Oleh :
DEBY BAYU SETYA PUTRA (1201013)
S1-IVA
A. PENDAHULUAN
Tinjauan Pustaka
Sebenarnya analisis ANOVA satu arah dapat dipakai untuk menghadapi
kasus variabel bebas lebih dari satu. Hanya saja analisisnya dilakukan satu per
satu, sehingga akan menghadapi banyak kasus ( N semakin banyak ). Dengan
melakukan Anova dua arah akan dihindari pula pula terjadinya noise (suatu
kemungkinan yantg menyatakan terdapat suatu efek karena bercampurnya suatu
analisis data). Noise ini dapat dihindari pada ANOVA dua arah karena analis disini
melibatkan kontor terhadap perbedaan(katagorikal) variabel bebas.
Interaksi suatu kebersamaanantar fektor dalam mempengaruhi variabel
bebas, dengan sendirinyapengaruh faktor-faktor secara mandiri telah dihilangkan.
Jika terdapat interaksi berarti efek faktor satu terhadap variabel terikatakan
mempunyai garis yang tidak sejajar dengan efek faktor lain terhadap variabel
terikatsejajar (saling berpotongan), maka antara faktor tidak mempunyai interaksi.
Anova dua arah digunakan peneliti untuk mengatasi perbedaan nilai variabel
terikat yang dikategorikan berdasarkan variasi bebas yang banyak dan masingmasing variabel terdiri dari beberapa kelompok. Anova dua arah merupakan
penyempurnaan Anova satu arah. Anova dua arah lebih efisien daripada anova
satu arah, karena:
1.
2.
3.
Rancangan percobaan merupakan suatu uji dalam atau deretan uji baik
menggunakan statistika deskripsi maupun statistika inferensia, yang bertujuan
untuk mengubah peubah input menjadi suatu output yang merupakan respon dari
percobaan tersebut (Mattjik & Sumertajaya).
Dalam suatu rancangan percobaan, data yang dianalisis dikatakan sah jika
data tersebut memenuhi tiga prinsip dasar berikut, yaitu:
1. Ulangan, yaitu melokalisasi sutu perlakua tertentu terhadap beberapa unit
percobaan pada kondisi seragam.
2. Pengacakan, yaitu setiap unit percobaan harus memiliki peluang yang sama
untuk diberikan suatu perlakuan tertentu.
3. Pengendalian lingkungan, yaitu usaha untuk mengendalikan keragaman yang
muncul akibat keheterogenan kondisi lingkungan.
Istilah-istilah dalam rancangan percobaan yang biasa dikenal adalah
perlakuan yaitu suatu prosedur atau metode yang diterapkan pada unit percobaan,
unit percobaan yaitu unit terkecil dari suatu percobaan yang diberikan suatu
percobaan, dan satuan amatan yaitu anak gugus dari unit percobaan tempat
dimana respon perlakuan diukur.
Rangkaian kegiatan untuk mengamati pengaruh peubah X atau variabel
bebas (dependent variable) terhadap Y peragam tak bebas (independent variable),
maka X disebut dengan faktor perlakuan dan Y faktor pengamatan.
Rancangan Acak Lengkap (RAL) merupakan rancangan yang paling
sederhana dan merupakan dasar dari rancangan yang lain. Pada RAL, peletakan
perlakuan diacak pada seluruh materi percobaan. Hal ini berarti seluruh unit
percobaan mempunyai peluang yang sama besar untuk menerima perlakuan.
Rancangan Acak Lengkap sangat sesuai bila digunakan pada percobaan
yang memiliki karakteristik:
1. Materi percobaan dan faktor lingkungan relative homogen sehingga keragaman
galat relative kecil, perlakuan yang merupakan sumber keragaman yang ada
adalah satu-satunya sumber keragaman yang masuk dalam percobaan, selain
perlakuan yang sengaja diberikan tidak ada sumber keragaman yang lain yang
diketahui.
2. Jumlah perlakuan dan ulangannya sedikit sehingga dengan penggunaan
rancangan yang lain akan menyebabkan derajat bebas galat tidak maksimum
dan terlalu kecil.
3. Materi percobaannya terbatas Karena setiap perlakuan tidak perlu mendapat
ulangan yang sama.
HO, maka
Uji T pada taraf nyata untuk hipotesis tersebut menggunakan aturan uji
Adapun Sgab sebagai penduga dalam hal ini diganti dengan dengan dbGalat
sebagai derajat bebas sebaran t yang dipakai, dan aturan uji atas hipotesis
tadi menjadi
dikenal sebagai beda nyata terkecil (BNT), sehingga aturan uji beda nyata terkecil
adalah
analisis data). Noise ini dapat dihindari pada ANOVA dua arah karena analis disini
melibatkan kontor terhadap perbedaan(katagorikal) variabel bebas.
