Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180 sampai
200 juta kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian
maternal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Sebab kematian tersebut
adalah
perdarahan
24,8%,
infeksi
dan
sepsis
14,9%,
hipertensi
dan
posterm
dapat
terjadi
kondisi
oligohidramnion
yang
dapat
mengakibatkan janin menjadi dehidrasi yang dapat berujung pada gawat janin
atau Intra Uterine Fetal Death.(Cunningham, 2010)
Berdasarkan uraian di atas maka penulis perlu menguraikan permasalahan
dan penatalaksanaan pada disproporsi sefalopelvik, kehamilan posterm yang
disertai dengan oligohidramnion.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN JENIS PANGGUL
Tulang tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis.
Os koksa dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang tulang
ini satu dengan lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os
pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio sakroiliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium.Dibawah terdapat
artikulasio sakro- koksigea yang menghubungkan os sakrum dan os koksigis
(Wahyuni S., 2008).
Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan
pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea
terminalis, disebut juga dengan false pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea
terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis (Wahyuni S., 2008).
Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ organ
abdominal selain itu pelvis mayor merupakan tempat perlekatan otot otot dan
ligamen ke dinding tubuh. Sedangkan pada ruang yang dibentuk oleh pelvis minor
terdapat bagian dari kolon, rektum, kandung kemih, dan pada wanita terdapat
uterus dan ovarium. Pada ruang pelvis juga kita temui diafragma pelvis yang
dibentuk oleh muskulus levator ani dan muskulus koksigeus (Wahyuni S., 2008).
Panggul menurut anatominya di bagi dalam 4 jenis pokok. Jenis-jenis panggul ini
dengan ciri-ciri pentingnya adalah:
1. Panggul ginekoid dengan pintu atas panggul yang bundar, atau dengan
diameter transversa yang lebih panjang sedikit daripada diameter antero
posterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul yang
cukup luas.
2. Panggul anthropoid dengan diameter anteroposterior yang lebih panjang
daripada diameter transversa, dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
penyakit pada 1 kaki yang diderita sejak lahir atau dalam masa kanak kanak
menyebabkan kaki tersebut tak dapat digunakan dengan sempurna, sehinggal
berat badan harus dipikul oleh kaki yang sehat. Akibatnya panggul bertumbuh
miring (pada postpoliomyelitis masa kanak kanak).
2.2 Disproporsi Sefalopelvik
Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya
kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus,
janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini oleh
ACOG dibagi menjadi tiga yaitu: ( Winkjosastro ,2007)
1. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya
ekspulsif ibu.
a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
b. kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak
nafas.
2. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang,
letak dahi, hidrosefalus.
3. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang
mempersempit jalan lahir.
Disproporsi sefalopelvik (DKP) adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit,
janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.( Chuningham,2007)
Panggul disebut sempit bila ukurannya 1-2 cm kurang dari normal.
Kesempitan panggul bisa pada Pintu Atas Panggul, Pintu tengah panggul, pintu
bawah panggul, atau kombinasi ketiganya.
2.2.1
diameter interspinarum kurang dari 10 cm. Apabila lebih kecil daripada 8 cm,
panggul tengah sudah pasti dikatakan sempit.( Chuningham, 2010)
Definisi-definisi sebelumnya tentang penyempitan panggul tengah tidak
menyiratkan bahwa distosia selalu terjadi pada panggul tengah yang sempit
tersebut, tetapi sekedar menyatakan bahwa hal tersebut besar kemungkinannya
terjadi. Terjadinya distosia juga bergantung pada ukuran dan bentuk panggul
depan dan ukuran kepala janin, serta pada tingkat penyempitan panggul secara
keseluruhan. (Siswosudarmo,2008)
Walaupun belum ada metode manual yang dapat mengukur secara persis
ukuran-ukuran panggul tengah, kemungkinan terjadinya penyempitan kadangkadang diperkirakan apabila spina-spina menonjol, dinding samping panggul
mengalami konvergensi atau taktik sakroiskiadika,sempit. Lebih lanjut,
hubungan antara diameter intertuberosum dan interspinarum cukup konstan
sehingga adanya penyempitan interspinarum dapat diantisipasi apabila
diameter intertuberosum sempit. Namun, diameter intertuberosum yang
normal tidak selalu menjamin diameter interspinarum tidak menyempit.
