Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

IJARAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah
Akuntansi Syariah

Disusun Oleh :

Ahmad Rosadi Anwar (081400124)


Amamiyah (081400125)
EKIS-A SMT VI

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM INSTITUT


AGAMA ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2010-2011

IJARAH
1. Pendahuluan

Bank Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah lainnya dalam melayani produk
pembiayaan, mayoritas masih terfokus pada produk-produk murabahah (prinsip jual
beli). Pembiayaan ijarah memiliki kesamaan dengan pembiayaan murabahah karena
termasuk dalam katagori natural certainty contracts dan pada dasarnya adalah
kontrak jual beli.
Perbedaan antara ijarah dan murabahah terletak pada objek transaksi yang diperjual
belikan yaitu dalam pembiayaan murabahah yang menjadi objek transaksi adalah
barang, seperti tanah, rumah, mobil dan sebagainya, sedangkan dalam pembiayan
ijarah, objek transaksinya adalah jasa, baik manfaat atas barang maupun manfaat atas
tenaga kerja, sehingga dengan skim ijarah, bank syariah dan lembaga keuangan
syariah lainnya dapat melayani nasabah yang membutuhkan jasa.
Bentuk pembiayaan ijarah merupakan salah satu teknik pembiayaan ketika kebutuhan
pembiayaan investor untuk membeli aset terpenuhi dan investor hanya membayar
sewa pemakaian tanpa harus mengeluarkan modal yang cukup besar untuk membeli
aset tersebut.
Secara umum timbulnya ijarah disebabkan oleh adanya kebutuhan akan barang atau
manfaat barang oleh nasabah yang tidak memiliki kemampuan keuangan.
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan
perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja
dengan prinsip jual beli tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada
jual beli objek transaksinya barang, sedangkan pada ijarah objek transaksinya adalah
barang dan jasa.
2. Pengertian Ijarah
Ijarah berarti sewa, jasa atau imbalan, yaitu akad yang dilakukan atas dasar suatu
manfaat dengan imbalan jasa[1].
Menurut Sayyid Sabiq, Ijarah adalah suatu jenis akad yang mengambil manfaat
dengan jalan penggantian[2].
Dengan demikian pada hakikatnya ijarah adalah penjualan manfaat yaitu pemindahan
hak guna (manfaat) atas suatu barang dan jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu
sendiri. Akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan tetapi hanya perpindahan hak
guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.

[1]

Habib Nazir & Muh. Hasan, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan S yariah, Kaki Langit, Bandung , 2004,
hal. 246.

[2] Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah Jilid 3, Dar al-Kitab al-Araby, Beirut, 1983, hal. 177.
[2] Sri Nurhayati Wasilah, Akuntasi Syariah di Indonesia, Salemba Empat,2008, Edisi 2, hal.226.

Dalam Hukum Islam ada dua jenis ijarah, yaitu [3]:


1. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa
seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang
3

mempekerjakan disebut mustajir, pihak pekerja disebut ajir dan upah yang
dibayarkan disebut ujrah.
2. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan
hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan
imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis
konvensional. Pihak yang menyewa (lessee) disebut mustajir, pihak yang
menyewakan (lessor) disebut mujir/muajir dan biaya sewa disebut ujrah.
Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa perbankan syariah,
sementara ijarah bentuk kedua biasa dipakai sebagai bentuk investasi atau
pembiayaan di perbankan syariah
3. Dasar Ijarah
Ijarah sebagai suatu transaksi yang sifatnya saling tolong menolong mempunyai
landasan yang kuat dalam al-Quran dan Hadits. Konsep ini mulai dikembangkan
pada masa Khlaifah Umar bin Khathab yaitu ketika adanya sistem bagian tanah dan
adanya langkah revolusioner dari Khalifah Umar yang melarang pemberian tanah bagi
kaum muslim di wilayah yang ditaklukkan. Dan sebagai langkah alternatif adalah
membudidayakan tanah berdasarkan pembayaran kharaj dan jizyah.
Adapun yang menjadi dasar hukum ijarah adalah [4]:
1. Al-Qur'an surat al-Zukhruf : 32
Artinya : Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami
telah meninggikan sebagian mereka atas sebagaian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagaian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu
lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan .
1. Al-Quran surat al-Baqarah : 233 :
Artinya : Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada
Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
c. Al-Quran surat al-Qashash : 26 :
Artinya : Salah seorang dari kedua wanita itu berkata : Hai ayahku! Ambilah ia
sebagai orang yang bekerja pada (kita), karena sesungguhnya orang yang paling
baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya.
[3] Ascarya, Akad dan Produk Syariah, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta , 2007, hal.99.
[4] Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional Untuk Lembaga Keuangan Syariah, 2001
DSN,MUI,BI, hal.54
[4] Sri Nurhayati Wasilah, Akuntasi Syariah di Indonesia, Salemba Empat,2008, Edisi 2, hal.229.

