Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB II
ISI
2.1
2.1.1
INFEKSI VIRUS
Herpes Primer
Virus primary herpes atau herpetic ginggivostomatitis adalah tipe virus
mulut sembuh secara spontan tanpa pembentukan jaringan parut dalam 14 hari
dan sangat jarang terjadi kekambuhan.
d. Penanganan :
Diagnosis pasti didasarkan pada isolasi virus dengan kultur jaringan sel
atau dengan identifikasi virus herpes simpleks dengan penetralan antibodi di
dalam serum. Tidak ada pengobatan definitif. Langkah-langkah pendukung dapat
diambil untuk meringankan ketidaknyamanan pasien, mengurangi kecemasan
orang tua, dan mencegah dehidrasi. Pengobatan yang digunakan bervariasi sesuai
dengan usia pasien. Pasien usia anak-anak seringkali menolak pemberian sesuatu
secara oral karena adanya rasa sakit pada rongga mulut dan faring, akibatnya
dapat mengalami dehidrasi dan mungkin memerlukan rawat inap serta pemberian
cairan infus.
Bagi anak yang kooperatif dapat digunakan anestetikum topikal pada
mukosa mulut sebelum makan, sehingga dapat intake makanan dan cairan tetap
memadai untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Lidokain dan
diphenhydramine sangat berguna dalam hal ini. Beberapa dokter menggunakan
natrium bikarbonat ( sendok teh NaHCO
digunakan sebagai obat kumur sebagai pereda sakit yang efektif, kemudian
anjurkan istirahat dan diet makanan lunak. Hindari makanan dan minuman yang
dapat mengiritasi, misalnya jus buah-buahan yang asam, atau soda. Pemberian
milk shake dingin, atau minuman tinggi protein lainnya yang disajikan dengan
suhu dingin (chilled) dapat menyiasati dua hal, yaitu menimbulkan anetesia
topikal serta menjaga hidrasi pasien dengan nutrisi yang adekuat.
Pada kasus yang berat dapat dilakukan pemberian asiklovir 200 mg (5 kali
sehari dalam 5 hari). Pada anak di bawah 2 tahun dosis yang diberikan dibagi dua.
dari pasien yang memiliki infeksi primer. Herpes labialis adalah jenis infeksi yang
paling sering kambuhan. Biasanya ditemukan sebagai sekumpulan vesikel yang
muncul di sekitar bibir setelah penyakit sistemik atau stres. Sinar ultraviolet dan
rangsangan mekanis mungkin juga bisa menyebabkan kekambuhan.
a. Etiologi
Penyakit ini merupakan bentuk sekunder atau rekuren dari infeksi herpes
simpleks primer. Pada manusia virus herpes simpleks bersifat laten atau dormant
dan dapat mengalami reaktivasi. Rekurensi akibat reaktivasi virus diinduksi oleh
stres emosi, demam tinggi, paparan sinar ultraviolet, trauma jaringan mukosa
rongga mulut atau jaringan saraf, kondisi imunosupresi, dan gangguan hormon.
b. Manifestasi Klinis
Nampak lesi sekunder yang berbentuk kluster kluster kecil dari vesikula
vesikula sekitar batas vermilion bibir dan sering melibatkan kulit yang
berdekatan, terutama antara bibir atas dan hidung.
mengingat fakta bahwa agen steroid belum terbukti nyata mengurangi jalannya
infeksi.
2.1.3
Herpes Zoster
Herpes zoster (shingles) merupakan infeksi virus akut biasanya terjadi
pada orang dewasa dengan usia lebih dari 40 tahun tapi kadang-kadang muncul
pada anak-anak dan remaja. Penyakit ini merupakan infeksi yang berulang dari
a.
varicella (chickenpox).
Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh virus herpes varicella-zoster (VZV).
Setelah infeksi primer dari varicella (chickenpox) berlangsung, VZV tetap laten di
ganglion dorsal, termasuk ganglion trigeminal pada beberapa pasien. Varicella
zoster merupakan suatu virus rantai ganda DNA anggota famili virus herpes yang
tergolong virus neuropatik atau neurodermatotropik.
Reaktivasi virus varicella zoster dipicu oleh berbagai macam rangsangan
seperti pembedahan, penyinaran, penderita lanjut usia, dan keadaan tubuh yang
lemah meliputi malnutrisi, seorang yang sedang dalam pengobatan imunosupresan
jangka panjang, atau menderita penyakit sistemik. Apabila terdapat rangsangan
tersebut, virus varicella zoster aktif kembali dan terjadi ganglionitis. Virus
tersebut bergerak melewati saraf sensorik menuju ujung-ujung saraf pada kulit
atau mukosa mulut dan mengadakan replikasi setempat dengan
b.
membentuk
sekumpulan vesikel.
Manifestasi klinis
Tanda-tanda klinis terdapat gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri
radikuler dan neuralgia pada saraf yang terkena. Setelah 3 sampai 4 hari, maka
akan muncul lesi vesikuler multipel dengan gambaran khas yaitu lokasinya
unilateral dan jarang melewati garis tengah tubuh. Banyak muncul lesi vesikular
yang terasa nyeri di wajah, kornea, mukosa mulut, lidah, uvula, dan orofaring.
Lesi awalnya berupa makula yang eritem lalu berkembang menjadi vesikula.
Kemudian menjadi pustula yang akhirnya akan pecah menjadi krusta dalam 7
sampai 10 hari. Lesi ini akan pecah dan dapat mengalami penyembuhan tanpa
jaringan parut selama tidak ada proses infeksi sekunder.
Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini berawal dari masa inkubasi hingga antara 4 dan 20
hari. Patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama terjadinya varicella,
VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung syaraf
sensoris dan ditransportasikan melalui serabut syaraf sensoris ke ganglion
sensoris. Pada ganglion tersebur terjadi infeksi laten, dimana virus tidak lagi
gejala klinis.
Penanganan
Diagnosis dibuat terutama dari temuan klinis. Penanganan terdiri dari
pencegahan infeksi sekunder serta tindakan paliatif hingga penyakit mereda
(dalam 1 atau 2 minggu). Analgetik dapat diberikan untuk meredakan nyeri.
Asiklovir dosis tinggi sangat membantu dalam menyembuhkan lesi dan
mengurangi
insiden
neuralgia
paska-herpes
terutama
pada
pasien
Varicella (chickenpox)
Varisela merupakan salah satu penyakit sangat menular yang dapat
bersifat jinak, jarang menimbulkan komplikasi dan hanya sedikit yang menderita
penylit, tetapi pada status immunitas yang menurun, seperti bayi baru lahir,
immunodefisiensi, tumor ganas, dan orang dewasa yang mendapat pengobatan
immunosupresan
sering
menimbulkan komplikasi
bahkan
menyebabkan
kematian.
Etiologi
Varicella (chickenpox) disebabkan oleh virus varicella zoster (VZV).
Setelah infeksi primer dari penyakit ini, VZV tetap laten di badan sel syaraf dan
sering juga di ganglion akar dorsal, termasuk ganglion trigeminal pada beberapa
pasien. Pengaktifan virus ini dapat menimbulkan herpes zoster (shingles).
b.
