Anda di halaman 1dari 103

Kata Pengantar

Saat pagi dan sore hari di hampir semua kota besar di Indonesia,
kemacetan selalu menjadi pemandangan yang lumrah. Pertumbuhan
jumlah kendaraan bermotor kurang diimbangi dengan pertumbuhan ruas
jalan, di sisi lain ada kecenderungan perilaku pengendara yang tidak
mengindahkan pengendara lain. Jumlah kendaraan yang meningkat dan
juga kondisi kemacetan lalu lintas pada akhirnya menyebabkan emisi gas
buang dari kendaraan bermotor semakin hari semakin meningkat.
Berbagai upaya untuk menanggulanginya telah dilakukan baik dalam
konteks pencegahan, penanggulangan, maupun mitigasi. Di antaranya
adalah dalam bentuk perbaikan kualitas bahan bakar, mempromosikan
teknologi kendaraan yang rendah emisi, mengefektifkan manajemen lalu
lintas, pengetatan standar emisi serta penegakan hukum. Sekali pun
belum semuanya terlaksana secara optimal, upaya yang terintegrasi
dalam konteks pencegahan tersebut telah dan terus dijalankan.
Dalam kerangka mendorong ketersediaan bahan bakar bersih,
Kementerian Lingkungan Hidup melakukan pemantauan kualitas bahan
bakar bensin dan solar untuk kendaraan bermotor di 30 kota. Tahun lalu
kegiatan serupa hanya dilaksanakan di 20 kota. Kegiatan pemantauan
dimaksudkan untuk mengetahui dan kemudian memberikan informasi
kepada masyarakat dan kalangan otomotif tentang kualitas bahan bakar
bensin dan solar yang ada di pasar Indonesia.
Dari hasil pemantauan lapangan terlihat bahwa kualitas bahan bakar
bensin menunjukkan hasil yang mengembirakan. Ada 19 kota yang telah
terbebas dari Timbel, tujuh kota lainnya telah memenuhi persyaratan
kandungan maksimum, walaupun masih ada empat kota lainnya yang
masih memiliki kandungan Timbel lebih dari 0.013 g/l.
Seiring dengan upaya untuk terus memperbaiki kualitas bahan bakar
bensin, kita tidak boleh lupa bahwa saat ini ternyata bahan bakar solar kita
masih memiliki kandungan Sulfur yang cukup tinggi meskipun masih
dalam batasan yang ditetapkan oleh SK Dirjen Migas No .tahun
.(3500 ppm). Dari hasil pemantauan didapatkan bahwa kandungan
Sulfur rata-rata pada bahan bakar solar di 30 kota adalah 2125 ppm.
Angka ini masih cukup tinggi jika kita bandingkan dengan standar Euro 2
(500 ppm).
Ke depan kita akan terus berupaya melakukan perbaikan sehingga pada
akhirnya kualitas udara kita bisa memenuhi standar kesehatan.

Semoga hasil pemantauan kualitas bahan bakar ini dapat bermanfaat


bagi masyarakat sehingga sasaran yang hendak diwujudkan dari program
pengendalian pencemaran udara dapat dicapai seiring dengan upaya
untuk keluar dari krisis bahan bakar minyak.

Executive Summary

Sebagai realisasi dari program Langit Biru, Kementerian Lingkungan


Hidup mengadakan pemantauan rutin tahunan terhadap kualitas bahan
bakar bensin dan solar di Indonesia. Kegiatan ini bertujuan agar bahan
bakar yang beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat dapat dikontrol
kualitasnya. Dengan demikian, data yang diperoleh diharapkan dapat
mendorong dan memacu produsen secara bertahap untuk memproduksi
bahan bakar yang ramah lingkungan.
Secara umum, kegiatan ini dari tahun ke tahun secara bertahap
menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Hal ini dapat diukur dari dua
hal, yaitu bertambahnya kota yang dipantau dan kualitas bahan bakar
bensin dan solar. Pada tahun 2006, KLH memantau kualitas bahan bakar
kendaraan bermotor di 20 kota, sedangkan tahun ini, terdapat
penambahan jumlah kota yang dipantau menjadi 30 kota, yang antara lain:
Ambon, Balikpapan, Banda Aceh, Bandar Lampung, Bandung,
Banjarmasin, Batam, Bengkulu, Denpasar, Gorontalo, Jabodetabek,
Jambi, Jayapura, Kendari, Kupang, Makassar, Manado, Mataram, Medan,
Padang, Palangkaraya, Palembang, Palu, Pangkalpinang, Pekanbaru,
Pontianak, Semarang, Sorong, Surabaya, dan Yogyakarta. Dari segi
jumlah, kota-kota yang dipantau tersebut dapat mewakili seluruh wilayah
Indonesia yang berjumlah 33 provinsi.
Kualitas bahan bakar yang dipasarkan di Indonesia menunjukkan
perbaikan dari tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, pada tahun
2006 dari 20 kota yang dipantau ditemukan bahan bakar bensin masih
mengandung Timbel dengan nilai rata-rata 0,038 gr/l, sedangkan tahun ini
dari 30 kota yang dipantau ditemukan nilai rata-rata 0.0068 gr/lt.
Dari 30 kota yang dipantau, 10 kota kandungan Timbelnya sudah tidak
terdeteksi atau unleaded gasoline. Kota-kota tersebut adalah Bandung,
Denpasar, Makassar, Medan, Surabaya, Ambon, Banjarmasin, Mataram,
Pekanbaru, dan Sorong. Kemudian 19 kota menunjukkan kandungan
timbalnya sama dengan dan atau di bawah ambang maksimum. Kota-kota
tersebut adalah Batam, Jabodetabek, Semarang, Yogyakarta, Balikpapan,
Kupang, Manado, Padang, Palu, Banda Aceh, Bandar Lampung,
Bengkulu, Gorontalo, Jambi, Jayapura, Kendari, Palangkaraya,
Pangkalpinang, dan Pontianak. Sementara kota Palembang yang
terburuk, karena kandungan Timbelnya masih di atas ambang maksimum
0.013 gr/lt dengan nilai rata-rata sebesar 0.021 gr/lt.
Hal ini merupakan pertanda baik bagi upaya pengendalian pencemaran
udara, karena Timbel merupakan faktor kunci keberhasilan penurunan

tingkat pencemaran udara. Apabila bahan bakar sudah bebas Timbel


maka kendaraan dapat dilengkapi dengan catalytic converter yang mampu
mereduksi emisi kendaraan sampai 90 persen.
Parameter lain yang juga dipantau adalah Angka Oktana (RON) bensin.
Dari 30 kota yang dipantau angka rata-rata adalah 88.74 di mana tingkat
maksimal 90.76. Angka ini sudah memenuhi spesifikasi yang ada di Dirjen
Migas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebesar 88.
Walaupun kandungan Timbel pada bahan bakar bensin sudah di bawah
standar, namun ditemukan kenaikan kandungan Sulfur dalam bahan bakar
solar. Hasil pantauan di lapangan menunjukkan kandungan Sulfur dalam
solar di beberapa kota masih di atas 3.500 ppm. Dari 30 kota yang
dipantau, rata-rata kandungan Sulfur adalah 2125 ppm dengan rentang
nilai maksimal 4.600 ppm dan minimal 400 ppm.
Menurut kebijakan yang tertuang di dalam SK Menteri Pertambangan dan
Energi No 1585.k/32-MPE/1999 yang ditetapkan pada tanggal 13 Oktober
1999 ditetapkan bahwa terhitung mulai tanggal 16 Maret 2006, produsen
solar wajib menurunkan kadar Sulfur dari 5.000 ppm menjadi 3.500 ppm.
Sejatinya, penetapan kadar Sulfur dalam solar maksimal 3.500 ppm ini
dilaksanakan tahun 2006. Namun, para produsen pada saat itu
mengatakan belum siap, sehingga pemerintah memberikan tenggat waktu
selama satu tahun untuk menurunkan kandungan Sulfur.
Peningkatan kandungan Sulfur dalam solar merupakan masalah yang
segera harus diselesaikan. Hasil pemantauan menunjukkan kenaikan
cukup signifikan dibandingkan tahun lalu. Nilai rata-rata kandungan Sulfur
tahun 2006 yaitu 1516 ppm, sedangkan tahun ini sebesar 2156 ppm.
Beberapa kota yang mengalami kenaikan yang cukup mengkhawatirkan
adalah di Manado menjadi 3775 ppm dan Mataram menjadi 4250 ppm.
Sulfur dalam bahan bakar solar secara alami berasal dari minyak mentah.
Apabila tidak dihilangkan pada proses pengilangan, maka Sulfur akan
mengontaminasi bahan bakar kendaraan. Sulfur dapat memberikan
pengaruh signifikan terhadap usia mesin dan sangat signifikan terhadap
keberadaan emisi partikulat (PM). Dalam program European Auto Oil,
diprediksi pengurangan kandungan Sulfur dari 500 ppm menjadi 30 ppm
akan menurunkan emisi partikulat menjadi 7 persen. Dengan demikian
keberadaan Sulfur di atas 1000 ppm sebagaimana yang terukur di banyak
kota akan berimplikasi pada tingginya emisi partikulat di udara ambien
kota-kota tersebut. Hal tersebut tercermin dari kondisi kualitas udara
ambien kota-kota sebagai tersebut di atas, di mana menunjukan partikulat
sebagai parameter kritis dominan.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencemaran udara merupakan permasalahan lingkungan yang
mengancam kota-kota besar di Indonesia, terutama yang bersumber dari
emisi kendaraan bermotor. Dari tahun ke tahun, jumlah kendaraan
bermotor meningkat dan menyebabkan peningkatan konsumsi bahan
bakar. Sementara pencemaran udara juga berdampak negatif terhadap
kesehatan manusia. Bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan,
kecenderungan mobilitas dan kepadatan kendaraan bermotor yang sangat
tinggi membahayakan kesehatan mereka.
Pencemaran udara berkaitan dengan konsumsi energi, seperti bahan
bakar minyak, bahan bakar gas dan batu bara (bahan bakar
konvensional). Sumber-sumber energi ini dibutuhkan untuk menggerakkan
kendaraan, membangkitkan listrik, menjalankan mesin-mesin industri dan
lain-lain. Seiring dengan konsumsi sumber energi yang berlebihan, emisi
polutan memengaruhi atmosfer dalam skala yang sangat besar. Emisi
karbondioksida (CO2) yang merupakan komponen utama Gas Rumah
Kaca (GRK) dapat memperbesar Efek Rumah Kaca (ERK) yang pada
gilirannya akan meningkatkan suhu rata-rata permukaan bumi yang
dikenal juga dengan Pemanasan Global.
Sementara emisi Timbel (Pb) dapat mengancam kelangsungan generasi
penerus bangsa, karena mengandung salah satu neurotoxin atau racun
penyerang syaraf yang sangat sensitif bagi kesehatan anak-anak.
Kebijakan yang mampu mendorong digunakannya energi yang lebih
bersih seperti gas, bahan bakar nabati, fuels cell dan lain-lain mutlak
diperlukan. Setidaknya untuk jangka 10 tahun ke depan, pemerintah dapat
meningkatkan kualitas bahan bakar fosil yang digunakan, terutama
menjamin penyediaan bensin tanpa Timbel dan solar berkadar Sulfur
rendah di seluruh Indonesia. Khususnya bensin tanpa Timbel, kebijakan
ini telah lama dituangkan dalam SK Menteri Pertambangan dan Energi No
1585.k/32-MPE/1999 pada tanggal 13 Oktober 1999. Kebijakan ini
menetapkan bahwa terhitung 1 Januari 2003, bensin yang dipasarkan di
seluruh Indonesia harus sudah bebas Timbel.

1.2 Dampak Pencemaran Udara


Dalam kehidupan sehari-hari, pencemaran udara dirasakan oleh manusia
yang bermukim dan beraktivitas di daerah urban, perdesaan, industri dan
perumahan. Pencemaran udara di kota-kota besar, terutama di negara
berkembang telah mencapai tingkat yang kritis. Rendahnya kualitas udara
menyebabkan kematian sekitar tiga juta orang per tahun dan menjadi
dilema bagi jutaan orang lainnya di dunia yang menderita asma, gangguan
pernafasan akut, gangguan kardiovaskular dan penderita kanker paruparu. Polusi udara perkotaan di beberapa negara berkembang umumnya
disebabkan oleh sumber emisi bergerak seperti kendaraan bermotor dan
sumber tidak bergerak seperti kegiatan industri. Sekitar 0.5 juta hingga 1
juta orang di negara berkembang mengalami kematian dini akibat dari
pencemaran udara setiap tahunnya. 1
Polutan yang diemisikan oleh sumber-sumber tersebut seperti
Hidrokarbon (HC) dapat menyebabkan iritasi mata, batuk dan juga
berpotensi terhadap perubahan kode genetik. Partikulat Matter (PM)
adalah pencemar yang apabila masuk ke dalam sistem pernafasan dapat
menyebabkan bronchitis, asma, gangguan kardiovaskular dan berpotensi
menyebabkan kanker. Sedangkan Sulfur dalam bentuk gas SO2 dapat
menyebabkan iritasi pada sistem pernafasan, seperti pada selaput lendir
hidung, tenggorokan dan saluran udara di paru-paru.
Timbel (Pb) yang dikenal juga dengan timah hitam merupakan neurotoxin
atau racun syaraf yang dapat mengakibatkan penurunan tingkat
kecerdasan dan kemampuan otak pada anak anak, sementara pada orang
dewasa dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, anemia, mengurangi
fungsi reproduksi dan kematian. Selain dari itu, masih banyak lagi
parameter pencemar yang semuanya memiliki dampak negatif terhadap
tubuh manusia. Tabel berikut ini menggambarkan jenis-jenis polutan,
sumber, dampak serta pencegahan dan kontrol yang dapat dilakukan.

World Bank Technical Paper No. 508, Masami Kojima dan Magda Lovei, Hal 3

Table 1. Air Pollution Impact on Human Health and the Environment.


POLLUTANT

SOURCES

EFFECT

Ozone (O3)

Formed when
reactive organic gas
(ROG) and nitrogen
oxides react in the
presence of sunlight.
ROHGS sources
include any source
that burns fuels (e.g.,
gasoline, natural gas,
wood, oil);solvents:
petroleum processing
and storage; and
pesticides

Breathing difficulties,
lung tissue damage,
vegetation damage,
damage to rubber
and some plastics

Respirable
Particulate
Matter (PM10)

Road dust,
windblown dust,
agriculture and
construction,
fireplace, also formed
from other pollutants
(acid rain, NOx, Sox,
organics). Incomplete
combustion of any
fuel
Distinct pollutant in
urban areas, which
comes from diesel
engine emission.

Increase respiratory
disease, lung
damage, cancer,
premature death,
reduced visibility,
surface soiling

Fine
Particulate
Matter (PM2.5)

PREVENTION and
CONTROL

Reduce motor vehicle


reactive organic gas
(ROG) and nitrogen
oxide (NOx) emission
through emission
standards, reformulated
fuels, inspection
program, and reduce
vehicle use. Limit ROG
emission from
commercial operations
and consumer
products. Limit ROG
and NOx emission from
industrial sources such
as power plants and
refineries. Conserve
energy.
Control dust sources
such as particulate
matter from motor
vehicle emission

Increase respiratory
disease, lung
damage, cancer, and
premature death,
reduced visibility.

Low sulfur diesel fuel


and diesel particulate
filter implementation
and anticipating new
diesel vehicle with
common rail.

Carbon
Monoxide
(CO)

Any source that


burns fuel such as

Chest pain in heart


patient, headaches,

Control motor vehicle


emission.

POLLUTANT

SOURCES

EFFECT

PREVENTION and
CONTROL

automobiles and
trucks.

reduced mental
alertness

Nitrogen
Dioxide (NO2)

See Carbon
Monoxide

Lung irritation and


damage. Reacts in
the atmosphere to
form ozone and acid
rain

Control motor vehicle


emission and conserve
energy.

Lead

Leaded Gasoline

Learning disabilities,
brain and kidney
damage, anemia on
children.
Hypertension,
anemia and infertility
on adults.

Leaded gasoline
phaseout

Hydrocarbons
(HC)

Incomplete
combustion process

Inspection and
maintenance for motor
vehicle, emission
control, conserve
energy sources.

Sulfur Dioxide
(SO2)

Coal or oil burning


power plants and
industries, refineries,
diesel engines

Respiration
problems, eye
irritation, can
potentially triggers
cancer, genetic
distortion.
Increases lung
disease and
breathing problems
for asthmatics. React
in the atmosphere to
form acid rain

Visibility
Reducing
Particle

See PM 2.5

See PM2.5

Sulfate

Produced by reaction
in the air of SO2,(see
SO2 sources), a
component of acid
rain

Reduce visibility (e.g


obscure mountains
and the other
scenery) reduce
airport safety,
Breathing difficulties,
aggregates asthma,
reduced visibility

Reduce of high sulfur


fuels (e.g use low sulfur
reformulated diesel or
natural gas) conserve
energy

See SO2

Pencemaran udara anthropogenic berasal dari berbagai sumber termasuk


aktivitas rumah tangga, kendaraan bermotor, industri, sektor pertanian dan
pembakaran bahan bakar fosil. Menurut penelitian JICA, sumber
pencemar udara bergerak seperti mobil, motor, pesawat terbang dan
kapal laut, menyumbang 70 persen dari total pencemaran udara di daerah
Jakarta pada tahun 1995.
Sementara itu, menurut data Bank Dunia tahun 1993, komposisi dari
kerusakan lingkungan akibat dari pembakaran bahan bakar fosil pada
enam kota di negara berkembang yang dipantau adalah: 68 persen
berdampak pada kesehatan, 21 persen berdampak pada perubahan iklim

dan 11 persen berdampak pada aspek lain. 2 Pencemaran udara selain


merusak lingkungan dan kesehatan, juga merugikan secara ekonomi.
Hasil kajian Studi RETA ADB tahun 2002 menemukan dampak ekonomi
akibat pencemaran udara di Jakarta sebesar Rp 1.8 triliun dan jumlah
tersebut akan membengkak menjadi Rp 4.3 triliun pada tahun 2015.
1.3 Bahan Bakar Bersih dan Prasyarat Pengendalian Pencemaran
Udara
Menurut data Mabes Polri pada tahun 2006, jumlah kendaraan bermotor
mencapai 35 juta unit di mana 70 persen di antaranya adalah sepeda
motor. Adapun data dari Gaikindo tahun 2006 menunjukkan penjualan
kendaraan bermotor (baru) roda empat berjumlah 550.000 unit atau
tumbuh sekitar 15 20 persen per tahun. Sedangkan menurut AISI
(Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia) untuk yang sama jumlah
penjualan sepeda motor sekitar 3.400.000 unit (15% lebih rendah dari
penjualan tahun 2004). Dengan asumsi pertumbuhan mengacu pada
keadan data di atas, maka diprediksi tahun tahun 2006 akan ada
kendaraan roda empat baru baru sekitar 750.000-800.000 unit dan
kendaraan roda dua baru sekitar 4 juta unit yang beroperasi di jalan-jalan
di Indonesia.
Negara-negara Eropa yang tergabung dalam EU (European Union),
beranggotakan 12 negara maju di Eropa Barat dan akan bertambah
dengan 6 negara baru dari Eropa Timur telah menetapkan standar Euro 5
pada awal tahun 2008 mendatang. Mau tidak mau Jepang yang
merupakan pemasok kendaraan yang besar di Eropa dan juga terbesar di
Indonesia harus mengikuti tren tersebut.
Sedangkan di kawasan ASEAN standar EURO 2 telah diadopsi pada
tahun 2001. Thailand sebagai negara yang paling agresif di ASEAN
menetapkan standar EURO 3 pada tahun 2003. Dengan keberaniannya
menetapkan standar Euro tersebut, maka Thailand kini telah menjadi
center of excellence (produsen terbesar) untuk kendaraan penumpang di
luar Jepang.