1. Hadis riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi Muhammad saw.
Bersabada :
Artinya : Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.
4

1. Hadis riwayat Abd.Razaq dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad saw.
Bersabada :
Artinya : Barangsiapa yang mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.
1. Hadis riwayat Abu Dawud dari Saad bin Abi Waqqash, bahwa Nabi
Muhammad saw. Bersabada :
Artinya : Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya,
maka Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar
kami menyewakannya dengan emas atau perak.
1. Hadis riwayat Tirmizi dari Amr bin Auf, bahwa Nabi Muhammad saw.
Bersabada :
Artinya : Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali perdamaian
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal
atau menghalalkan yang haram.
1. Ijma ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa.
2. Kaidah fiqh
Artinya : Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalilyang mengharamkannya.
1. Kaidah fiqh
Artinya : Menghindarkan mafsadat (kerusakan/bahaya) harus didahulukan atas
mendatangkan kemaslahatan.
4. Rukun dan Syarat Ijarah
1. Rukun dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam transaksi
adalah[5] :
1. Pelaku akad, yaitu mustajir (penyewa), adalah pihak yang
menyewa aset dan mujir/muajir (pemilik) adalah pihak
pemilik yang menyewakan aset.
2. Objek akad, yaitu majur (aset yang disewakan) dan ujrah
(harga sewa).
3. Sighat yaitu ijab dan qabu

l[5] Ascarya, op.cit, hal. 99.


2. Syarat ijarah yang harus ada agar terpenuhi ketentuan-ketentuan hukum Islam,
sebagai berikut :
a. Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yang disewakan tersebut harus
tertentu dan diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak.
5

b. Kepemilikan aset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung jawab


pemeliharaannya, sehingga aset tersebut harus dapat memberi manfaat kepada
penyewa.
c. Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti memberikan
manfaat kepada penyewa. Jika aset tersebut rusak dalam periode kontrak, akad ijarah
masih tetap berlaku.
d. Aset tidak boleh dijual kepada penyewa dengan harga yang ditetapkan sebelumnya
pada saat kontrak berakhir. Apabila aset akan dijual harganya akan ditentukan pada
saat kontrak berakhir.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 09/DSN-MUI/IV2000 tanggal 13 April
2000 Tentang Pembiayan Ijarah ditetapkan[6] :
1. Rukun dan Syarat Ijarah :
1. Pernyataan ijab dan qabul.
2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak) : terdiri atas pemberi sewa
(lessor, pemilik aset, Lembaga Keuangan Syariah) dan penyewa
(Lessee, pihak yang mengambil manfaat dari penggunaan aset,
nasabah).
3. Objek kontrak : pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan aset.
4. Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah objek kontrak yang
harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari
sewa dan bukan aset itu sendiri.
5. Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang
berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent,
dengan cara penawaran dari pemilik aset (lembaga keuangan syariah)
dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
6. Ketentuan Objek Ijarah :
1. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau
jasa.
2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan
dalam kontrak.
3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai
dengan syariah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidak tahuan) yang akan
mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk
jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau
identifikasi fisik.
[6] Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, op.cit, hal.55

7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah


kepada lembaga keuangan syariah sebagai pembayaran
manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli
dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.

8. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis


yang sama dengan obyek kontrak.
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat
diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
7. Kewajiban Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan Nasabah dalam
Pembiayaan Ijarah :
-

Kewajiban Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemberi sewa :


1. Menyediakan aset yang disewakan.
2. Menanggung biaya pemeliharaan aset.
3. Penjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan.

Kewajiban nasabah sebagai penyewa :


1. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang
disewa serta menggunakannya sesuai dengan kontrak.
2. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (materiil)

Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dan penggunaan yang
dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak
bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
5. Ijarah Muntahia Bi al-Tamlik
Al-Bai wa al-ijarah muntahia bi al-tamlik merupakan rangkaian dua buah akad,
yakni akad al-bai dan akad al-ijarah muntahia bi al-tamlik. Al-bai merupakan akad
jual beli, sedangkan al-ijarah muntahia bi al-tamlik merupakan kombinasi sewa
menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa[7].
Ijarah muntahia bi al-tamlik adalah transaksi sewa dengan perjanjian untuk menjual
atau menghibahkan objek sewa di akhir periode sehingga transaksi ini diakhiri
dengan kepemilikan objek sewa[8].
Dalam ijarah muntahia bi al-tamlik, pemindahan hak milik barang terjadi dengan
salah satu dari dua cara berikut ini :
1. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan
tersebut pada akhir masa sewa.
2. Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang
disewaakan tersebut pada akhir masa sewa.

[7] Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisi Fiqh dan Keuangan, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2004, hal.149
[8] Ascarya, op.cit, hal.103

Adapun bentuk alih kepemilikan ijarah muntahia bi al-tamlik antara lain :

1. Hibah di akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa aset dihibahkan
kepada penyewa.
2. Harga yang berlaku pada akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa
aset dibeli oleh penyewa dengan harga yang berlaku pada saat itu.
3. Harga ekuivalent dalam periode sewa, yaitu ketika membeli aset dalam
periode sewa sebelum kontrak sewa berakhir dengan harga ekuivalen.
4. Bertahap selama periode sewa, yaitu ketika alih kepemilikan dilakukan
bertahap dengan pembayaran cicilan selama periode sewa.
6. Ijarah dan Leasing
Ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadi pemindahan
kepemilikan, sehingga banyak yang menyamakan ijarah dengan leasing. Hal ini
terjadi karena kedua istilah itu sama-sama mengacu hal ihwal sewa menyewa. Akan
tetapi walaupun ada persamaan antara ijarah dengan leasing, terdapat beberapa
karakteristik yang membedakannya, antara lain :
a. Objek
Objek yang disewakan dalam leasing hanya berlaku untuk sewa menyewa barang
saja, terbatas pada manfaat barang saja, tidak berlaku untuk manfaat tenaga kerja.
Sedangkan objek yang disewakan dalam ijarah bisa berupa barang dan jasa/tenaga
kerja. Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat barang disebut sewa
menyewa dan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja/jasa disebut upah mengupah.
Objek yang disewakan dalam ijarah adalah manfaat barang dan manfaat tenaga kerja.
Dengan demikian, bila dilihat dari segi objeknya, ijarah mempunyai cakupan yang
lebiah luas daripada leasing.
b. Metode Pembayaran
Dari segi metode pembayaran, leasing hanya memiliki satu metode pembayaran yaitu
yang bersifat not contingent to formance artinya pembayaran tidak tergantung pada
kinerja objek yang disewa.
Pembayaran ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya
tergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent to formance) dan ijarah yang
pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa (not contingent to
formance). Ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa
disebut ijarah, gaji, sewa. Sedangkan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung
pada kinerja objek yang disewa disebut jualah atau success fee[9].
c. Pemindahan Kepemilikan (Transfer of Title)
Dari aspek perpindahan kepemilikan dalam leassing dikenal dua jenis yaitu operating
lease dimana tidak terjadi pemindahan kepemilikan baik di awal maupun di akhir
periode sewa dan financial lease.
[9] Adiwarman A. Karim, op.cit,hal.141

