Anda di halaman 1dari 9

Perekonomian Indonesia

Distribusi pendapatan dan


kemiskinan

Kelompok 5
Kadek Aryati Margareta

(1106205048)

Ni Kadek Sirma Nila S.

(1106205050)

Ida Bagus Separsa Kusuma

(1106205054)

A.A. Sg. Diah Putri Utami

(1106205056)

Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana
2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas
(ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi
pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari
munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan
semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negatif
terhadap kondisi sosial dan politik.
Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara
sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini.
Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka
kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas
wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin
tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya.
Perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber
daya dan faktor produksi terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak
(kelompok masyarakat) yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh
pendapatan yang lebih banyak pula.
Distribusi pendapatan nasional yang tidak merata, tidak akan menciptakan
kemakmuran bagi masyarakat secara umum. Sistem distribusi yang tidak pro poor hanya
akan menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu saja, sehingga ini menjadi isu sangat
penting dalam menyikapi angka kemiskinan hingga saat ini

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan nasional adalah suatu kondisi yang mencerminkan merata atau

timpangnya pembagian hasil suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy, 1999)


Menurut Irma Adelma dan Cynthia Taft Morris (dalam Lincolin Arsyad, 1997) ada
delapan hal yang menyebabkan ketimpangan distribusi di Negara yang sedang berkembang,
antara lain:
1.

Pertumbuhan penduduk tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per


kapita.

2.

Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional
dengan pertambahan produksi barang-barang.

3.

Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

4.

Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal.

5.

Rendahnya mobilitas sosial

6.

Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan hargaharga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis

7.

Memburuknya nilai tukar bagi NSB dalam perdagangan dengan negara-negara maju,
sebagi akibat ketidak elastisan permintaan negara-negara maju terhadap barang-barang
ekspor NSB

8.
2.2

Hancurnya industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dll.
Teori dan Pengukuran Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua ukuran pokok yang digunakan untuk

tujuan analisis dan kuantitatif yaitu;


2.2.1 Distribusi Pendapatan Ukuran (Size Distribution of Income)
Yang diperhatikan di sini adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima
seseorang. Terdapat tiga alat ukur tingkat ketimpangan pendapatan dengan bantuan
distribusi ukuran pendapatan, yakni :
(1)

Rasio Kutnezs sering digunakan sebagai ukuran ingkat ketimpangan antara dua
kelompok ekstrem, yaitu kelompok yang sangat miskin dan kelompok yang
sangat kaya di satu Negara.

(2)

Kurva Lorenz Kurva Lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif aktual antara


presentase penerima pendapatan dengan presentase pendapatan total yang benarbenar diterima oleh penduduk.
Gambar 1 : Kurva Lorenzs
Distribusi Pendapatan Merata Distribusi Pendapatan
Tidak Merata

Garis diagonal merupakan garis "pemerataan sempurna" (perfect equality)


dalam distribusi ukuran pendapatan. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke
diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang
semakin merata dan sebaliknya.
(3)

Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan Agregat


Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang
relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung
rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan
luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
Gambar 2 : Koefisien Gini
Koefisien

Gini

adalah

suatu

koefisien yang, berkisar dari angka 0-1,


menjelaskan

kadar

(ketimpangan)

kemerataan

distribusi

nasional.

Semakin

mendekati

0)

kecil

koefisiennya,

pendapatan
(semakin
pertanda

semakin baik atau merata distribusi. Di lain pihak, koefisien yang semakin besar
(semakin mendekati 1) mengisyaratkan distribusi yang semakin timpang. Angka
rasio gini dapat ditaksirkan secara visual langsung dari kurva Lorenz, yaitu
perbandingan luas are yang terletak diantara kurva Lorenz dan diagonal terhadap
luas area segitiga BCD. Semakin melengkung kurva Lorenz, maka akan semakin
luas area yang dibagi. Rasio gini yang semakin besar, menyiratkan distribusi
pendapatan yang semakin timpang.
Tabel 1 : Ukuran Ketimpangan Agregat
Nilai Koefisien