(Siswosudarmo,2008)
2.2.3
tiga depan dan segi tiga belakang yang memmpunyai dasar yang sama, yakni
distansia tuberrum. Apabila ukuran terakhir ini lebih kecil dari pada yang
biasa maka sudut. (Siswosudarmo,2008)
Arkus pubis mengecil pula ( kurang dari 80 0 ). Agar supaya dalam hal ini
kepala janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian
belakang pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior yang
cukup panjang, persalinan pervaginam dapat dilaksanakan, walaupun dengan
perlukaan luas pada perineum. (Hariadi,2004)
Dengan distansia tuberrum bersama dengan diameter sagitalis posterior
kurang dari 15 cm timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa.
Conjungata vera
CV
10
CD
1,5 cm.
Caranya :
Lakukan VT sampai teraba promotorium lalu ukur jari tangan yang masuk
(CD), kemudian kurangkan 1 1/2 cm,kalau kurang dari 10 cm berarti panggul
sempit.
Penyempitan Pintu Bawah Panggul
Hal ini didefinisikan sebagai pemendekan diameter intertuberosum hingga
8 cm atau kurang. Pintu bawah panggul secara kasar dapat dianggap sebagai dua
segitiga dengan diameter inti tuberosum sebagai dasar keduanya. Sisi-sisi segitiga
anterior dibentuk oleh kedua ramus pubis, dan puncaknya adalah permukaan
posterior inferior simfisis pubis. Segitiga posterior tidak dibatasi oelh tulang
disisinya tetapi apeksnya dibatasi oelh ujung vetebra sakralis terakhir (bukan
ujung koksigis). Di laporkan bahwa penyempitan pintu bawah panggul dijumpai
pada hampir 1 persen diantara lebih dari 1400 nulipara aterm yang dipilih secara
acak (Floberg dkk, 1987).
Menyempitnya diameter intertuberosum yang menyebabkan penyempitan
segitiga anterior akan mendorong kepala janin ke arah posterior. Dengan
demikian, penentuan apakah janin dapat lahir sebagian bergantung pada ukuran
segitiga posterior, atau secara lebih spesifik pada diameter intertuberosum dan
diameter sagitalis posterior pintu bawah panggul. Pintu bawah yang sempit dapat
menyebabkan distosia bukan sebagai penyebab tunggal karena sebagian besar
disertai penyempitan pintu tengah panggul. Penyempitan pintu bawah panggul
tanpa disertai penyempitan pintu tengah panggul jarang terjadi.
Bahkan apabila disproporsi antara kepala janin dengan pintu bawah
panggul tidak terlalu besar untuk menimbulkan distosia berat, hal ini akan dapat
berperan penting dalam menimbulkan robekan perineum. Dengan semakin
menyempitnya arkus pubis, oksiput tidak dapat keluar tepat dibawah simfisis
11
pubis tetapi dipaksa semakin ke bawah menuju ramus iskiopubik. Pada kasus
yang
ekstrim,
kepala
harus
berputar
mengelilingi
sebuah garis
yang
a. Pendekatan Diagnosis
1. Kepala belum masuk panggul (engage) oada akhir kehamilan
2. Tinggi badan ibu 145 ( <150)
3. Malpresentasi
4. Kelainan panggul
5. Kelainan pada kepala janin, dapat diketahui secara klinik atau secara USG
6. Kegagalan tindakan persalinan pervaginam
7. Moulage kepala janin.
Disproporsi sefalopelvik (DKP) yang disebabkan oleh panggul sempit
dapat ditegakkan dengan : (Siswosudarmo,2008)
a. Anamnesis
Kepala tidak masuk PAP dan ada riwayat kesalahan letak (Letakk
lintang atau letak bokong), partus yang lalu berlangsung lama, anak
mati atau persalinan dibantu dengan alat-alat (ekstraksi vakum atau
forsep) dan operasi
b. Inspeksi
Tinggi badan ibu kurang, bentuk perut gantung (pendular
abdomen), cara berjalan (pincang, miring), bentuk punggung
(skoliosis, kifosis, atau kelainan vertebra yang lain)
c. Palpasi
Pemeriksaan
Osborn
dapat
dilakukan
untuk
melakukan
12
panggul
sempit.