Interaksi suatu kebersamaanantar fektor dalam mempengaruhi variabel
bebas, dengan sendirinyapengaruh faktor-faktor secara mandiri telah dihilangkan.
Jika terdapat interaksi berarti efek faktor satu terhadap variabel terikatakan
mempunyai garis yang tidak sejajar dengan efek faktor lain terhadap variabel
terikatsejajar (saling berpotongan), maka antara faktor tidak mempunyai interaksi.
Anova dua arah digunakan peneliti untuk mengatasi perbedaan nilai variabel
terikat yang dikategorikan berdasarkan variasi bebas yang banyak dan masingmasing variabel terdiri dari beberapa kelompok. Anova dua arah merupakan
penyempurnaan Anova satu arah. Anova dua arah lebih efisien daripada anova
satu arah, karena:
variabel terikat.
Analisi di lanjutkan dengan Salah satu prosedur uji yang paling sederhana
untuk menjawab pertanyaan tentang nilai tengah perlakuan mana yang berbeda
apabila H1 diterima adalah uji beda nyata terkecil (Least Significant Different =
LSD).
Uji ini sangat cocok digunakan apabila pengujian nilai tengah perlakuan yang
akan dibandingkan sebelumnya telah direncanakan. Tingkat ketepatan uji BNT
akan berkurang jika digunakan untuk menguji semua kemungkinan pasangan nilai
tengah perlakuan (melakukan pembanding yang tidak terencana). Beberapa aturan
dasar yang perlu diperhatikan agar uji ini dapat digunakan secara efektif antara
lain: gunakan uji BNT hanya apabila F. Hitung > F. Tabel, tidak menggunakan uji
BNT untuk membandingkan semua kombinasi pasangan nilai tengah perlakuan
karena hanya cocok untuk membandingkan dengan kontrol atau tidak lebih dari
lima perlakuan. Apabila setiap perlakuan mempunyai ulangan yang sama yaitu r,
maka formula untuk perhitungan nilai pembanding (NP) BNT pada taraf nyata
adalah:
NP BNT = t .
( 2 KT Galat )
r
Nilai t dilihat pada tabel t dengan menggunakan derajat bebas galat dan
yang digunakan.
Untuk menilai apakah dua nilai tengah perlakuan berbeda secara statistika,
maka bandingkan dengan selisih (beda) dua nilai tengah perlakuan
tersebut
dengan nilai BNT. Jika beda dua nilai tengah > nilai BNT , maka dua nilai tengah
dikatakan berbeda secara nyata pada taraf , sebaliknya jika beda dua nilai tengah
nilai NP BNT, maka dua nilai tengah dikatakan tidak berbeda nyata.
Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Berapa konsentrasi HCL untuk
menghidrolisis tepung sagu menjadi gula pereduksi yang optimum?
Tujuan
Tujuan utama penelitian ini untuk untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
HCl terhadap kadar etanol yang dihasilkan pada proses fermentasi tepung sagu.
Hipotesis
pengaruh penambahan konsentrasi HCl terhadap kadar etanol yang
dihasilkan pada proses fermentasi tepung sagu
Metoda yang di gunakan
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Sampel berupa sagu diperoleh dari daerah Masamba Provinsi. Sulawesi Selatan,
proses fermentasi dan analisis dilakukan di laboratorium Kimia dan Laboratorium
Biologi FMIPA Universitas Negeri Makassar pada bulan Februari tahun 2009.
B. Fokus dan Desain Penelitian
Dengan demikian jumlah keseluruhan unit percobaan dalam penelitian ini adalah
5 x 3 = 15 unit perlakuan. Untuk lebih jelasnya jenis perlakuan yang digunakan
dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk desain penelitian seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 2.
Konsentrasi HCl
Kadar Etanol
(C)
(E)
C1
E1
C2
E2
C3
E3
C4
E4
C5
E5
Keterangan:
C1 = Konsentrasi 1 M
C2 = Konsentrasi 2 M
C3 = Konsentrasi 3 M
C4 = Konsentrasi 4 M
C5 = Konsentrasi 5 M
E1-5 = Kadar etanol
Dalam tahap ini, urutan langkah kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Sterilisasi alat; Peralatan yang akan dipakai berupa labu Erlenmeyer, pipet, gelas,
gelas ukur, dan tabung reaksi dicuci dengan diterjen, lalu disterilkan dalam
o
kentang 200 g dengan teliti. Kentang dikupas kulitnya lalu dipotong-potong kecil
seperti dadu.
