Anda di halaman 1dari 2

Kedudukan Pria Dan Wanita Dalam Memikul Beban

ManajemenQolbu.Com Muslimah : Tuntuan untuk mengerjakan amal sholeh berlaku bagi


wanita maupun pria, karena amal sholeh merupakan hasil alami dari iman. Jika anda perhatikan pada kitab
Allah, maka perkataan iman langsung diikuti dengan perintah amal shaleh.
Mereka yang beriman dan beramal shaleh( Qs Al-Maidah 5:9), oleh karena itu Barang siapa
yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (Qs An-Nahl
16:97)
Amal Islami sekarang ini merupakan bagian dari amal shaleh, karena berporos pada dakwah
kepada Allah SWT, amar maruf nahyi mungkar dan berusaha untuk menegakkan hokum Allah di muka
bumi. Seluruh tugas syariat ini sama sama dituntut baik dari pria maupun wanita. Allah berfirman:
Dan orang orang yang beriman,laki-laki dan perempua, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi
sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang maruf, mencegah dari yang mungkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi
rahmat oleh Allah. Sesungguhnya AllahMaha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. At-taubah 9:71)
Kewajiban amar maruf nahyi mungkar serta taat kepada segala perintah Allah dan Rasul-Nya
berlaku sama bagi pria dan wanita. Taklif(beban)wanita sama dengan pria dalam berbagai kewajiban
syariyyah kecuali sesuatu yang dikhususkan oleh Allah bagi pria atau wanita.
Prioritas amal shaleh bagi wanita muslimah
Adakalanya wanita dihadapkan pada banyak tugas dalam waktu yang berhimpitan. Untuk
menunaikan berbagai kewajiban syariyyah itu, wanita muslimah memerlukan skala prioritas sebagaimana
halnya kaum pria.
Asma binti Yazid Al-Anshariyyah pernah mendatangi Rasulullah Saw dan berkata: Aku adalah
utusan para wanita kepada tuan, sesungguhnya Allah telah mengutus Tuan kepada pria dan wanita
seluruhnya. Kami beriman kepada tuan,kepada Allah dan inilah yang kami, segenap wanita yang dibatasi
dan tidak bebas, penjaga rumah pria, yang mengandung anak-anak,sedangkan kalian, wahai para pria
dilebihkan atas kami kaum wanita dengan (dapat mengerjakan) shalat jumat dan jamaah , mengunjungi
orang sakit, menghadiri jenazah, mengerjakan haji setelah haji (sebelumnya), dan lebih dari semua itu,
kaum pria dapat mengerjakan jihad (perang fisabilillah) Jika salah seorang di antara kalian (kaum pria)
pergi haji dan umrah, kami menjaga hartamu, kami menjahit pakaiamu, kami mengurus anak-anakmu,
apakah kami (kaum wanita) dapat ikut serta bersamamu dalam mendapatkan pahala? Maka Rasulullah
SAW menengok kepada para sahabat (pria)nya dan berkata : Apakah kalian benar-benar mendengarkan
apa yang dikatakan oleh seorang wanita yang permintaanya lebih baik dari wanita ini ?Maka Rasul
berkata:Ketahuilah wahai wanita (Anshar)dan beritahukan kepada para wanita dibelakangmu bahwa sikap
bersuami (taat/bakti) seorang wanita kepada suaminya, bahwa usahanya untuk mencari ridho suaminya,
dan bahwa ketaatanya kepada perintahnya dapat menyamai (pahala) semua itu.
Maka tidak ada sedikit pun pertentangan bahwa prioritas bagi pekerjaan wanita muslimah adalah
menunaikan kewajiban di rumah. Tetapi, apakah prioritas tersebut berarti menghilangkan tugas-tugas yang
lain di luar rumah? Inilah yang tidak pernah ditekankan bahwa kewajiban wanita muslimah adalah
mentawazunkan (menyeimbangkan) tugas-tugas syariyyahnya yang berbeda-beda, dan memprioritaskan
tugas-tugas rumah tangga apabila tugas-tugas tersebut berhimpitan atau bentrok dengan tugas tugas lain.
Dalam sirah Rasulullah SAW, bagaimana wanita muslimah keluar bersama para mujahidin, mereka
mengobati yang luka, dan memanggul senjata jika diperlukan, seperti Rafidah, Nashibah dan Khaulah serta
Ummu Sulaim dan banyak lagi yang lainnya. Imam Bukhari telah membuat bab khusus dalam kitab
shahihnya dengan judul : Keluarnya Wanita Bersama Para Pasukan Perang fi Sabilillah dan beliau telah
meriwayatkan perkataan salah seorang shabiyat: Kami dulu turut berperang bersama Rasulullah Saw,
memberi minum dan melayani para tentara dan kami juga membawa pulang mereka yang terbunuh dan
terluka ke Madinah.
Keluar untuk jihad fi sabilillah tidaklah wajib bagi wanita, karena wanita sibuk dengan
mengerjakan hak suaminya dan rumahnya seperti telah dikatakan oleh para fuqaha ( ahli fiqh),tetapi apabila
sang suami mengajaknya ikur serta berjihad, maka tidak ada penghalang sedikitpun bagi wanita tersebut
mendapatkan pahala para mujahidin fi sabilillah. Sedangkan jika musuh menyerang negara muslim dan
jihad telah menjadi fardhuain atas semua, maka saat itu boleh bagi wanita keluar untuk berjihad tanpa izin

