Anda di halaman 1dari 3

SIAPA PEMILIK RUANG ANGKASA

Ruang angkasa merupakan wilayah yang cukup baru bagi peradaban manusia,
sebelumnya selama berabad- abad ruang angkasa merupakan wilayah yang
asing dan tidak tersentuh sama sekali oleh manusia. Potensi ruang angkasa
untuk kehidupan manusia mulai berkembang dan dimanfaatkan oleh manusia
sejak Amerika Serikat dan Uni Soviet berlomba- lomba melakukan aktivitas di
ruang angkasa untuk melakukan eksplorasi. Proyek Sputnik dan Apollo di bulan
adalah beberapa di antaranya. Mulai saat itu ekplorasi manusia di ruang angkasa
dilakukan secara gencar dan berhasil membawa Neil Armstrong sebagai
manusia pertama yang memijakan kaki di Bulan. Pijakan kecil Neil Armstrong di
Bulan tersebut menjadi langkah awal bagi umat manusia dalam menjelajah
luasnya ruang angkasa.
Hukum Ruang Angkasa Internasional
Jauhnya ruang angkasa bukannya tidak terjamah oleh hukum sama sekali.
Seperti frasa latin Ubi societas, ibi ius (dimana ada masyarakat di situ ada
hukum), pergerakan manusia dalam menjelajah ruang angkasa diatur oleh
hukum ruang angkasa internasional.
Ruang angkasa dan ruang udara diatur oleh dua rejim hukum yang berbeda.
Hukum ruang udara diatur oleh oleh hukum internasional salah satunya dalam
Konvensi Chicago Tahun 1944 dan Konvensi Paris Tahun 1929. Sementara itu,
hukum ruang angkasa diatur dalam hukum internasional oleh kelima hukum
ruang angkasa yang disebut dengan Corpus juris spatialis.
Pada Desember tahun 1966, negara- negara yang menjadi anggota PBB mulai
merundingkan untuk membuat perjanjian yang mampu membatasi kegiatan
manusia di ruang angkasa yang cenderung destruktif. Atas prakarsa tersebut
lahir sebuah perjanjian yang dikenal dengan sebutan The Outer Space Treaty,
yang merupakan Magna Charta atau dasar hukum dari hukum ruang angkasa
internasional.
Tidak seperti instrumen hukum di bidang lainnya, hukum ruang angkasa dibentuk
untuk merespon secara cepat terhadap pesatnya perkembangan teknologi dan
hanya beberapa negara yang telah mengembangkan teknologi ruang angkasa
dengan sangat baik dan mampu melakukan eksplorasi di ruang angkasa.
Menyadari konsekuensi yang akan timbul dari kegiatan di ruang angkasa,
negara- negara yang tergabung di dalam PBB membuat resolusi yang dalam
perjalanannya berhasil melahirkan instrumen hukum ruang angkasa yang dikenal

sebagai Corpus Juris Spatialis, yang terdiri dari lima perjanjian internasional,
yaitu:
1. Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and
Use of Outer Space, including the Moon and Other Celestial Bodies, 1967 (The
Outer Space treaty)
2. Agreement on the Rescue of Astronauts, the Return of Astronauts and the
Return of Objects Launched into Outer Space 1968 (the Rescue Agreement)
3. Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects,
also known as the Space Liability Convention, 1972 (the liability convention)
4. Convention on Registration of Launched Objects into Outer Space 1975 the
Registration Convention
5. The Agreement Governing the Activities of states On The Moon And Other
Celestial Bodies, 1979 (The Moon treaty)
Kelima hukum ruang angkasa tersebut diharapkan mampu meminimalisir konflik
akibat kegiatan ruang angkasa. Oleh karena itu hukum ruang angkasa lahir
dengan tujuan melindungi dan menjamin kepentingan semua Negara dalam
mengakses ruang angkasa, khususnya bagi Negara- Negara berkembang yang
secara teknologi maupun finansial belum mampu mengakses angkasa luar.

Batas Ruang Udara dan Ruang Angkasa


Batas ruang angkasa dimulai adalah di mana ruang udara berakhir. Namun
hingga kini batas pemisah antara rejim ruang angkasa dan ruang udara belum
melahirkan kesepakatan yang mutlak, dan melahirkan banyak teori delimitasi
yang mencoba memberi marka, mana ruang angkasa dan ruang udara.
Teori Aeronautical Ceiling memberi batas pemisah antara ruang angkasa dan
ruang udara pada ketinggian maksimum yang dapat dicapai oleh sebuah
pesawat udara, yaitu sekitar 60 km. Namun teori ini tidak mendapat banyak
dukungan, karena pesatnya teknologi penerbangan saat ini kemampuan sebuah
pesawat udara terbang dapat mencapai ketinggian tentu dapat berubah.
Teori lainnya adalah teori Garis Karman. Garis ini terletak pada ketinggian 100
km dari Bumi, yang merupakan batasan gaya aerodinamik sebuah pesawat
udara dapat bekerja. Namun seperti teori Aeronautical Ceiling, teori ini kurang
mendapat dukungan karena para ahli menganggap pesatnya teknologi dapat
merubah Garis Karman tersebut.

Outer Space Treaty pun mencoba memberi batas pemisah ruang angkasa dan
ruang udara berdasarkan titik terendah orbit dari satelit dan pesawat ruang
angkasa yang dimulai pada ketinggian 80 km, batas ini diambil karena
merupakan batas ketinggian minimum satelit mengorbit.
Namun dari banyaknya teori delimitasi ini, hingga kini belum ada kesepakatan
mutlak yang legal dan bersifat internasional mengenai batas pemisah ruang
angkasa dan ruang udara.
Siapa Pemilik Ruang Angkasa?
Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use
of Outer Space, including the Moon and Other Celestial Bodies, 1967 atau yang
lebih dikenal dengan sebutan The Outer space Treaty secara tegas melarang
setiap

negara

untuk mengklaim

kepemilikan ruang

angkasa,

objek ruang angkasa lainnya serta ruang kosong yang ada di antaranya.

Dalam pasal II Outer Space Treaty disebutkan; ruang angkasa, bulan dan benda
ruang angkasa lainnya tidak dapat dimiliki atau dijadikan bagian kedaulatan
setiap negara baik melalui okupasi atau cara lainnya. Dari ketentuan yang
terdapat dalam pasal II Outer Space Treaty tersebut kita dapat melihat bahwa
ruang angkasa bukan merupakan wilayah yang dapat diklaim atau dimiliki oleh
negara manapun. Dengan kata lain, pasal 2 The Outer Space Treaty tersebut
menyatakan bahwa ruang angkasa merupakan area terra nullius yang tidak dapat
diklaim oleh Negara manapun, dengan cara apapun.
Dalam ketentuan lain di Outer Space Treaty dan pasal 11 The Moon Agreement,
eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa haruslah ditujukan untuk keuntungan,
kepentingan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang berguna bagi umat manusia.
Dalam kata lain, ruang angkasa merupakan wilayah yang termasuk ke
dalamcommon heritage of mankind.
Common heritage of mankind adalah ketentuan yang melarang Negara, pihak
swasta atau badan hukum lainnya mengklaim kepemilikan terhadap Bulan dan
benda langit lainnya baik yang berada di dalam maupun luar tata surya kita. Di
mana setiap wilayah yang termasuk ke dalam prinsip ini hanya dapat digunakan
untuk keperluan eksplorasi saja.

Anda mungkin juga menyukai