Manifestasi klinis
Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa
biasanya didahului dengan gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri kepala,
mual dan anoreksia. Pada anak kecil usia lebih muda) yang imunokompeten
biasanya hanya dijumpai keluhan demam ringan dan malaise ringan. Lesi pada
10
varicella bersifat progresif. Lesi mempunyai distribusi yang khas, muncul pada
kulit kepala, wajah, meluas ke badan dan ekstrimitas, bahkan di dalam rongga
mulut. Lesi dalam rongga mulut menyerupai ulser dari ginggivostomatitis herpes,
biasanya tanpa rasa sakit umumnya terlihat di palatum, konjungtiva, laring, faring,
dan genital juga mungkin terlibat.
Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah wajah
dan dada, dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12 14 jam menjadi
papul dan kemudian berkembang menjadi vesikel yang mengandung cairan jernih
dengan dasar eritematosa. Vesikel yang terbentuk dari dasar yang eritem
mempunyai gambaran klasik yaitu letaknya superfisial dan mempunyai dinding
yang tipis sehingga terlihat seperti tetesan air diatas kulit (tear drop) berdiameter 2
3 mm,berbentuk elips dengan aksis panjang sejajar dengan lipatan kulit. Cairan
vesikel ini cepat menjadi keruh disebabkan masuknya sel radang sehingga pada
hari ke 2 akan berubah menjadi pustula. Lesi kemudian mengering menjadi krusta
dalam waktu yang bervariasi 2 12 hari, kemudian krusta akan lepas pada waktu
1 3 minggu. Pada fase penyembuhan varicella jarang terbentuk parut apabila
tidak disertai dengan infeksi sekunder bakteri.
Gambar 2.7 Sebuah blister, muncul pada tahap awal varicella zoster.
Gambaran khas disebut tear drop.
11
Patofisiologi
Masa inkubasi varicella 10 21 hari pada anak imunokompeten dan pada
anak yang imunocompromise biasanya lebih singkat yaitu kurang dari 14 hari.
VZV masuk ke dalam tubuh dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet
infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit.
Setelah VZV masuk melaui saluran pernapasan atas, atau setelah penderita
berkontak dengan lesi kulit, selama masa inkubasinya terjadi viremia primer.
Infeksi mula-mula terjadi pada selaput lendir saluran pernapasan atas kemudian
menyebar dan terjadi viremia primer. Pada Viremia primer ini virus menyebar
melalui peredaran darah dan system limfa ke hepar, dan berkumpul dalam
monosit/makrofag, disana virus bereplikasi, siklus ini terjadi pada hari ke 2 - 4.
Pada kebanyakan kasus virus dapat mengatasi pertahanan non-spesifik sehingga
terjadi viremia sekunder. Pada viremia sekunder virus berkumpul di dalam
Limfosit T, kemudian virus menyebar ke kulit dan mukosa dan bereplikasi di
epidermis memberi gambaran sesuai dengan lesi varisela. Periode ini erjadi pada
hari ke 14-16. Permulaan bentuk lesi mungkin infeksi dari kaliper endotel pada
lapisan papil dermis menyebar ke sel epitel dermis, folikel kulit dan glandula
12
sebasea, saat ini timbul demam dan malaise. Seorang anak penderita varicella
dapat menularkan kepada yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah
d.
Etiologi
Mumps adalah infeksi virus akut yang disebabkan oleh myxovirus yang
sangat menular dengan predileksi jaringan granular dan syaraf. Virus mumps
diketahui dapat diinaktivasi secara cepat dengan penggunaan formalin, ether,
b.
13
c.
14
aseptik.
Penanganan
Mumps adalah self limiting disease. Perjalanan penyakit tidak dapat
dipengaruhi oleh anti mikroba. Penanganan mumps bersifat simptomatik. Tidak
ada pengobatan yang dikenal untuk mengobati mumps kecuali dengan vaksinasi,
yang baru-baru ini terbukti berhasil dalam mencegah tahap akut penyakit.. Karena
terdapat gangguan menelan/mengunyah, sebaiknya diberikan makanan lunak dan
hindari minuman asam karena bisa menimbulkan nyeri. Daerah pipi/leher bisa
juga dikompres secara bergantian dengan panas dan dingin. Obat pereda nyeri
(misalnya asetaminofen dan ibuprofen) bisa digunakan untuk mengatasi sakit
kepala dan tidak enak badan. Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak
karena memiliki resiko terjadinya sindroma Reye.
2.1.6
Etiologi
Cat scratch disease atau lymphoreticulosis jinak, adalah gangguan yang
diyakini berasal dari virus, meskipun agen sebenarnya belum diisolasi, ada
b.
15
pada kulit, paling sering setelah mengalami goresan atau gigitan dan yang lebih
jarang, tanpa adanya sejarah kontak dengan kucing. Terjadi pembesaran kelenjar
getah bening, terasa sakit dengan ukuran diameter bervariasi dari beberapa
milimeter hingga sentimeter. Jaringan diatas kelenjar bisa meradang disertai pada
tahap awal dengan demam ringan, malaise, menggigil, mual dan sakit perut
sesekali. Gejala dapat bertahan selama beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Bila dibiarkan akan terjadi fluktuasi pada kelenjar getah bening yang berakhir
dengan keluarnya pus (nanah) ke permukaan.
Gambar 2.10 Seorang anak usia 2.5 tahun dalam proses penyembuhan
dari cat scratch disease sejak 10 bulan lalu, abses di lehernya terjadi
dalam periode 3 minggu pertama.
c.
Patofisiologis
Perjalanan alami dari Cat scratch disease terdiri dari perkembangan lesi
vesikuler atau papula di lokasi trauma beberapa hari setelah luka terjadi. Diikuti 1
sampai 3 minggu kemudian oleh limfadenitis regional tanpa limfangitis. Terjadi
pembesaran kelenjar getah bening yang terlihat jelas, khususnya pada lesi kulit
ringan yang mendahuluinya. Biasanya pasien segera mengunjungi dokter setelah
terjadi limfadenopati. Pembesaran kelenjar ini terasa sakit, kemudian jaringan
diatas kelenjar akan mengalami peradangan. Kelenjar getah bening yang terlibat
secara bertahap menjadi berfluktuasi, nekrotik, dan suppuratif. Hingga suatu saat
akan terjadi perforasi kulit dan mengeluarkan isinya yang berupa pus.
16
d.
Penanganan
Diferensial diagnosa sangat penting karena menyerupai infeksi penyakit
Infeksi Coxsackie
Coxsackievirus diklasifikasikan sebagai enterovirus, yang berasal dari
17
Herpangina
dimulai
dengan
demam
tinggi,
muntah
sakit
pada
Penanganan
Masih belum dapat ditemukan penanganan yang spesifik bagi herpangina
dan bersifat self-limiting serta belum adanya pengendalian yang terbukti efektif.
Terapi yang diberikan sifatnya lebih suportif berupa istirahat, rehidrasi, antipiretik
dan analgesik. Untuk infeksi oral, penggunaan antiseptik misalnya chlorhexidine
gluconate atau obat kumur tetrasiklin dapat menurunkan infeksi sekunder. Obat
kumur analgesik akan mengurangi rasa sakit terutama saat pasien makan.
Mencegah kekambuhan dengan cara menghindari faktor pencetus, mencegah
infeksi melalui penyuluhan.
18
anterior,
dan
dinding
faring
bagian
posterior.
Pada
nodular
menggambarkan agregat limfoid hiperplasik yang akan pecah dalam 10 hari tanpa
vesikula atau ulserasi.
Biasanya diagnosis dapat ditegakkan melalui manifestasi klinis yang
terlihat. Perjalanan penyakit adalah 4 sampai 10 hari dengan masa inkubasi sekitar
5 hari. Pengobatan tidak diketahui, hanya diberikan terapi suportif, dan penyakit
ini bersifat self limiting.