Ijarah sama seperti operating lease yakni tidak ada transfer of title baik di awal
maupun di akhir periode, namun pada akhir sewa dapat dijual barang yang disewakan
kepada nasabah yang dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahia bi altamlik. Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.

Prinsip pokok (standar) minimal pembiayaan ijarah yang harus dipenuhi adalah
sebagai berikut :
1. Dalam akad ijarah, fisik dari komoditas yang disewakan tetap dalam
kepemilikan yang menyewakan dan hanya manfaatnya yang dialihkan kepada
penyewa. Sesuatu yang tidak dapat digunakan tanpa mengkonsumsinya tidak
dapat disewakan, seperti uang, makanan, bahan bakar dan sebagainya. Hanya
aset-aset yang dimiliki oleh yang menyewakan dapat disewakan, kecuali
diperbolehkan sub-lease (menyewakan kembali aset objek sewa yang disewa)
dalam perjanjian yang dizinkan oleh yang menyewakan.
2. Sampai waktu ketika aset objek sewa dikirim kepada penyewa, biaya sewa
belum bisa digunakan.
3. Selama periode sewa, yang menyewakan harus tetap menguasai objek sewa
dan menanggung semua resiko dan hasil dari kepemilikan. Namun demikian,
jika terjadi kerusakan atau kehilangan aset objek sewa karena kesalahan atau
kelalaian penyewa, konsekwensinya ditanggung oleh penyewa.
4. Asuransi/Takaful dari objek sewa harus atas nama orang yang menyewakan
dan biaya asuransi juga ditanggung oleh yang menyewakan.
5. Sewa dapat diakhiri sebelum waktunya, tetapi hanya dengan persetujuan
kedua belah pihak.
6. Masing-masing pihak yang membuat janji untuk membeli/menjual aset objek
sewa dengan berakhirnya jangka waktu sewa atau lebih awal dengan harga dan
ketentuan yang disepakati bersama dengan catatan bahwa perjanjian sewa
tidak mensyaratkan penjualan.
7. Besarnya biaya sewa harus disepakati di awal dalam bentuk yang jelas, baik
untuk masa sewa penuh atau untuk periode tertentu dalam bentuk absolut.
8. Penetapan biaya sewa saja tidak dibolehkan kecuali pada nilai par.
9. Kontrak sewa dapat dianggap berakhir jika aset objek sewa tidak lagi
memberikan manfaatnya.
10. Denda dapat disepakati ab intio dalam perjanjian sewa untuk keterlambatan
pembayaran biaya sewa oleh penyewa.
Apabila terjadi transaksi penjualan dan penyewaan kembali dilakukan secara ijarah
berdasarkan nilai pasar yang wajar, perbedaan tersebut harus dialokasikan selama
masa ijarah.
Apabila transaksi penjualan dalam penyewaan kembali yang menimbulkan ijarah wa
iqtina yang berarti menyewa dan setelah itu diakuisi oleh penyewa, maka bank harus
mengalokasikan keuntungan atau kerugian yang timbul dari penjualan aset kepada
nasabah dan menyewakan kembali selama jangka waktu sewa.

