PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi mata yang sering mengenai masyarakat salah satunya adalah
konjungtivitis. Pada dasarnya konjungtvitis adalah penyakit ringan, namun pada
beberapa kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius seperti gangguan
penglihatan maupun kebutaan apabila tidak ditangani secara adekuat.
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi
bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.
Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan
menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak.
Beberapa jenis konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa.
Konjungtivitis pada bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada
konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru
lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep
antibiotik
(misalnya
eritromisin)
untuk
membunuh
bakteri
yang
bisa
dan air mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa tidak nyaman di mata
(Ilyas, 2003 dan American Academy of Opthalmology, 2005).
Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati
konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi
di bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan
kompres hangat di daerah mata untuk meringankan gejala. Tablet atau tetes mata
antihistamin cocok diberikan pada konjungtivitis alergi. Selain itu, air mata buatan
juga dapat diberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus melindungi mata
dari paparan alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata.
Untuk konjungtivitis papiler raksasa, pengobatan utama adalah menghentikan
paparan dengan benda yang diduga sebagai penyebab, misalnya berhenti
menggunakan lensa kontak. Selain itu dapat diberikan tetes mata yang berfungsi
untuk mengurangi peradangan dan rasa gatal di mata (Ilyas, 2003).
Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata. Jika tidak diobati bisa
terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Konjungtivitis
dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan pengobatan (Effendi,
2008). Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa
kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius. Untuk itu tidak ada salahnya
berkonsultasi dengan dokter mata jika terkena konjungtivitis (Ilyas, 2003).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi konjungtivitis?
2. Bagaimana etiologi konjungtivitis?
3. Bagaimana patogenesis konjungtivitis?
4. Bagaimana diagnosis konjungtivitis?
5. Bagaimana penatalaksanaan konjungtivitis?
1.1 Tujuan
1. Mengetahui definisi konjungtivitis
2. Mengetahui etiologi konjungtivitis
3. Mengetahui patogenesis konjungtivitis
4. Mengetahui diagnosis konjungtivitis
2
BAB 2
3
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama
: Sdr. W
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 17 tahun
Alamat
: Pagak
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Pelajar
Status
: Belum menikah
Suku Bangsa
: Jawa
Tanggal Periksa
: 8 April 2013
Anamnesis
1. Keluhan Utama
: Kedua mata merah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien datang ke poli mata dengan keluhan mata merah sejak 1 minggu
yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluhkan mata terasa mengganjal,
kotoran sedikit dan banyak keluar air. Jika bangun pagi mata terasa lengket.
Pasien tidak mengeluh panas dan gatal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
: Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
: Disangkal
5. Riwayat Pengobatan
: Pernah berobat ke Puskesmas dan diberi obat
tetes
6. Riwayat Kebiasaan
Status Generalis
Kesadaran
: Compos mentis (GCS 456)
Vital sign
: Tidak dilakukan
1. Tensi : mmHg
2. Nadi
: x/menit
3. RR
: x/menit
4. Suhu : oC
Status Oftalmologis
4
OD
5/5
N/palpasi
Orthoporia
AV tanpa koreksi
TIO
Kedudukan
Pergerakan
OS
5/5
N/palpasi
Orthoporia
Diagnosis
Working diagnosis
1. Slit lamp
2. Pemeriksaan sediaan (sekret) langsung
Planning therapy
1. Istirahat cukup
2. Tidak menggosok mata
3. Obat harus digunakan secara teratur
5
: dubia ad bonam
ad functionam
: dubia ad bonam
ad sanactionam
: dubia ad bonam
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Anatomi dan Fisiologi Konjungtiva
mengandung jaringan ikat. Bagian yang padat adalah tarsus dan ditempat lain
jaringan longgar.
Kelenjar yang ada di konjuntiva terdiri kelenjar Krause (ditepi atas tarsus)
yang menyerupai kelenjar air mata. Pembuluh darah yang ada di konjuntiva
adalah a. siliaris anterior dan a. palpebralis. Konjuntiva mengandung sangat
banyak pembuluh limfe. Inervasi syaraf di palpebra oleh percabangan n.
oftalmikus cabang N. V (Ilyas, 2003).
Konjungtiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara di fornix
atas. Air mata mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan tertahan pada
bangunan lekukan di belakang kelopak mata tertahan di belakang tepi kelopak.
Air mata yang mengalir ke bawah menuju fornix dan mengalir ke tepi nasal
menuju punctum lakrimalis sehingga konjuntiva dan kornea selalu basah (Ilyas,
2003).
Konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan
pengobatan (Effendi, 2008).
Konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa. Konjungtivitis
pada bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari
ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan
tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya
eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis
gonokokal. Pada usia dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis melalui hubungan
seksual (misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke dalam mata).
Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata. Dalam waktu 12 sampai 48
jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa
terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi
konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang
mengandung antibiotik (Medicastore, 2009).