Tanpa
pemeriksaan
osborn,
13
a) Kehamilan posterm akibat kepala janin tidak dapat masuk pintu atas
panggul, pada
14
15
Usia Gestasi
2000000
1800000
1600000
1400000
1200000
1000000
800000
600000
400000
200000
0
36
37-39
40
41
42
7 %.
pendidikan masyarakat,
frekuensi
persalinan, frekuensi seksio sesaria elektif, pemakaian USG untuk menentuka usia
kehamilan.
kelahiran pre-term tinggi, bila angka induksi persalinan dan seksio sesaria elektif
tinggi, dan bila USG dipakai lebih sering untuk menentukan usia kehamilan.
16
penyebab
terjadinya
kehamilan
postterm
antara
lain:
(Winkjosastro,2010)
1. Teori progesteron. Berdasarkan teori ini, diduga bahwa terjadinya
kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh
progesteron melewati waktu yang semestinya.
2. Teori oksitosin. Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis wanita
hamil pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu fakor penyebab
terjadinya kehamilan postterm.
3. Teori kortisol/ACTH janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta
sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi
estrogen. Proses ini selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya
produksi prostaglandin. Pada kasus-kasus kehamilan dengan cacat bawaan
janin seperti anensefalus atau hipoplasia adrenal, tidak adanya kelenjar
hipofisis janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan
baik sehingga kehamilan berlangsung lewat bulan.
4. Teori saraf uterus. Berdasarkan teori ini, diduga kehamilan postterm terjadi
pada keadaan tidak terdapatnya tekanan pada ganglion servikalis dari
pleksus Frankenhauser yang membangkitkan kontraksi uterus, seperti pada
keadaan kelainan letak, tali pusat pendek, dan masih tingginya bagian
terbawah janin.
17
dapat
berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertmbah terus sesuai bertambahnya
umur kehamilan. Risiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada
kehamilan postterm meningkat 2-4 kali lebih besar.
Selain risiko pertambahan berat badan yang berlebihan, janin pada kehamilan
postterm juga mengalami berbagai perubahan fisik khas disertai dengan gangguan
pertumbuhan dan dehidrasi yang disebut dengan sindrom postmaturitas.
Perubahan-perubahan tersebut antara lain; penurunan jumlah lemak subkutaneus,
kulit menjadi keriput, dan hilangnya vernik kaseosa dan lanugo. Keadaan ini
menyebabkan kulit janin berhubungan langsung dengan cairan amnion. Perubahan
lainnya yaitu; rambut panjang, kuku panjang, serta warna kulit kehijauan atau
kekuningan karena terpapar mekonium. Namun demikian, Tidak seluruh neonatus
kehamilan postterm menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta.
Umumnya didapat sekitar 12-20 % neonatus dengan tanda postmaturitas pada
kehamilan
postterm.
Tanda
postterm
dibagi
dalam
stadium:
( Winkjosastro,2010)
a. Stadium 1 :
b. Stadium 2 :
c. Stadium 3 :
20
kekeliruan dalam menentukan usia kehamilan. Oleh sebab itu, pada penegakkan
diagnosis kehamilan postterm, informasi yang tepat mengenai lamanya kehamilan
menjadi sangat penting. Hal ini disebabkan karena semakin lama janin berada di
dalam uterus maka semakin besar pula risiko bagi janin dan neonatus untuk
mengalami morbiditas maupun mortalitas. Namun sebaliknya, pemberian
intervensi/terminasi secara terburu-buru juga bisa memberikan dampak yang
merugikan bagi ibu maupun janin.
