengan jadwal pelaksanaan
sebagai berikut:

J. DAFTAR PUSTAKA
D.C Wyllie, C.W. Mah,2004, Rock Slope Engineering Civil and Mining 4-ed,
Spoon Press, London and Newyork
Hoek, E,. 2006, Praktical Rock Engineering, Canada
Giani. G.P,1988, Rock slope Stability Analysis, Associazione Mineraria
Sulbapina, Turin

Hudson, Harrison. 1997. Engineering Rock Mechanic An Introduction to The


Principle. Pergamon. London
I. Abramson, Lee W. 2002. Slope Stability and Stabilization Method. Jhon
Willey and Sons, Inc. New York

Anda mungkin juga menyukai