Gambar 2.12 Manifestasi oral berupa lesi nodular pada uvula dan palatum
lunak
2.1.7.3 Hand foot and mouth disease
19
Hand foot and mouth disease adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh berbagai virus coxsackie, biasanya coxsackie A16 pada sebagian
besar kasus.
a.
Manifestasi klinis
Penyakit ini ditandai dengan masa inkubasi 2 sampai 6 hari diikuti oleh
periode demam ringan, malaise, anoreksia, batuk dan sakit tenggorokan. Biasanya
mempengaruhi anak-anak antara usia 1 sampai 10 tahun, sebagian besar kasus
dilaporkan terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun.
Setelah demam mencapai onset, timbul ruam makulopapular dengan
diameter mulai dari 2 hingga 10 mm yang muncul pada telapak tangan dan
telapak kaki serta di permukaan ventral jari tangan dan jari kaki. Kemudian
menjadi lesi vesikuler dalam 1 atau 2 hari dan berlangsung selama 1 sampai 2
minggu.
Manifestasi oral yang terlihat berupa 1 sampai 30 lesi vesikuler berwarna
merah dengan oval dan vesikel abu-abu dikelilingi areola merah pada jaringan
non-keratin seperti mukosa bukal, mukosa labial dan lidah, beberapa pada
palatum, gingiva, dan bibir, seperti halnya dengan lesi vesikuler kulit meskipun
lebih sedikit jumlahnya. Pecahnya lesi vesikuler diikuti dengan ulserasi aphtous
yang terasa sakit. Penyembuhan lesi oral terjadi dalam 5 sampai 10 hari, dan lesi
kulit biasanya sembuh dalam 2 minggu.
Diagnosis ditegakkan melalui menifestasi klinis. Diferensial diagnosis
untuk penyakit tangan-kaki-mulut mencakup infeksi oleh virus herpes simpleks
atau varicella-zoster, herpangina, dan stomatitis aphthous. Transmisi virus dapat
terjadi melalui sekresi nasal dan faring.
b.
Penanganan
20
2.1.8
berkaitan dengan meningitis asepsis. Echovirus (enteric-cytophatic-humanorphan), terdiri dari beberapa subtipe yang telah terbukti menjadi faktor etiologi
untuk sejumlah penyakit dan sindrom klinis mulai dari meningitis aseptik dan
21
9.
Manifestasi klinis
Infeksi oleh jenis echovirus 9 ini menghasilkan ruam makulopapular
dengan lesi 1 sampai 3 mm, muncul pertama pada wajah dan leher dan menyebar
dalam 4 sampai 6 jam berikutnya di atas bahu dan badan. Ruam biasanya disertai
dengan demam ringan dan kadang-kadang ruam petechie. Intraoral lesi sering
berkembang pada waktu yang sama dengan exanthemata dan terdiri dari vesikula
kuning atau putih kecil di badan tonsil dan kadang-kadang pada mukosa bukal,
lingual, dan palatal.
Diagnosis infeksi echovirus hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan
laboratorium yang terdiri dari studi serologi dan isolasi organisme.
Penanganan
Tidak ada obat spesifik untuk penyakit ini, dan tidak ada agen antimikroba
yang telah ditemukan mampu untuk mempengaruhi perkembangan penyakit atau
mencegahnya. Infeksi echovirus membatasi diri sendiri (self limiting), dan
kebanyakan pasien sembuh sepenuhnya.1
22
2.1.9
anak-anak. Penyebaran diduga terjadi melalui kontak langsung dengan orang yang
terkena atau oleh infeksi droplet melalui saluran pernafasan. Virus measles
(campak) disebabkan oleh genus Morbilivirus dan famili Paramyxoviridae, virus
a.
RNA.
Manifestasi klinis
Measles (rubeola) memiliki masa inkubasi dari 8 sampai 10 hari dan
ditandai dengan demam, malaise, sakit tenggorokan, konjungtivitis, fotofobia, dan
erupsi lesi kulit dan mukosa oral. Ruam makulopapular menyeluruh yang muncul
dari hari keempat penyakit ini biasanya didahului oleh enanthem spesifik dikenal
sebagai koplik spot pada mukosa bukal.
Ruam makulopapular menyeluruh dan gejala yang menyertainya
selama 6 sampai 10 hari dan biasanya diikuti
Ruam awalnya muncul di wajah,
terjadi
23
Gambar 2.19 Measles: gambaran koplik spot pada mukosa bukal dan ruam di
seluruh tubuh
b.
Patofisiologi
Virus measles menginfeksi pada epitel traktus respiratorius mulai dari
hidung sampai traktus respiratorius bagian bawah. Kemudian mengalami
multiplikasi lokal pada epitel respiratorius dan jaringan limfoid sampai 12 hari,
segera disusul dengan viremia pertama dimana virus menyebar dalam leukosit.
Setelah terjadi nekrosis pada sel retikuloendotelial sejumlah virus terlepas
kembali dan terjadilah viremia kedua. Jaringan yang terinfeksi termasuk timus,
lien, kelenjar limfe, hepar, kulit, konjungtiva dan paru. Setelah terjadi viremia
kedua seluruh mukosa respiratorius terlibat dalam perjalanan penyakit sehingga
menyebabkan timbulnya gejala batuk.
24
parakeratosis
dan
PCR, dengan Cs (cough, coryza conjunctivitis), dan observasi adanya koplik spot.
Penanganan
Terapi measles adalah terapi suportif seperti pemberian cairan dan
antipiretik. Antibiotika diberikan apabila didapatkan infeksi sekunder dengan
bakteri. Pemberian antibiotika profilaksis untuk mencegah infeksi sekunder tidak
direkomendasikan. Pencegahan dapat diberikan melalui injeksi vaksin MMR pada
anak-anak.
25
Etiologi
Walaupun pendapat tentang keterlibatan bakteri atau virus bentuk-L telah
dibuat, laporan tersebut belum bisa dibuktikan kebenarannya dan etiologi masih
belum diketahui. Konsep yang dipakai saat ini adalah RAS adalah gejala klinis
dengan beberapa kemungkinan faktor penyebab. Faktor utama yang diidentifikasi
yaitu keturunan, defisiensi hematologi, dan kelainan imunologi. Faktor yang
paling sering berperan adalah keturunan. Faktor lain yang dianggap sebagai
predisposisi dalam RAS yaitu stres fisik atau psikologis, trauma oral, demam, dan
alergi makanan.
Penyakit ini kebih sering terjadi pada orang dewasa, akan tetapi dapat juga
muncul pada anak usia 2 tahun. Lebih sering muncul pada wanita dibandingkan
pria (2:1).
b.
Manifestasi klinis
Tanda khas saat onset memperlihatkan adanya periode hiperemi lokal dan
26
Lesi aphthous dapat terjadi secara tunggal atau multipel dan memiliki
kecenderungan untuk muncul di berbagai tempat , yaitu mukosa bukal dan margin
lateral lidah yang paling sering terkena dan palatum lunak, margin ginggiva, dan
faring juga paling sering terlibat.
c.