1. Riwayat haid
Pada dasarnya, diagnosis kehamilan postterm tidaklah sulit untuk ditegakkan
apabila keakuratan HPHT ibu bisa dipercaya. Diagnosis kehamilan postterm
berdasarkan HPHT dapat ditegakkan sesuai dengan definisi yang dirumuskan oleh
American College of Obstetricians and Gynecologists (2004), yaitu kehamilan
yang berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari
pertama siklus haid terakhir (HPHT). (Cunningham,2001)
Permasalahan sering timbul apabila ternyata HPHT ibu tidak akurat atau tidak
bisa dipercaya. Menurut Mochtar et al (2004), jika berdasarkan riwayat haid,
diagnosis kehamilan postterm memiliki tingkat keakuratan hanya 30 persen.
Riwayat haid dapat dipercaya jika telah memenuhi beberapa kriteria, yaitu: (a) ibu
harus yakin betul dengan HPHT-nya; (b) siklus 28 hari dan teratur, (c) tidak
minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir.(Winkjosastro,2010)
Hasil penelitian Savitz, et al (2002) menunjukkan bahwa usia kehamilan yang
ditentukan berdasarkan HPHT cenderung lebih sering salah didiagnosa sebagai
kehamilan postterm dibanding dengan pemeriksaan USG, terutama akibat ovulasi
yang terlambat. Penentuan usia kehamilan dengan HPHT didasarkan kepada
asumsi bahwa kehamilan akan berlangsung selama 280 hari (40 minggu) dari hari
pertama siklus haid yang terakhir. ( Cuningham et al, 2010) Pendekatan ini
berpotensi menyebabkan kesalahan karena sangat bergantung kepada keakuratan
tanggal HPHT dan asumsi bahwa ovulasi terjadi pada hari ke-14 siklus
menstruasi. Padahal, ovulasi tidak selalu terjadi pada hari ke-14 siklus karena
21
adanya variasi durasi fase folikular, yang bisa berlangsung selama 7-21 hari. Oleh
sebab itu, pada ibu yang memiliki siklus 28 hari, masih ada kemungkinan ovulasi
terjadi setelah hari ke-14 siklus. Akibatnya, terjadi kesalahan dalam penentuan
usia kehamilan yang seharusnya dihitung mulai dari terjadinya fertilisasi sampai
lahirnya bayi.
setiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur
kehamilan secara kasar.(Shaver,1993)
4. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Penggunaan pemeriksaan USG untuk menentukan usia kehamilan telah
banyak menggantikan metode HPHT dalam mempertajam diagnosa kehamilan
postterm. Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa penentuan usia
kehamilan melalui pemeriksaan USG memiliki tingkat keakuratan yang lebih
tinggi dibanding dengan metode HPHT.
Semakin awal pemeriksaan USG dilakukan, maka usia kehamilan yang
didapatkan akan semakin akurat sehingga kesalahan dalam mendiagnosa
kehamilan postterm akan semakin rendah. Tingkat kesalahan estimasi tanggal
perkiraan persalinan jika berdasarkan pemeriksaan USG trimester I (crown-rump
length) adalah 4 hari dari taksiran persalinan. Pada usia kehamilan antara 16-26
minggu, ukuran diameter biparietal (biparietal diameter/BPD) dan panjang femur
(femur length/FL) memberikan ketepatan 7 hari dari taksiran persalinan.