Kentang direbus dalam 1000 ml air, hingga mendidih selama 20 menit.
Menyaring dengan kapas atau kertas saring, mencukupkan volumenya dengan
penambahan aquadest hingga 1000 ml.
Memasukkan dextrose 20 g, mengaduk hingga homogen.
Memasukkan masing - masing ke dalam erlenmeyer 100 ml, menutup wadah
0
Tiap perlakuan dihidrolisis dengan menambahkan HCl 1M, 2M, 3M, 4M, 5M
0
sampai pH 1-2 , lalu di panaskan pada suhu 90 C dalam penangas air sambil di
aduk. Selanjutnya di
0
3)
Hasil hidrolisis disaring dengan menggunakan kain tipis dan setelah agak
dingin, pH-nya dinaikkan dengan menambahkan NaOH 3M sampai pH 4.
Fermentasi
Filtrat yang diperoleh dari hasil hidrolisis masing masing ditambahkan 100 ml
medium PDC, 0,08 g NPK, dan 0,5 g urea. Selanjutnya dilakukan fermentasi tiga
hari.
Setelah mencapai lama fermentasi sesuai dengan perlakuan yang diberikan, hasil
fermentasi didestilasi untuk melihat banyaknya etanol yang
dihasilkan.
Sebelum dilakukan penetapan bobot jenis, terlebih dahulu dilakukan tes kualitatif
untuk mengetahui kemungkinan adanya etanol di dalam destilat tersebut.
M -M
3
M 2 - M1
Keterangan:
= bobot jenis
Cara penentuan bobot jenis hasil destilasi adalah sebagai berikut: Picnometer
terlebih dahulu dicuci bersih kemudian dibilas dengan aseton dan dikeringkan.
Selanjutnya picnometer
ditimbang dalam keadaan kosong (beratnya = M1). Picnometer diisi dengan air
suling sampai penuh, bagian luarnya dikeringkan dan setelah itu picnometer
dengan isinya ditimbang (beratnya = M2).
Air suling dituang dari picnometer, kemudian dibilas dengan aseton dan
dikeringkan. Picnometer diisi dengan cairan yang akan ditentukan bobot jenisnya.
Bagian luar piknometer dikeringkan, sesudah itu picnometer dan isinya ditimbang
(bertanya M3).
Berdasarkan bobot jenis yang telah diperoleh dapat ditentukan kadar etanolnya
dengan menggunakan daftar bobot jenis. Selanjutnya nilai koreksi yang
bersesuaian dikalikan dengan selisih
antara suhu kamar di bawah 20 C dan hasilnya ditambahkan pada bobot jenis
cuplikan jika suhu kamar lebih tinggi dari
o
H1: minimal ada dua yang berbeda, untuk maksud tersebut, digunakan rumus:
F hitung = Kuadarat tengah perlakuan
Kriteria pengujiannya jika Fhitung > Ftabe = Ho ditolak dan H1 diterima, maka ada
pengaruh konsentrasi HCl terhadap kadar etanol pada fermentasi tepung sagu,
sedangkan jika Fhitung < Ftabel = Ho diterima dan H1 ditolak, kesimpulannya
tidak ada pengaruh konsentrasi HCl tehadap kadar etanol pada fermentasi tepung
sagu. Jika dari hasil analisis varians menunjukkan ada pengaruh, maka pengujian
dilanjutkan dengan menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf
signifikansi = 0,05 dengan menggunakan rumus:
2 x KTG
Jumlah Sampel
Keterangan:
t = nilai t tabel pada taraf nyata
Nilai BNT yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan selisih rata-rata antar
perlakuan. Kriteria pengujiannya adalah: Nilai BNT > selisih = tidak ada
perbedaan nyata antar perlakuan yangdibandingkan. Nilai BNT < selisih dan ada
perbedaan nyata antar perlakuan yang dibandingkan.
B. VARIABEL PENELITIAN
Variabel Bebas
Variabel bebas adalah perlakuan yang diberikan dalam penelitian, yaitu
perbedaan konsentrasi HCl:
C1
C2
C3
C4
C5
:
:
:
:
:
1
2
3
4
5
M
M
M
M
M
C. ANALISIS VARIANSI
Data Penelitian
Tabel 3. Produksi rata-rata kadar etanol dari hasil hidrolisis dan fermentasi.
Perlakuan
Konsentrasi
Kadar etanol
HCl (M)
(% b/b)
C1
1
4, 20
C2
2
5,67
C3
3
6,77
C4
4
7,47
C5
5
6,33
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama tiap kolom tidak ada beda nya.