2
Keenam kota tersebut adalah Bangkok, Krakow (Polandia), Manila, Mumbai, Santiago (Chile) dan
Shanghai.

Tabel 2 : The Adoption Process of Euro 2 Standard in Asia

Di samping itu dengan tidak menyesuaikan diri dengan standar emisi yang
ada di negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, maka akan
sangat sulit bagi industri nasional untuk memasarkan produknya ke
negara-negara lain mengingat produksi dalam negerinya belum memenuhi
standar emisi yang ketat seperti di luar negeri. Dalam konteks ini,
ketersediaan bahan bakar bensin yang bebas Timbel sangat dibutuhkan
untuk menunjang daya saing otomotif di pasaran internasional.
Lingkungan hidup akan sangat diuntungkan dengan terkendalinya emisi
kendaraan bermotor dan membawa perbaikan terhadap kualitas udara
terutama di kota-kota besar yang padat pendudukya.
Usaha untuk membebaskan Timbel di kawasan pantura dan kota-kota
besar di Jawa telah dilakukan sepanjang kurun 2004 - 2005. Sedangkan di
kota-kota besar di Indonesia, menurut Pertamina bensin bebas Timbel
tersedia untuk Pertamax dan Pertamax plus pada tahun 2005. Sampai
dengan saat ini, ketersediaan bahan bakar bebas Timbel telah tersedia di

hampir sebagian besar kota di Indonesia. Sejak 1 Juli 2006, Pertamina


tidak lagi menginjeksikan Timbel ke dalam bensin.

Table 3. Sulfur Level in Diesel Fuel in Several Countries

1.4 Bensin Tanpa Timbel dan Solar Berkadar Belerang Rendah


Di Indonesia pengolahan minyak mentah sampai menjadi BBM ada di
bawah kendali dan pengawasan Departemen ESDM melalui Direktorat
Jendral Minyak dan Gas Bumi. Departemen ESDM telah mengeluarkan
spesifikasi BBM sekali pun belum memenuhi standar internasional.
Spesifikasi tersebut ditetapkan agar BBM yang diproduksi memiliki
kualitas yang sesuai dengan standar. Kualitas BBM sangat berpengaruh
terhadap emisi yang dihasilkan, semakin baik kualitas BBM tersebut maka
semakin sedikit pula emisi berbahaya yang dikeluarkan dari proses

pembakarannya. Jadi pemantauan kualitas BBM merupakan salah satu


upaya untuk menurunkan pencemaran udara di Indonesia.
Upaya negara untuk memperoleh devisa telah mendorong Pertamina
menjual crude oil berkualitas bagus dan menukarnya dengan crude oil dari
Timur Tengah yang murah tetapi memiliki kadar Sulfur tinggi. Padahal
salah satu komponen penting untuk pengendalian pencemaran udara dari
kendaraan bermotor adalah kualitas bahan bakar. Untuk Bensin, beberapa
komponen bahan bakar yang penting untuk diperhatikan adalah kadar
Timbel (Pb), aromatik, benzene, RPV, olefin dan kadar belerang.

Kandungan Timbel yang ada dalam bahan bakar merupakan trigger point
untuk keberhasilan program pengendalian pencemaran udara yang
berasal dari sumber bergerak (kendaraan bermotor). Ketika bahan bakar
sudah bebas Timbel (Unleaded Gasoline) maka kendaraan bermotor
dapat dipasang catalytic converter (suatu peralatan yang berfungsi
sebagai peubah katalis sehingga dapat menurunkan parameter emisi CO,
HC dan NOx antara 70 90%). Untuk Solar, komponen bahan bakar yang
perlu diperhatikan adalah angka setana, destilasi, kadar belerang dan lainlain sehingga kinerja mesin diesel dapat dicapai seoptimal mungkin.

Table 4. Gasoline Quality in Several Asian Countries

Beberapa isu yang memiliki keterkaitan dengan bahan bakar dan


kendaraan bermotor antara lain:

Tingkat emisi Timbel bergantung kepada komposisi bahan bakar,


dimana Timbel merupakan racun penyerang syaraf. Penghapusan
Timbel dalam bahan bakar secara teknis dapat dilakukan dan juga
merupakan upaya yang efektif dalam mengurangi pencemaran
udara dan dampaknya terhadap kesehatan manusia. Oleh karena
itu secara bertahap negara-negara di dunia mulai mengurangi atau
melarang penggunaan Timbel pada bensin. Indonesia merupakan
satu-satunya negara di Asia yang bensinnya masih mangandung
Timbel di atas ambang batas.
Di banyak negara berkembang, mayoritas kendaraan bermotor
tidak dirawat secara baik terutama kendaraan bermotor yang telah
berusia tua. Selama kendaraan yang tidak mendapatkan perawatan
memadai diper-bolehkan beroperasi di jalan raya, maka
peningkatan kualitas bahan bakar yang ditandai dengan perbaikan
spesifikasi bahan bakar sesuai dengan standar internasional
menjadi tidak efektif.
Di negara-negara di mana parameter pencemaran udara berupa

karbon dan partikulat matter masih tinggi contohnya Indonesia,


kebijakan penurunan kandungan belerang di dalam solar sesuai
dengan standar internasional dengan rujuan menurunkan emisi
partikulat dari mesin diesel relatif sulit (tidak dapat diterima dari
sudut pandang bisnis sesaat) untuk diterapkan.
Peraturan mengenai kualitas bahan bakar saja tidak cukup, tetapi
harus diikuti dengan upaya penegakan hukum sehingga
penyalahgunaan bahan bakar dapat dihindari. Pengalaman
membuktikan penggunaan bahan bakar untuk sektor transportasi
sering kali dicampur dengan minyak tanah atau Timbel pada unit
pengolahan hilir seperti kilang minyak, terminal atau SPBU.
Pemantauan kualitas bahan bakar secara periodik sangat
diperlukan, bersamaan dengan penerapan sanksi keras dan tegas
kepada pihak yang melanggar peraturan tersebut dapat membantu
efektifitas penerapan standar bahan bakar.
Pengenalan teknologi kendaraan yang modern harus diselaraskan
dengan ketersediaan bahan bakar. Mesin modern sering kali
memerlukan bahan bakar dengan kualitas tertentu (Euro 2 ke atas)
yang tidak selalu tersedia di negara-negara berkembang.

Beberapa kondisi perlu dipenuhi agar catalytic converter dapat


berfungsi secara efektif, termasuk ketersediaan bensin tanpa Timbel, solar
yang rendah belerang, dan sistem pengujian dan perawatan kendaraan
yang memadai termasuk adanya standar yang sesuai. Penggunaan
catalytic converter menggambarkan adanya saling ketergantungan
(interdependency) antara kebijakan mengenai transportasi, energi dan
lingkungan hidup

1.5 Justifikasi Pemantauan Kualitas Bahan Bakar


Kewenangan untuk melakukan pemantauan kualitas bahan bakar di
Indonesia terletak pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
melalui Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi yang tertuang pada
Surat Keputusan Dirjen Migas No: 12 K /43/DDJM/ 1991 tentang Tatacara
Pengawasan Mutu Bahan Bakar Minyak di Dalam Negeri. Disebutkan
dalam surat keputusan tersebut bahwa jenis-jenis bahan bakar dan tempat
pengawasannya adalah sebagai berikut:

AVGAS (Aviation Gasoline) dan AVTUR (Aviation Turbin Fuel) di


DPPU (Depot Pengisian Pesawat Udara).
Bensin Premium dan Minyak Solar di SPBU.
Minyak Solar, Minyak Diesel dan Minyak Bakar untuk transportasi
di Bunker Pit.

Minyak Solar, Minyak Diesel dan Minyak Bakar untuk industri di


Instalasi/Depot.
Minyak Tanah di Depot.

Selain kewenangan di atas yang hasilnya belum dapat diakses oleh


masyarakat luas, untuk melakukan pemantauan kualitas bahan bakar di
Indonesia juga dimandatkan di dalam Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 1 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Dengan tujuan memberikan informasi kepada masyarakat luas,
Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI melaksanakan kegiatan
pemantuan kualitas bahan bakar di Indonesia. Sementara sampai tahun
2007 ini, yang menjadi obyek pemantauan adalah Bensin Premium dan
Solar di SPBU di 30 kota besar di Indonesia. Dengan harapan pada tahun
mendatang, jumlah kota dan SPBU yang akan dipantau meningkat.
Salah satu upaya untuk menanggulangi permasalahan pencemaran udara
adalah dengan melakukan pemantauan kualitas bahan bakar. Dengan
kegiatan pemantauan ini dapat dilakukan kontrol serta perbaikan terhadap
bahan bakar yang ada di Indonesia dan mengendalikan pencemaran
udara langsung dari sumbernya. Sebagai ilustrasi, bensin dengan angka
oktan yang memadai akan terbakar lebih sempurna sehingga emisi
Hidrokarbon-nya pun akan berkurang, sementara solar dengan kadar
Sulfur rendah akan berpengaruh terhadap penurunan emisi PM.
Pemantuan kualitas bahan bakar ini juga bertujuan untuk memeroleh data
mengenai kepastian dalam pengendalian sumber pencemaran dari
kendaraan bermotor adalah penting untuk senantiasa memantau kualitas
atau mutu bahan bakar sehingga dengan demikian diperoleh bahan untuk
memberikan masukan mengenai upaya tersedianya bahan bakar yang
memenuhi syarat bagi unjuk kinerja dan upaya menekan emisi kendaraan
bermotor. Untuk itu, perlu dilakukan pengawasan terhadap kualitas bahan
bakar secara berkala oleh seluruh stakeholder terkait baik pemerintah
pusat dan daerah, kalangan asosiasi otomotif, universitas dan LSM.
Hasil dari kegiatan pemantauan kualitas bahan bakar ini diharapkan dapat
dimanfaatkan oleh kalangan otomotif terkait dengan kegiatan produksi
mereka di Indonesia. Dengan tersedianya gambaran mengenai kualitas
bahan bakar yang ada di Indonesia, masyarakat juga dapat mengetahui
kondisi kualitas bahan bakar di daerahnya masing-masing dan diharapkan
mereka dapat berperan aktif dalam upaya pengendalian pencemaran
udara.

1.6 Produsen Bahan Bakar di Indonesia


Saat ini telah ada beberapa produk BBM yang dijual dan dipasarkan oleh
perusahaan swasta nasional. Namun sebelum itu, pemasaran BBM yang
ada di Indonesia sempat dimonopoli oleh Pertamina sebagai BUMN yang
ditunjuk pemerintah untuk mengelola kegiatan pemasaran dan distribusi
BBM di Indonesia. Saat ini Pertamina telah berubah statusnya dari
perusahaan negara menjadi perusahaan swasta nasional dengan nama
PT. Pertamina (Persero). Kondisi tersebut membuat Pertamina harus
dapat bersaing dengan perusahaan minyak swasta lain yang ada di
Indonesia seperti Shell dan Pertronas. Sekali pun saat ini pasar BBM di
Indonesia tidak lagi dimonopoli oleh Pertamina, namun Pertamina masih
mendapat predikat sebagai market leader di Indonesia karena Pertamina
memiliki jaringan distribusi penjualan BBM terbesar di Indonesia.

PT Pertamina (Persero)
Tahun 1960, Dewan Perwakilan Rakyat mengeluarkan kebijaksanaan
yang menyatakan bahwa penambangan minyak dan gas bumi hanya
boleh dilaksanakan oleh negara melalui perusaahaan negara. Sehingga
pihak asing yang terlibat didalamnya melakukan kegiatan berdasarkan
kepada kontrak saja.
Tahun 1968, untuk mengkonsolidasi industri perminyakan dan gas,
manajemen, eksplorasi pemasaran dan distribusi maka PERMINA dan
PERTAMIN merger menjadi PN PERTAMINA. Sejak 17 September 2003
Pertamina telah berubah status menjadi PT PERTAMINA (PERSERO)
berdasarkan Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 2003. Saat ini Pertamina
berada di bawah koordinator Menteri Negara BUMN. Seperti kontraktor
lainnya, sebagai pemain bisnis Pertamina juga melakukan Kontrak Kerja
Sama dengan BP Migas. Dengan berubahnya status Pertamina menjadi
PT PERTAMINA (PERSERO) maka Pertamina menjadi entitas bisnis
murni yang lebih berorientasi laba 3.
Jenis-jenis BBM produksi Pertamina yang digunakan pada sektor
transportasi saat ini adalah:

Premium, merupakan bahan bakar utama kendaraan bermotor


terutama digunakan oleh sektor industri, transportasi, dan juga

Website Pertamina www.pertamina.com pertamina.php?irwcontents=


webpage&menu=106&page_id=36&menu=106&page_id=36

rumah tangga. Adapun jenis bensin yang digunakan untuk sektor


transportasi adalah bensin dengan bilangan oktan 88.
Pertamax, bahan bakar tanpa Timbel dengan bilangan oktan 92,
jenis bahan bakar ini diperkenalkan sejak 10 Desember 2002
Pertamax Plus, bahan bakar tanpa Timbel dengan bilangan oktan
95. jenis bahan bakar ini mulai diperkenalkan sejak 10 Desember
2002.
Minyak Solar (Automotive Diesel Oil), merupakan bahan bakar
kendaraan bermotor bermesin diesel seperti bis dan truk.
CNG (Compressed Natural Gas) mulai dipasarkan sejak tahun
1987 di wilayah Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Palembang
dan Cirebon.
LPG (Liquefied Petroleum Gas) dipasarkan sejak tahun 1996
terutama diwilayah yang tidak memungkinkan dibangun Stasiun
Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG).
Avgas (Aviation Gasoline) merupakan bahan bakar yang
diperuntukan bagi transportasi udara seperti pesawat terbang yang
menggunakan mesin pembakaran internal dengan spark ingnition.
Avtur (Aviation Turbin Fuel) merupakan bahan bakar yang
diperuntukan bagi transportasi udara seperti pesawat terbang yang
menggunakan mesin turbin atau pembakaran eksternal seperti
mesin jet.
Pertamina Dex, merupakan bahan bakar mesin diesel yang telah
memenuhi standar emisi EURO II yang memiliki bilangan setanan >
53 dan kandungan Sulfur maksimal 300 ppm.
Bio-solar merupakan produk terbaru yang diluncurkan pada tanggal
20 Mei 2006 dengan komposisi biodiesel 5 persen.
Bio-premium merupakan produk terbaru yang diluncurkan Agustus
2006 di Surabaya dengan komposisi bioetanol 5 persen.

Shell Company di Indonesia


Shell sebagai salah satu perusahaan minyak terbesar di dunia telah
memulai aktivitasnya di bumi Indonesia semenjak tahun 1800-an akhir.
Saat ini Shell Indonesia beroperasi di sektor hilir minyak dan gas dan
bernama PT Kridapetra Graha (KPG). Baru-baru ini Shell telah membuka
SPBU namun masih terbatas di wilayah Jabodetabek.
Beberapa jenis bahan bakar yang diproduksi dan didistribusikan oleh Shell
Indonesia:

Shell Super Extra, bahan bakar jenis bensin dengan RON 95


Shell Super, bahan bakar jenis bensin dengan RON 92
Shell Diesel

1.7 Bahan Bakar Minyak dan Motor Bakar


Bensin premium adalah bahan bakar minyak berwarna kekuningan yang
jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna tambahan (dye).
Penggunaan premium pada umumnya adalah untuk bahan bakar
kendaraan bermotor terutama digunakan oleh sektor industri, transportasi,
dan juga rumah tangga. Pada tahun 1911, General Motors yang
merupakan salah satu industri mobil di Amerika Serikat berhasil
menemukan starter otomatis.
Namun setelah diproduksi secara masal banyak konsumen
mengeluhkan tentang bunyi ketukan (knocking) atau detonasi dari
dengan starter otomatis tersebut. Kemudian Charles Kettering,
penemu sistem starter otomatis tersebut mencari solusi
menghilangkan bunyi ketukan tersebut.

yang
mobil
sang
untuk

Di tahun 1916, asisten Charles Kettering yang bernama Thomas Midgley


Jr menemukan penyebab dari bunyi ketukan tersebut. Dari hasil
penelitiannya ia menyimpulkan bahwa ketukan tersebut di sebabkan oleh
pembakaran yang tidak sempurna dari pencampuran bensin dengan
udara berhubungan dengan kualitas pembakaran yang dihasilkan oleh
bensin, hal ini kemudian dikenal dengan istilah oktan. Thomas Midgley Jr
kemudian berusaha mencari cara untuk meningkatkan angka oktan
bensin.
Kemudian pada bulan Desember 1921 ia akhirnya menemukan bahwa
Timbel dapat berfungsi sebagai penambah angka oktan pada bensin dan
menjadi solusi bagi permasalahan knocking tersebut. Timbel ditambahkan
pada bensin dalam bentuk Tetraethyl Lead (TEL).
Revolusi Teknologi kendaraan bermotor di dunia saat ini semakin
mengarah pada keunggulan di bidang keselamatan (safety) dan
kelestarian lingkungan hidup (environment). Beberapa negara besar
produsen kendaraan bermotor di dunia seperti Jepang, USA dan EU
(European Union) telah memproduksi kendaraan 4 dari mulai LEV (Low
Emission Vehicle) kemudian ULEV (Ultra Low Emission Vehicle) sampai
akhirnya ZEV (Zero Emission Vehicle). Negara-negara produsen
kendaraan bermotor telah memiliki prosedur pengujian sendiri seperti JIS
dengan Mode Test 11 dan 12 di Jepang, US Federal test standar untuk
Amerika Serikat dan Eropa untuk EU. Sampai dengan saat ini diantara 3
standar terbesar tersebut yaitu US Federal, JIS standar dan standar Euro,
standar terakhir merupakan standar yang banyak diacu oleh sebagian
besar negara-negara di dunia. Sampai dengan saat ini, standar Euro
merupakan standar emisi yang telah mengalami beberapa perubahan

yang semakin ketat sesuai dengan kemampuan teknologi dan kualitas


bahan bakar yang semakin ramah lingkungan dengan pengurangan kadar
Timbel dan Sulfur dalam bahan bakar.
Pada tangal 23 September 2003 Kementerian Negara Lingkungan Hidup
telah mengeluarkan peraturan yang membatasi polusi udara dari
kendaraan bermotor untuk pencemar seperti CO, HC, NOx dan PM yang
mengacu pada standar EURO 2 yang dituangkan dalam Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 141 Tahun 2003. Pembicaraan
standar Euro 2 ini telah dimulai pada tahun 1998 akan tetapi baru dapat
terlaksana sekitar 5 tahun. Hal ini disebabkan beberapa persiapan dari
segi perbaikan teknologi mesin oleh industri kendaraan bermotor. Standar
ini merupakan suatu lompatan regulasi di bidang emisi yang secara tidak
langsung mensyaratkan teknologi kendaraan yang berbeda dari kondisi
kendaraan saat itu. Pada saat KLH menginisiasi standar ini, ada
tantangan dari industri kendaraan bermotor karena berbagai kendala yang
ada pada saat itu, seperti kualitas bahan bakar, laboratorium pengujian
dan variasi masalah internal dalam industri otomotif di Indonesia. Telah
menjadi kesepakatan antara pemerintah khususnya KLH dan Industri
otomotif bahwa standar Euro 2 menjadi suatu lompatan industri otomotif
untuk berperan mengurangi beban pencemaran udara dari kendaraan
bermotor.
Dari segi penurunan beban pencemaran udara, secara teoritis apabila
standar Euro 2 diterapkan dapat mengurangi beban pencemaran udara
sekitar 90 persen dibandingkan dengan kendaraan bermotor yang
diproduksi sebelum pemberlakuan standar tersebut.