(Winkjosastro,2010)
Pemeriksaan usia kehamilan berdasarkan USG pada trimester III menurut
hasil penelitian Cohn, et al (2010) memiliki tingkat keakuratan yang lebih rendah
dibanding metode HPHT maupun USG trimester I dan II. Pemeriksaan sesaat
setelah trisemester III dapat dipakai untuk menentukan berat janin, keadaan air
ketuban ataupun keadaan plasenta yang berkaitan dengan kehamilan postterm,
tetapi sukar untuk menentukan usia kehamilan. Ukuran-ukuran biometri janin
pada trimester III memiliki tingkat variabilitas yang tinggi sehingga tingkat
kesalahan estimasi usia kehamilan pada trimester ini juga menjadi tinggi. Tingkat
kesalahan estimasi tanggal perkiraan persalinan jika berdasarkan pemeriksaan
USG trimester III bahkan bisa mencapai 3,6 minggu. Keakuratan penghitungan
usia kehamilan pada trimester III saat ini sebenarnya dapat ditingkatkan dengan
melakukan pemeriksaan MRI terhadap profil air ketuban. (Shaver,1993)
23
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Sitologi cairan amnion. Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak
dalam cairan amnion. Apabila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10%,
maka kehamilan diperkirakan sudah berusia 36 minggu dan apabila jumlahnya
mencapai 50% atau lebih, maka usia kehamilan 39 minggu atau lebih.
b. Tromboplastin cairan amnion (ATCA). Hasil penelitian terdahulu berhasil
membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan darah.
Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada usia
kehamilan 41-42 minggu, ACTA berkisar antara 45-65 detik sedangkan pada usia
kehamilan >42 minggu, didapatkan ACTA <45 detik. Bila didapatkan ACTA
antara 42-46 detik, ini menunjukkan bahwa kehaminan sudah postterm.
c. Perbandingan kadar lesitin-spingomielin (L/S). Perbandingan kadar L/S pada usia
kehamilan sekitar 22-28 minggu adalah sama (1:1). Pada usia kehamilan 32
minggu, perbandingannya menjadi 1,2:1 dan pada kehamilan genap bulan menjadi
2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan kehamilan postterm
tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakan janin cukup usia/matang untuk
dilahirkan.
d. Sitologi vagina. Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%)
mempunyai sensitivitas 755. Perlu diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat
dipakai untuk menentukan usia gestasi.(Winkjosastro,2010)
2.3.6
BAB III
LAPORAN KASUS
24
: Ny. SY
No Rekam Medis
: 29.64.8
Umur
: 25 Tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Swasta
NamaSuami
: Tn.AF
Umur
: 25 Tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
:Swasta
Alamat
dirasakan ibu. Riwayat keluar air-air (-), Bloody slym (+), Edema
(-), riwayat HT(-), Riwayat asma (-).
3. Riwayat Penyakir Dahulu
Os mengaku tidak pernah mengalami penyakit jantung, paru, hati,
ginjal, diabetes Melitus, alergi maupun hipertensi. Os memiliki
riwayat penyakit asma
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Os mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
menular, penyakit hipertensi, asma, diabetes, jantung, hati, alergi
maupun penyakit kejiwaan.
5. Riwayat Haid
Usia Menarche
Siklus Haid
Lama Haid
Nyeri Haid
HPHT
TP
6. Riwayat Pernikahan
Jumlah Kali menikah
Lama Pernikahan
Usia waktu Menikah
: 15 Tahun
: 28 hari
: 7 hari
:: 17 Oktober 2014
: 24 Juli 2015
: satu kali
: 1 tahun
: 24 tahun
7. Riwayat ANC
ANC dilakukan 5 kali di Klinik bidan dan di puskesmas
Imunisasi TT dilakukan tidak dilakukan
8. Riwayat Persalinan
No
Tempat
Penolong
Tahun
Aterm
Bersalin
1
Cara
Jenis
Persalinan
Kelamin
Keadaan
Hamil
Ini
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
Pernafasan
: 20 x/menit, reguler
Suhu
: 36,5 C
Gizi
: BB = 54 kg, TB=146 cm
Keadaan spesifik
Kulit
Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis
(-), scar (-), keringat umum(-), keringat setempat (-), pucat pada telapak
tangan dan kaki (-), pertumbuhan rambut normal.
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah leher, axilla, leher, inguinal dan
submandibula serta tidak ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval, simetris, deformasi (-).
Mata
Anophthalmia (+), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat
(-).
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan
cuping hidung (-).
Telinga
Nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrofi papil (-), gusi
berdarah (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernapasan khas (-), faring
tidak ada kelainan.