Tabel Anova
Sumber
dB
JK
KT
F
F
variansi
hitung
table
Perlakuan
4
18,493
4,623
17,849
3,48
Galat
10
2,587
0,259
Total
14
21,080
4,882
Data pada Tabel 4 diperoleh nilai F hitung 17,849 dan F table pada taraf signifikansi
= 0,05 sebesar 3,48.Karena
BNT
Perlakuan
Rat-rata
Selisi
=0,05
C1
4,20 a
-
C5
5,67 b
1,47
0,926
C2
6,33 c
0,66
C3
6,77 c
0,44
C4
7,47 e
0,7
Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa, secara statistik terdapat perbedaan nyata
kadar etanol rata-rata tepung sagu antara perlakuan perbedaan konsentrasi
D. PEMBAHASAN TABEL
Hasil hidrolisis yang didapatkan dari tepung menghasilkan gula pereduksi yang
dapat digunakan sebagai substrat fermentasi. Terbentuknya gula pereduksi adalah
akibat pengaruh panas. Dalama suspensi dingin polisakarida tidak terhidrolisis,
tetapi setelah di panaskan sagu menjadi menggelembung dan mudah pecah
(Haryanto dan Pangloli, 1992). Ikatan - (1,4) antara unit glukosa dari selulosa
merenggang dan lepas-lepas menghasilkan rantai pendek. Unit-unit glukosa yang
oleh adanya katalis asam (HCl). Be Miller (1965) mengatakan bahwa penggunaan
asam HCl 0,2 M untuk hidrolisis pati kentang yang dipanaskan pada suhu 450C
tidak mengakibatkan perubahan struktur pati yang berarti tidak ada pemecahan
pati menjadi gula pereduksi.
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, maka hasil penelitian ini
menungkapkan bahwa konsentrasi asam HCl yang berbeda, memeperlihatkan
perbedaan kadar etanol pada fermentasi tepung sagu. Hasil pengukuran kadar
etanol rata-rata tepung sagu yang diperoleh dari hidrolisis dengan menggunakan
asam HCl 1 M (C1), 2 M (C2), 3 M (C3), 4 M (C4), dan 5 M (C5), dan di
fermentasi dengan ragi roti selama tiga hari berkisar antara 4,20% - 7,47%. Hal ini
tidak sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh pelczar & Chan (1988)
bahwa, substrat yang difermentasi dengan menggunakan khamir (ragi) dapat
menghasilkan kadar etanol maksimal 10%-13%. Hal ini disebabkan dalam
fermentasi juga terjadi reaksi samping yang dapat menghabiskan 4% sampai 5%
substrat sehingga etanol yang terbentuk semakin berkurang. Menurut
Sardjoko(1991). Jika reaksi samping tersebut dapat dihilangkan maka akan
diperoleh tambahan etanol kira-kira 2,7%. Rendahnya kadar etanol yang
dihasilkan disebabkan juga pada proses hidrolisis, dimana hidrolisis pati dengan
menggunakan asam memiliki diagram proses yang sederhana, namun memerlukan
persyaratan peralatan yang rumit (tahan panas, tekanan tinggi). Berbeda dengan
hidrolisis enzimatis, selain kondisi proses yang tidak ekstrim, pemakaian enzim
dapat menghasilkan rendemen dan mutu larutan glukosa yang lebih tinggi
dibandingkan hidrolisis secara asam. Pada hidrolisis secara enzimatis ikatan pati
dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan, sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak, selain itu waktu
fermentasi yang dilakukan berlangsung hanya tiga hari. Dimana ragi (khamir)
masih dapat melakukan aktivitas dalam proses penguraian glukosa menjadi etanol,
jika lama fermentasi ditingkatkan akan didapatkan penambahan kadar etanol.
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa secara deskriptif terlihat adanya
perbedaan kadar etanol pada fermentasi tepung sagu antara kelompok perlakuan
yang satu dengan kelompok perlakuan lainnya. Hasil analisis tersebut juga
memperlihatkan bahwa perlakuan C1 dengan konsentrasi HCl 1 M
memperlihatkan kadar etanol lebih rendah, sedangkan perlakuan C4 dengan
konsentrasi HCl 4M memperlihatkan kadar etanol lebih tinggi.
Untuk lebih jelasnya, perbandingan rata-rata kadar etanol yang dihasilkan dari
hidrolisis dengan HCl 1M (C1 ), 2 M (C2), 3 M (C3), 4 M (C4), dan 5 M (C5) dan
fermentasi oleh ragiroti selama tiga hari, disajikan dalam bentuk grafik pada
Gambar 4