1.8 Perbaikan Standar Kendaraan Bermotor


Saat ini standar Euro 2 telah diadopsi hampir di semua negara, antara lain
di Eropa, termasuk Eropa Timur, Asia, ASEAN dan bahkan Jepang. Pada
awalnya Jepang memiliki standar sendiri yang disebut TRIAS dengan
model tes standarnya. Akan tetapi mengingat Jepang juga banyak
mengekspor kendaraan ke Eropa dan negara-negara Asia yang telah
mengadopsi standar Euro, maka negera ini juga telah mengadopsi standar
Euro untuk konsumsi ekspornya.
Standar Euro memuat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh
kendaraan tipe baru yang akan dijual di pasar Eropa. Antara lain 10
standar teknis, 24 standar persyaratan keselamatan dan 5 standar
persyaratan lingkungan. Lima standar lingkungan adalah emisi gas buang,
asap kendaraan disel (diesel smoke), kebisingan, konsumsi bahan bakar
dan frekuensi radio (radio interference). Saat ini dari 5 standar Euro di

bidang lingkungan, hanya emisi gas buang yang baru dipersyaratkan


untuk kendaraan tipe baru di Indonesia.
Dalam perjalanannya di Eropa, standar emisi gas buang telah memenuhi
standar Euro 5 pada akhir tahun 2008. Semakin tinggi angka di belakang
standar Euro, maka emisi gas buang kendaraan bermotor yang
dipersyaratkan akan semakin ketat. Di samping itu juga standar Euro
memiliki progress report yang jelas dan terus berkembang, sehingga bisa
disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan infrastruktur suatu
negara.
Adapun tahapan-tahapan standar Euro untuk emisi gas buang kendaraan
dapat dijelaskan sebagai berikut:

ECE 15/07 atau biasa disebut Euro 0 adalah standar untuk


kendaraan yang menggunakan leaded gasoline dan unleaded
gasoline.
Euro 1 adalah standar kendaraan yang lebih tinggi dengan
menambahkan standar evaporasi dan penambahan cycle pengujian
extra urban cycle dan PM (partikulat).
Euro 2 adalah standar yang lebih ketat dengan persyaratan bahan
bakar katagori 2 dan pengetatan semua parameter emisi CO, HC,
NOx dan PM.
Standar Euro yang semakin tinggi lagi mensyaratkan penambahan
test lain dan pengetatan emisi gas buang CO, HC, NOx dan PM.

KLH sejak tahun 2003 telah mengadopsi standar Euro 2 dalam bentuk
Kep. Men LH. No. 141 Tahun 2003, baik untuk kendaraan roda 4 atau
lebih dan sepeda motor, di mana telah berlaku secara efektif sebagai
berikut:

Untuk kendaraan bermotor tipe baru mulai berlaku 1 Januari 2005


Untuk kendaraan bermotor yang sedang diproduksi (current
product):
1. Katagori M, N, O dan L (dua langkah) diberlakukan 1 Januari
2007
2. Katagori L (empat langkah) 1 Juli 2006

BAB II
METODOLOGI

2.1 Spesifikasi dan Karakteristik Bahan Bakar di Indonesia


Seiring dengan perkembangan teknologi, spesifikasi bahan bakar di Indonesia juga terus
berkembang dari waktu ke waktu. Pada tahun 2006 ini Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral melaui Dirjen Migas mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Minyak
dan Gas Bumi No 3674 K/24/DJM/ 2006 mengenai standar dan mutu (spesifikasi) bahan
bakar minyak jenis bensin yang di pasarkan di dalam negeri dan No 3675
K/24/DJM/2006 mengenai standar dan mutu (spesifikasi) bahan bakar minyak jenis solar
yang dipasarkan di dalam negeri.
Bahan bakar jenis bensin yang selama ini mendominasi sektor transportasi di Indonesia
adalah bensin premium RON 88, dengan pangsa penjualan pada tahun 2004 sebesar 50
%. Oleh karena itu spesifikasi bensin premium di Indonesia terus berkembang menuju
peningkatan kualitas bensin terutama berkaitan dengan angka oktan (RON) dan
kandungan timbel serta kandungan olefin. Beberapa hal yang dipertimbangkan dalam
setiap perubahan spesifikasi bensin antara lain:
Tabel 5.Gasoline Specification
No
1

Characteristic

Limits
Unleaded
Leaded
Min.
Max.
Min.

Testing Methods
Max.

ASTM

Octane Number

- Research Octane Number (RON)


- Motor Octane Number (MON)
Oxidation Stability (induction
periods)
Sulfur Content

Lead Content (Pb)

Distillation :

Units

RON

88.0

88.0

Reported

Reported

D 2700 -86

Minute

360

% m/m

0,05 1)

0,05 1)

D 2622 -98

0.013

0.3

D 3237 -97

g/l

360

D 2699 -86

D 525 -99

Others

10% vol. vapor

?C

74

74

50% vol. vapor

?C

88

125

88

125

90% vol. vapor

?C

180

Final Boiling Point

?C

215

205

% vol

2.0

2.0

% m/m

2,7 2)

2,7 2)

D 4815 -94a

D 381 99

62

D 5191-99 or D
323
D 4052-96 or
D1298
D 130 -94

Residue
6

Oxygen Content

Washed Gum

Steam Pressure

Specific Mass (at 15 ?C)

kg/m3

10

Cooper Corrosion

Merit

11

Doctor Test

12

Sulfur Mercaptan

13

Visual Appearance

14

Color

15

Coloring Content

16

Odor

mg/100ml
kPa

% mass

g/100 l

62

715

780

180

715

780

Class 1

Class 1

Negative

Negative

0.002

0.002

Clear and Bright

Clear and Bright

Red

Red

0.13

0.13

Marketable

Marketable

IP 30
D 3227

Sumber: Keputusan Direktur Minyak dan Gas Bumi No 3674 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006

Perkembangan teknologi kendaraan bermotor.


Perkembangan peraturan lingkungan.
Perkembangan spesifikasi bensin internasional.
Perkembangan peningkatan kemampuan teknis kilang minyak Pertamina.
Kondisi keuangan pemerintah (menyangkut harga dan subsidi BBM).

Dengan alasan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, kondisi riil perkembangan


spesifikasi bensin di Indonesia tidak dapat sepenuhnya mengikuti spesifikasi bensin
internasional. Hingga saat ini kualitas bensin di Indonesia masih dalam transisi menuju
penghapusan bensin bertimbel secara nasional. Sementara itu spesifikasi bensin
internasional tidak saja bensin tanpa timbel tapi sudah mengarah pada bensin yang
direformulasi (reformulated gasoline).

Di Indonesia bahan bakar jenis solar (automotive diesel fuel) mempunyai porsi sebesar
47.42% dari total konsumsi bahan bakar untuk sektor transportasi. Agak berbeda
dengan jenis bensin yang memiliki spesifikasi regular dan non regular, solar yang
beredar di Indonesia selama ini hanya yang memiliki spesifikasi regular, sekalipun pada
pertengahan tahun 2005 Pertamina sebagai pihak yang memonopoli perdagangan BBM
di Indonesia telah meluncurkan Pertamina Dex yaitu jenis solar yang memiliki spesifikasi
non regular. Sama seperti jenis bensin, solar juga merupakan hasil pengolahan dari
minyak bumi, namun solar hanya dapat digunakan pada jenis mesin Diesel.
Karakteristik solar antara lain berwarna gelap dan berbau khas, tidak terlalu mudah
menguap dalam temperatur normal, titik bakar apabila disulut api pada suhu 40 100
derajat Celcius. Sementara flash point (temperatur menyala dengan sendirinya tanpa
ada pengaruh api) sekitar 3500 derajat Celcius. Apabila dibandingkan dengan bensin,
solar memiliki kandungan belerang yang lebih banyak.
Solar pada dasarnya merupakan campuran dari hasil olahan minyak bumi yang disebut
juga middle distillates (memiliki berat jenis lebih berat dari bensin namun lebih ringan dari
minyak pelumas), dan umumnya tidak memiliki bahan additif tambahan. Mesin diesel
mengeluarkan asap karena pembakaran yang tidak sempurna, asap putih disebabkan
oleh butiran kecil bahan bakar yang tidak berhasil terbakar akibat dari mesin yang
mengalami kegagalan pematikan pada temperatur yang rendah.
Asap putih ini seharusnya hilang seiring dengan mesin yang mulai panas. Sementara
asap hitam bisa disebabkan oleh kegagalan injektor, udara yang tidak cukup, dan mesin
yang overloading atau over-feuling. Sementara asap yang berwarna abu - abu kebiruan
disebabkan oleh terbakarnya pelumas dan merupakan indikasi bahwa mesin dalam
keadaan yang tidak baik serta memerlukan perawatan.
Energi yang terkandung dalam solar umumnya diukur dengan menggunakan British
Thermal Unit (BTU) per gallonnya. Kandungan BTU dari solar per unit (gallon atau liter)
adalah sekitar 130.000 BTU/ gallon, lebih tinggi dari BTU yang terkandung pada bensin.

Table 6. Diesel Fuel Specification in Indonesia

No
1

Characteristic

Units

Min.

Limits
Max.

Testing methods
ASTM
Others

Cetane Numbers
- Cetane Numbers or
- Cetane Index

48

D 613 - 95

45

D 4737- 96a

Specific Mass (at 15 ?C)

kg/m3

815

870

D 1298 or D 4052-96

Viscosity (at 40 ?C)

mm2/s

2.0

5.0

D 445 - 97

Sulfur Content

% m/m

0,35 1)

D 2622 - 98

Distillation :
T 95

?C

370

Flash Point

?C

60

?C

D 86 - 99a

D 93 - 99c

Pouring Point

18

D 97

Carbon Residue

% m/m

0.1

D 4530-93

Water Content

mg/kg

500

D 1744 -92

10

Biological growth *)

11

FAME Content *)

% v/v

12

Methanol and Ethanol Content *)

% v/v

Not Detected

13

Cooper Corrosion

merit

14

Ash Content

% m/m

15

Sediment Content

% m/m

16

Strong Acid Number

17

Total Acid Number

18

Particulate

19

Visual Appearance

20

Color

Not Exist

10
D 4815

Class
1
0.01

D 482 - 95

0.01

D 473

mg KOH/g

D 664

mg KOH/g

0.6

D 664

D 2276 - 99

mg/l
No. ASTM

D 130 - 94

Clear and Bright


3.0

D 1500

Sumber: Keputusan Direktur Minyak dan Gas Bumi No 3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006

2.2 Parameter dan Metodologi Pengujian


Terkait dengan tujuan dari pemantauan kualitas bahan bakar ini maka ditentukan
beberapa parameter kritis yang berpengaruh secara signifikan terhadap pengendalian
pencemaran udara. Sementara itu metodologi yang digunakan pada pengujian kualitas
bahan bakar ini mengacu pada standar ASTM (American Society Testing Material).
Parameter pengujian untuk jenis bensin premium adalah sebagai berikut:
1. Angka Oktana Angka oktana adalah ukuran dari bahan bakar terhadap ketahanan
detonasi atau knocking terhadap mesin dengan sistem penyalaan bunga api.
Knocking dapat menyebabkan menurunnya tenaga mesin dan kerusakan pada
mesin. Kecenderungan knocking sejalan dengan meningkatnya perbandingan
kompresi mesin (engine compression ratio). Meningkatnya perbandingan kompresi
dari 7,5 menjadi 9 akan meningkatkan ORI (Octane Requirement Increment) sebesar
10. Bilangan oktana diukur dengan riset (research) dan test motor oktana. Hasil dari
test di tunjukkan dengan RON (Research Octane Number) atau MON (Motor Octane
Number) dari bahan bakar. Kedua test meliputi perbandingan anti knock performance
dari campuran 2 bahan bakar standar yaitu: Iso Oktana (Oktana Rating sebesar 100)
dan n-heptana (oktana rating sebesar 0).
2. Timbel (Pb). Timbel atau Tetra-ethyl Lead (TEL) meruapakan persenyawaan dengan
rumus kimia (C2H5)4 Pb. Zat ini biasanya digunakan sebagai bahan aditif pada bensin
sebagai octane booster atau peninggi angka oktan. Penggunaan timbel pada bahan
bakar dapat menekan penggunaan aromat dan juga dari segi harga yang lebih
rendah di banding additif jenis lain. Namun penggunaan timbel pada bahan bakar
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan kesehatan
manusia. Pencemaran timbel di udara ambient akan berpengaruh secara signifikan
terhadap kadar timbel dalam darah manusia terutama anak-anak. Dimana kadar
timbel dalam darah yang tinggi dapat membawa gangguan kesehatan seperti
penurunan IQ, autis, tekanan darah tinggi, dan kematian.
Parameter pengujian untuk jenis solar reguler adalah sebagai berikut:
1. Indeks setana. Angka setana adalah pengukuran aktivitas kompresi dari
pembakaran bahan bakar. Hal ini juga mempengaruhi kemampuan mesin untuk di
nyalakan pada keadaan dingin, emisi dan kebisingan mesin. Indeks setana adalah
jumlah setana alami yang terkandung dalam bahan bakar. Makin tinggi angka

setana, makin tinggi unjuk kerja yang diberikan oleh bahan bakar solar.
Meningkatnya bilangan setana akan menurunkan crank time (waktu sebelum
mesin mencapai starter off) pada suatu kecepatan mesin tertentu. ACEA EPEFE
mengukur performa bahan bakar diesel pada mesin industri berat, hasilnya adalah
pengurangan secara signifikan (s/d 40%) crank time untuk setiap kenaikan
bilangan setana dari 5058. Bilangan setana juga mempengaruhi emisi kendaraan
dan konsumsi bahan bakar. Setana pengaruh yang signifikan terhadap NOx
terutama pada beban rendah. Peningkatan bilangan setana juga akan
menurunkan emisi Hidrokarbon (HC) antara 30 40%.
2. Sulfur/Belerang. Belerang secara alami terdapat dalam minyak mentah, apabila
belerang tidak dihilangkan pada proses pengkilangan maka belerang akan
mengkontaminasi bahan bakar kendaraan. Belerang dapat memberikan pengaruh
signifikan terhadap usia mesin. Pengaruh belerang dalam emisi partikulat adalah
signifikan. Dalam program European Auto Oil, diprediksi pengurangan kandungan
belerang dari 500 ppm menjadi 30 ppm akan menurunkan emisi PM sampai dengan
7%.
3. Karakteristik Distilasi. Kurva distilasi dari bahan bakar diesel mengindikasikan
jumlah bahan bakar yang akan mendidih pada temperatur yang tertentu. Kurva
tersebut dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu: light end yang mempengaruhi
kemampuan start kendaraan, daerah sekitar 50% titik penguapan dan heavy end
karakterisasi berdasarkan T90, T95 dan titik didih akhir. Dalam studi studi modern,
hanya pengaruh dari tingkat didih atas yang diteliti karena kaitannya dengan emisi
gas buang, sementara tingkat didih bawah memiliki range yang beragam.
Bagaimanapun, apabila terlalu banyak bahan bakar pada heavy end akan
menyebabkan choking dan kenaikan emisi gas buang. Efek dari T95 pada emisi
kendaraan telah dikaji oleh EPEFE, pengujian tersebut mengindikasikan bahwa emisi
gas buang dari mesin diesel beban berat tidak secara signifikan dipengaruhi oleh
T59, namun kecenderungan NOx yang lebih rendah serta HC yang lebih tinggi
sebagaimana telah dipelajari.
Metodologi pengujian parameter di atas merujuk pada metode ASTM (American Society
Testing Material) sebagai berikut:

Timbel.Untuk melakukan pengujian kandungan timbel (Pb) didalam bahan bakar


maka merujuk pada ASTM Standard Prosedur No: D 3237.
Bilangan Oktana. Untuk bilangan oktan kita merujuk pada ASTM Standard

Procedure No:D 2699.


Belerang. Untuk melakukan pengujian terhadap kandungan belerang, maka
merujuk pada ASTM Standard Procedure No: D 2622.
Indeks Setana. Untuk melakukan pengujian pada indeks setana maka merujuk
pada ASTM Standard Procedure No: D 4737.
Karakteristik Distilasi. Untuk melakukan pengujian terhadap karakteristik distilasi,
maka merujuk pada ASTM Standard Procedure No: D 86.