Distribusi Pendapatan

< 0,4
Tingkat ketimpangan rendah
0,4 0,5
Tingkat ketimpangan sedang
> 0,5
Tingkat ketimpangan tinggi
2.2.2 Distribusi Pendapatan Fungsional (Functional Distribution of Income)
Distribusi pendapatan fungsional atau pangsa distribusi pendapatan per faktor
produksi (functional or factor share distribution of income) menjelaskan proporsi dari
pendapatan yang diterima oleh tiap faktor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal).
Setiap faktor produksi memperoleh imbalan sesuai dengan distribusinya pada
produksi nasional. Distribusi Pendapatan yang didasarkan pada pemilik faktor produksi
ini akan berkaitan dengan proses pertumbuhan pendapatan. Pertumbuhan pendapatan
dalam masyarakat yang didasarkan pada kepemilikan faktor produksi dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu:
1. Pendapatan karena hasil kerja yang berupa upah/gaji dan besarnya tergantung
tingkat produktivitas.
2. Pendapatan dari sumber lain seperti sewa, laba, royalti, bunga, hadiah/warisan.
2.3 Perkembangan Indeks Ketimpangan
Jika kita bergerak dari periode 1970an ke periode 2000an, maka dapat kita katakan
bahwa tidak terjadi perubahan yang berarti mengenai ketimpangan distribusi pendapatan di
Indonesia, masih tetap secara umum berada pada ketimpangan yang sedang baik ditunjukkan
oleh koefisien Kuznets maupun koefisien Gini. Pada awal periode (2002-2004) bagian
pendapatan yang diterima oleh 40 persen termiskin relatif tetap sekitar 20 persen dan bagian
yang diterima oleh 20 persen terkaya juga tetap (sekitar 42 persen), sehingga koefisien
Kuznets juga relatif konstan (bedanya 0,01 karena pembulatan), dan koefisien Gini juga
menunjukkan hal yang sama dari 0,33 (pada tahun 2002)menjadi 0,32 pada dua tahun setelah
itu.
Tabel 2 : Persentase Pendapatan yang Diterima Oleh Berbagai Kelompok Penduduk di
Indonesia, Rasio Kutnezs dan Gini Rasio tahun 2002 2007
Kelompok Penduduk
2002
2003
2004
2005
2006
2007
40% Terendah
20,92
20,57
20,80
18,81
19,75
19,10
40% Menengah
38,89
37,10
37,13
36,40
38,10
36,11
20% Terkaya
42,19
42,33
42,07
44,78
42,15
44,79
Rasio Kutnezs
0,50
0,49
0,49
0,42
0,47
0,43
Rasio Gini
0,33
0,32
0,32
0,36
0,33
0,37
Dari tahun 2004 ke 2005 distribusi pendapatan menjadi sedikit lebih buruk, bagian yang
diterima oleh 40 persen termiskin menurun dan bagian yang diterima oleh 20 persen terkaya
meningkat sehingga koefisien Kuznets mengalami penurunan. Hal ini juga ditunjukkan oleh
koefisien

Gini

yang

menunjukkan

distribusi

pendapatan

menjadi

lebih

timpang. Memburuknya distribusi pendapatan dari tahun 2006 ke 2007 (ditunjukkan oleh

menurunnya koefisien Kuznets dan menaiknya koefisien Gini) mungkin dapat dijelaskan
karena adanya kenaikan harga-harga sebagai akibat naiknya harga bensin ketika itu. Kenaikan
harga-harga rupanya lebih menguntungkan kelompok kaya dibandingkan dengan kelompok
miskin, sebagaimana diperjuangkan oleh para demonstran yang menentang kenaikan harga
premium waktu itu.
2.4 Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan
dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses
terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
Gambaran kekurangan materi. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi

kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.


Gambaran tentang kebutuhan social. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi.
Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna
"memadai"

di

sini

sangat

berbeda-beda

melintasi

bagian-

bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.


