Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini harus lebih ditingkatkan. Hal
ini tentu harus dilakukan guna melahirkan generasi-generasi penerus bangsa
yang mantap. Pendidikan bukan hanya proses mentransfer ilmu dari pendidik
kepada peserta didik. Namun, makna pendidikan lebih luas yang juga
mencakup hal pembentukan karakter dan penguatan mental bangsa.
Pendidikan yang berhasil bukan hanya saat pendidikan tersebut melahirkan
individu yang dapat bersaing dengan kemajuan ilmu pengetahuan secara
global saja tetapi juga dapat membentuk individu menjadi lebih matang
secara intelektual dan emosional. Karena pada hakikatnya, pendidikan adalah
untuk memanusiakan manusia.
Akhir-akhir ini, khususnya di kota-kota besar, kita dapat melihat
bingkai hasil dari kurangnya penanaman dan pendidikan karakter dalam
pendidikan di Indonesia. Tawuran yang terjadi saat ini bukanlah merupakan
kasus baru yang tabu. Sebagian masyarakat bahkan menganggap hal itu wajar
terjadi dalam penuhnya gejolak masa remaja. Seperti yang kita tahu, tawurantawuran itu hampir sebagian besar dilakukan oleh remaja dengan rentang
umur antara 13-18 tahun. Sangat disayangkan, masa remaja yang identik
dengan masa menuju pendewasaan dipenuhi dengan tindakan-tindakan
kekerasan yang brutal. Kekerasan itu dilakukan bahkan hanya karena halhal
sepele. Hal ini tentu saja tidak baik bagi perkembangan mereka. Bila di tahap
perkembangan ini mereka selalu berasumsi bahwa setiap permasalahan dapat
diselesaikan dengan kekerasan maka kedepannya mereka akan menjadi
individu yang kasar dan semena-mena. Individu semacam ini tentu saja tidak
dapat diharapkan bagi kemajuan bangsa.
Dampak negatif dari tawuran tersebut bisa dikatakan tidak sedikit.
Selain tidak baik untuk perkembangan remaja yang menjadi subjek tawuran,

tawuran pun dapat merusak sarana setempat, merugikan lingkungan sekitar


dan bahkan dapat menyebabkan banyak korban berjatuhan. Korban dalam
tawuran bukan hanya korban luka-luka saja, melainkan ada pula beberapa
kasus tawuran yang memakan korban jiwa. Hal ini tentu sangat mengerikan
dan memprihatinkan bagi kita semua. Seperti yang baru-baru ini terjadi.
Tawuran antara siswa SMA Negeri 6 dan SMA Negeri 70 di bundaran
Bulungan, Jakarta Selatan, Senin, 24 September 2012, menyebabkan seorang
siswa SMA Negeri 6 tewas. Korban tewas tersebut bernama Alawi, ia tewas
beberapa jam setelah dilarikan ke Rumah Sakit Muhammadiyah dengan luka
bacokan tepat di bagian dadanya.
Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya tawuran ini pun
beragam, mulai dari kurangnya penanaman pendidikan karakter di sekolah,
kurangnya sikronisasi antara pendidikan di rumah dan di sekolah, tontonan di
televisi yang banyak mengandung unsur kekerasan dan permusuhan, serta
masih banyak lagi faktor lainnya. Biasanya kasus tawuran ini dibebankan
kepada pihak sekolah. Pihak sekolah di anggap kurang baik melakukan
pengawasan terhadap siswa-siswanya. Padahal bukan hanya sekolah saja
yang patut bertanggung jawab penuh terhadap aksi tawuran ini, melainkan
kita sebagai makhluk yang hidup bersama dan saling membutuhkan
mempunyai kawajiban yang sama dalam menuntaskan aksi-aksi tawuran yang
terjadi.
Kasus tawuran ini cukup penting kita bahas tuntas dari mulai faktor,
penyebab umum, sampai penanganan yang tepat bahkan solusi untuk
permasalahan ini. Selain itu, keterkaitan tawuran dengan perkembangan pada
masa remaja menjadi hal yang pokok dalam pembahasan masalah ini.
Perkembangan yang dibahas bukan hanya perkembangan mereka sebagai
individu saja melainkan perkembangan mereka sebagai peserta yang sedang
menempuh pendidikan formal. Seperti yang kita ketahui, biasanya tawuran ini
dilakukan oleh remaja yang sedang menduduki bangku sekolah, terutama