PERLAKUAN AKUNTASI (PSAK 107)


Akuntasi untuk Pemberi Sewa (Mujir) [10]
1. Biaya Perolehan, untuk objek ijarah baik asset berwujud maupun tidak berwujud,
diakui saat objek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan. Asset tersebut harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Kemungkinan besar perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomis masa
depan dari asset tersebut.
b. Biaya perolehannya dapat diukur secara andal.
Jurnal :
Dr. Aset Ijarah
Kr. Kas/Utang

xxx
xxx

2. Penyusutan jika asset ijarah tersebut dapat disusutkan/dimortisasi maka penyusutan


atas amortisasinya diperlakukan sama untuk asset sejenis selama umur manfaatnya
(umur ekonomisnya), jika asset ijarah untuk akad sejenis IMBT maka masa
manfaat yang digunakan untuk menghitung penyusutan adalah periode akad IMBT.
Jurnal :
Dr. Biaya Penyusutan
Kr. Akumulasi Penyusutan

xxx
xxx

3. Pendapatan Sewa, diakui pada saat manfaat atas asset telah diarahkan kepada
penyewa pada akhir periode pelaporan. Jika manfaat telah diserahkan tapi
perusahaan belum menerima uang, maka akan diakui sebagai piutang pendapatan
sewa dan diukur sebesar nilai yang dapat direalisassikan.
Jurnal :
Dr, Kas/Piutang Sewa
Kr. Pendapatan Sewa

xxx
xxx

[10] Sri Nurhayati Wasilah, Akuntasi Syariah di Indonesia, Salemba Empat,2008, Edisi 2, hal.229.

10

ILUSTRASI AKUNTANSI AKAD IJARAH


KASUS IJARAH
Transaksi (dalam ribuan
Rupiah)

Pemberi Sewa

Penyewa

Tgl. 2 Januari 2007


Pemberi sewa dan penyewa
menandatangani akad ijarah atas
mobil selama 3 tahun.
Disepakati bahwa pembayaran
dilakukan setiap bulan sebesar
Rp. 12.500,-

Saat pembelian asset dari PT B :


Asset Ijarah 150.000,Kas
150.000,-

Pemberian sewa membeli mobil


yang disewakan sebesar
Rp.150.000,-

Saat menerima pendapatan dari


penyewa :
Kas
12.000,Pendapatan sewa 1.500,-

Beaban sewa
Kas

Transaksi (dalam ribuan


Rupiah)

Pemberi Sewa

Penyewa

Setiap penerimaan pendapatan


sewa pada awal bulan

Kas
12.500,Pendapatan sewa 1.500,-

Baban sewa
Kas

Pada akhir periode dilakukan


alokasi untuk beben depresiasi
selama 5 tahun sesuai masa
manfaat mobil dengan metode
garis lurus.

Kas
30.000,Akumulasi penyusutan 30.000,-

Penyajian pada akhir tahun


pertama untuk asset ijarah

Asset ijarah
Akum, penyusutan

Pada saat akhir kontrak asset


iajarah dikembalikan kepada
pemberi sewa, sehingga
dibuatkan ayat jurnal reklasi
kasi

Asset nonkas
(Eks Ijarah) 150.000,Asset ijarah
150.000,-

12.500,12.500,-

12.500,12.500,-

150.000,30.000,-

[11] Sri Nurhayati Wasilah, Akuntasi Syariah di Indonesia, Salemba Empat,2008, Edisi 2, hal.238.

11

II. PENUTUP
Kesimpulan :

Ijarah berarti sewa, jasa atau imbalan, yaitu akad yang dilakukan atas dasar
suatu manfaat dengan imbalan jasa

Menurut Sayyid Sabiq, Ijarah adalah suatu jenis akad yang mengambil
manfaat dengan jalan penggantian

Ijarah sebagai suatu transaksi yang sifatnya saling tolong menolong


mempunyai landasan yang kuat dalam al-Quran dan Hadits. Konsep ini mulai
dikembangkan pada masa Khlaifah Umar bin Khathab yaitu ketika adanya
sistem bagian tanah dan adanya langkah revolusioner dari Khalifah Umar yang
melarang pemberian tanah bagi kaum muslim di wilayah yang ditaklukkan.
Dan sebagai langkah alternatif adalah membudidayakan tanah berdasarkan
pembayaran kharaj dan jizyah.

12

13

Anda mungkin juga menyukai