2.3 Lokasi Pengambilan Contoh Uji


Daerah yang menjadi lokasi pengambilan contoh uji bahan bakar adalah Banda Aceh,
Medan, Pekanbaru, Padang, Jambi, Bengkulu, Batam, Pangkalpinang, Palembang,
Bandar Lampung, Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar,
Banjarmasin, Pontianak, Palangkaraya, Balikpapan, Makassar, Palu, Gorontalo,
Manado, Kendari, Mataram, Kupang, Ambon, Sorong, dan Jayapura. Pertimbangan yang
digunakan terhadap penentuan lokasi pengambilan contoh uji adalah kota yang memiliki
tingkat populasi penduduk yang tinggi dan tingkat populasi kendaraan yang besar.
Contoh uji tersebut merupakan representasi dari bahan bakar jenis premium dan solar
yang beredar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Sulawesi, dan Papua. Rincian dari
jumlah contoh uji bahan bakar yang diambil dari setiap kota tersebut adalah sebagai
berikut:

Table 7. Sampling Location and Quantity


City
Ambon
Balikpapan
Banda Aceh
Bandar
lampung
Bandung

Gasoline (Unit)

Diesel Fuel
(Unit)

2
5
3
4

2
5
3
4

Total

Banjarmasin
Batam
Bengkulu
Denpasar
Gorontalo
Jabodetabek
Jambi
Jayapura
Kendari
Kupang
Makasar
Manado

5
5
4
4
5
5
5
2
5
4
5
4

5
5
4
4
5
5
5
2
5
4
5
4

Mataram

Medan
Padang

5
5

5
5

Palangkaraya

Palembang

Palu
Pangkalpinang

4
5

4
5

Pekanabaru

Pontianak

Semarang

Sorong

Surabaya
Yogyakarta

5
4

5
4

130

129

Total

260

2.4 Pengambilan Contoh Uji


Kegiatan pemantauan kualitas bahan bakar 2007 ini berlangsung dari bulan Februari
sampai dengan November 2007. Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin tahunan
Kementerian Lingkungan Hidup RI yang telah dilaksanakan semenjak tahun 2004 lalu.
Selain dari itu, kegiatan pemantauan kualitas bahan bakar ini terus di kembangkan dari
tahun ke tahun baik dari sisi luas daerah observasi maupun dari sisi parameter
pemantauan.
Perencanaan kegiatan dilakukan pada bulan Februari 2007, sementara kegiatan
pengambilan contoh uji dilaksanakan pada awal bulan April sampai dengan Oktober
2007. Kegiatan diawali dengan desain studi untuk mempelajari data sekunder dari
pemantauan kualitas bahan bakar pada tahun-tahun sebelumnya, serta mencari
gambaran mengenai kondisi lokasi dan pemetaan tempat pengambilan contoh uji yang
tersebar di 30 kota. Langkah selanjutnya adalah menentukan laboratorium penguji untuk
melakukan analisis terhadap contoh uji yang akan diambil. Penentuan laboratorium
didasarkan pada penawaran harga dari pihak lab serta penilaian terhadap kinerja
laboratorium tersebut. Pemilihan periode pengambilan contoh uji didasarkan pada
kondisi musim di Indonesia yang umumnya masih dalam musim kamarau, sehingga
risiko terjadinya hujan pada saat pengambilan contoh uji dapat dihindarkan.
Perlengkapan yang dibawa oleh para petugas pengambilan contoh uji adalah berupa
wadah kaca tempat contoh uji bahan bakar, kontainer, label, alat tulis, peta lokasi dan
surat keterangan. Durasi pengambilan contoh uji dari lokasi pengambilan sampai dengan
kembali ke Jakarta antara 1 sampai dengan 10 hari. Untuk mengantisipasi waktu yang
cukup lama, maka wadah yang digunakan untuk menampung contoh uji adalah botol
kaca dengan warna gelap dan dilengkapi dengan tutup yang kedap udara. Setelah
semua contoh uji terkumpul di Jakarta, maka proses selanjutnya adalah kodefikasi
contoh uji. Pada tahap ini semua contoh uji diberikan kode tertentu yang hanya diketahui
oleh pelaksana kegiatan. Hal ini dimaksudkan agar proses pengujian yang dilakukan
oleh laboratorium dapat terkontrol dari sisi mutu.
Tabel 8 : Monitoring Result
No.
1.
2.
3.

No.
SPBU
849718
849171
3110701

City
Ambon
Ambon
Balikpapan

Address
Jl. Piere Tendean Galala
Belakang Kota
Sukarno Hatta

Pb
ttd
ttd
0.001

RON
89.9
88.6
87.7

Sulfur
2000
1900
600

Distilation
57
59
55

Cetane
Index
53.07
52.67
57.1

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

6476102
6476107
6476108
6476109
14239411
14231450
1.42E+08

11.

2435234

12.

2435242

13.

2435137

14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.

2435244
3440207
3440218
3440204
6470101
6470102
6470103
6470104
6470201
14294702
14294719
14294701
14294704
14294713
2438202
2438219
2438216
2438220
5480305
5480121
5480107
5480101
74.962.23
74.962.27
74.961.01
74.962.28
74.961.30
3417124

Balikpapan
Balikpapan
Balikpapan
Balikpapan
Banda Aceh
Banda Aceh
Banda Aceh
Bandar
Lampung
Bandar
Lampung
Bandar
Lampung
Bandar
Lampung
Bandung
Bandung
Bandung
Banjarmasin
Banjarmasin
Banjarmasin
Banjarmasin
Banjarmasin
Batam
Batam
Batam
Batam
Batam
Bengkulu
Bengkulu
Bengkulu
Bengkulu
Denpasar
Denpasar
Denpasar
Denpasar
Gorontalo
Gorontalo
Gorontalo
Gorontalo
Gorontalo
Jabodetabek

Jl. Mayjen Sutoyo


Jl. Jendral Sudirman
Jl. Syarifudin Yoes
Jl. MT Haryono
Jl. Teuku Umar
Jl. Teuku Nya'Aris
Jl. Banda Aceh

0.001
0.003
ttd
ttd
0.002
0.003
0.004

87.7
87.7
87.7
88.4
88.7
89
88

400
500
500
400
2400
2500
2500

54
57
54
54
59
59
59

63.46
63.18
63.8
63.6
58.2
60.2
57.9

Jl. P Diponegoro T Betung

0.001

88.1

3900

54

55.09

Jl. P. Emir M. Noer

0.002

88.2

4000

53

55.4

Jl. Gatot Subtoro

0.003

88.1

3900

54

54.95

Jl. P. Antasari
Jl. Sukarno Hatta
Jl. Marta Negara
Jl. Peta
Jl. Mayjen Sutoyo
Jl. Adyaksa Kayutangi
Jl. Sukarno Hatta
Jl. Sudirman
Jl. A. Yani
Jl. Gajahmada Tiban
Jl. Sudirman Sukajadi
Jl. Jodoh
Jl. Seraya
Jl. A. Yani
Jl. Padang Jati
Jl. Depati Payung Negara
Jl. Belungan Kota
Jl. P. Natadirja
Jl. Imam Bonjol
Jl. Imam Bonjol
Jl. Tengku Umar
Jl. Gatot Subroto
Jl. Kec. Telaga
Jl. A. Yani
Jl. Tamalate
Jl. Kec. Limboto
Jl. Andalas
Jl. Cut Mutiah, Bekasi

0.021
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
0.001
ttd
ttd
ttd
ttd
0.007
0.01
0.01
0.014
ttd
ttd
ttd
ttd
0.003
0.004
0.005
ttd
ttd
0.001

88.7
89.3
89.1
89.1
90.3
88.7
90.1
88.6
89.9
89
89
89
89
89
88.9
88.9
88.8
88.9
88.7
90.2
89.5
89.6
87.5
87.5
87.5
87.5
89
88.6

4000
1500
1500
1500
2000
1900
2000
1900
1900
2300
2200
2600
2200
1900
2010
1830
1840
1840
2800
2500
2900
2800
700
1000
1200
1200
1500
1200

55
51
52
53
57
59
61
60
61
55
54
54
54
55
55
56
55
55
52
48
51
50
50
48
49
47
48
54

54.45
54.63
54.06
52.62
51.7
51.63
51.1
51.17
52
61.23
57.27
58.04
57.18
57.8
55.65
55.63
55.62
55.94
54.5
56.23
54.68
55.52
58.6
58.5
58.2
58.4
58.8
52.5

42.
43.

3416108
3413604

Jabodetabek
Jabodetabek

44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.

3415113
3416402
2436142
2436103
2436111
2436108
2436135
8411236
8411237
7493110
7493101
7493103
7493107
7493106
5485107
485103
485104
485102
7490205
7490295
7490203
7490122
7490222
7495109
7495118
7495108
7495101
54.83204
54.83303
54.83205
54.83208
14202137
14201103
14202132
14201142
14201115
14251510
14251507

Jabodetabek
Jabodetabek
Jambi
Jambi
Jambi
Jambi
Jambi
Jayapura
Jayapura
Kendari
Kendari
Kendari
Kendari
Kendari
Kupang
Kupang
Kupang
Kupang
Makasar
Makasar
Makasar
Makasar
Makasar
Manado
Manado
Manado
Manado
Mataram
Mataram
Mataram
Mataram
Medan
Medan
Medan
Medan
Medan
Padang
Padang

Jl. Pajajaran, Bogor


Jl. Dewi Sartika, Jakarta
Jl. Jendral Sudirman,
Tanggerang
Jl. Margonda, depok
Jl. H. Adam Malik
Jl. Arief Rahman Hakim
Jl. Kol M Taher
Jl. Soekarno Hatta
Jl. Sumantri Bojonegoro
Jl. Sam Ratulangi
Jl. Koti
Jl. Pattimura
Jl. Saranani
Jl. Teratai
Jl. A Yani dalam
Jl. R. Suprapto
Jl. Pahlawan
Jl. Timor Raya
Jl. HR Koro
Jl. Cak Doko
Jl. A. P. Pettarani
Jl. St. Alaudin Selatan
Jl. St. Alaudin Utara
Jl. Sungai Sadang Baru
Jl. Perintis Kemerdekaan
Winangun
Jl. Piere Tendean Blv
Jl. A. Yani sario
Jl. Talalin Supit
Jl. Jendral Sudirman Say say
Kec. Labuan Api
Jl. Majapahit
Jl. Lingkar Selatan
Jl. Rawa Denai
Jl. Setia Budi
Jl. Gunung Krakatau
Jl. Gatot Subroto
Jl. Imam Bonjol
Jl. Prof. Hamka Tabing
Jl. Gajah mada

0.003
0.006

90
89.4

500
2500

50
52

52.6
52.6

0.006
0.006
0.003
0.003
0.004
0.005
0.005
0.012
0.015
0.007
0.01
0.011
0.012
0.012
0.006
0.006
0.01
0.01
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
0.002
0.004
0.004
0.007
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
0.002
0.004

89.7
89.7
87.7
87.7
88.1
87.7
88.1
89.2
89.4
88.4
88
88.1
88.2
88.1
90.1
90
90.2
90.3
88
88
88.1
88.1
88.1
89
88.5
89.2
89.2
88.2
89.2
89.1
89.1
89.3
89.6
89.7
88
88.9
88.4
88.4

1600
1200
2800
2600
2900
2800
2700
3600
3600
3400
3400
3400
3400
3300
1600
1600
1600
1600
1600
1800
1100
1000
2000
3600
3400
3700
4400
4600
4500
3500
4400
1900
2000
1900
1900
1900
3400
3400

55
55
65
66
56
55
60
52
52
57
61
60
59
58
52
51
52
51
56
57
58
57
56
55
55
57
46
51
52
57
54
53
56
55
55
55
55
60

53
52.1
55.29
57.05
53.6
54.58
57.23
51.42
51.78
54.85
52.67
53.34
53.41
53.93
56.76
57.31
56.14
57.01
51.52
51.54
50.45
51.42
50.66
54.79
55.12
54.12
54.55
53.4
53.07
52.1
52.55
55.73
55.22
54.53
55.6
54.8
54.42
54.02

82.
83.
84
85.
86.
87
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98.
99.
100.
101.
102.
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
114.
115.
116.
117.
118.
119.
120.
121.

14251503
14251523
14251509
6473102
6473103
6473104
6473101
6173101
2130101
24301111
2430198
2430104
2430103
740813
7494109
7494205
7494107
24331104
24331116
2433171
24331102
24331169
14282636
14282620
14282683
14284657
14281618
6478104
64081201
64781302
6478109
6478107
4450108
4450112
4450119
4450110
840301
8198404
8498431
8498413

Padang
Padang
Padang
Palangkaraya
Palangkaraya
Palangkaraya
Palangkaraya
Palangkaraya
Palembang
Palembang
Palembang
Palembang
Palembang
Palu
Palu
Palu
Palu
Pangkalpinang
Pangkalpinang
Pangkalpinang
Pangkalpinang
Pangkalpinang
Pekanbaru
Pekanbaru
Pekanbaru
Pekanbaru
Pekanbaru
Pontianak
Pontianak
Pontianak
Pontianak
Pontianak
Semarang
Semarang
Semarang
Semarang
Sorong
Sorong
Sorong
Sorong

Jl. Juanda, Lolong


Jl. KH. Sulaiman
Jl. Veteran
Jl. RTA Nilono Km. 3
Jl. Be Obos Km. 2.5
Jl. S. Parman
Jl. Cilikriwit Km. 6.5
Jl. A. Yani
Jl. AKPB Cek Agus
Jl. Kol. H Burlian
Jl. Ry Soekarno Hatta
Jl. Radial
Jl. Kemang Lembar Daun
Jl. Raya Tawaeli
Jl. Yos Sudarso
Jl. Diponegoro
Jl. Toua Palu
Jl. RE Martadinata
Jl. Air Item
Jl. Ry Mentok
Jl. A Yani dalam
Jl. Selindung
Jl. Sukarno Hatta
Jl. Sudirman Ujung
Ring Road Arengka
Jl. Ry Pekanbaru Bangkinang
Jl. T Tambusai
Pontianak Barat
Jl. Batu Layang
Jl. Ry Jungkat
Jl. Tanjung Raya 2
Pontianak Selatan
Jl. Imam Bonjol
Jl. Cendrawasih
Jl. Pamularsih
Jl. Pemuda
Jl. Sam Ratulangi Kp. Baru
Jl. Basuki Rahmat Timur
Jl. Kalamono Km. 18
Jl. Basuki Rahmat Barat

0.004
ttd
ttd
0.002
0.002
0.002
0.004
ttd
0.021
ttd
ttd
ttd
ttd
0.005
0.005
0.005
0.014
0.004
0.008
0.009
0.009
0.009
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
0.002
0.008
0.009
0.01
0.012
0.007
0.009
0.012
0.012
ttd
ttd
ttd
ttd

88.1
88.2
88.1
85.4
86.8
86.5
85.6
86.4
86.6
87.8
88
88
88
90.4
91.2
89.7
90.2
87.7
87.6
87.5
87.7
87.7
89
88.8
88.7
89
89
89.1
89.6
89.5
89.3
89.5
89.3
88.7
89
88.5
88.5
87.8
88.5
88.1

3400
3400
3500
1900
2000
2200
1900
2100
1600
1800
1800
1600
1700
900
1500
1200
600
2100
2000
2100
2100
2000
1800
1800
1900
1800
1800
560
1400
520
2470
680
1990
1950
1970
1970
2200
1900
2100
-

50
55
54
53
53
55
53
54
73
72
72
75
73
50
46
48
47
57
56
56
55
56
56
57
56
56
56
61
58
58
56
72
55
55
55
53
50
51
47
-

55.86
54.66
54.38
56.37
56.15
56.3
56.44
55.91
51.03
50.51
50.62
49.42
50
60.8
59.6
60.8
60.9
56.35
56.13
56.27
56.34
56
66.42
65.16
64.98
65.26
65.2
65.23
62.1
65.7
58.03
56.62
50.21
50.09
51.38
51.31
55.93
55.57
56.2
-

122.
123.
124.
125.
126.
127.
128.
129.
130.

5461203
5160265
5460261
5460248
5460106
3455208
4455221
4455101
4455207

Surabaya
Surabaya
Surabaya
Surabaya
Surabaya
Yogyakarta
Yogyakarta
Yogyakarta
Yogyakarta

Jl. Raya Bungur Asih


Jl. Jemur Sari
Jl. Jemur Sari Barat
Jl. Jangir Wonokromo
Jl. Dharma Husada
Jl. Monumen Yogya Kembali
Jl. Kyai Mojo
Jl. Bantul
Jl. Camping Sleman

ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
0.01
0.01
0.012
0.014

91.7
90
91.2
89.6
91.3
88.2
88.3
88.3
88.2

1900
1900
2100
2300
2000
2300
2500
2300
2300

52
52
55
55
54
53
54
52
52

54.22
53.72
52.52
53.08
53.7
51.01
51.1
51.35
51.86

BAB III
HASIL DAN ANALISIS

3.1 Analisis Laboratorium


Berdasarkan hasil pemantauan kualitas bahan bakar di 30 kota di Indonesia dapat
diuraikan bahwa total contoh uji yang diambil adalah 259. Terdiri dari 129 unit contoh
uji solar dan 130 contoh uji bensin. Contoh uji untuk bensin yang diambil sebanyak 3
liter dan 2 liter untuk solar. Setelah dianalisis di laboratorium maka didapatkan hasil
seperti grafik berikut.
Figure Hasil Lead Content in Gasoline in 30 Cities
0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