sekolah menengah. Bahkan, seringnya terjadi tawuran adalah ketika mereka


pulang sekolah dan masih mengenakan seragam sekolah asalnya.
1.2 Batasan Masalah
Mengingat banyaknya permasalahan yang akan dibahas serta
keterbatasan kemampuan, waktu dan tenaga maka makalah ini hanya akan
membahas masalah mengenai keterkaitan perkembangan masa remaja dalam
lingkup pendidikan formal dengan tawuran.
1.3 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.

Hubungan perkembangan peserta didik dengan tawuran.


Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tawuran.
Dampak yang terjadi akibat tawuran.
Solusi untuk menuntaskan tawuran.

1.4 Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk :
1. menekankan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia saat ini harus lebih
ditingkatkan, khususnya pada pendidikan karakter,
2. mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelajar melakukan tawuran
dan keterkaitannya dengan masa perkembangan mereka,
3. menjelaskan dampak-dampak negatif yang timbul akibat tawuran,
4. memaparkan beberapa solusi untuk menangani permasalahan tawuran.
1.5 Manfaat
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat memberikan
manfaat berupa pengetahuan dan informasi baru mengenai perkembangan
masa remaja dalam lingkup pendidikan formal dengan tawuran, memperoleh
fakta dan bukti yang akurat yang disajikan sebagai salah satu rujukan untuk
bahan introspeksi bagi kita semua dalam kesenantiasaan untuk memperbaiki
dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

1.6 Metode Penulisan


Metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini adalah studi
pustaka.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
Kesepakatan para ahli menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
perkembangan itu adalah suatu proses perubahan pada seseorang kearah yang
lebih maju dan lebih dewasa, namun mereka berbeda-beda pendapat tentang
bagaimana proses perubahan itu terjadi dalam bentuknya yang hakiki. (Ani
Cahyadi, Mubin, 2006 : 21-22). Perkembangan ini dialami oleh setiap individu,
tak terkecuali dengan pelajar sekolah menengah. Pelajar sekolah menengah adalah
remaja berusia sekitar 13-18 tahun. Remaja berasal dari kata adolescre yang
berarti menuju kedewasaan. Pada masa remaja umum sekali terjadinya berbagai
gejolak dalam jiwa yang berkaitan erat dengan kebebasan dan keterhendakan
mengekspresikan diri. Bila perkembangan dalam tahap ini berjalan begitu saja
tanpa pengawasan, pembatasan dan pendidikan yang baik, remaja akan cenderung
berbuat sesuka hati dan tak ingin terkekang oleh apapun.
Seperti kasus yang sering terjadi di dunia remaja yang sejak dulu belum
dapat tertangani dengan baik, yaitu tawuran. Dalam kamus bahasa Indonesia
tawuran dapat diartikan sebagai perkelahian yang meliputi banyak orang
(Lucky, 2011). Tentu saja tawuran ini sangat berkaitan dengan tindak kekerasan
yang tidak layak dilakukan. Kekerasan ini tidak dilakukan begitu saja oleh para
remaja. Pada masa remaja, perkembangan sikap cenderung mengikuti opini atau
kebiasaan lingkungan sekitarnya. Berkaitan dengan hal ini, Craig A. Anderson dan
Brad J. Bushman dalam penelitiannya Effect Of Violent Video Games On
Aggressive Behavior, Aggressive Cognitiom, Aggressive Affect, Physiological
Arousal, And Prososial Behavior menemukan bahwa video-game kekerasan
mengajukan suatu ancaman kesehatan-masyarakat terhadap anak-anak dan
remaja, khususnya para individu usia mahasiswa dimana video game kekerasan
berhubungan secara positif dengan tingkat agresi yang dipertinggi pada dewasa
muda dan anak-anak. Selain itu, video game kekerasan berhubungan secara positif
dengan mekansime-mekanisme utama yang mendasari efek-efek jangka panjang
terhadap perkembangan kepribadian yang agresif kognisi agresif. ( Widodo,
2012). Selain video game yang menjadi permainan kegemaran para remaja,