Jenis
Apthae minor
- Manifestasi Oral
Terjadi pada mukosa begerak yang terletak pada jaringan kelenjar
saliva minor, mukosa bibir dan pipi. Penampakan ulkus ini sebagai ulkus
oval, dangkal, kuning kelabu, dengan diameter 2-5 mm. Rasa terbakar
adalah keluhan awal diikuti dengan rasa sakit yang hebat selama beberapa
hari. Sebagian besar pasien (80%) menderita bentuk minor (MiRAS), yang
ditandai oleh ulser bulat atau oval, dangkal, dengan diameter kurang dari 5
mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus. Ulserasi MiRAS
cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti mukosa labial,
mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi bias tunggal atau merupakan
kelompok yang terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam waktu
10-14 hari tanpa meninggalkan bekas. Manifestasi klinisnya : Mempunyai
kecenderungan terjadi di mukosa bergerak, bibir, dan pipi; bentuk ulkus
oval, dangkal, kuning kelabu, diameter 2-5 mm; tepi eritematous
mencolok, bagian tengahnya berubah pseudomembran fibrinosa.
-
Etiologi
27
Patogenesis
Lesi terbatas pada mukosa mulut dan dimulai dengan gejala
prodormal rasa terbakar setiap waktu mulai dari 2-48 jam sebelum
munculnya ulser. Terbentuk suatu daerah kemerahan setempat, dalam
beberapa jam akan terbentuk papula putih kecil, mengalami ulserasi dan
membesar dalam 48 -72 jam berikutnya. Lesi dapat sembuh tanpa disertai
jaringan parut dalam waktu 14 hari.
-
Pengobatan
Pengobatan yang diberikan hanya bersifat terapi paliatif. Obatobatan yang diberikan tergantung pada keparahan penyakit.
Apthae Mayor
Merupakan varian besar dari apthae minor, mengakibatkan ulkusulkus yang lebih besar dan lebih merusak, berlangsung lebih lama dan
kambuh lebih sering. Ulserasi seringkali multiple, mengenai palatum
lunak, mukosa bibir, pipi, lidah dan kadang-kadang meluas ke gusi cekat.
Ulkus dapat sembuh dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan,
karena ulkus tersebut mengerosi jaringan ikat, bila sembuh akan
membentuk jaringan parut dan distorsi jaringan. Umumnya terjadi pada
28
Gejala
Gejala umum dari ulkus aptosa major adalah rasa sakit hebat dan
Pengobatan
Pengobatan dengan steroid untuk mempercepat penyembuhan dan
mengurangi pembentukan jaringan ikat.
29
Ulkus Herpetiformis
Merupakan tipe ulserasi kambuhan yang secara klinis mirip ulkusulkus yang dijmpai pada herpes primer.
- Manifestasi Oral
Gambaran mencolok erosi kelabu putih yang jumlahnya banyak,
berukuran kepala jarum yang membesar, bergabung dan menjadi tidak
jelas batasnya. Ukuranya berkisar 1-2 mm sehingga dapat dibedakan dari
apthae sedangkan tidak adanya vesikel dan gingivitis bersama sifat
kambuhan membedakan dari herpes primer dan infeksi virus lainnya.
-
Penanganan
Penangan yang benar dari RAS ini meliputi lebih dari sekedar
30
d.
31
HIV
32
33
AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome,
yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh
yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk
34
melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS
melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain. Seorang pengidap HIV lambat laun
akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan
AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri,
parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi
oportunistik.
Rata-rata perkembangan menjadi AIDS adalah 8 sampai 11 tahun pada
kebanyakan orang dewasa, dan tidak sedikit diikuti dengan factor malnutrisi
infeksi malaria. Sayangnya, kebanyakan 1 tahun dari waktu diagnosis ditentukan
dan 95% meninggal dalam 5 tahun. Waktu rata-rata untuk serokonversi setelah
terpapar HIV adalah 3-4 minggu. Kebanyakan akan memiliki antibodi dalam 6
sampai 12 minggu setelah terinfeksi, dan akan terlihat positif setelah 6 bulan.
Gejala serokonversi meliputi demam, malaise, ruam, ulserasi oral, kadang-kadang
diikuti encephalitis dan meningitis. Pada beberapa kasus, bersifat asimptomatik
dan diam untuk beberapa tahun ( 1-15 tahun atau lebih ), yang sampai saat ini
belum ditemukan alasannya. Beberapa kasus terjadi PGL ( Persistant Generalized
Lymphadenopaty) dimana terjadi pembesaran kelenjar limfa yang tidak terasa
sakit dan asimetris dan melibatkan submandibular. Dalam hal ini , penderita
termasuk dalam grup A.
Penyakit akan mengalami progress dengan tanda-tanda adanya fatique,
demam, kehilangan berat badan, diare, kandidiasis, hairy leukoplakia, herpes
zoster, dan perianal herpes. Penderita dengan gejala progress seperti ini termasuk
35
dalam grup B. Sedangkan penderita yang sudah tergantung pada obat-obatan dan
memiliki kofaktor, dengan harapan hidup 18 bulan digolongkan ke dalam grup C.
c.
Patofisiologi
Gen HIV-ENV memberikan kode pada sebuah protein 160-kilodalton (kD)
yang
disebut
reverse
transcriptase.
Limfosit
CD4
berfungsi
36
dan siklus hidup virus rata-rata 2,6 hari. Limfosit T-CD4 yang terinfeksi memiliki
waktu paruh 1,6 hari. Karena cepatnya proliferasi virus ini dan angka kesalahan
reverse transcriptase HIV yang berikatan, diperkirakan bahwa setiap nukleotida
dari genom HIV mungkin bermutasi dalam basis harian.
Akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit
klinis yang nyata seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level virus yang
lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut.
HIV yang dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut
dan lebih virulin daripada yang ditemukan pada awal infeksi.
Infeksi oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi
penurunan daya tahan tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah, sehingga
beberapa jenis mikroorganisme dapat menyerang bagian-bagian tubuh tertentu.
Bahkan mikroorganisme yang selama ini komensal bisa jadi ganas dan
menimbulkan penyakit.
d.
kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa
kehamilan, persalinan dan pemberian ASI. Sebagai seorang tenaga kesehatan
khususnya dokter gigi, sebaiknya menghindari trauma injuri terhadap jarum
suntik, walaupun memiliki resiko rendah
37
e.
Manifestasi Oral
Indikasi awal dari infeksi HIV dapat bermanifestasi di dalam rongga
mulut, diantaranya seperti terlihat pada gambar 20, yaitu infeksi fungal berupa
kandidiasis oral dengan varian yang paling muncul adalah eritematous dan
pseudomembran, linear gingival erythema, angular cheilitis; infeksi virus berupa
hairy leukoplakia, Kaposi sarcoma, infeksi herpes; infeksi bakteri berupa
gingivitis dan periodontitis; dan lymphadenopahty cervical.
38
Hairy Leukoplakia
Manifestasi muncul berupa asimptomatik, berwarna putih keabuan,
lesi melekat pada lidah, terjadi secara unilateral ataupun bilateral. Agen
etiology adalah virus Epstein-Barr. Penderita yang terinfeksi HIV dengan
adanya hairy leukoplakia menandakan perkembangan AIDS selama 3
tahun, dan mengarah pada prognosis buruk. Infeksi virus lainnya yang
dapat muncul adalah herpetic stomatitis.
Gambar 2.27 Hairy Leukoplakia
Kaposi Sarcoma
Disebabkan oleh herpes virus 8, sebagai multifocal sistemik tumor,
mengalami proliferasi microvaskular dan proses fibroblastic. Paling sering
39
40
oleh Lffler pada tahun 1884. Manusia adalah reservoir tunggal bakteri ini dan
infeksi didapat melalui kontak dengan orang yang terinfeksi atau pembawanya.