2005

2006

2007

Standard 0.013 gr/l

Figure RON Gasoline in 30 cities

Pontianak

Pangkalpina

Palangkaray

Kendari

Jayapura

Jambi

Bengkulu

Gorontalo

Bandar

Banda Aceh

Sorong

Palu

Pekanbaru

Padang

Mataram

Manado

Kupang

Banjarmasin

Balikpapan

Ambon

Yogyakarta

Surabaya

Semarang

Palembang

Medan

Makasar

Jabodetabek

Denpasar

Batam

Bandung

2005

2006

2007

Pangkalpina
Pontianak

Pontianak

Bandar

Banda Aceh

Sorong

Pekanbaru

Palu

Padang

Mataram

Manado

Kupang

Banjarmasin

Balikpapan

Ambon

Yogyakarta

Surabaya

Semarang

Palembang

Medan

Makasar

Jabodetabek

Denpasar

Batam

Bandung

Pangkalpina

0
Palangkaray

500

Palangkaray

1000
Kendari

1500

Kendari

2000
Jayapura

2500

Jayapura

3000
Jambi

3500

Jambi

4000

Gorontalo

4500
Bengkulu

Figure Sulphur content in ADO in 30 cities


Gorontalo

Standard 88

Bengkulu

Bandar

Banda Aceh

Sorong

Pekanbaru

2007

Palu

Padang

2006

Mataram

Manado

2005

Kupang

Banjarmasin

Balikpapan

Ambon

Yogyakarta

Surabaya

Semarang

Palembang

Medan

Makasar

Jabodetabek

Denpasar

Batam

Bandung

92

91

90

89

88

87

86

85

84

83

Standard 3500

Figure Distillation characteristic in ADO in 30 cities

2005

2006

2007

Standard 45

Palangkaray
Pangkalpina
Pontianak

Pontianak

Bandar

Banda Aceh

Sorong

Pekanbaru

Palu

Padang

Mataram

Manado

Kupang

Banjarmasin

Balikpapan

Ambon

Yogyakarta

Surabaya

Semarang

Palembang

Medan

Makasar

Jabodetabek

Denpasar

Batam

Bandung

Pangkalpina

Palangkaray

10
Kendari

20

Kendari

30
Jayapura

40

Jayapura

50
Jambi

60

Jambi

70
Bengkulu

80
Gorontalo

Figure Cetane index in ADO in 30 cities

Bengkulu

2007

Gorontalo

Bandar

Banda Aceh

Sorong

Pekanbaru

Palu

2006

Padang

Mataram

2005

Manado

Kupang

Banjarmasin

Balikpapan

Ambon

Yogyakarta

Surabaya

Semarang

Palembang

Medan

Makasar

Jabodetabek

Denpasar

Batam

Bandung

90

80

70

60

50

40

30

20

10

3.2. Analisis Umum


Secara umum kualitas bahan bakar yang ada di pasaran di Indonesia tahun 2007
menunjukkan perbaikan, khususnya untuk bahan bakar bensin, hampir seluruh
Indonesia telah disuplai dengan bahan bakar tanpa Timbel (Unleaded Gasoline) di
mana rata-rata Timbel dalam sampel bahan bakar adalah 0,007 gr/lt. Jauh di bawah
ambang batas maksimum yang ditetapkan yaitu 0.013 gr/lt.
Sedangkan untuk solar tahun 2007, kandungan Sulfur rata-rata yaitu 2156 ppm. Nilai
ini masih di bawah ambang batas maksimum yang dikeluarkan Dept. ESDM,
walaupun masih jauh di atas standar EURO 2. Dari 30 kota yang dipantau, beberapa
kota berada di atas ambang batas maksimum (3500 ppm) adalah Bandar Lampung
(3950 ppm), Jayapura (3600 ppm), Manado (3775 ppm), dan Mataram berada jauh di
atas ambang batas maksimum (4250 ppm). Sedangkan kota yang hampir melewati
ambang batas maksimum adalah Kendari (3380 ppm) dan Padang (3420 ppm). Hanya
satu kota, yaitu Balikpapan yang disuplai dengan bahan bakar solar berkadar Sulfur
rendah (480 ppm) yang berarti memenuhi standar EURO 2.
a) Kandungan Timbel (Pb) dalam Bensin
Kandungan Timbel (Pb) dalam bensin di 12 kota menunjukkan performa yang sangat
baik dengan rata-rata kandungan Timbel dalam bensin sudah tidak terdeteksi. 18 kota
lainnya memiliki angka rata-rata minimum 0.002 dan maksimum 0.0012 (lihat grafik).
Hasil ini menunjukkan konsistensi dan komitmen pihak PT. Pertamina untuk peduli
terhadap lingkungan dengan menyediakan bensin tanpa Timbel di seluruh Indonesia.
Di mana terhitung 1 Juli 2006, TEL (Tetra Ethyl Lead) tidak lagi disuntikkan ke dalam
bahan bakar bensin yang beredar di Indonesia.

b) Angka Oktana (RON) dalam Bensin


Angka oktana (RON) bahan bakar bensin di 30 kota rata-rata sebesar 88.69 dengan
RON terendah 85.4 dan tertinggi sebesar 91.7, sebagaimana dipersyaratkan oleh
Ditjen Migas, minimal harus 88.0. Sehingga dapat dikatakan bahwa RON pada bensin
jenis premium di Indonesia telah cukup baik.
Namun sangat disayangkan, RON untuk bensin jenis premium di kota Palangkaraya,
Palembang, Jambi, dan Gorontalo mendekati angka oktana 88, yaitu berturut-turut
86.14, 87.68, 87.86, dan 87.8. Grafik angka oktane (RON) dalam bahan bakar bensin
dapat dilihat pada tabel.
c) Kandungan Sulfur dalam Solar
Evaluasi terhadap kualitas kandungan Sulfur pada solar dilakukan dengan
membandingkan kandungan Sulfur dalam spesifikasi bahan bakar solar, yaitu standar
maksimum 3500 ppm dan dibandingkan dengan standar EURO 2 yang mensyaratkan
kandungan Sulfur dalam solar sebesar 500 ppm. Pada tahun 2007, rata-rata
kandungan Sulfur adalah 2156 ppm dengan range antara 400 ppm sampai 4600 ppm.
Untuk diketahui, hasil pemantauan tahun 2006 menunjukkan rata-rata kandungan
Sulfur sebesar 1494 ppm dengan range minimum 700 ppm dan maksimum 3300 ppm.

Beberapa kota dengan kondisi kandungan Sulfur dalam solar cukup mengkhawatirkan
adalah: Manado (3775 ppm), Jayapura (3600 ppm), Bandar Lampung (3950 ppm),
Mataram (4250 ppm), masih disuplai dengan bahan bakar solar yang kadar Sulfurnya
di atas 3500 ppm. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Sejauh ini hanya di
kota Balikapan yang telah disuplai bahan bakar solar dengan kandungan Sulfur yang
sesuai standar EURO 2, yaitu 480 ppm.
Sulfur pada solar sangat erat kaitannya dengan emisi PM10. Kandungan Sulfur pada
solar harus segera diturunkan sampai pada titik terendah atau mencapai standar
EURO 2 yang ditetapkan. Sulfur dalam bahan bakar solar secara alami berasal dari
minyak mentah. Apabila tidak dihilangkan pada proses pengilangan, maka Sulfur akan
mengkontaminasi bahan bakar kendaraan. Sulfur dapat memberikan pengaruh
signifikan terhadap usia mesin dan sangat signifikan terhadap keberadaan emisi
partikulat (PM10). Dalam program EUROpean Auto Oil, diprediksi pengurangan
kandungan Sulfur dari 500 ppm menjadi 30 ppm akan menurunkan emisi partikulat
sebesar 93 persen. Dengan demikian, keberadaan Sulfur di atas 1000 ppm
sebagaimana yang terukur di 29 kota akan berimplikasi pada tingginya emisi partikulat
di udara ambein kota-kota tersebut dan akan menjadi parameter kritis dominan bagi
kondisi kualitas udara ambein kota tersebut.
Pemerintah bertekad menurunkan kadar Sulfur dari 5000 ppm menjadi 3500 ppm
pada tanggal 16 Maret 2007 terhadap solar yang dijual di Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Umum (SPBU). (Kompas). Dengan diberlakukannya spesifikasi solar yang baru
ini, maka akan sangat membantu Pemerintah untuk mendukung Program Langit Biru
dengan mengurangi pencemaran udara di kota-kota besar.

d) Indeks Setana dalam Solar


Indeks setana untuk 30 kota rata-rata sebesar 55.56 dengan range angka maksimum
66.42 dan nilai minimum 49.42. Angka ini masih belum sesuai dengan spesifikasi yang
dikeluarkan oleh Dirjen Migas, Dept. ESDM, yaitu minimum sebesar 45. Selain
memengaruhi emisi kendaraan dan konsumsi bahan bakar, angka setana juga
berpengaruh secara signifikan terhadap emisi NOx terutama pada beban rendah.
Peningkatan angka setana dari 50 menjadi 58 akan menurunkan 26 persen emisi
hidrokarbon (HC) dan Karbon monoksida (CO).
Dalam kaitannya dengan konsumsi bahan bakar, kenaikan angka setana akan
mengurangi konsumsi bahan bakar dan juga kebisingan mesin. Angka setana selain
mempengaruhi emisi kendaraan dan konsumsi bahan bakar juga berpengaruh secara
signifikan terhadap emisi Nox terutama pada beban rendah. Peningkatan angka
setana dari 50 menjadi 58 akan menurunkan 26 persen emisi Hidrocarbon (HC) dan
karbon monoksida (CO). Dalam kaitannya dengan konsumsi bahan bakar, kenaikan
angka setana akan mengurangi konsumsi bahan bakar dan juga kebisingan mesin.
Angka ini sekalipun sesuai dengan spesifikasi yang dikeluarkan oleh Dirjen Migas,
Dept. ESDM, harus ditingkatkan apabila ingin memperbaiki kualitas udara.
Dengan demikian, baik bensin maupun solar masih perlu ditingkatkan kualitasnya,
terutama untuk menghilangkan Timbel dari bensin dan menurunkan kadar Sulfur pada
solar serendah mungkin. Selain telah berulang kali ditunda (setidaknya 5 kali sejak
1996), dengan harga bensin premium (bertimbel dengan RON 88) sebesar Rp 4.500
per liter telah mengindikasikan sudah tidak adanya subsidi jenis bahan bakar ini,

sehingga menjadi keharusan mengonversi menjadi bensin tanpa timbel mengingat


harga bensin tanpa timbel RON 89 berdasarkan MOPS (Mids Oil Plat Singapore)
adalah US$ 92/barel atau setara dengan Rp 4.100 per liter.
Demikian pula untuk solar, penurunan kadar Sulfur harus segera diturunkan hingga
mencapai standar EURO 2 maksimal 500 ppm.
Upaya tersebut hendaknya diikuti pula dengan peningkatan kualitas bahan bakar
untuk berbagai karakteristik lainnya melalui penurunan kandungan aromatik, olefin,
benzena (pada bensin) dan peningkatan angka setana (pada solar). Hal tersebut
menjadi syarat untuk penerapan rencana aksi penurunan emisi kendaraan bermotor
secara terpadu dalam kerangka peningkatan kualitas udara di daerah perkotaan.
Apabila hal tersebut tidak segera dilakukan, maka pencemaran udara tetap menjadi
eban juga akan terus mengganggu perkembangan iklim investasi atas inovasi
teknologi kendaraan ramah lingkungan.
e) Karakteristik Distilasi dalam Solar
Karakteristik distilasi pada bahan bakar solar di 30 kota rata-rata sebesar 55.34 (%v/v)
dengan range angka minimum 46 (%v/v) dan angka maksimum 75 (%v/v).
Temperatur distilasi menyatakan volatilitas atau kecenderungan suatu cairan berubah
menjadi gas. Volatilitas secara tidak langsung erat kaitannya dengan daya dan faktor
ekonomis motor diesel. Distilasi minyak solar juga mempengaruhi viskositas. Titik
nyala (flash point), titik swanyala (auto ignition), angka setana dan densitas dari
minyak solar.
Volatilitas medium (50% recovery) ada kaitannya dengan kecenderungan terjadinya
asap, hal ini mungkin disebabkan oleh pengaruh injeksi dan pencampuran minyak
solar (Nur Ahdiat, 1994). Volatilitas yang terlalu rendah akan menurunkan daya yang
dihasilkan oleh motor diesel karena bahan bakar akan lebih sulit diatomisasi,
sedangkan volitilitas yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan menurunnya daya
karena timbulnya vapour lock selain dari itu juga dapat menimbulkan detonasi.
Penurunan daya dari motor diesel tersebut akibat dari volaitilitas akan berdampak
terhadap konsumsi bahan bakar yang digunakan dan juga emisi yang dihasilkan,
secara naluri apabila mesin kekurangan daya, maka pengemudi akan menekan gas
sehingga konsumsi bahan bakar akan semakin banyak. Dalam spesifikasi bahan
bakar yang terbaru (SK Dirjen Migas No.3675 K/DJM/2006) tidak lagi mencantumkan
batasan % recovery, namun hanya memberikan batasan temperatur pemanasan
maksimum, yaitu sebesar 370 derajat celcius.

BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1.Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisis kualitas bahan bakar di 30 kota, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kualitas bensin di 30 kota mulai membaik, karena kandungan Timbelnya sudah
menunjukkan hasil yang menggembirakan. Bahan bakar bensin di sebagian besar
wilayah Indonesia sudah dipasok bensin yang bebas Timbel dengan rincian sebagai
berikut:
ii) Nilai rata-rata kandungan Timbel dalam bensin tahun 2006 adalah 0.038 gr/l,
sementara nilai rata-rata tahun 2007 di 30 kota adalah 0.0068 gr/lt. Artinya
ditemukan penurunan kadar Timbel dalam bensin secara drastis.
iii) Dari 30 kota yang dipantau, 10 kota menunjukkan performa yang baik di mana
didapat kandungan Timbel dalam bensin sudah tidak terdeteksi atau unleaded
gasoline. Kota-kota tersebut adalah Bandung, Denpasar, Makassar, Medan,
Surabaya, Ambon, Banjarmasin, Mataram, Pekanbaru, dan Sorong.
iv) Sembilan belas kota menunjukkan performa yang cukup baik di mana nilai
kandungan timbalnya sama dengan dan atau di bawah ambang maksimum.
Kota-kota tersebut adalah Batam, Jabodetabek, Semarang, Yogyakarta,
Balikpapan, Kupang, Manado, Padang, Palu, Banda Aceh, Bandar Lampung,
Bengkulu, Gorontalo, Jambi, Jayapura, Kendari, Palangkaraya, Pangkalpinang,
dan Pontianak.
v) Sementara terdapat satu kota yang memiliki rata-rata kandungan Timbel masih di
atas ambang maksimum 0.013 gr/lt, yaitu kota Palembang dengan nilai rata-rata
sebesar 0.021 gr/lt.
vi) Secara umum terjadi penurunan kadar Timbel dalam bensin rata-rata secara
bertahap antara tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007.
2. Kualitas solar pada tahun ini menurun jika dibandingkan dengan data tahun 2006.
Terdapat peningkatan kandungan Sulfur dibandingkan dengan tahun lalu di
sebagian besar kota yang dipantau. Hasil selanjutnya disajikan sebagai berikut:
i)

Nilai rata-rata kandungan Sulfur untuk tahun 2007 di 30 kota adalah sebesar 2156
ppm.
ii) Jika dibandingkan dengan data tahun 2006, terjadi peningkatan kandungan Sulfur
di 15 kota. Dari 15 kota tersebut, ditemukan peningkatan yang cukup
mengkhawatirkan adalah di Manado dari 775 ppm menjadi 3775 ppm, dan
Mataram dari 1275 ppm menjadi 4250 ppm.
iii) Sebaliknya penurunan kandungan Sulfur ditemukan hanya di 5 kota, yaitu Batam,
Jabodetabek, Balikpapan, Banjarmasin, dan Kupang.
iv) Dua puluh enam kota ditemukan nilai rata-rata sulfur sama dengan atau di bawah
ambang batas. Sementara 4 kota lainnya ditemukan nilai rata-rata sulfur di atas
ambang batas, yaitu 3500 ppm. Empat kota tersebut adalah Manado dengan nilai
3775 ppm, Mataram dengan nilai 4250 ppm, Bandar Lampung dengan nilai 3950
ppm, dan Jayapura dengan nilai 3600 ppm.

3. Untuk nilai angka octane (RON) dapat dikatakan bahwa seluruh kota tersebut telah
dipasok dengan bensin yang memiliki RON memadai. Nilai rata-rata RON secara
keseluruhan adalah 88.74 dengan rata-rata nilai maksimum adalah 90.76. Dapat
dikatakan bahwa RON untuk bensin jenis premium di Indonesia cukup baik telah
memenuhi spesifikasi yang ditentukan yaitu sebesar 88. Dari 30 kota, masih
ditemukan 6 kota memiliki nilai rata-rata RON kurang dari standar. Enam kota
tersebut adalah Palembang, Balikpapan, Gorontalo, Jambi, Palangkaraya, dan
Pangkalpinang.
4. Untuk indeks setana dapat dikatakan bahwa seluruh kota tersebut telah dipasok
dengan bensin dengan nilai setana yang baik, yaitu di atas nilai minimum standar
45. Nilai rata-rata indeks setana tahun 2007 adalah 55.56 dengan rata-rata nilai
maksimum sebesar 65.40 di kota Pekanbaru dan rata-rata nilai minimum 50.31 di
kota Palembang.

4.2. Rekomendasi
Sehubungan dengan kesimpulan tersebut di atas, maka direkomendasikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Upaya untuk menghilangkan kandungan Timbel dalam bensin masih perlu terus
dilakukan, karena dari 30 kota yang dipantau baru ditemukan 10 kota yang bebas
Timbel (Unleaded Gasoline). Sementara 20 kota lainnya masih mengandung Timbel.
2) Segera dilaksanakan penerapan kebijakan penggunaan catalytic converter untuk
wilayah yang telah dipasok dengan bensin tanpa Timbel.
3) Solar berkadar Sulfur rendah hendaknya segera dipasarkan seiring dengan
diterapkannya kebijakan bensin tanpa Timbel di seluruh wilayah Indonesia,
setidaknya agar memenuhi prasyarat penerapan Kepmen Lingkungan Hidup Nomor
141/2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru
dan Kendaraan Bermotor yang Sedang Diproduksi (Current Production).
4) Pemantauan kualitas bahan bakar perlu dilakukan setiap tahun dengan menambah
jumlah titik sampling di berbagai daerah di Indonesia sebagai upaya pengawasan
terhadap mutu bahan bakar yang dipasarkan oleh berbagai produsen dan distributor
bahan bakar. Dengan demikian, tujuan pemantauan kualitas bahan bakar sebagai
bagian dari program Langit Biru dapat tercapai sekaligus melindungi hak-hak
konsumen pengguna bahan bakar kendaraan bermotor.
5) Perlu terus dilakukan sosialisasi informasi yang dapat mendidik masyarakat untuk
lebih bertanggung jawab dalam menggunakan bahan bakar.

Referensi / References
Ann Carroll, MPH, Environmental Health Center National Safety Council, Lead
Poisioning Prevention in Indonesia
Ahmad Safrudin, Penghapusan bensin berTimbel: langkah pertama strategi penurunan
emisi kendaraan bermotor
Agency for Toxic Substances and Disease Registry. (1999) Toxicological profile for lead.
Atlanta: ATSDR.
CDC. (2000) Blood lead levels in young children and selected sites, 19961999. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 49:1133-1137
Courtis, Lead phase-out and the challenges of developing future gasoline specification
Direktorat Niaga Migas, Spesifikasi Bahan Bakar Kendaraan Bermotor di Indonesia
Dr. Umar Fahmi Achmadi, Analisis Resiko Pencemaran Udara (CO dan Pb) Terhadap
Penduduk Perkotaan
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara BAPEDAL, Kemajuan Pelaksanaan Program
Pengapusan Bensin BerTimbel di Indonesia, Masih Mungkinkah 2003?,
Exxon mobile corporation, FAQ Automotive diesel fuel
Dampak Positif dan Negatif Pengadaan Bensin Tanpa Timbel di DKI Jakarta
Jurnal KPBB, a long way to unleaded gasoline
KPBB, Lembar Fakta Kampanye Penghapusan Bensin BerTimbel
KPBB, Dokumen-dokumen pada pertemuan Caf Kemang, Menyongsong Era
Penghapusan Timbel dalam Bahan Bakar Bensin Demi Masyarakat dan Lingkungan
Pirkle JL, Brody DJ, Gunter EW, et al (1994) The decline in blood lead levels in the United
States. JAMA 272: 284-291
Paper Hasil Studi Dampak Letter Of Intent RI IMF Terhadap Perekonomian Indonesia: Isu
Implementasi UULH Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Udara Melalui Program
Konversi Energi Bersih, Bensin Tanpa Timbel.
Pertamina, Kemungkinan penerapan bensin TT tahun 2003 di Indonesia
Purwosutrisno, Perbaikan mutu bensin tanpa Timbel di Indonesia
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
LEMIGAS, Analisis spesifikasi Tanpa Timbel untuk pasokan Jakarta
mulai 1 Juli 2001 Sistem Bahan Bakar Motor Diesel, Swisscontact

CAP US-EPA, Implementers Guide to Phasing Out Lead in Gasoline.