suaminya sebagaimana anak kecil keluar untuk berperang tanpa izin bapaknya. Dalam hal ini tidak ada
khilaf (perbedaan pendapat) diantara para fuqaha.
Kemudian keluarnya wanita muslimah dari rumahnya untuk menghadiri shalat jamaah bersama
kaum pria di masjid-masjid umum merupakan perkara yang dibenarkan syariat. Dalam hadist shahih dari
ibnu Umar ra. Rasulullah bersabda :
Apabila Istri salah seorang di antara kamu meminta izin pergi ke masjid, maka jangan sampai di
laran(HR Bukhari dan Muslim)
Dan dalam riwayat yang lain disebutkan : Apabila istri-istri kalian meminta izin pada waktu
malam ke masjid, maka berilah mereka izin.
Beliau juga bersabda : Janganlahkamu melarang hamba Allah yang wanita ke Masjid Allah(Hr
Muslim).
Shalat wanita di rumahnya memang benar lebih afdhal berdasarkan hadist dari Ummu Hamid As
Saidiyah bahwa ia datang kepada Rasulullah, lalu berkata:
Ya Rasulullah sesungguhnya aku ingin shalat bersamamu. Maka jawab Rasul: Sesungguhnya
akupun mengerti, tapi shalatmu di rumah lebih baik bagimu dari pada shalat dikamarmu, dan shalatmu
dikamarmu itu lebih baik bagimu dari pada shalat di kampungmu, dan shalatmu dikampungmu itulebih
baik bagimu dari pada shalat di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kamummu itu lebih baik bagimu
dari pada shalat di masjid umum (HR Ahmad, Ath Thabrani dengan sanad hasan)
Shalat jamaah bagi wanita di masjid tidak lebih dari sisi pandang shalat sebagai kewajiban yang
disyariatkan bukan dari sisi pandang berjamaah di masjiddisamping itu sejalan dengan sabda Rasulullah
Saw tidak memperbolehkan kaum pria melarang kaum wanita yang ingin keluar rumah untuk shalat jamaah
di masjid, maka menurut jumhur ulama, larangan tadi bukan haram bagi si pria, hal ini berlandaskan pada
hak pria untuk meminta wanita agar berdiam dirumah disamping pada dasarnya merupakan kewajiban atas
wanita. Karenanya wanita tidak boleh meninggalkan rumah hanya untuk mencari keutamaan shalat
jamaah. Para ulama menyebut larangan ini sebagai nahyu tanzih.
Sedangkan jika si wanita keluar dari rumahnya untuk melaksanakan tugas syariy maka suami
tidak berhak melarangnya. Contoh : turut dalam jihad apabila negara muslim diserang, para ulama telah
bersepakat seperti telah kami sebutkan di muka akan wajibnya jihad atas semua muslim dalam kondisi
seperti ini dan bahwa wanita boleh keluar tanpa izin suaminya.
Apabila serangan atas negara muslim telah mewajibkan wanita keluar untuk berjihad, tidakkah
serangan atas Islam sendiri pada negara muslim juga mewajibkan wanita keluar dari rumah untuk ikut
berperan serta dalam membela Islam ? Ketika Syariat Allah diabaikan , kemungkaran merajalela, undangundang buatan manusi dipaksakan danjuga adat-adat jahiliah di wajibkan, tidakkah juga termasuk ke dalam
kewajiban, wanita keluar untuk berdakwah, mengajak kembali kepada Allah, amar maruf nahyi mungkar?
Islam dewasa ini mengalami bahaya, bangsa-bangsa Islam semuanya berada dalam bahaya.
Karenanya, tugas beramar maruf nahyi mungkar, dakwah kepada Allah dan berusaha memulai kepada
kehidupan Islami yang disinari oleh syariat Allah, semuanya termasuk tugas-tugas syariyyah yang sangat
penting yang dituntut dari seluruh umat, baik pria atau wanita. Sudah pasti wanita mempunyai peranan
besar dalam lapangan ini, peran yang menuntutnya keluar dari rumahnya, peran yang mengharuskan
suaminya memberikan izin untuk tugas tersebut agar ia dapat turut memberi saham aktif dalam rangka
membangun masyarakat muslimah sebagai bagian dari masyarakat islami ideal yang kita perjuangkan.
Keluarnya wanita dari rumahnya untuk melaksanakan amal islami, berperan serta dalam rangka
memperbaiki keadaan, yang dapat menjadikan Allah ridho. Masalahnya saat ini , wanita keluar rumah
dalam hal pelaksanan amanah bukan melaksankan risalahdan amanah seperti ghibah , omong kosong dsb.
Wanita muslimah harus yakin bahwa tugas pertamanya adalah di rumah, dan ketika ia keluar , dan tidak
benar keluarnya itu kecuali hanya untuk menunaikan tugas yang lain yang diridhoi Allah SWT.
(manajemenqolbu.com)***
Sumber : Peranan Muslimah dalam Aktivitas Kontemporer oleh Syakh Faishal Maulawi

Bersambung

Anda mungkin juga menyukai