tontonan televisi pun cukup mempengaruhi perkembangan remaja pada saat ini.
Program-program yang ditayangkan di televisi sering menampilkan halhal yang
kurang baik pada perkembangan remaja yang sedang gemar-gemarnya mencari
tokoh idola yang juga akan mempengaruhi perilakunya. Pengamat pendidikan
Utomo Danan Jaya seperti yang dilansir Kompas (26/9/2012), mengungkapkan,
kembali maraknya tawuran antar pelajar dipengaruhi oleh kondisi sosial
masyarakat yang terus menggerus karakter para pelajar. Generasi muda
disuguhkan informasi yang lebih banyak mempertontonkan tokoh masyarakat
yang berperilaku buruk, jauh dari ekspektasi yang seharusnya menjadi teladan.
Seharusnya tokoh masyarakat memberi contoh bagaimana cara sopan santun,
menghargai sesama, jujur, dan arif. Tetapi yang dipertunjukkan justru sebaliknya.
Saat individu memasuki masa remaja, ia mulai mengenal banyak hal di
sekitarnya. Pada masa ini pula perkembangan sosial seorang individu akan sangat
mempengaruhi pola pikir dan tingkah lakunya. Syamsu Yusuf (2007) menyatakan
bahwa perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan
sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ;
meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Perkembangan sosial ini menuntut setiap individu untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan masyarakat sekitar dengan intensitas yang cukup tinggi. Ia harus
mampu menyesuaikan diri dan menentukan lingkungan yang baik untuk
tempatnya berada. Bila tidak, ia akan terbawa-bawa dan menjadi labil, sehingga
ia akan mudah terpengaruh untuk melakukan tindakan-tindakan negatif yang
merugikan dirinya maupun orang lain, seperti tawuran.
Selain itu, menurut Hawari (dalam Zaini, 2012) berdasarkan hasil
penelitian ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan
tidak berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi anak.
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja
digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency).
Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis
delikuensi yaitu situasional dan sistematik.

1. Delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang


mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul
akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.
2. Delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di
dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan
kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi.
Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat melakukan apa yang
diharapkan oleh kelompoknya. Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa
remaja seorang remaja akan cenderung membuat sebuah genk yang mana
dari pembentukan genk inilah para remaja bebas melakukan apa saja
tanpa adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi karena ia berada
dilingkup kelompok teman sebayanya (Widodo, 2012).
Dampak-dampak yang muncul akibat tawuran dapat dikatakan cukup
banyak. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas
mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas.
Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta
fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses
belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para
pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian
dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah
cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya
memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir
ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup
bermasyarakat di Indonesia.
Menurut Dryfoos untuk mengatasi tawuran pelajar atau kenakalan remaja
pada umumnya harus diadakan program yang meliputi unsur-unsur berikut :
a. Program harus lebih luas cakupannya daripada hanya sekedar berfokus pada
kenakalan.
b. Program harus memiliki komponen-komponen ganda, karena tidak ada satu pun
komponen yang berdiri sendiri sebagai peluru ajaib yang dapat memerangi
kenakalan.

c. Program harus sudah dimulai sejak awal masa perkembangan anak untuk
mencegah masalah belajar dan berperilaku
d. Sekolah memainkan peranan penting
e. Upaya-upaya harus diarahkan pada institusional daripada pada perubahan
individual, yang menjadi titik berat adalah meningkatkan kualitas pendidikan
bagi anak-anak yang kurang beruntung
f. Memberi perhatian kepada individu secara intensif dan merancang program
unik bagi setiap anak merupakan faktor yang penting dalam menangani anakanak yang berisiko tinggi untuk menjadi nakal
Manfaat yang didapatkan dari suatu program sering kali hilang saat
program tersebut dihentikan, oleh karenanya perlu dikembangkan program yang
sifatnya

berkesinambungan.