Wiranto Wiromartono, Spesifikasi Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
di Indonesia World Bank Technical Paper No. 508, Masami Kojima
dan Magda lovei World Wide Fuel Charter (WWFC),Technical
Papper, Desember 2002
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 1 Tahun 2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
SK Menteri Pertambangan dan Energi No 1585.k/32-MPE/1999
Surat Keputusan Dirjen Migas No: 12 K /43/DDJM/1991 tentang Tatacara Pengawasan
Mutu Bahan Bakar Minyak di Dalam Negeri.
Website Pertamina
www.pertamina.com pertamina.php?irwcontents=
webpage&menu=106&page_id=36&menu=106&page_id=36
Kep. Men LH No. 35 tahun 1993 mengenai Emisi Gas Buang Kendaran Bermotor.
SK Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No 3674 K/24/DJM/2006 mengenai Standar
dan Mutu (spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin yang Dipasarkan di Dalam
Negeri.
SK Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No 3675 K/24/DJM/2006 mengenai Standar
dan Mutu (spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Solar yang Dipasarkan di Dalam Negeri.
Kepmen Lingkungan Hidup Nomor 141/2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang
Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor yang Sedang Diproduksi
(Current Production).

Medan
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

14201142
14202132
14201115
14202137
14201103

Lead, Pb (gr/l)
2005
0.220
0.214
0.223
0.193
0.215

2006
0.066
0.012
0.037
0.009
0.043

0.213

0.033

2007
TTD
TTD
TTD
TTD
TTD

RON

Sulfur

Distilation

Ce

2005
87
88
87
88
88

2006
90.2
89.5
89.7
88.2
88.5

2007
88
89.7
88.9
89.3
89.6

2005
1000
700
1000
1000
900

2006
1400
1500
1000
2100
1100

2007
1900
1900
1900
1900
2000

2005
43
44
44
45
44

2006
50
66
52
53
53

2007
55
55
55
53
56

2005
67
69
66
67
68

87.6

89.22

89.1

920

1420

1920

44

54.8

54.8

67.4

Medan
1. Kualitas bensin
Bahan bakar bensin di kota Medan telah bebas dari kandungan Timbel (Unleaded
Gasoline). Dari lima SPBU yang dipantau, seluruhnya menunjukkan kandungan Timbelnya
sudah tidak terdeteksi. Dibandingkan dengan tahun 2005 dan 2006, pada tahun ini terjadi
peningkatan kualitas bensin yang sangat baik, karena sudah memenuhi standar yang
ditentukan. Angka RON dari SPBU yang dipantau rata-rata 89.1. Angka ini telah memenuhi
standar yang ditetapkan, yaitu 88. Tetapi nilai RON tahun 2007 ini lebih buruk dibandingkan
dengan tahun 2006, di mana rata-rata nilai RON adalah 89.22.
2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami penurunan yang cukup drastis. Hal ini dapat dilihat dari
kandungan sulfur mengalami peningkatan yang signifikan. Jika tahun 2005 rata-rata
kandungan sulfur masih 920 ppm, tahun 2006 sebesar 1420 ppm, tahun ini meningkat
menjadi 1920 ppm. Walaupun angka ini masih di bawah ambang batas yang ditetapkan,
yaitu sebesar 3500 ppm, tetapi kecenderungan peningkatan cukup drastis ini harus menjadi
perhatian yang serius. Penurunan kualitas solar juga terlihat pada nilai indeks setana. Pada
tahun 2005 rata-rata indeks setana sebesar 67.4, tahun 2006 sebesar 64.6, dan pada
tahun 2007 menurun menjadi 55.2.

Denpasar
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

5480101
5480121
5480305
5480107

Lead, Pb (gr/l)
2005
0.0013
0.0013
0.0013
0.0013

2006
0.024
0.015
0.031
0.011

0.001

0.02

2007
TTD
TTD
TTD
TTD

RON

Sulfur

Distilation

Cet

2005
90
88
90
88

2006
88.2
88.7
88.4
89.5

2007
89.6
90.2
88.7
89.5

2005
2200
1000
900
900

2006
1100
1000
1000
1100

2007
2800
2500
2800
2900

2005
58
58
57
58

2006
70
65
65
66

2007
50
48
52
51

2005
54
54
55
54

89

88.7

89.5

1250

1050

2750

57.8

66.5

50.3

54.3

Denpasar
1. Kualitas bensin
Bahan bakar bensin di kota Denpasar telah bebas dari kandungan Timbel (Unleaded
Gasoline). Dari empat SPBU yang dipantau, seluruhnya menunjukkan kandungan
Timbelnya sudah tidak terdeteksi. Tahun 2005 rata-rata kandungan Timbel adalah 0.013
gr/lt. Nilai ini sama dengan ambang batas yang diperbolehkan. Tahun 2006 rata-rata
Timbel naik menjadi 0.020 gr/lt. Nilai ini melebihi ambang batas. Pada tahun ini terjadi
peningkatan kualitas bensin yang sangat baik, karena sudah tidak terdeteksi. Rata-rata
angka RON dari SPBU yang dipantau untuk tahun ini adalah 89.5. Angka ini telah
memenuhi standar yang ditetapkan, yaitu 88. Jika dibandingkan dengan nilai RON tahun
2006 ini lebih buruk dibandingkan dengan tahun 2007, di mana rata-rata nilai RON adalah
88.7. Tahun 2005 nilai RON sebesar 89.
2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami penurunan yang cukup drastis. Hal ini dapat dilihat dari
kandungan sulfur mengalami peningkatan yang signifikan. Jika tahun 2005 rata-rata
kandungan sulfur masih 1250 ppm, tahun 2006 sebesar 1050 ppm, tahun ini meningkat
menjadi 2750 ppm. Walaupun angka ini masih di bawah ambang batas yang ditetapkan,
yaitu sebesar 3500 ppm, tetapi kecenderungan peningkatan cukup drastis ini harus menjadi
perhatian yang serius. Penurunan kualitas solar juga terlihat pada nilai indeks setana. Pada
tahun 2005 rata-rata indeks setana sebesar 54.25, tahun 2006 sebesar 48.75 dan pada
tahun 2007 menurun menjadi 55.23.

Bandung
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

3440218
3440204
3440207

Lead, Pb (gr/l)

RON

Sulfur

Distilation

Ceta

2005
0.137
0.067
0.197

2006
0.034
0.025
0.017

2007
TTD
TTD
TTD

2005
90
90
90

2006
89
89
89.4

2007
89.1
89.1
89.3

2005
2800
3100
2800

2006
700
700
700

2007
1500
1500
1500

2005
78
77
77

2006
57
57
57

2007
52
53
51

2005
50
51
50

0.13

0.025

####

90

89.13

89.2

2900

700

1500

77.3

57

52

50.3

Bandung
1. Kualitas bensin
Bahan bakar bensin di kota Bandung telah bebas dari kandungan Timbel (Unleaded
Gasoline). Dari tiga SPBU yang dipantau, seluruhnya menunjukkan kandungan Timbelnya
sudah tidak terdeteksi. Tahun 2005 rata-rata kandungan Timbel adalah 0.133 gr/lt. Nilai ini
di atas ambang batas yang diperbolehkan. Tahun 2006 rata-rata Timbel turun menjadi
0.025 gr/lt. Nilai ini pun masih melebihi ambang batas. Pada tahun ini terjadi peningkatan
kualitas bensin yang sangat baik, karena sudah tidak terdeteksi. Rata-rata angka RON dari
SPBU yang dipantau untuk tahun ini adalah 89.16. Angka ini telah memenuhi standar yang
ditetapkan, yaitu 88. Jika dibandingkan dengan nilai RON tahun 2006 angka ini hampir
sama dengan tahun 2007, yaitu 89.13. Namun tahun 2005 nilai RON jauh lebih baik, yaitu
sebesar 90.
2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami penurunan yang cukup drastis. Hal ini dapat dilihat dari
kandungan sulfur mengalami peningkatan yang signifikan. Jika tahun 2005 rata-rata
kandungan sulfur masih 2900 ppm, tahun 2006 sebesar 700 ppm, tahun ini meningkat
menjadi 1500 ppm. Walaupun angka ini masih di bawah ambang batas yang ditetapkan,
yaitu sebesar 3500 ppm, tetapi penurunan nilai ini jika dibandingkan dengan tahun 2006
cukup drastis dan tetap harus menjadi perhatian yang serius. Penurunan kualitas solar juga
terlihat pada nilai indeks setana. Pada tahun 2005 rata-rata indeks setana sebesar 50.33,
tahun 2006 sebesar 52.63 dan pada tahun 2007 menurun menjadi 53.77.

Batam
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

14294713
14294701
14294704
14294719
14294702

Lead, Pb (gr/l)

RON

Sulfur

Distilation

Cet

2005
0.010
0.010
0.055
0.05

2006
0.013
0.027
0.018
0.008
0.007

2007
TTD
TTD
TTD
TTD
0.001

2005
90
91
90
90

2006
90.5
90.5
90.3
90.1
90.5

2007
89
89
89
89
89

2005
1000
900
1000
800

2006
2700
2300
2200
2300
2000

2007
1900
2600
2200
2200
2300

2005
48
48
48
47

2006
57
55
59
56
59

2007
55
54
54
54
55

2005
64
64
64
65

0.03

0.015

90.3

90.38

89

925

2300

2240

47.8

57.2

54.4

64.3

Batam
1. Kualitas bensin
Bahan bakar bensin di kota Batam telah bebas dari kandungan Timbel (Unleaded
Gasoline). Dari lima SPBU yang dipantau, hanya satu yang menunjukkan kandungan
Timbel masih ada yaitu 0.001, empat SPBU lainnya menunjukkan kandungan Timbelnya
sudah tidak terdeteksi. Tahun 2005 rata-rata kandungan Timbel adalah 0.031 gr/lt. Nilai ini
di atas ambang batas yang diperbolehkan. Tahun 2006 rata-rata Timbel menurun menjadi
0.014 gr/lt. Pada tahun ini terjadi peningkatan kualitas bensin yang sangat baik, karena
dapat dikatakan sudah tidak terdeteksi. Rata-rata angka RON dari SPBU yang dipantau
untuk tahun ini adalah 89. Angka ini telah memenuhi standar yang ditetapkan, yaitu 88. Jika
dibandingkan dengan nilai RON tahun 2006 ini lebih buruk dibandingkan dengan tahun
2007, di mana rata-rata nilai RON adalah 90.38, begitu juga untuk tahun 2005 dengan nilai
RON sebesar 90.25.
2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami penurunan yang cukup drastis. Hal ini dapat dilihat dari
kandungan sulfur mengalami peningkatan yang signifikan. Jika tahun 2005 rata-rata
kandungan sulfur masih 925 ppm, tahun 2006 sebesar 2300 ppm, tahun ini menurun
menjadi 2240 ppm. Walaupun angka ini masih di bawah ambang batas yang ditetapkan,
yaitu sebesar 3500 ppm, tetapi kecenderungan peningkatan cukup drastis ini harus menjadi
perhatian yang serius. Peningkatan kualitas solar terlihat pada nilai indeks setana. Pada
tahun 2005 rata-rata indeks setana sebesar 64.25, tahun 2006 sebesar 61.6 dan pada
tahun 2007 menurun menjadi 58.30.

Jabodetabek
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

3417124
3413604
3415113
3416402
3416108

Lead, Pb (gr/l)

RON

Sulfur

Distilation

2005
0.0013
0.0013
0.0013
0.0013
0.0013

2006
TTD
TTD
TTD
0.0030
TTD

2007
0.001
0.006
0.006
0.006
0.003

2005
90
90
88
90
88

2006
90.5
90.4
90.4
90.2
90.7

2007
88.6
89.4
89.7
89.7
90

2005
800
1500
900
900
900

2006
2600
3300
2600
2000
3000

2007
1200
2500
1600
1200
500

2005
46
50
50
49
49

2006
59
53
50
53
56

2007
54
52
55
55
50

2005
46
55
55
49
49

0.001

0.003

0.004

89.2

90.44

89.5

1000

2700

1400

48.8

54.2

53.2

50.8

Jabodetabek
1. Kualitas bensin
Tahun 2006 kandungan Timbel dapat dikatakan sudah unleaded walaupun dari lima
SPBU yang dipantau, masih ada satu SPBU yang belum unleaded dengan nilai 0.003
Tahun 2007, dari lima SPBU yang dipantau, ternyata kandungan Timbelnya masih
terdeteksi dengan rata-rata 0.004 gr/lt. Tahun 2005 rata-rata kandungan Timbel adalah
0.013 gr/lt. Nilai ini sama dengan ambang batas yang diperbolehkan. Rata-rata angka RON
dari SPBU yang dipantau untuk tahun ini adalah 89.48. Angka ini telah memenuhi standar
yang ditetapkan, yaitu 88. Jika dibandingkan dengan nilai RON tahun 2006 ini lebih buruk
dibandingkan dengan tahun 2007, di mana rata-rata nilai RON adalah 90.44. Tahun 2005
nilai RON sebesar 89.2.
2. Kualitas Solar
Tahun 2005 rata-rata kandungan sulfur 1000 ppm, tahun 2006 sebesar 2700 ppm,
tahun ini menurun menjadi 1400 ppm. Walaupun angka ini masih di bawah ambang batas
yang ditetapkan, yaitu sebesar 3500 ppm. Penurunan kualitas solar juga terlihat pada nilai
indeks setana. Pada tahun 2005 rata-rata indeks setana sebesar 50.8, tahun 2006 sebesar
54.6 dan pada tahun 2007 menurun menjadi 52.56.

Makassar
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

7490205
7490222
7490295
7490203
7490122

Lead, Pb (gr/l)
2005
0.238
0.304
0.263
0.284
0.272

2006
TTD
0.005
0.004
0.012
TTD

0.272

0.007

2007
TTD
TTD
TTD
TTD
TTD

RON

Sulfur

Distilation

Ce

2005
89
90
90
91
91

2006
89.2
88.6
88.7
89
89.1

2007
88
88.1
88
88.1
88.1

2005
900
1700
1000
1000
1100

2006
800
800
900
800
800

2007
1600
2000
1800
1100
1000

2005
53
54
53
54
54

2006
65
65
70
64
65

2007
56
56
57
58
57

2005
59
59
60
60
59

90.2

88.92

88.1

1140

820

1500

53.6

65.8

56.8

59.4

Makasar
1. Kualitas bensin
Bahan bakar bensin di kota Makassar telah bebas dari kandungan Timbel (Unleaded
Gasoline). Dari lima SPBU yang dipantau, seluruhnya menunjukkan kandungan Timbelnya
sudah tidak terdeteksi. Dibandingkan dengan tahun 2005 dan 2006, pada tahun ini terjadi
peningkatan kualitas bensin yang sangat baik, karena sudah memenuhi standar yang
ditentukan. Angka RON dari SPBU yang dipantau rata-rata 88.06. Angka ini telah
memenuhi standar yang ditetapkan, yaitu 88. Tetapi nilai RON tahun 2007 ini hampir sama
dengan tahun 2006, di mana rata-rata nilai RON adalah 88.92. Namun nilai ini lebih rendah
dari tahun 2005 yaitu 90.2.

2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami penurunan yang cukup drastis. Hal ini dapat dilihat dari
kandungan sulfur mengalami peningkatan yang signifikan. Jika tahun 2005 rata-rata
kandungan sulfur masih 1140 ppm, tahun 2006 sebesar 820 ppm, tahun ini meningkat
menjadi 1500 ppm. Walaupun angka ini masih di bawah ambang batas yang ditetapkan,
yaitu sebesar 3500 ppm, tetapi kecenderungan peningkatan cukup drastis ini harus menjadi
perhatian yang serius. Penurunan kualitas solar juga terlihat pada nilai indeks setana. Pada
tahun 2005 rata-rata indeks setana sebesar 59.4, tahun 2006 sebesar 50.96, dan pada
tahun 2007 meningkat menjadi 51.11.

Palembang
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

2130101
2430103
24301111
2430104
2430198

Lead, Pb (gr/l)

RON

Sulfur

Distilation

Ce

2005
0.519
0.595
0.503
0.509
0.517

2006
0.153
0.142
0.156
0.161
0.135

2007
0.021
TTD
TTD
TTD
TTD

2005
89
89
89
89
90

2006
89.6
88.9
88.5
88.7
90.1

2007
86.6
88
87.8
88
88

2005
600
600
600
600
600

2006
1000
2000
1000
2100
1700

2007
1600
1700
1800
1600
1800

2005
61
64
63
64
64

2006
74
72
72
72
75

2007
73
73
72
75
72

2005
52
52
51
51
52

0.529

0.149

0.021

89.2

89.16

87.7

600

1560

1700

63.2

73

73

51.6

Palembang
1. Kualitas bensin
Bahan bakar bensin di kota Palembang mengalami peningkatan kualitas yan sangat
baik walaupun belum bebas dari kandungan Timbel (Unleaded Gasoline). Dari lima SPBU
yang dipantau, masih ada satu SPBU menunjukkan kandungan Timbel yaitu sebesar
0.021. Dibandingkan dengan tahun 2005 dan 2006, pada tahun ini terjadi peningkatan
kualitas bensin yang sangat baik. Rata-rata sulfur tahun 2005 sebesar 0.52 sedangkan
tahun 2006 sebesar 0.15. Angka RON dari SPBU yang dipantau rata-rata 87,68. Angka ini
tbelum memenuhi standar yang ditetapkan, yaitu 88. Tetapi nilai RON tahun 2007 ini lebih
buruk dibandingkan dengan tahun 2006, yaitu 89.16 dan tahun 2005 sebesar 89.2.
2. Kualitas Solar
Dari keseluruhan SPBU yang dipantau, kualitas solar mengalami penurunan. Tahun
2005 rata-rata kandungan sulfur masih 600 ppm, tahun 2006 sebesar 1560 ppm, tahun ini
meningkat menjadi 1700 ppm. Angka ini masih di bawah ambang batas yang ditetapkan,
yaitu sebesar 3500 ppm. Kualitas solar juga terlihat pada nilai indeks setana. Pada tahun
2005 rata-rata indeks setana sebesar 51.6, tahun 2006 sebesar 49.8, dan pada tahun 2007
menurun menjadi 50.3. Jika dibandingkan dengan nilai ambang batas sebesar 45, nilai ini
sudah bagus.