Bakteri ini memproduksi eksotoksin letal yang menyebabkan nekrosis jaringan,
sehingga memberikan nutrisi untuk nekrosis lebih lanjut dan menyebabkan
penyebaran ke perifer. Meskipun begitu, sebuah antitoksin yang efektif telah
tersedia sejak 1913, dan imunisasi telah tersebar di Amerika Utara sejak 1922.
a.
Tanda Klinis
Tanda dan simptom dari difteri meningkat pada hari ke-1 sampai hari ke-5
41
yang dapat menyebabkan suara serak dan kesulitan bernafas. Jarang ditemukan
laporan terjadinya perforasi palatum.
Selama epidemik Rusia, ditemukan pasien dengan lesi terisolasi pada
rongga mulut. Pada pasien ini terdapat area nekrosis yang tersebar pada mukosa
bukal, bibir atas dan bawah, palatum lunak dan keras, atau lidah. Lesi lokal seperti
ini jarang terjadi dan membuat diagnosis menjadi lebih sulit.
Keparahan dari infeksi ini berhubungan dengan penyebaran membran.
Obstruksi jalan nafas dapat menyebabkan kematian. Keterlibatan dari tonsil dapat
dapat menyebabkan limfadenopati servikal yang signifikan, dimana hal ini sering
dihubungkan dengan pembesaran edema leher atau yang dikenal dengan bull
neck. Paralisis karena toksin dapat mengenai otot-otot oculomotor, fasial,
faringeal, diafragma, dan intercostal. Paralisis palatum lunak dapat menyebabkan
nasal regurgitation selama penelanan. Keterlibatan oral atau nasal telah
ditemukan meluas kulit daerah perbatasan wajah dan bibir.
Difteri kutaneous dapat terjadi di daerah manapun pada tubuh dengan
karakteristik ulser kronis yang seringkali dihubungkan dengan infeksi gigitan
serangga dan dapat menjadi tempat bagi patogen lainnya seperti Staphylococcus
aureus atau Streptococcus pyogenes. Lesi kulit ini dapat muncul bahkan pada
pasien yang telah divaksin dan biasanya tidak berhubungan dengan manifestasi
toksis sistemik. Ketika diidap oleh wisatawan dari negara berkembang, diagnosis
biasanya tertunda karena tidak spesifiknya tanda klinis dan tingkat kecurigaan
yang rendah. Lesi kutaneus merupakan reservoir yang penting bagi infeksi dan
dapat menyebabkan difteri yang lebih tipikal dan letal pada pengidap yang tidak
terlindungi.
42
Perawatan
Tindakan perawatan bagi pasien dengan difteri harus dimulai tepat saat
ditetapkannya diagnosis klinis dan tidak boleh ditunda sampai diterimanya hasil
pemeriksaan kultur. Pasien harus diberikan antitoksin yang dikombinasikan
dengan antibiotik untuk mencegah produksi toksin lebih lanjut, untuk
menghentikan infeksi local dan untuk mencegah penularan. Dapat menggunakan
ertiromycin, procaine penicillin, atau intravenous (IV) penicillin. Banyak pasien
tidak lagi infeksius setelah diberikan terapi antibiotik selama 4 hari, namun
beberapa mungkin mempertahankan organisme vital. Pasien tidak dianggap
sembuh sampai didapatkan 3 hasil negatif dari spesimen kultur secara berturutturut.
2.2.2
Syphilis (Lues)
Sifilis adalah sebuah infeksi kronis yang tersebar di seluruh dunia yang
disebabkan oleh Tryponema pallidum. Organisme rentan terhadap kekeringan oleh
karena itu, cara penularan utamanya adalah lewat kontak seksual atau kontak dari
43
ibu pada janin. Infeksi tidak menular dari transfusi darah karena donor telah
melewati pemeriksaan serologis, namun secara teori dapat terjadi penularan lewat
paparan terhadap darah yang terinfeksi karena organisme dapat bertahan hidup
pada darah yang disimpan dalam refrigerator. Manusia merupakan satu-satunya
host alami yang telah terbukti.
Pada pasien dengan sifilis, infeksi ini mengalami perubahan karakteristik
yang melewati tiga fase. Pasien sifilis sangat infeksius selama dua fase pertama,
namun wanita hamil juga mungkin dapat menularkan infeksinya pada janin
selama fase laten. Penularan secara meternal selama dua fase pertama dari infeksi
selalu mengakibatkan keguguran, lahir mati, atau bayi lahir dengan kelainan
kongenital. Semakin lama ibu mulai terinfeksi, semakin kecil kemungkinan janin
tertular. Infeksi pada janin dapat terjadi kapanpun selama masa kehamilan, namun
kecacatan tidak dimulai sampai bulan keempat kehamilan. Perubahan klinis
sekunder pada janin terinfeksi disebut juga sifilis kongenital.
a.
Tanda Klinis
Gambaran klinis dari sifilis kongenital adalah 4 beberapa tipe klinis yaitu
tahap primer, sekunder dan tersier bentuk kongenital dan bentuk neonatal. Tahap
primer dari bentuk kongenital diawali dengan timbulnya papula dan nodula yang
keras. Ulserasi pada bibir merupakan gambaran klinis yang paling banyak terjadi.
Ulser keras, berindurasi dan tidak terasa sakit. Terdapat gambaran chancre di intra
oral yaitu seperti ulser yang ditutupi dengan selaput pseudomembran.
Sifilis Primer
44
45
Gambar 2.28 Chancre pada sifilis primer. Ulserasi pada permukaan dorsal lidah
sebelah kiri.
Sifilis Sekunder
Fase berikutnya dari sifilis dikenal dengan sifilis sekunder dan terlihat
secara klinis pada minggu ke 4 sampai ke 10 setelah infeksi inisial. Lesi sifilis
sekunder dapat berkembang sebelum lesi primernya sembuh sepenuhnya.
Selama sifilis sekunder dapat muncul simptom sistemik. Simptom yang paling
umum adalah limfadenopati yang tidak sakit, sakit tenggorokan, malaise, sakit
kepala, kehilangan berat badan, demam, dan sakin mukoskeletal.
Penanda fase ini adalah adanya ruam kutaneus mukopapular difus dan
tidak sakit, yang menyebar dan mengenai telapak tangan dan telapak kaki.
Ruam ini juga dapat mengenai rongga mulut dan tampak sebagai area
mukopapular merah. Ruam ini dapat sembuh tanpa meninggalkan jaringan
parut pada banyak pasien, namun mungkin saja ruam ini dapat mengakibatkan
jaringan parut dan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi. Kurang lebih 30%
pasien memiliki area eksositosis yang jelas dan muksa oral yang spongios
yang dapat berkembang menjadi mukosa berwarna putih dan sensitive yang
disebut mucous patches. Biasanya, beberapa plak yang berdekatan dapat
46
47
Gambar 2.29 Sifilis sekunder. Ruam eritematous dari sifilis sekunder mengenai
telapak tangan.
Gambar 2.30 Mucous patch pada sifilis sekunder. Plak putih berbatas tegas pada
mukosa labial bawah.
Gambar 2.31 Mucous patch pada sifilis sekunder. Plak putih tebal irregular pada
sebelah kiri palatum lunak.
48
Gambar 2.32 Condyloma lata. Nodul multipel yang keras dan sedikit papiler
pada permukaan dorsal lidah.