2.5 Mengukur Kemiskinan
Kemiskinan

bisa

dikelompokan

dalam

dua

kategori,

yaitu

Kemiskinan

absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang
konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara.
2.5.1

Kemiskinan Relative
Kemiskinan Relative (yang mengaju pada garis kemiskinan) yaitu suatu ukuran

mengenai kesenjangan didalam distribusi pendapatan, biasanya dapat didefisisikan


didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Di negaranegara maju, kemiskinan relative diukur sebagai suatu proporsi dari tingkat pendapatan
rata-rata perkapita. Ukuran kemiskinan relative sangat tergantung pada distribusi
pendapatan/pengeluaran penduduk. Dalam hal mengidentifikasi dan menentukan sasaran
penduduk miskin, maka garis kemiskinan relative cukup untuk untuk digunakan, dan
perlu disesuaikan terhadap tingkat tingkat pembangunan negara secara keseluruhan.
Garis kemiskinan relative tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan
antar negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama.
2.5.2 Kemiskinan Absolute

Kemiskinan absolute ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi


kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan
pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan minimum
diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum
kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang
pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin. Bank
Dunia memerlukan garis kemiskinan absolute agar dapat membandingkan angka
kemiskinan antar Negara. Hal ini bermanfaat dalam menentukan kemana menyalurkan
sumber daya financial (dana) yang ada, juga dalam menganalisis kemajuan dalam
memerangi kemiskinan. Pada umumnya ada dua ukuran yang digunakan oleh Bank
Dunia, yaitu :
a. US $1 per hari dimana diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang
hidup dibawah ukuran tersebut;
b. US $2 per hari dimana lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang dari batas
tersebut. Kedua batas ini adalah garis kemiskinan absolute.
2.6 Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
1. penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari

perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.


2. penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga
3. penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan
kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar.
4. penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain,
termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi.
5. penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil
dari struktur sosial.
2.7 Mengurangi Kemiskinan
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
1. Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin.
2. Bantuan terhadap keadaan individu.
3. Persiapan bagi yang lemah.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Terdapat dua jenis distribusi pendapatan, yaitu ukuran dan fungsional. Dari distribusi
ukuran dapat dibuat kurva Lorenz atau dihitung koefisien Kutnes dan koefisien Gini yang

dapat dipakai untuk tujuan analisis dan kuantitatif tentang keadilan distribusi pendapatan.
Kemudian ukuran pendapatan yang sering dipakai di Indonesia adalah koefisien Kutnes dan
koefisien Gini, sedangkan Kurva Lorenzs tidak.
Distribusi fungsional memberikan kerangka analisis kebijaksanaan yang menjelaskan
keadilan distribusi pendapatan berdasarkan kepemilikan faktor produksi.
Bergerak dari periode 1970-an ke periode 2000-an, maka dapat dikatakan bahwa tidak
terjadi perubahan yang berarti mengenai ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia,
masih tetap pada ketimpangan yang sedang baik ditunjukkan oleh koefisien Kutnezs maupun
koefisien Gini, meskipun pada awalnya (2002-2004) sedikit membaik untuk kemudian
menjadi sedikit lebih timpang pada 2005 dan membaik lagi 2006 untuk akhirnya memburuk
lagi tahun 2007.
Kemiskinan merupakan kendala besar dalam sebuah Negara terutama pada Negara
berkembang seperti Indonesia, dilihat dari jenisnya terdapat berbagai macam katagori dari
kemiskinan baik yang disebabkan oleh kondisi perekonomian maupun budaya-budaya
setempat. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung terlihat pengaruhnya terhadap
tingkat keadaan masyarakat yang berkurang dan bukan hanya taraf hidup masyarakat yang
berkurang tetapi juga pada kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang
tergolong sebagai orang miskin semakin berkurang.

Daftar Pustaka
http://tantitrisetianingsih.blogspot.com/2012/04/struktur-produksi-distribusi-pendapatan.html
http://alfiantoromdoni.blogspot.com/2012/05/struktur-produksi-distribusi-pendapatan.html
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab4struktur_produksi_distribusi_pendapatan_dan_kemiskinan.pdf
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2177548-konsep-dan-definisikemiskinan/#ixzz1qD1baVnr
http://ikesetiani.wordpress.com/2012/03/26/struktur-produksi-distribusi-pendapatan-dankemiskinan/
http://khastuti.blogspot.com/2012/03/struktur-produksi-distribusi-pendapatan.html
http://farhanaperekonomianindonesia-farhana.blogspot.com/2012/05/distribusi-pendapatannasional-dan.html

Anda mungkin juga menyukai