Semarang
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

4450112
4450108
4450119
4450110

Lead, Pb (gr/l)

RON

Sulfur

Distilation

2005
0.00134
0.00134
0.01800
0.00800

2006
0.04600
0.04600
0.05100
0.06100

2007
0.00900
0.00700
0.01200
0.01200

2005
89
89
88
88

2006
88.2
89.9
90
87.9

2007
88.7
89.3
89
88.5

2005
900
2900
1100
2100

2006
1000
1700
2200
2000

2007
1950
1990
1970
1970

2005
52
52
53
52

2006
69
65
63
68

2007
55
55
55
53

0.0072

0.051

0.01

88.5

89

88.9

1750

1725

1970

52.3

66.3

54.5

Semarang
1. Kualitas bensin
Dari empat SPBU yang dipantau, seluruhnya masih menunjukkan kandungan Timbel
dengan rata-rata 0.01 gr/lt. Dibandingkan dengan tahun 2006 dengan nilai 0.05 gr/lt, nilai ini
sudah semakin baik. Tahun 2005 rata-rata kandungan timbel sebesar 0.007 gr/lt. Angka
RON dari SPBU yang dipantau rata-rata 88.87. Angka ini telah memenuhi standar yang
ditetapkan, yaitu 88. Tetapi nilai RON tahun 2007 ini lebih buruk dibandingkan dengan
tahun 2006, di mana rata-rata nilai RON adalah 89.

2. Kualitas Solar
Kualitas solar tahun ini mengalami penurunan dengan rata-rata 1970 ppm. Tahun
2005 rata-rata kandungan sulfur masih 1750 ppm, tahun 2006 sebesar 1725 ppm. Angka
ini masih di bawah ambang batas yang ditetapkan, yaitu sebesar 3500 ppm. Peningkatann
kualitas solar juga terlihat pada nilai indeks setana. Pada tahun 2005 rata-rata indeks
setana sebesar 53.25, tahun 2006 sebesar 48.25, dan pada tahun 2007 menurun menjadi
50.74. Jika dibandingkan dengan nilai ambang batas sebesar 45, nilai ini sudah bagus.

Surabaya
Gas Station
5460106
5460248
5160265
5460261
5461203

Lead, Pb (gr/l)
2005
0.0013
0.0013
0.0210
0.0013
0.0350

2006
0.001
TTD
0.003
0.001
0.007

0.012

0.003

2007
TTD
TTD
TTD
TTD
TTD

RON

Sulfur

Distilation

Cetane

2005
90
90
91
91
91

2006
89.2
88.7
89
89.1
88.9

2007
91.3
89.6
90
91.2
91.7

2005
900
1100
900
2000
800

2006
700
900
700
1000
700

2007
2000
2300
1900
2100
1900

2005
57
56
57
57
56

2006
56
69
58
67
66

2007
54
55
52
55
52

2005
55
55
54
54
54

2006
49.1
52.3
49.3
51.8
51.7

90.6

88.98

90.8

1140

800

2040

56.6

63.2

53.6

54.4

50.8

Surabaya
1. Kualitas bensin
Bahan bakar bensin di kota Surabaya telah bebas dari kandungan Timbel (Unleaded
Gasoline). Dari lima SPBU yang dipantau, seluruhnya menunjukkan kandungan Timbelnya
sudah tidak terdeteksi. Dibandingkan dengan nilai rata-rata tahun 2005 sebesar 0.012 dan
2006 sebesar 0.03, pada tahun ini terjadi peningkatan kualitas bensin yang sangat baik.
Angka rata-rata RON dari SPBU yang dipantau adalah 90.76. Angka ini telah memenuhi
standar yang ditetapkan, yaitu 88. Tetapi nilai RON tahun 2007 ini lebih baik jika
dibandingkan dengan nilai tahun 2006 yaitu 88.98. Rata-rata nilai RON tahun 2005 adalah
90.6.

2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami penurunan yang cukup drastis. Hal ini dapat dilihat dari
kandungan sulfur mengalami peningkatan yang signifikan. Jika tahun 2005 rata-rata
kandungan sulfur masih 1140 ppm, tahun 2006 sebesar 800 ppm, tahun ini meningkat
menjadi 2040 ppm. Walaupun angka ini masih di bawah ambang batas yang ditetapkan,
yaitu sebesar 3500 ppm, tetapi kecenderungan peningkatan cukup drastis ini harus menjadi
perhatian yang serius. Nilai rata-rata indeks setana pada tahun 2005 sebesar 54.4, tahun
2006 sebesar 50.84, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 53.44. Jika dibandingkan
dengan nilai ambang batas sebesar 45, nilai ini sudah bagus.

Yogyakarta
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

4455101
4455207
4455221
3455208

Lead, Pb (gr/l)

RON

Sulfur

Distilation

2005
0.083
0.065
0.057

2006
0.078
0.074
0.062
0.065

2007
0.012
0.014
0.010
0.010

2005
90
90
91

2006
90.1
90.2
88.8
88.9

2007
88.3
88.2
88.3
88.2

2005
1100
1000

2006
1500
2100
1800
1000

2007
2300
2300
2500
2300

2005
85
80

2006
59
57
59
65

2007
52
52
54
53

20
4
5

0.068

0.070

0.012

90.3

89.5

88.3

1050

1600

2350

82.5

60

52.8

Yogyakarta
1. Kualitas bensin
Dari empat SPBU yang dipantau, seluruhnya menunjukkan kandungan Timbel
dengan rata-rata 0.011 gr/l. Dibandingkan dengan nilai rata-rata tahun 2005 sebesar 0.068
gr/lt dan 2006 sebesar 0.069 gr/lt, pada tahun ini terjadi peningkatan kualitas bensin yang
cukup baik. Penurunan kualitas bensin ditunjukkan dari nilai rata-rata RON sebesar 88.25.
Walaupun angka ini telah memenuhi standar yang ditetapkan, yaitu 88, tetapi nilai RON
tahun 2007 ini lebih buruk jika dibandingkan dengan nilai tahun 2006 yaitu 89.5. dan ratarata nilai RON tahun 2005 sebesar 90.33.

2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami penurunan yang cukup drastis. Hal ini dapat dilihat dari
kandungan sulfur mengalami peningkatan yang signifikan. Jika tahun 2005 rata-rata
kandungan sulfur masih 1050 ppm, tahun 2006 sebesar 1600 ppm, tahun ini meningkat
menjadi 2350 ppm. Walaupun angka ini masih di bawah ambang batas yang ditetapkan,
yaitu sebesar 3500 ppm, tetapi kecenderungan peningkatan cukup drastis ini harus menjadi
perhatian yang serius. Nilai rata-rata indeks setana pada tahun 2005 sebesar 49, tahun
2006 sebesar 50.75, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 51.33. Jika dibandingkan
dengan nilai ambang batas sebesar 45, nilai ini sudah bagus.

Pekanbaru
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

14284657
14282620
14282636
14281618
14282683

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006
0.155
0.114
0.140
TTD
0.130

0.135

2007
TTD
TTD
TTD
TTD
TTD

RON
2005

Sulfur

2006
90.1
88.5
89.2
88.7
88

2007
89
88.8
89
89
88.7

88.9

88.9

2005

Distilation

2006
1200
1100
1100
1000
1200

2007
1800
1800
1800
1800
1900

1120

1820

2005

Cet

2006
56
55
50
53
50

2007
56
57
56
56
56

52.8

56.2

2005

Pekanbaru
1. Kualitas bensin
Bahan bakar bensin di kota Pekanbaru telah bebas dari kandungan Timbel
(Unleaded Gasoline). Dari lima SPBU yang dipantau, seluruhnya menunjukkan kandungan
Timbelnya sudah tidak terdeteksi. Dibandingkan dengan tahun 2006 rata-rata sebesar
0.134, pada tahun ini terjadi peningkatan kualitas bensin yang sangat baik, karena sudah
tidak terdeteksi. Angka RON tidak mengalami perubahan. Dari semua SPBU yang dipantau
tahun ini ditemukan rata-rata RON sebesar 88.9, angka ini sama nilainya dengan rata-rata
RON pada tahun 2006.
2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami penurunan yang cukup drastis. Hal ini dapat dilihat dari
kandungan Sulfur mengalami peningkatan yang signifikan. Jika tahun 2006 rata-rata
sebesar 1120 ppm, tahun ini meningkat menjadi 1820 ppm. Walaupun angka ini masih di
bawah ambang batas yang ditetapkan, yaitu sebesar 3500 ppm, tetapi kecenderungan
peningkatan cukup drastis ini harus menjadi perhatian yang serius. Peningkatan kualitas
solar terlihat pada nilai indeks setana. Pada tahun 2006 rata-rata indeks setana sebesar
62.2, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 65.4.

Ambon
Lead, Pb (gr/l)
No.

Gas Station

849171

2
3
4
5

849718

200
5

200
6
0.06
1
0.05
6

0.05
9

200
7
TT
D
TT
D

RON
200
5

Sulfur

200
6
89.
2
89.
4

200
7
88.
6
89.
9

89.
3

89.
3

200
5

200
6

Distilation

900

200
7
190
0
200
0

900

195
0

900

200
5

Cetane Index

200
6

200
7

64

59

68

66

200
5

57

200
6
50.
9
50.
8

200
7
52.
7
53.
1

58

50.
9

52.
9

Ambon
1. Kualitas bensin
Bahan bakar bensin di kota Ambon telah bebas dari kandungan Timbel (Unleaded
Gasoline). Dari dua SPBU yang dipantau, seluruhnya menunjukkan kandungan Timbelnya
sudah tidak terdeteksi. Dibandingkan dengan tahun 2006 rata-rata sebesar 0.058 gr/lt,
pada tahun ini terjadi peningkatan kualitas bensin yang sangat baik, karena sudah tidak
terdeteksi. Angka RON tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dari SPBU yang
dipantau tahun ini rata-rata 89.25, angka ini hampir sama nilainya dengan rata-rata RON
pada tahun 2006, yaitu sebesar 89.3
2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami penurunan yang cukup drastis. Hal ini dapat dilihat dari
kandungan Sulfur mengalami peningkatan yang signifikan. Jika tahun 2006 rata-rata
sebesar 900 ppm, tahun ini meningkat menjadi 1950 ppm. Walaupun angka ini masih di
bawah ambang batas yang ditetapkan, yaitu sebesar 3500 ppm, tetapi kecenderungan
peningkatan cukup drastis ini harus menjadi perhatian yang serius. Peningkatan kualitas
solar terlihat pada nilai indeks setana. Pada tahun 2006 rata-rata indeks setana sebesar
50.85, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 52.87.

Balikpapan
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

6476107
6476102
6476109
6476108
3110701

Lead, Pb (gr/l)
2005

RON

2006
0.007
0.036
0.042
0.042
0.033

2007
0.003
0.001
0.000
0.000
0.001

0.032

2005

Sulfur

2006
90.80
91.70
90.00
90.50
91.00

2007
87.70
87.70
88.40
87.70
87.70

90.8

87.8

2005

Distilation

2006
2100
1900
1900
1900
2500

2007
500
400
400
500
600

1950

480

2005

2006
67
67
66
66
67

2007
57
54
54
54
55

66.6

55

200

Balikpapan
1. Kualitas bensin
Dari lima SPBU yang dipantau, seluruhnya masih menunjukkan kandungan Timbel
dengan rata-rata 0.001 gr/lt. Dibandingkan dengan tahun 2006 rata-rata sebesar 0.032 gr/lt,
pada tahun ini terjadi peningkatan kualitas bensin yang cukup baik. Kualitas bensin juga
mengalami kenaikan yang cukup baik terlihat dari nilai rata-rata RON sebesar 87.84,
angka ini lebih baik dari tahun 2006, yaitu sebesar 90.8.
2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami peningkatan yang cukup drastis. Jika tahun 2006 rata-rata
sebesar 2060 ppm, tahun ini meningkat menjadi 480 ppm. Angka ini sudah di bawah
ambang batas yang ditetapkan, yaitu sebesar 3500 ppm. Peningkatan kualitas solar terlihat
juga pada nilai indeks setana dengan nilai rata-rata dibawah ambang batas yaitu 45. Pada
tahun 2006 rata-rata indeks setana sebesar 60.2, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi
62.22.

Banjarmasin
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

6470201
6470102
6470101
6470104
6470103

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006
0.088
0.083
0.089
0.087
0.089

0.087

2007
TTD
TTD
TTD
TTD
TTD

RON
2005

Sulfur

2006
90.3
90
90
90.2
89.7

2007
89.9
88.7
90.3
88.6
90.1

90.04

89.5

2005

Distilation

2006
2000
1000
2500
2600
3100

2007
1900
1900
2000
1900
2000

2240

1940

2005

Cetan

2006
47
48
46
46
46

2007
61
59
57
60
61

46.6

59.6

2005

Banjarmasin
1. Kualitas bensin
Bahan bakar bensin di kota Ambon telah bebas dari kandungan Timbel (Unleaded
Gasoline). Dari lima SPBU yang dipantau, seluruhnya menunjukkan kandungan Timbel
sudah tidak terdeteksi. Dibandingkan dengan tahun 2006 rata-rata sebesar 0.087 gr/lt,
pada tahun ini terjadi peningkatan kualitas bensin yang cukup baik. Kualitas bensin sedikit
mengalami penurunan dengan nilai rata- rata RON sebesar 89.52, jika dibandingkan
dengan nilai tahun 2006, yaitu sebesar 90.04. Tapi nilai ini masih dibawah ambang batas
yaitu 88.

2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami penurunan yang cukup drastis. Jika tahun 2006 rata-rata
sebesar 2240 ppm, tahun ini meningkat menjadi 1940 ppm. Angka ini masih di bawah
ambang batas yang ditetapkan, yaitu sebesar 3500 ppm. Penurunan kualitas solar terlihat
juga pada nilai indeks setana. Jika dibandingkan dengan nilai rata-rata tahun 2006 sebesar
59.2, nilai indeks setana tahun 2007 lebih rendah yaitu 51.52. Namun jika dibandingkan
dengan nilai ambang batas sebesar 45, nilai ini sudah bagus.

Kupang
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

485102
485104
5485107
485103

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006
0.013
0.009
0.009
0.014

2007
0.010
0.010
0.006
0.006

0.011

0.01

RON
2005

Sulfur

2006
89.3
89.5
88.7
89.6

2007
90.3
90.2
90.1
90

89.28

90.2

2005

Distilation

2006
2100
1500
2000
1200

2007
1600
1600
1600
1600

1700

1600

2005

Cet

2006
67
64
58
63

2007
51
52
52
51

63

51.5

2005

Kupang
1. Kualitas bensin
Dari empat SPBU yang dipantau, seluruhnya masih menunjukkan kandungan Timbel
dengan rata-rata sebesar 0.008 gr/lt. Dibandingkan dengan tahun 2006 rata-rata
kandungan timbel sebesar 0.011 gr/lt, tahun ini terjadi peningkatan kualitas bensin. Kualitas
bensin jika dilihat dari nilai RON sedikit mengalami peningkatan dengan rata- rata sebesar
90.15, jika dibandingkan dengan nilai tahun 2006, yaitu sebesar 89.27. Tapi nilai ini masih
dibawah ambang batas yaitu 88.

2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami sedikit peningkatan. Jika tahun 2006 rata-rata sebesar
1700 ppm, tahun ini meningkat menjadi 1600 ppm. Angka ini masih di bawah ambang
batas yang ditetapkan, yaitu sebesar 3500 ppm. Peningkatan kualitas solar terlihat juga
pada nilai indeks setana. Jika dibandingkan dengan nilai rata-rata tahun 2006 sebesar
50.95, nilai indeks setana tahun 2007 lebih baik yaitu 56.80.

Manado
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

7495108
7495118
7495101
7495109

Lead, Pb (gr/l)
2005

RON

2006
0.002
0.000
0.012
0.000

2007
0.004
0.004
0.007
0.002

0.004

2005

Sulfur

2006
89.1
89.2
88.4
88.3

2007
89.2
88.5
89.2
89

88.75

89

2005

Distilation

2006
800
800
700
800

2007
3700
3400
4400
3600

775

3775

2005

Cet

2006
68
59
64
63

2007
57
55
46
55

63.5

53.3

2005

Manado
1. Kualitas bensin
Dari empat SPBU yang dipantau, seluruhnya masih menunjukkan kandungan Timbel
dengan rata-rata sebesar 0.004 gr/lt. Dibandingkan dengan tahun 2006 rata-rata
kandungan timbel sebesar 0.007 gr/lt, tahun ini terjadi peningkatan kualitas bensin. Kualitas
bensin jika dilihat dari nilai RON tidak mengalami perubahan yang signifikan dengan ratarata sebesar 88.97, jika dibandingkan dengan nilai tahun 2006, yaitu sebesar 88.75. Nilai
ini perlu ditingkatkan karena sudah hampir sama dengan nilai ambang batas yaitu 88.

2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami penurunan yang sangat drastis. Jika tahun 2006 rata-rata
sebesar 775 ppm, tahun ini meningkat menjadi 3775 ppm. Angka ini sudah melebihi
ambang batas yang ditetapkan, yaitu sebesar 3500 ppm dan perlu menjadi perhatian yang
sangat serius. Peningkatan kualitas solar terlihat pada nilai indeks setana. Jika
dibandingkan dengan nilai rata-rata tahun 2006 sebesar 50.25, nilai indeks setana tahun
2007 lebih baik yaitu 54.64.

Mataram
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

54.83204
54.83208
54.83205
54.83303

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006
0.006
0.006
0.012
0.004

0.007

2007
TTD
TTD
TTD
TTD

RON
2005

Sulfur

2006
90.3
88.7
89.6
88.6

2007
88.2
89.1
89.1
89.2

89.3

88.9

2005

Distilation

2006
1500
1300
1000
1300

2007
4600
4400
3500
4500

1275

4250

2005

Cet

2006
67
71
62
60

2007
51
54
57
52

65

53.5

2005

Mataram
1. Kualitas bensin
Bahan bakar bensin di kota Mataram telah bebas dari kandungan Timbel (Unleaded
Gasoline). Dari empat SPBU yang dipantau, seluruhnya menunjukkan kandungan
Timbelnya sudah tidak terdeteksi. Dibandingkan dengan tahun 2006 rata-rata sebesar
0.007 gr/lt, pada tahun ini terjadi peningkatan kualitas bensin yang sangat baik, karena
sudah tidak terdeteksi. Penurunan kualitas bensin terlihat dari nilai rata-rata RON 88.9 jika
dibandingkan dengan nilai rata-rata RON tahun 2006 sebesar 89.3. Tapi nilai ini masih
dibawah ambang batas yaitu 88.