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH2O, kaku
kuduk (-).
Dada
27
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)
Paru-paru
I : Statis, dinamis simetris kanan = kiri.
P : Stem fremitus lapang paru kanan meningkat
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A: Vesikuler (+) meningkat pada paru kanan, , wheezing (-)
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus codis tidak teraba, thrill (-)
P : batas jantung atas ICS II, batas jantung kanan LS dextra, batas
jantung kiri LMC sinistra
A: HR = 71 x/menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Leopold I
Leopold II
Lopold III
Leopold IV
: 24 cm
:120 x/ menit
28
: 10,0 gr/dL
Leukosit
: 12.600 dl
LED
: 28 mm/Jam
Hitung Jenis
Basofil
:1
Eosinofil
:0
Batang
:0
Segmen
:61
Limfosit
:30
Monosit
:6
Golongan darah
: AB rhesus +
Waktu Pembekuan
:3''
29
Prothrombin Time
:11''
BSS
: 98 gr/dL
27 juli 2015
Pukul. 17.00
Ku : Baik
TD : 120/70 mmHg
N
: 80 x/menit
RR : 22 x/menit
T
: 36,5C
30
Tanggal
28 Juli 2015
Ku : Baik
TD : 120/70 mmHg
Pukul 05.30
: 80 x/menit
RR : 22 x/menit
T
: 36,5C
31
Tanggal
Pukul
Laporan Operasi
28 Juli 2015
08.25
Operasi dimulai
-Pasien terlentang, anstesi spinal
-Insisi Pfanensteil dari kulit hingga mukosa, fasci
dirober secara tumpul hingga menembus
peritorneum
-Insisi uterus untuk membuka plika, kemudian
diperluas secara tumpul
-Ketuban dipecahkan
-Bayi perempuan dilahirkan dengan meluksir kepala,
BB : 3300 gram, PB : 49 cm,
08.40
09.00
09.30
Tanggal
Ku
: Baik
32
28 Juli 2015
TD
: 110/70 mmHg
Pukul 11.00
: 72 x/menit
RR
: 16 x/menit
: 36,5C
Palp
: TFU sepusat
Lokhia
: Rubra
Perdarahan : Biasa
Kontraksi : Baik
BAK
:-
BAB
:-
Flatus
:-
Mobilisasi : A
P1 Ao
dan DKP
P
33
29 Juli 2015
O
Ku
: Baik
TD
: 110/70 mmHg
: 76 x/menit
RR
: 20 x/menit
: 36,5C
Palp
Lokhia
: Rubra
Pk. 05.30
Perdarahan : Biasa
Kontraksi : Baik
BAK
:+
BAB
:-
Flatus
:+
Mobilisasi : +
A
P1 Ao
34
ASI on demand
DC Aff nanti siang
Obat Injeksi :
- Inj Anbacim 2 X 750 mg IV
- Inj Asam Tranexamat 3X 500 mg IV
- Inj Metromedazole 3 X 500 mg Infusa
- Inj Tramadol 3X100 mg IV
- Stolax 2 X 1 suppos anal
Tanggal 30 Juli
2015
Ku
: Baik
TD
: 120/70 mmHg
: 74 x/menit
RR
: 16 x/menit
: 36,5C
Palp
Lokhia
: Rubra
05.30
BAK
:+
BAB
:+
Flatus
:+
P1 Ao
Tanggal 30 juni
2015
Ku
: Baik
TD
: 110/80 mmHg
: 78 x/menit
RR
: 16 x/menit
: 36,5C
Palp
Lokhia
: Rubra
Pukul, 12.00
:+
36
BAB
:+
Flatus
:+
P1 Ao
37
BAB 1V
ANALISA KASUS
Pada 27 Juli 2015 pada pukul 15.53 Ny. Sy masuk rumah sakit melalui
melalui poli kebidanan dengan diagnosis Primigravida hamil posterm dengan
oligohidramnion dan DKP, gerakan anak masih dirasakan ibu. Riwayat keluar airair (-), Bloody slym (+), Edema (-), riwayat HT(-), Riwayat asma (-).