Sifilis Tersier
Setelah tahap kedua, pasien memasuki periode dimana mereka terbebas
dari lesi dan symptom, yang dikenal dengan sifilis laten. Periode laten ini
berlangsung sekitar 1-3 tahun, kemudian (pada sekitar 30% pasien)
berkembang memasuki tahap ketiga, yang dikenal dengan sifilis tersier
termasuk yang paling serius. Dapat mengenai sistem vaskuler secara
signifikan melalui efek dari arteritis sebelumnya. Dapat terjadi aneurysma dari
ascending aorta, hipertofi ventricular kiri, regurgitasi aorta, dan gagal jantung
kongestif. Keterlibatan dari sistem saraf pusat dapat menyebabkan tabes
dorsalis, paralisis general, psikosis, dementia, persis, dan kematian. Dan juga
dapat terjadi lesi pada okular seperti iritis, choroidoretinitism dan Argyll
Robertson pupil (kegagalan bereaksi terhadap cahaya namun merespon
akomodasi).
49
Gambar 2.33 Sifilis tersier. Perforasi palatum keras. Gambar 7. Glossitis atrofik
pada sifilis tersier. Permukaan dorsal dari lidah
Sifilis Kongenital
50
51
Gambar 2.35 Mulberry molar pada sifilis kongenital. Molar rahang atas
menunjukkan permukaan oklusal dengan banyak tonjolan globular.
b.
Perawatan
Perawatan untuk sifilis mengharuskan evaluasi dan pendekatan terapeutik
52
Gonorrhea
53
Tanda Klinis
Infeksi menyebar melalui kontak seksual, dan mayoritas lesi terjadi pada
area genital. Infeksi tidak langsung jarang terjadi karena organismenya sensitive
terhadap kekeringan dan dan tidak dapat berpenetrasi secara utuh ke epitel
skuamosa yang berlapis-lapis. Masa inkubasi biasanya berlangsung 2-5 hari. Area
yang terinfeksi sering terlihat mengeluarkan purulen secara signifikan, namun
sekitar 10% pria dan 80% wanita yang mengidap gonorrhea adalah asimptomatik.
54
Lokasi yang paling sering terinfeksi pada pria adalah uretra, yang
menyebabkan pengeluaran purulent dan diuria. Daerah yang kurang umum
termasuk diantaranya daerah anorectal dan faringeal. Cervix adalah daerah utama
yang terinfeksi pada wanita, dengan keluhan utama adalah meningkatnya cairan
vagina, perdarahan inter-menstruasi, gatal pada genital, dan dysuria. Organisme
mungkin akan berjalan naik ke uterus dan ovarian tubes sehingga dapat
menyebabkan komplikasi gonorrhea yang paling penting bagi wanita yaitu
penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease (PID)). Simptom dari PID
adalah kram dan perdarahan abnormal, baik ringan maupun berat.
Antara 0,5% sampai 3% pasien gonorrhea yang tidak diobati akan
mengidap infeksi gonokokal yang menyebar dari bakteremia sistemik. Tanda yang
paling umum dari penyebaran (diseminasi) adalah myalgia, arthralgia,
polyarthritis, dan dermatitis. Pada 75% pasien dengan penyakit diseminasi
memiliki ruam kulit yang khas. Lesi dermatologis terdiri dari papula dan pustula
yang sering memperlihatkan komponen perdarahan dan terjadi terutama pada
ekstremitas. Perubahan sekunder yang jarang terjadi pada septikemi gonokokal
diantaranya demam, endokarditis, perikarditis, meningitis, dan lesi mukosa oral
pada palatum lunak dan orofaring, yang menyerupai ulser aphtous.
Prevalensi dari oral sex yang meningkat diduga terjadi karena
kesalahpahaman bahawa oral sex adalah praktek seksual dengan risiko yang
rendah dan merupakan alternatif aktivitas seksual tinggi risiko seperti anal
maupun vaginal sex. Banyak kasus gonorrhea merupakan akibat dari fellatio (oral
sex pada genital pria), meskipun gonorrhea orofaring mungkin adalah akibat dari
septikemi gonokokal, berciuman, cunnilingus (oral sex pada genital wanita). Oleh
55
karena itu, manyoritas kasus gonorrhea orofaring dilaporkan pada wanita dan pria
homoseksual. Masalah lainnya adalah gonorrhea faringeal biasanya asimptomatik,
sehingga menunda diagnosis dan terus menyebar. Pada pemeriksaan terbaru
terhadap 200 pria dengan gonorrhoea uretral, lebih dari 50% mengaku
berhubungan seks dengan pria, dan 58% dari kelompok pria yang berhubungan
seks dengan pria teridentifikasi bahwa oral sex sebagai faktor risiko tunggal dari
infeksi mereka.
Daerah orofaring yang paling umum terinfeksi adalah faring termasuk di
dalamnya uvula dan tonsil. Meskipun biasanya gonorrhoea faringeal itu
asimptomatik, namun pasien dapat merasa sakit tenggorokan ringan atau sedang,
yang disertai eritem orofaringeal difus dan nonspesifik. Tonsil yang terinfeksi
biasanya menunjukkan edema dan eritem, seringkali disertai pustula kecil yang
berbintik dan menyebar. Meskipun infeksi faringeal dapat sembuh spontan tanpa
gejala sisa yang merugikan, tindakan perawatan tetap penting untuk mengurangi
potensi penyebaran infeksi.
Lesi pernah dilaporkan terjadi pada bagian anterior dari rongga mulut,
dimana area yang terinfeksi terlihat eritem, berpustula, erosif, dan berulser.
Terkadang, infeksi ini menstimulasi terjadinya necrotizing ulcerative gingivitis
(NUG), namun beberapa dokter melaporkan bahwa tidak ada bau mulut, hal ini
menunjukkan tanda penting dari penyebab sebenarnya. Dapat juga muncul
limfadenopati mandibular atau servikal.
Selama kelahiran bayi, dapat terjadi infeksi pada mata bayi dari ibu
terinfeksi yang asimptomatik. Infeksi ini disebut gonococcal ophtalmia
neonatorum dan dapat dengan cepat menyebabkan perforasi pada bola mata dan
56
kebutaan. Tanda umum dari infeksi ini termasuk diantaranya konjunctivitis dan
keluarnya mucopurulent dari mata.
Perawatan
Perawatan primer untuk gonorrhoea adalah dengan fluoroquinolon seperti
57
Tuberculosis
Tuberculosis merupakan suatu penyakit infeksi granulomatous yang
pada
paru-parunya.
Insidensi
lebih
berat
pada
pasien
immunocompromised.
Gambaran klinis pada penyakit Tuberculosis terdapat lesi ulser kronis
yang tidak sembuh-sembuh disertai indurasi, bagian pinggiran dari ulser terdapat
peninggian, terdapat lesi intrabony yang lisis dan terdapat gambaran radiologi
seperti gambaran osteomyelitis. TB oral primer biasanya melibatkan gingiva,
muccobucco fold, dan area inflamasi yang dekat dengan gigi atau daerah
ekstraksi; lesi oral sekunder biasanya terlihat pada lidah, palatum, dan bibir. Lesi
oral
primer
biasanya
dikaitkan
dengan
pembesaran
nodus
limfatikus.