BAB III
PEMBAHASAN

Perkembangan secara umum dapat diartikan sebagai proses pematangan


atau proses menuju kedewasaan. Perkembangan ini berupa perubahan kualitatif
yang akan terus berlangsung selama manusia hidup. Berbeda dengan pertumbuhan
yang akan terhenti ketika sesorang memasuki usia tertentu.
Masa perkembangan remaja sering sekali disebut sebagai masa pencarian
jati diri. Hal ini karena masa remaja adalah proses menuju kedewasaan. Karakter
dan keberhasilan seseorang ketika ia dewasa akan sangat ditentukan pada masa
ini. Biasanya pada masa remaja timbul keinginan untuk bebas, mencari tahu hal
yang baru, mengekspresikan dirinya dan menunjukan keberadaan dirinya pada
orang lain. sehingga bila pada masa ini remaja dididik dengan pengarahan dan
pengawasan yang baik maka ia akan menjadi individu yang matang. Keinginan
mencari tahu hal yang baru akan membuat remaja memiliki wawasan yang luas. Ia
akan cenderung untuk menguasai bidang-bidang yang menjadi minatnya. Namun,
mencari tahu hal yang baru akan menjadi perilaku yang negatif bila seorang
remaja ingin mencari tahu hal-hal yang tidak pantas untuk usianya, seperti
narkoba, minuman keras, rokok, taktik mencuri, tawuran dan lain sebagainya.
Keinginan untuk mengekspresikan dirinya juga akan sangat kental dalam dunia
remaja sehingga ia membutuhkan tempat penyaluran kreativitas. Oleh karena itu,
keluarga di rumah maupun lingkungan di sekolah harus mampu menjadi lahan
yang nyaman bagi seorang remaja dalam penyaluran kreativitasnya sehingga
bakat dan minat yang ada dalam diri seorang individu dapat berkembang dan
menjadi keahliannya di masa yang akan datang. Sekolah harus mempunyai
fasilitas-fasilitas yang cukup untuk mendukung remaja dalam merngekspresian
dirinya ini. Harus dipahami, bahwa prestasi siswa bukan hanya berupa prestasi
akademik saja, melainkan ada pula prestasi dalam bidang seni, olahraga bahkan
bela diri sehingga sangat tidak bijak bila ada seorang siswa yang sangat lemah
dalam hal akademik namun memiliki minat dalam bidang beladiri misalnya, tidak
diarahkan dan diberi fasilitas cukup untuk mengembangkan bakatnya. Remaja
yang merasa kebutuhan akan keinginannya mengkspresikan dirinya tidak
terpenuhi dengan baik oleh lingkungan sekitarnya inilah yang akan menjadi
remaja akan secara mandiri mencari tempat dan kawan cocok dengannya. Bila ia

10

sampai salah memilih lingkungan berpijaknya, ia akan mudah tergelincir ke dalam


perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Apalagi masa remaja adalah masa pencarian
identitas, ia akan pula mulai mencari tokoh idola yang akan mempengaruhi
perilakunya. Selain itu, masa remaja adalah masa yang labil hingga ia akan mudah
terbawa-bawa dan terbawa arus lingkungannya. Jika ia sampai berada dalam
lingkungan yang sering berbuat kriminal, maka ia pun kemungkinan besar akan
turut mengikutinya. Dan jika ia sampai mempunyai tokoh idola seorang mafia
cerdas karena tertarik akan kepintarannya dalam menyususn strategi, maka ia pun
akan cenderung mengikutinya bahkan mungkin pula di masa depannya ia pun
akan menjadi mafia bila ketertarikannya pada hal ini tidak diawasi dan diarahkan.
Salah satu perilaku negatif yang akan timbul akibat kurangnya pendidikan,
pengawasan dan pengarahan pada remaja adalah tawuran. Tawuran terjadi
terkadang hanya karena masalah sepele sehingga tawuran adalah perilaku negatif
yang sangat kekanakan. Para pelaku tawuran ini akan saling serang, saling pukul,
saling tak kasihani dan bahkan saling membunuh. Ada beberapa pula pelaku
tawuran ini yang hanya ikut-ikutan, ia akan memukul siapa saja bahkan ia akan
memukul orang yang tidak dikenalnya. Remaja yang melakukan tawuran ini
biasanya adalah pelajar. Oleh karena itu, hal ini menjadi pertanyaan besar
berbagai pihak. Pelajar yang identik dengan harapan generasi penerus bangsa,
memiliki sikap akademis yang tinggi dan menghabiskan hampir seluruh waktunya
di sekolah secara tidak terkontrol melakukan tindakan yang identik dengan
kebrutalan dan kekerasan seperti itu. Seharusnya, remaja yang berstatus pelajar
yang menghabiskan seluruh waktunya di sekolah akan terbiasa dengan lingkungan
yang ideal, dimana mereka secara kontinu diberikan pengajaran setiap hari oleh
gurunya, adanya peraturan-peraturan yang akan mendisiplinkan perilaku mereka,
tempat penyaluran kreativitas yang sudah tersedia baik di sekolah serta tuntutan
untuk lulus membuat mereka harus berusaha dengan sungguh-sungguh dalam
belajar dan membiasakan diri menghindari pelanggaran peraturan agar mendapat
nilai yang baik. Hal ini tentu saja menjadi perhatian yang cukup serius bagi para
praktisi pendidikan. Apa yang kurang dengan pendidikan sekarang terus digali