Pada kasus ini, diagnosisnya adalah primigravida hamil Posterm dengan
oligohidramnion dan DKP.
Diagnosis ini didasarkan pada:
1. Palpasi: Leopold IV kepala belum masuk panggul, fundus didorong
kepala menolak masuk panggul.
Pada kasus ini sudah dilakukan pemeriksaan palpasi, Leopold IV.
2. Perasat Osborn: dengan satu tangan diatass simpisis, tangan yang lain di
atas rahim, kemudian dorong fundus uteri, cara ini spesifik.
Tidak terangkat
: Osborn (-)
: Osborn (1)
: DKP ringan
: Osborn (2)
: DKP berat
5. Pelvimetri Rontgenologik
Pelvimetri radiologic, biasanya dibuat 2 buah foto:
Foto lateral
Pasien posisi berdiri (thoms), tube tube R8 diarahkan horizontal
pada trochanter major dari samping. Pada foto ini akan dapat
dilihat conjugate diagonalis, diameter anteroposterior panggul
tengah dan pintu bawah panggul, tinggi pelvis, diameter safitalis
posterior, bentuk sacrum, spina ischiadica dan incisura ischiadica
39
belum
pernah
melahirkan
bayi
hidup
dan
belum
pernah
40
: seksio sesarea
DKP ringan
pervaginam lama waktu sekitar 4-6 jam (tersering 6 jam) namun kadang
melebihi 6 jam asalkan tidak melebihi 18 jam (batasan lamanya persalinan
normal). Syarat: indikasi tepat, his baik, tidak ada partus lama, viabilitas janin
baik, ketuban belum lama pecah (<6 jam), tidak ada kontra indikasi persalinan
pervaginam dan tidak ada tanda tanda rupture uteri iminens. Tindakan ini harus
dilaksanakan di RS yang memiliki OK( kamar operasi) sebagai persiapan
dilakukan SC bila partus percobaan tidak berhasil. Evaluasi berupa: penurunan
kepala, kemajuan persalinan dan moulage kepala.
41
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan. Pemberian
cairan pada pasien ini sudah tepat karena pada pasien ini sudah diberikan
RL 500 ml ditambah 20 IU Oksitosin selama 12 jam, lalu dilanjutkan
dengan pemberan RL 500 ml.
b. Diet
Pemberian makanan sudah dapat diberika pada pasien dengan narkose
spinal, karena pasien sudah berpuasa selama 6 jam sebelum operasi,
namun post operasi sebaiknya diet nasi lembut terlebih dahulu. Pemberian
diet pada pasien ini sudah tepat, karena setelah operasi dan pasien sampai
ke zaal pasien sudah boleh diberikan makan dan minuman.
c. Mobilisasi
Mobilisasi pada narkose spinal dilakukan secara bertahap meliputi :
42
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 12 jam setelah operasi , lalu
pasien sudah dapat duduk 24 jam post operasi. Mobilisasi pada pasien ini
sudah tepat, karena pasien sudah dapat miring kiri dan miring kanan post
operasi dan 24 jam post operasi pasien sudah dapat duduk.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita. Pada pasien ini sudah tepat pemasangan
kateter, kateter pada pasien terpasang 1 x 24 jam hal ini dilakukan untuk
mengevaluasi urin. Setelah 24 jam kateter dilepas untuk mengurang faktor
risiko terjadinya infeksi.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi. Pada kasus ini sudah tepat diberikan antibiotik spektrum luas,
yaitu injeksi IV Anbacim 2 x 750 mg dan cefadroksil 2 x 500 mg
peroral.
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
2. Obat-obatan lain
Pada pasien ini juga sudah tepat pemberian metromedazole infusa 3 x
500 mg dan metromedazol tab 3 x 500 mg peroral, dimana
metromedazole berfungsi sebagai antiprotozoa. Pada pasien juga sudah
43
tepat diberikan
tablet
kasus
ini
ditegakkan
diagnosis
Hamil
posterm
dengan
44
45