Gambar 2.37 Tuberculosis. Ulserasi muskoa kronis dari permukaan ventral lidah
sebelah kanan
58
Gambar 2.38 Tuberkulosis. Area bergranula dan ulserasi pada alveolar ridge
rahang bawah dan dasar mulut.
Meminum susu yang terkontaminasi dapat menyebabkan infeksi
mycobacterial yang disebut dengan scrofula. Scrofula tampak sebagai pembesaran
jaringan limfoid orofaringeal dan nodus limfatikus servikal. Seringkali nodus
yang terkena berkembang menjadi nekrosis caseous (jaringan membentuk massa
yang kering dan padat seperti keju) dan membetuk saluran sinus melewati kulit di
atasnya. Pada area nodus yang terlibat, secara radiografi tampak sebagai nodus
limfatikus yang terkalsifikasi yang menyerupai sialolit. Keterlibatan paru-paru
tidaklah umum pada pasien dengan scrofula.
59
a.
obat agen-tunggal. Untuk melawan kemampuan ini, maka diberikan terapi pilihan
dengan multi-agen bagi infeksi aktif, dan perawatan biasanya meliputi dua tau
lebih obat aktif yang dikonsumsi untuk beberapa bulan atau tahun ke depan.
60
Prosedur yang biasanya digunakan terdiri atas dosis 8 minggu dari isoniazid,
rifampin, dan pyrazinamide, diikuti dengan dosis 16 minggu dari isoniazid dan
rifampin. Pengobatan awal lainnya termasuk juga ethambuthol dan streptomycin.
Angka kekambuhan terjadi hampir 1,5%. Dengan perubahan dosis dan jadwal
pemberian, respon terapi pada pasien dengan AIDS berhasil baik, namun
kekambuhan dan perkembangan infeksi juga dapat terjadi.
2.2.5
Kemiskinan
Malnutrisi dan dehidrasi
Oral hygine yang buruk
Sanitasi yang buruk
Air minum yang tidak aman
Hidup dekat dengan hewan ternak yang berantakan (tidak bersih)
Penyakit baru-baru ini
Keganasan
Kelainan imunodefisiensi, termasuk AIDS
61
Penyakit predisposisi lainnya yang umum namun jarang terjadi adalah herpes
simplex, gastroenteritis, dan bronchopneumonia, tidak jarang juga kasus yang
berkaitan dengan keganasan seperti leukemia. Banyak kejadian infeksi diawalai
sebagai necrotizing ulcerative gingivitis (NUG).
a.
Tanda Klinis
Noma biasanya muncul pada anak usia 1-10 tahun, meskipun dapat juga
terjadi pada orang dewasa dengan penyakit yang melemahkan seperti diabetes
mellitus, leukemia, limfoma, dan infeksi HIV. Infeksi biasanya dimulai pada
gingiva sebagai NUG, yang dapat berkembang baik ke fasial atau lingual dan
melibatkan jaringan lunak sekitarnya dan membentuk area yang disebut
necrotizing ulcerative mucositis. Zona nekrosis juga dapat berkembang pada
jaringan lunak yang tidak berhubungan dengan gingiva, terutama pada area
trauma. Nekrosis ini dapat berkembang ke jaringan yang lebih dalam selama
beberapa hari ke depan, dapat berkembang pula zona berwana hitam kebiruan
pada kulit diatasnya.
62
Gambar 2.43 Noma. Nekrosus orofasial kehitaman dan ekstensif pada pipi kanan
seorang pasien imunokompromis
Tidak seperti infeksi lainnya, proses infeksi ini tidak mengikuti lapisan
kulit dan cenderung menyebar ke lapisan anatomis seperti otot. Area pewarnaan
ini juga menjadi area nekrosis berwarna kekuningan yang juga sering menyebar
ke tulang terdekat, mungkin dapat terjadi osteomyelitis dengan area yang luas.
Biasa terjadi bau mulut, sakit yang signifikan, demam, malaise, takikardi,
meningkatnya angka pernafasan, anemia, leukositosis, dan limfadenopati regional.
Lesi dapat bertambah pada area yang jauh seperti kulit kepala, leher, telinga,
bahu, dada, perineum, dan vulva.
Mayoritas anak yang terinfeksi mengalami berhentinya pertumbuhan
(pengerdilan). Diduga bahwa keterlambatan pertumbuhan intrauterine atau
kelahiran premature dapat menjadi predisposisi bagi perkembangan noma
kedepannya. Beberapa lainnya menduga bahwa infeksi dengan virus herpes,
seperti
sitomegalovirus,
dapan
menurunkan
imun
dan
meningkatkan
perkembangan noma.
b.
Perawatan
Selain pemberian antibiotik yang tepat dan perawatan luka, klinisi juga
63
Aktinomikosis
Aktinomikosis adalah infeksi bakteri anaerob gram positif yang bercabang
64
plak dan kalkulus, dentin karies, sulkus gingiva, dan poket periodontal. Koloni
pada kriptus tonsilar dapat membentuk massa keras dan cukup besar sehingga
pasien dapat merasa adanya sumbatan pada kriptus. Aktinomikosis paling banyak
disebabkan oleh Actinomyces israelii, lalu kemudian A. viscosus menempati posisi
kedua. Sedangkan A. naeslundii, A. odontolyticus, A. meyeri, A. pyogenes, dan A.
bovis jauh lebih jarang menginfeksi, begitu juga dengan Arachnia propionica dan
Bifidobacterium dantium. Pada kebanyakan kasus, organisme primer ini
bersinergi dengan streptokokus dan stafilokokus.
a.
Tanda Klinis
Aktinomikosis dapat menjadi infeksi cengan progresi cepat dan akut, atau
sebagai lesi yang menyebar perlahan dan kronis, hal ini berkaitan dengan fibrosis.
Reaksi supuratif dari infeksi ini dapat menghasilkan flek kuning besar yang
menggambarkan koloni bakteri yang disebut granul sulfur.
Pada area servikofasial, organisme memasuki jaringan melalui area trauma
utama seperti luka pada jaringan lunak, poket periodontal, gigi nonvital, soket
ekstraksi, atau tonsil yang terinfeksi. Infeksi tidak menyebar pada dataran fasia
dan tidak menngikuti rute limfatik normal dan vaskular. Dapat terlihat perluasan
langsung ke jaringan lunak dan nodus limfatikus terlibat bila hanya mereka berada
pada jalur prosesnya. Area fibrosis yang keras membentuk area abses yang lunak.
Infeksi ini dapat meluas ke permukaan dan membentuk saluran sinus. Terasa sakit
yang minimal. Daerah yang umunya terlibat adalah jaringan lunak pada
submandibular, submental, dan pipi, dan daerah pada sudut mandibular adalah
daerah yang paling sering terinfeksi.
65
66
oleh bakteri dapat mengakibatkan lesi yang sulit disembuhkan dengan perawatan
endodontik standar, namun lesi seperti ini akan tetap terlokalisir dan tidak
berkembang menjadi aktinomikosis sevikofasial yang invasif.
b.