2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami peningkatan yang cukup drastis. Jika tahun 2006 rata-rata
sebesar 1275 ppm, tahun ini meningkat signifikan menjadi 4250 ppm. Angka ini sudah di
atas ambang batas yang ditetapkan, yaitu sebesar 3500 ppm, karenanya harus menjadi
perhatian yang serius. Peningkatan kualitas solar terlihat pada nilai indeks setana. Pada
tahun 2006 rata-rata indeks setana sebesar 50.5, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi
52.78.

Padang
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

14.251.509
14.251.523
14.251.503
14.251.510
14.251.507

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006
TTD
TTD
TTD
TTD
TTD

2007
TTD
TTD
0.004
0.002
0.004

0.003

RON
2005

Sulfur

2006
88.5
89.2
90.1
88.8
90.3

2007
88.1
88.2
88.1
88.4
88.4

89.38

88.3

2005

Distilation

2006
2700
3000
1900
2300
2900

2007
3500
3400
3400
3400
3400

2560

3420

2005

Ce

2006
64
57
50
64
63

2007
54
55
50
55
60

59.6

54.8

2005

Padang
1. Kualitas bensin
Dari limaSPBU yang dipantau, ada tiga SPBU yang ternyata masih menunjukkan
kandungan timbel dengan rata-rata sebesar 0.003 gr/lt, padahal pada tahun 2006 seluruh
SPBU menunjukkan kandungan Timbelnya yang sudah tidak terdeteksi. Pada tahun ini
terjadi penurunan kualitas bensin yang cukup signifikan. Kualitas bensin juga mengalami
penurunan dilihat dari nilai rata-rata RON sebesar 88.24 walaupun masih memenuhi
ambang batas, yaitu 88. Nilai rata-rata RON pada tahun 2006, yaitu sebesar 89.38.
2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami penurunan yang cukup drastis. Hal ini dapat dilihat dari
kandungan Sulfur mengalami peningkatan yang signifikan. Jika tahun 2006 rata-rata
sebesar 900 ppm, tahun ini meningkat menjadi 1950 ppm. Walaupun angka ini masih di
bawah ambang batas yang ditetapkan, yaitu sebesar 3500 ppm, tetapi kecenderungan
peningkatan cukup drastis ini harus menjadi perhatian yang serius. Peningkatan kualitas
solar terlihat pada nilai indeks setana. Pada tahun 2006 rata-rata indeks setana sebesar
50.85, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 52.87.

Palu
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

7494205
740813
7494107
7494109

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006
0.013
TTD
0.004
TTD

2007
0.005
0.005
0.014
0.005

0.009

0.01

RON
2005

Sulfur

2006
89.3
89.5
89
89.2

2007
89.7
90.4
90.2
91.2

89.25

90.4

2005

Distilation

2006
1000
700
900
900

2007
1200
900
600
1500

875

1050

2005

Ceta

2006
48
49
55
55

2007
48
50
47
46

51.8

47.8

2005

Palu
1. Kualitas bensin
Kualitas bensin mengalami penurunan yang sangat drastis. Dari empat SPBU yang
dipantau, seluruhnya masih menunjukkan kandungan Timbel dengan rata-rata sebesar
0.004 gr/lt. Jika dibandingkan dengan tahun 2006, dua diantara empat SPBU yang
dipantau sudah menunjukkan nilai Timbel tidak terdeteksi (unleaded gasoline).
Peningkatan kualitas bensin terlihat dari nilai RON dengan rata-rata 90.37, jika
dibandingkan dengan nilai tahun 2006, yaitu sebesar 89.25.
2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami penurunan yang sangat drastis. Jika tahun 2006 rata-rata
sebesar 875 ppm, tahun ini meningkat menjadi 1050 ppm. Walaupun angka ini masih
dibawah ambang batas yang ditetapkan, yaitu sebesar 3500 ppm namun perlu menjadi
perhatian yang sangat serius. Peningkatan kualitas solar terlihat pada nilai indeks setana.
Jika dibandingkan dengan nilai rata-rata tahun 2006 sebesar 59.15, nilai indeks setana
tahun 2007 lebih baik yaitu 60.52.

Sorong
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

8498413
8198404
8498431
840301

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006
0.031
0.035
0.035
0.027

0.032

RON
2007
TTD
TTD
TTD
TTD

2005

Sulfur

2006
89.2
89.8
89
89

2007
88.1
87.8
88.5
88.5

89.25

88.2

2005

Distilation

2006

2007

800
900
900

866.7

2005

2006

2007

1900
2100
2200

61
60
56

51
47
50

2066.7

59

49.3

Sorong
1. Kualitas bensin
Bahan bakar bensin di kota Sorong telah bebas dari kandungan Timbel (Unleaded
Gasoline). Dari empat SPBU yang dipantau, seluruhnya menunjukkan kandungan
Timbelnya sudah tidak terdeteksi. Dibandingkan dengan tahun 2006 rata-rata sebesar
0.032 gr/lt, pada tahun ini terjadi peningkatan kualitas bensin yang sangat baik, karena
sudah tidak terdeteksi. Penurunan kualitas bensin terlihat dari nilai rata-rata RON sebesar
sebesar 88.22 jika dibandingkan dengan nilai rata-rata RON pada tahun 2006 sebesar
89.25.
2. Kualitas Solar
Kualitas solar mengalami penurunan yang cukup drastis. Hal ini dapat dilihat dari
kandungan Sulfur mengalami peningkatan yang signifikan. Jika tahun 2006 rata-rata
sebesar 866.6 ppm, tahun ini meningkat menjadi 2066.6 ppm. Walaupun angka ini masih di
bawah ambang batas yang ditetapkan, yaitu sebesar 3500 ppm, tetapi kecenderungan
peningkatan cukup drastis ini harus menjadi perhatian yang serius. Peningkatan kualitas
solar terlihat pada nilai indeks setana. Pada tahun 2006 rata-rata indeks setana sebesar
51.76, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 55.9.

Banda Aceh
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

142334458
14231450
14239411

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006

2007
0.004
0.003
0.002

RON
2005

2006

Sulfur
2007
88
89
88.7

88.6

2005

2006

Distilation
2007
2500
2500
2400

2466.7

2005

2006

Cetan
2007
59
59
59

59

2005

Banda Aceh
1. Kualitas bensin
Dari tiga SPBU yang dipantau di Kota Banda Aceh, ditemukan nilai rata-rata Timbel
sebesar 0.003 gr/l. Nilai ini perlu ditingkatkan sampai mencapai Unleaded Gasoline. Ratarata angka RON dari SPBU yang dipantau untuk tahun ini adalah 88,56. Angka ini hanya
sedikit dibawah standar, sehingga perlu perhatian serius jangan sampai kurang dari
standar ambang batas, yaitu 88.
2. Kualitas Solar
Kualitas bahan bakar solar tahun ini ditandai dengan nilai rata-rata Sulfur sebesar
2466 ppm. Nilai ini masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 3500 ppm.
Kualitas solar juga terlihat dari nilai indeks setana yang masih baik, yaitu 58,76 karena nilai
ini masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 45.

Bandar Lampung
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

2435137
2435234
2435244
2435242

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006

2007
0.003
0.001
0.021
0.002

0.01

RON
2005

2006

Sulfur
2007
88.1
88.1
88.7
88.2

88.3

2005

2006

Distilation
2007
3900
3900
4000
4000

3950

2005

2006

Cetan
2007
54
54
55
53

54

2005

Bandar lampung
1. Kualitas bensin
Dari empat SPBU yang dipantau di Kota Bandar Lampung, ditemukan nilai rata-rata
Timbel sebesar 0.006 gr/l. Nilai ini perlu ditingkatkan sampai mencapai Unleaded Gasoline.
Rata-rata angka RON dari SPBU yang dipantau untuk tahun ini adalah 88,27. Angka ini
hanya sedikit dibawah standar, sehingga perlu perhatian serius jangan sampai kurang dari
standar ambang batas, yaitu 88.
2. Kualitas Solar
Kualitas bahan bakar solar tahun ini ditandai dengan nilai rata-rata Sulfur sebesar
3950 ppm. Nilai ini sudah dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 3500 ppm, jadi
sudah harus mendapat perhatian yang cukup serius. Kualitas solar juga terlihat dari nilai
indeks setana yang cukup baik, yaitu 54,97. Nilai ini masih di bawah ambang batas yang
diperbolehkan, yaitu 45.

Bengkulu
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

2438216
2438219
2438220
2438202

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006

2007
0.010
0.010
0.014
0.007

0.01

RON
2005

2006

Sulfur
2007
88.80
88.90
88.90
88.90

88.9

2005

2006

Distilation
2007
1840
1830
1840
2010

1880

2005

2006

Ceta
2007
55
56
55
55

55.3

2005

Bengkulu
1. Kualitas bensin
Dari empat SPBU yang dipantau di Kota Bengkulu, ditemukan nilai rata-rata Timbel
sebesar 0.01 gr/l. Nilai ini perlu ditingkatkan sampai mencapai Unleaded Gasoline. Ratarata angka RON dari SPBU yang dipantau untuk tahun ini adalah 88,87. Angka ini hanya
sedikit di bawah standar, sehingga perlu perhatian serius jangan sampai kurang dari
standar ambang batas, yaitu 88.
2. Kualitas Solar
Kualitas bahan bakar solar tahun ini ditandai dengan nilai rata-rata Sulfur sebesar
1880 ppm. Nilai ini masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 3500 ppm.
Kualitas solar juga terlihat dari nilai indeks setana yang cukup baik, yaitu 55,71. Nilai ini
masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 45.

Gorontalo
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

74.962.27
74.961.30
74.962.28
74.962.23
74.961.01

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006

2007
0.004
TTD
TTD
0.003
0.005
0.004

RON
2005

2006

Sulfur
2007
87.5
89
87.5
87.5
87.5
87.8

2005

2006

Distilation
2007
1000
1500
1200
700
1200
1120

2005

2006

Cetan
2007
48
48
47
50
49
48.4

2005

Gorontalo
1. Kualitas bensin
Dari lima SPBU yang dipantau di Kota Gorontalo, ditemukan nilai rata-rata Timbel
sebesar 0.004 gr/l. Nilai ini perlu ditingkatkan sampai mencapai Unleaded Gasoline. Ratarata angka RON dari SPBU yang dipantau untuk tahun ini adalah 87,8. Angka ini sudah di
bawah standar, sehingga perlu perhatian serius untuk ditingkatkan minimal sama dengan
standar ambang batas, yaitu 88.
2. Kualitas Solar
Kualitas bahan bakar solar tahun ini ditandai dengan nilai rata-rata Sulfur sebesar
1120 ppm. Nilai ini masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 3500 ppm.
Kualitas solar juga terlihat dari nilai indeks setana yang cukup baik, yaitu 58,5. Nilai ini
masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 45.

Jambi
Gas Station
2436103
2436142
2436111
2436108
2436135

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006

2007
0.003
0.003
0.004
0.005
0.005

0.004

RON
2005

2006

Sulfur
2007
87.7
87.7
88.1
87.7
88.1

87.9

2005

2006

Distilation
2007
2600
2800
2900
2800
2700

2760

2005

2006

Cetane In
2007
66
65
56
55
60

60.4

2005

2006

Jambi
1. Kualitas bensin
Dari lima SPBU yang dipantau di Kota Jambi, ditemukan nilai rata-rata Timbel
sebesar 0.004 gr/l. Nilai ini perlu ditingkatkan sampai mencapai Unleaded Gasoline. Ratarata angka RON dari SPBU yang dipantau untuk tahun ini adalah 87,86. Angka ini sudah
dibawah standar, sehingga perlu perhatian serius untuk ditingkatkan minimal sama dengan
standar ambang batas, yaitu 88.
2. Kualitas Solar
Kualitas bahan bakar solar tahun ini ditandai dengan nilai rata-rata Sulfur sebesar
2760 ppm. Nilai ini masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 3500 ppm.
Kualitas solar juga terlihat dari nilai indeks setana yang cukup baik, yaitu 55,55. Nilai ini
masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 45.

Jayapura
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

8411237
8411236

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006

2007
0.015
0.012

0.01

RON
2005

2006

Sulfur
2007
89.4
89.2

89.3

2005

2006

Distilation
2007
3600
3600

3600

2005

2006

Cetane
2007
52
52

52

2005

200

Jayapura
1. Kualitas bensin
Dari dua SPBU yang dipantau di Kota Jayapura, ditemukan nilai rata-rata Timbel
sebesar 0.013 gr/l. Nilai ini perlu ditingkatkan sampai mencapai Unleaded Gasoline. Ratarata angka RON dari SPBU yang dipantau untuk tahun ini adalah 89,3. Angka ini sudah
cukup baik jika dibandingkan dengan standar ambang batas, yaitu 88 dan harus
dipertahankan bahkan ditingkatkan.
2. Kualitas Solar
Kualitas bahan bakar solar tahun ini ditandai dengan nilai rata-rata Sulfur sebesar
3600 ppm. Nilai ini sudah dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 3500 ppm,
hingga perlu perhatian serius. Kualitas solar juga terlihat dari nilai indeks setana yang
cukup baik, yaitu 51,6. Nilai ini masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 45.

Kendari
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

7493107
7493110
7493106
7493101
7493103

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006

2007
0.012
0.007
0.012
0.01
0.011

0.01

RON
2005

2006

Sulfur
2007
88.2
88.4
88.1
88
88.1

88.2

2005

2006

Distilation
2007
3400
3400
3300
3400
3400

3380

2005

2006

Cet
2007
59
57
58
61
60

59

2005

Kendari
1. Kualitas bensin
Dari lima SPBU yang dipantau di Kota Kendari, ditemukan nilai rata-rata Timbel
sebesar 0.01 gr/l. Nilai ini perlu ditingkatkan sampai mencapai Unleaded Gasoline. Ratarata angka RON dari SPBU yang dipantau untuk tahun ini adalah 88,16. Angka ini hanya
sedikit dibawah standar, sehingga perlu perhatian serius jangan sampai kurang dari
standar ambang batas, yaitu 88.
2. Kualitas Solar
Kualitas bahan bakar solar tahun ini ditandai dengan nilai rata-rata Sulfur sebesar
3380 ppm. Nilai ini masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 3500 ppm.
Kualitas solar juga terlihat dari nilai indeks setana yang cukup baik, yaitu 53,64. Nilai ini
masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 45.

Palangkaraya
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

6173101
6473103
6473101
6473102
6473104

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006

2007
TTD
0.002
0.004
0.002
0.002

0.003

RON
2005

2006

Sulfur
2007
86.4
86.8
85.6
85.4
86.5

86.1

2005

2006

Distilation
2007
2100
2000
1900
1900
2200

2020

2005

2006

Cet
2007
54
53
53
53
55

53.6

2005

Palangkaraya
1. Kualitas bensin
Dari lima SPBU yang dipantau di Kota Palangkara, ditemukan nilai rata-rata Timbel
sebesar 0.002 gr/l. Nilai ini perlu ditingkatkan sampai mencapai Unleaded Gasoline. Ratarata angka RON dari SPBU yang dipantau untuk tahun ini adalah 86,14. Angka ini sudah di
bawah standar, sehingga perlu perhatian serius untuk ditingkatkan minimal sama dengan
standar ambang batas, yaitu 88.
2. Kualitas Solar
Kualitas bahan bakar solar tahun ini ditandai dengan nilai rata-rata Sulfur sebesar
2020 ppm. Nilai ini masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 3500 ppm.
Kualitas solar juga terlihat dari nilai indeks setana yang cukup baik, yaitu 56,23. Nilai ini
masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 45.

Pangkalpinang
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

24331102
24331116
24331104
2433171
24331169

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006

2007
0.009
0.008
0.004
0.009
0.009

0.008

RON
2005

2006

Sulfur
2007
87.7
87.6
87.7
87.5
87.7

87.6

2005

2006

Distilation
2007
2100
2000
2100
2100
2000

2075

2005

2006

Cet
2007
55
56
57
56
56

56

2005

Pangkalpinang
1. Kualitas bensin
Dari lima SPBU yang dipantau di Kota Pangkalpinang, ditemukan nilai rata-rata
Timbel sebesar 0.007 gr/l. Nilai ini perlu ditingkatkan sampai mencapai Unleaded Gasoline.
Rata-rata angka RON dari SPBU yang dipantau untuk tahun ini adalah 87,64. Angka ini
hanya sedikit di bawah standar, sehingga perlu perhatian serius untuk ditingkatkan minimal
sama jangan standar ambang batas, yaitu 88.
2. Kualitas Solar
Kualitas bahan bakar solar tahun ini ditandai dengan nilai rata-rata Sulfur sebesar
2060 ppm. Nilai ini masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 3500 ppm.
Kualitas solar juga terlihat dari nilai indeks setana yang cukup baik, yaitu 56,21. Nilai ini
masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 45.

Pontianak
No.

Gas Station

1
2
3
4
5

64081201
64781302
6478109
6478104
6478107

Lead, Pb (gr/l)
2005

2006

2007
0.008
0.009
0.01
0.002
0.012

0.008

RON
2005

2006

Sulfur
2007
89.6
89.5
89.3
89.1
89.5

89.4

2005

2006

Distilation
2007
1400
520
2470
560
680

1126

2005

2006

Cet
2007
58
58
56
61
72

61

2005

Pontianak
1. Kualitas bensin
Dari lima SPBU yang dipantau di Kota Pontianak, ditemukan nilai rata-rata Timbel
sebesar 0.008 gr/l. Nilai ini perlu ditingkatkan sampai mencapai Unleaded Gasoline. Ratarata angka RON dari SPBU yang dipantau untuk tahun ini adalah 89,4. Angka ini sudah
cukup baik jika dibandingkan dengan standar ambang batas, yaitu 88 dan harus
dipertahankan bahkan ditingkatkan lagi.
2. Kualitas Solar
Kualitas bahan bakar solar tahun ini ditandai dengan nilai rata-rata Sulfur sebesar
1126 ppm. Nilai ini masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 3500 ppm.
Kualitas solar juga terlihat dari nilai indeks setana yang sangat baik, yaitu 61,53. Nilai ini
masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 45.

Anda mungkin juga menyukai