11

oleh mereka. Sehingga bila pertanyaan besar itu dapat terjawab, akan sesegera
mungkin dicari solusi yang tepat agar masalah tawuran ini dapat ditangani dengan
baik.
Selain masih kurangnya pendidikan karakter di sekolah yang menjadi
hipotesis para ahli pendidikan akan penyebab terjadinya tawuran ini, game
kekerasan dan tontonan televisi pun kemungkinan menjadi penyebab terjadinya
degradasi moral para remaja saat ini. Game kekerasan yang identik dengan pukul
memukul, saling melukai bahkan bunuh membunuh ini secara tidak remaja sadari
akan berpengaruh terhadap perilaku mereka. Bermain game boleh saja bila ia
dapat mengambil pelajaran tentang taktik-taktik dan strategi yang ada dalam game
sehingga ia akan berkembang menjadi pribadi yang cukup cerdas dan tanggap
dalam mencari solusi. Oleh karena itu, butuh pengkontrolan dan pengarahan yang
baik pada remaja yang gemar dalam bermain game, jangan sampai mereka
menjadi pribadi yang kasar akibat pengaruh dari apa yang mereka mainkan di
game tersebut. Tontonan televisi pun pada saat ini banyak menontonkan adeganadegan kekerasan bahkan permusuhan-permusuhan. Ada pula beberapa acara
televisi yang mempertontonkan perilaku remaja yang tidak baik, seperti saling
ejek, saling mengintimidasi, saling bermusuhan, saling berebut pacar dan lain
sebagainya. Tontonan televisi itu justru mengindahkan prilaku anak sekolah yang
sesungguhnya dimana pada masa sekolah mereka seharusnya salig berkompetisi
dalam akademik, saling menunjukan bakat dan kreativitasnya, penanaman
kedisiplinan yang tinggi oleh pihak sekolah dan gaya berpakaian yang layak bagi
anak seusianya. Tontonan-tononan televise yang seperti inilah yang secara tidak
langsung mengikis moral-moral para pelajar kini sehingga ia akan cenderug
berbuat seperti apa yang dicontohkan oleh game dan tontonan televisi yang tidak
baik tersebut.
Perkembagan sosial pada masa remaja akan sangat menonjol di kehidupan
mereka. Remaja yang sebelumnya melewati tahap perkembangan mereka sebagai
anak-anak yang masih memiliki ketergantungan yang sangat tinggi pada orang tua
dan keluarga mereka ketika beranjak menuju remaja akan ada banyak hal baru di