Perawatan
Perawatan pilihan bagi aktinomikosis pada kasus fibrosis kronis adalah
dengan pemberian antibiotik dosis tinggi jangka panjang disertai drainase abses
dan eksisi saluran sinus. Antibiotik dengan konsentrasi tinggi dibutuhkan agar
bisa masuk ke area supuratif dan fibrosis. Meskipun penicillin tetap menjadi
standar pengobatan tanpa pernah dilaporkan terjadinya resistensi secara in vivo,
namun beberapa klinisi percaya bahwa amoxicillin merupakan antibiotik yang
lebih baik. Peneliti lainnya telah menemukan adanya resistensi penicillin secara in
vitro dan merekomendasikan tetrasiklin yang sama efektifnya dengan penicillin
dan merupakan obat pilihan
67
68
Lesi oral ditandai dengan bentuk yang lunak, sedikit lebih tinggi, plak putih, dan
ketika dihapus meninggalkan permukaan mentah dan menyakitkan. Tanda ini
adalah sarana utama klinis untuk bisa membedakan moniliasis dari lesi putih
lainnya yang muncul dalam mulut. Setiap area mukosa oral mungkin akan
terpengaruh, termasuk bibir, yang menjadi terkikis dan retak (terutama pada
komisura labial) menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai perleche.
Diagnosis kandidiasis biasanya dibuat secara klinis, khususnya di masa kanakkanak. Diagnosis pasti dapat diperoleh dengan mengoleskan fragmen materi plak
pada slide mikroskopis dan menambahkan materi plak dengan kalium hidroksida
20%. Pengamatan adanya jalinan hifa dan spora mengkonfirmasikan kebenaran
diagnosis.
Perawatan
Beberapa obat antifimgal telah dikembangkan untuk menangani
69
Nistatin
Pada 1950-an nistatin antibiotik poliena adalah pengobatan pertama
Amphotericin B
Selama bertahun-tahun di Amerika Serikat, penggunaan amfoterisin B
dibatasi terhadap pengobatan intravena (IV) dari infeksi jamur sistemik yang
mengancam jiwa. Obat ini kemudian menjadi tersedia sebagai suspensi oral
untuk penanganan kandidiasis oral. Sayangnya, ketertarikan dalam formulasi
obat ini berkurang, dan tidak lagi dipasarkan di Amerika Serikat.
Agen Imidazole
70
Clotrimazole
Seperti nistatin, clotrimazole tidak diserap dengan baik dan harus
diberikan beberapa kali setiap hari. Hal ini dirumuskan sebagai troche yang
rasanya enak (lozenge) dan menghasilkan beberapa efek samping.
Kemanjuran agen ini dalam mengobati kandidiasis oral dapat dilihat pada
Gambar. 6-12. Krim Klotrimazol juga pengobatan yang efektif untuk cheilitis
angular, karena obat ini memiliki sifat antibakteri dan antijamur.
Ketokonazole
Ketokonazol adalah obat antijamur pertama yang bisa diserap di
71
pseudomembranosa
adalah
infeksi
oportunistik
yang
72
kebersihan
mulut
yang
buruk
dan
xerostomia
adalah
factor
predisposisinya. Jadi perokok dan pemakai gigi palsu biasanya terkena. Diabetes
mellitus dan infeksi HIV juga dapat merupakan kontributor. Daerah-daerah yang
paling sering terkena adalah dorsum lidah, palatum, mukosa bukal, dan komisura
labial. Lesi mempunyai tepi yang sedikit menonjol, permukaan yang lembek
berwarna putih keabuan dan zona merah yang disebabkan oleh kerusakan mukosa.
Kandidiasis hiperplastik kronis tidak bisa dikerok, maka diagnosis harus
dibuat dengan biopsi. Dengan aplikasi agen antijamur topical yang cukup, kondisi
ini akan menghilang.
dengan
bentuk
pseudomembran,
pasien
dengan
73
topical dapat menimbulkan kandidiasis atropik akut. Infeksi jamur ini adalah hasil
dari ketidakseimbangan ekosistem mulut anatara Lactobacillus acidophilus dan C.
albicans. Antibiotic
Lactobacillus
dan
yang
diminum
memungkinkan
pasien
organisme
dapat
mengurangi
candida
Figure 4.46
Erythematous candidiasis
merebak.
populasi
Infeksi
97
74
dari permukaan lidah merupakan hal yang biasa ditemukan. Diagnosis dibuktikan
dengan terlihatnya kumpulan organisme atau bentuk hifa pada hapusan sitologis
yang diberi pewarna.
2.3.2
daerah sudut mulut. Hal ini dapat disebabkan salah satunya oleh infeksi jamur
Candida Albicans. Etiologi lain dari kelainan ini antara lain adalah trauma
mekanis, bakteri staphylococci dan streptococci, dan defisiensi nutrisi. Rasa tidak
nyaman disebabkan oleh gerak membuka mulut menjadi terbatas. Faktor
predisposisinya mencakup nutrisi yang buruk, hilangnya dimensi vertical, dan
asupan sukrosa yang tinggi.
Kondisi ini ditandai dengan eritema, maserasi, erosi, dan krusta pada
daerah komisura. Umumnya, lesi ini tidak melewati batas mukoutaneus. Sensasi
rongga mulut seperti terbakar dan kering dapat terjadi. Remisi dan eksaserbasi
adalah gejala yang umum. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan penemuan
75
Histoplasmosis
Histoplasmosis, infeksi jamur sistemik yang paling umum di Amerika
Perawatan
Pengobatan pilihan adalah Amfoterisin B. intravena terutama dalam kasus
yang parah. Namun, kerusakan ginjal yang signifikan dapat dihasilkan dari terapi
76
ini oleh karena itu, itraconazole dapat digunakan pada pasien non imuno supresi
karena dikaitkan dengan efek samping yang lebih sedikit, tetapi obat ini
memerlukan dosis harian untuk setidaknya 3 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
Dunitz, M. 1999. Hand Book of Oral Disease : Diagnosis and Management.
Thieme New York
Langlais,Robert P. 2013. Atlas Berwarna Lesi Mulut Yang Sering Ditemukan. Ed.
4. Jakarta: EGC
Lawler, W., Ahmed, A., Hume, W.J., 1992. Buku Pintar Patologi Untuk
Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC
Stewart, Ray E. 1982. Pediatric Dentistry : Scientific foundations and clinical
practice. Mosby Company
1. Stewart, Ray E. 1982. Pediatric Dentistry : Scientific foundations and
clinical practice. Chapter 9:Oral Manifestation of infectious Diseases.
Mosby Company:240-248
2. Raon, Tandon S. Textbook of Pedodontics. Chapter 60:Lesions of Oral
Mucosa in children:788-820
3. Neville Brad, Douglas. 2009. Oral and Maxilofacial Pathology, Third
Edition. Chapter 7:Viral Infections:240-284
4. Samaranayake L. Third ed: Essential Microbiology for Dentistry. Elsevier.
Chapter 30:173-175, 243-250
5. Welburry Richard, Monty. 2005. Third Ed: Paediatric Dentistry. Oxford.
6. Heerden Van. 2006. Oral Manifestation of Viral Infection. 48(8):20-24
7. Greenberg,dkk, 1994, Ilmu Penyakit Mulut Diagnosis dan Terapi, edisi 8,
Bina Rupa Aksara, Jakarta.
77
8. Langlais dan Miller., 2000, Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang
Lazim, Hipocrates, Jakarta.
9. Wiriwan, Elly, 1998, Tinjauan Klinis Penyakit Mulut, Widya Medika,
Jakarta.
Neville, Brad W. et al. Oral and Maxillofacial Pathology. 3rd ed. Saunders
Elseviers. 2009.
Tandon, Shoba. Textbook of Pedodontics. 1st ed. Paras Publishing. 2001
Stewart, Ray. E. Pediatric Dentistry: Scientific Foundations and Clinical Practice.
Mosby, 1982.
http://emedicine.medscape.com/article/214100-overview