12

sekitar mereka. Mereka akan mulai mengenal banyak orang dengan berbagai
karakter dan mereka pun akan mulai mencari teman sekawannya untuk melewati
hari-hari mereka bersama. Makin bertambah umur, si anak makin memperoleh
kesempatan lebih luas untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan temanteman sebaya nya, sekalipun dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan umur
yang relatif besar tidak menjadi sebab tidak adanya kemungkinan melakukan
hubungan-hubungan dalam suasana bermain. Remaja juga makhluk sosial yang
pasti membutuhkan kehadiran orang lain di sekitanrnya. Sedangkan sebagai
makhluk sosial manusia termasuk remaja harus tunduk pada hal-hal lain di luar
dirinya, baik itu nilai, norma dan hukum. Dan dalam kehidupan sehari-hari pun
manusia tidak bisa lepas dari pengaruh orang lain, manusia perlu penilaian dan
penghargaan dari orang lain, serta ada kebutuhan sosial untuk hidup berkelompok
dengan orang lain. Bila pada proses perkembangan sosial ini, remaja tidak
diarahkan dengan baik, maka ia akan bergaul dan bersosialisasi dengan
lingkungan yang tidak baik. Misalnya, bila mereka salah bergaul dengan orangorang yang brutal dan menjunjung tinggi aksi kekerasan, mereka akan secara
sadar atau tidak akan turut pula dalam arus kebrutalan dan kekerasan itu. Dalam
kasus tawuran, ada beberapa di antara remaja yang ikut tawuran hanya karena
bentuk solidaritas mereka terhadap teman yang sakit hati oleh pihak tertentu. Hal
ini tentu saja bukanlah bentuk solidaritas yang positif. Bagaimanapun sikap balas
dendam dan ikut-ikutan dalam dunia remaja ini harus ditangani dengan baik.
Lingkungan keluarga menjadi tombak dalam perkembangan anak. Selain
itu, figur orang tua dalam hal ini cukup penting. Karena orang tua adalah orang
yang paling dekat dengan seorang individu. Hadirnya sosok orang tua dalam
kehidupan remaja harus menjadi teladan dan pengarah yang baik sehingga
perkembangan remaja dapat terarah dan menjadi pribadi yang baik. Seorang anak
yang berkepribadian baik dia akan selalu bisa menempatkan dirinya, baik di
lingkungan keluarganya, di lingkungan masyarakat tempat tinggalnya, di
lingkungan pendidikannya, maupun di lingkungan masyarakat umum, sehingga
dia bisa diterima, di hormati, dan dihargai oleh orang lain apakah itu orang yang

13

lebih tua, teman sebaya maupun yang lebih muda. Di lingkungan sekolah
kepribadian seorang anak atau siswa akan terlihat dari sikap dan perilakunya.
Kepribadian yang baik dirumah akan terbawa ke sekolah ataupun lingkungan
masyarakat lainnya, demikian pula sebaliknya. Jadi didikan orang tua sangat
mempengaruhi pembentukan kepribadian seorang anak. Oleh sebab itu dapat kita
simpulkan bahwa lingkungan keluarga adalah pembentuk kepribadian awal
seorang anak, sedangkan dalam proses kematangan kepribadiannya ada faktor
lingkungan dan faktor-faktor lain yang turut membentuk dan mengisi kepribadian
seorang anak.
Harus disadari penuh bahwa dampak dari tawuran ini tidak sedikit.
Dampak tawuran bukan hanya akan dirasakan oleh pelaku tawuran saja, tetapi
juga akan dirasakan oleh keluarga, sekolah dan masyarakat sekitar. Tawuranpun
akan merusak fasilitas umum, seperti halte, angkutan umum dan fasilitas lainnya.
Tawuran yang biasanya dilakukan pelajar pada saat pulang sekolah juga akan
menyeret nama sekolah asal mereka. Karena sebagian besar kasus tawuran yang
terjadi adalah saat mereka masih mengenakan seragam sekolah asalnya. Belum
lagi bila ada korban yang luka-luka atau bahkan meninggal. Dan dampak yang
paling besar dan mengkhawatirkan adalah pada pengaruh perkembangan
psikologis remaja dimana dalam tawuran ini tentu saja mengajarkan pengalamanpengalaman kekerasan, pemusuhan, saling dendam dan benci, tak adanya sikap
toleransi dan saling memaafkan serta sikap kebrutalan yang seharusnya sangat
jauh dari kehidupan pelajar. Bila ini terus dibiarkan, para pelajar akan berasumsi
bahwa kekerasan adalah cara paling efektif dalam pemecahan masalah. Hal inilah
yang menjadi dampak terbesar yang akan memiliki konsekuensi jangka panjang
terhadap dunia pendidikan Indonesia.
Mengingat banyaknya dampak yang akan timbul bila tawuran ini terus
dibiarkan,

maka

harus

ada

upaya-upaya

untuk

meminimalisir

bahkan

menuntaskan permasalahan tawuran ini. Upaya tersebut harus dilakukan oleh


pribadi (dalam hal ini adalah pelajar), keluarga, sekolah dan masyarakat.
Upaya yang dapat dilakukan oleh diri sendiri:

14

1. Menambah kedekatan dengan yang Maha Kuasa dan menyadari seutuhnya


bahwa manusia hidup di dunia adalah untuk menjaga bumi dan saling
memberi kasih sayang semasa makhluk yang ada di bumi.
2. Menanamkan kuat dalam diri bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang
bermanfaat bagi orang lain.
3. Menghindari sikap-sikap permusuhan dan mengembangakan sikap saling
memaafkan.
4. Dapat memilah tontonan yang baik bagi perkembangan pribadi.
5. Belajar sungguh-sungguh untuk menggapai cita-cita.
Upaya yang dapat dilakukan oleh keluarga antara lain:
1.
2.
3.
4.

Menciptakan suasana yang aman dan nyaman di rumah


Memberikan batasan yang tepat pada anak saat menonton televisi
Memotivasi anak untuk belajar dengan baik
Bersikaplah agar dapat menjadi teman curhat untuk anak sehingga kita

dapat mengetahui keadaan apa yang sedang dialami oleh anak.


5. Menyediakan fasilitas yang cukup untuk perkembangan minat dan bakat
anak
6. Memeriksa secara kontinu kehadiran dan prestasi anak di sekolah
7. Berkomunikasi dengan pihak sekolah tentang perkembangan anak
Upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat antara lain:
1. Melakukan pengawasan yang baik pada perilaku-perilaku remaja di
lingkungan sekitar
2. Bila terjadi tawuran, segera hadirkan pihak yang dapat melerai tawuran
3. Menyediakan banyak kelompok diskusi di lingkungan sekitar

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perkembangan pada masa remaja adalah proses menuju kedewasaan.
Pada masa ini, remaja akan merasakan banyak gejolak dalam jiwa akan
kehendakan untuk bebas dan mengekspresikan dirinya. Bila pada masa ini,
remaja tidak diawasi dan diarahkan dengan baik maka perkembangan remaja

15

tidak akan terkontrol. Ia akan cenderung berbuat sesuka hati dan semenamena. Salah satu contoh kurangnya pengawasan pada remaja adalah
terjadinya tawuran antar pelajar. Biasanya tawuran sering terjadi pada siswa
yang duduk di sekolah menengah. Tawuran ini tentu saja menjadi
permasalahan yang cukup berat bagi pendidikan di Indonesia. Selain karena
dampak fisik yang timbul akibat tawuran cukup banyak, tawuran pun dapat
menimbulkan dampak psikis yang berjangka panjang pada remaja dan
kemajuan pendidikan Indonesia. Oleh karena itu, butuh upaya-upaya yang
perlu dilakukan oleh berbagai pihak dalam menyelesaikan tuntas
permasalahan tawuran ini.

DAFTAR PUSTAKA

Lucky,

Iftitah. (2011). Makalah Tawuran Pelajar. [Online]. Tersedia:


http://iftitahnj.blogspot.com/2011/06/makalah-tawuran-pelajar.html.
[1
Februari 2013]

Yusuf, Syamsu. (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

16

Widodo.
(2012).
Makalah
Tawuran
Pelajar.
[Online].
Tersedia:
http://widodoakirazu.blogspot.com/2012/09/tawuran-pelajar.html
[3
Februari 2013]
Zaini, Fawaid. (2012). Efektivitas Pendidikan Karakter dalam Menekan
Munculnya
Tawuran
Antar
Siswa.
[Online].
Tersedia:
http://telenteyan.blogspot.com/2012_10_01_archive.html. [2 Februari
2013]

Anda mungkin juga menyukai