3.4 Etiologi Konjungtivitis
Konjungtivitis dibedakan bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat
disebabkan bakteri seperti konjungtivitis gonokok, virus, klamidia, alergi tolsik,
dan molluscum contagiosum (Ilias, 2009).
Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:
1. Infeksi olah virus atau bakteri
2. Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
3. Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet dari las
listrik atau sinar matahari
3.5 Klasifikasi Konjungtivitis
1. Berdasarkan waktu:
Akut
kronis
Konjungtivitis blenore
10
Konjungtivitis gonore
Konjungtivitis difteri
Konjungtivitis folikuler
Konjungtivitis angular
Konjungtivitis mukokataral
Blefarokonjungivitis
Keratokonjungtivitis epidemika
Demam faringokonjungtiva
Keratokonjungtivitis herpetik
Konjungtivitis vernal
Konjungtivitis flikten
Bakteri patogen yang paling umum pada conjungtivitis infeksi meliputi
varicella
enterovirus.
Adenoviral
zoster,
molluscum
konjungtivitis
contagiosum,
biasanya
coxsackie,
menyebabkan
dan
epidemik
11
Iritasi jamur pada konjungtiva jarang terjadi, sedangkan 50% infeksi jamur
yang terjadi tidak memperlihatkan gejala. Terutama terjadi pada orang yang
keadaan umumnya buruk, yang sedang memakai steroid atau obat anti kanker.
Jamur yang dapat memberikan infeksi adalah candida albicans, yang dapat
memberikan
pseudomembran
pada
konjungtiva,
Actinomyces
sering
akibat
realsi
hipersensitifitas
tipe
IV, berupa
alergi
terhadap
b
c
Gambar 3.3 Jenis Konjungtivitis. (a,b) Konjungtivitis bakteri, (c) Konjungtivitis viral
12
d
Gambar 3.4 Jenis Konjungtivitis. (a,b) Konjungtivitis alergi, (c,d) Konjungtivitis jamur
13
mata dari subtansi luar; pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi
infeksi, mucus menangkap debris, dan kerja memompa dari palpebra secara tetap
mengahanyutkan air mata ke duktus air mata; air mata mengandung substansi
antimikroba, termasuk lisozim dan antibody (IgG dan IgA).
Cedera pada epitel konjungtiva oleh agen perusak dapat diikuti oleh edema
epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula
terdapat edema pada stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapis lmfoid
stroma (pembentukan folikel). Sel-seel radang, termasuk neutrofil, eusinofil,
basofil, limfosit dan sel plasma, dansering menunjukkan sifat agen perusak. Selsel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Selsel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mucus dari sel goblet, membentuk
eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra,
(terutama di pagi hari).
Sel-sel radang tampak dalam eksudat atau dalam kerokan yang diambil dengan
spatula platina steril dari permukaan konjungtiva yang telah dianastesi. Materi itu
dipulas dengan pulasan Gram (untuk menetapkan organism bakteri) dan dengan
pulasan Giemsa (untuk menetapkan jenis dan morfologi sel). Banyak leukosit
polimorfonuklear adalah ciri khas untuk konjungtivitis karena virus. Jika ada
pseudomembran atau membran sejati (missal: keratokonjungtivitis epidemika atau
konjungtivitis virus herpes simpleks), neutrofil akan paling banyak karena
nekrosis yang ada. Pada konnjungtivitis klamidia, neutrofil dan lomfosit terdapat
dalam jumlah yang sama (Ilyas, 2009).
3.7 Penegakan Diagnosis Konjungtivitis
3.7.1 Gejala dan Tanda Konjungtivitis
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores
atau panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda
asing dan tergores atau terbakar sering berhubungan dengan edema dan
hipertrofi papiler yang biasanya menyertai hiperemi konjungtiva. Sakit pada
iris atau corpus siliaris mengesankan terkenanya kornea (Wijana, 1983).
Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, berair mata, eksudasi,
pseudoptosis, hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma konjungtiva), folikel
14
seperti
ini
mengesankan
keratokonjungtivitis
vernal
dan
toksik
yang
disebabkan
obat-obatan
topikal
seperti
idoxuridine, dipivefrin, dan miotic. Foikel pada forniks inferior dan pada
batas tarsus mempunyai nilai diagnostik yang rendah, tapi saat terletak pada
tarsus (terutama tarsus atas), konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik
(yang menyertai obat-obatan topikal) harus dicurigai (Wijana, 1983).
Folikel terdiri dari hiperplasia limfoid fokal berada dalam lapisan limfoid
konjungtiva dan biasanya mengandung sentrum germinativum. Secara
klinis, folikel dapat dikenali sebagai struktur bulat, putih atau abu-abu
avaskuler. Dengan pemeriksaan slitlamp, pembuluh darah kecil dapat
terlihat timbul dari batas folikel dan mengelilingi folikel (Wijana, 1983).
Pseudomembran dan membran adalah hasil proses eksudatif dan berbeda
derajatnya. Sebuah pseudomembran adalah pengentalan di atas permukaan
epitel. Bila diangkat, epitel tetap utuh. Sebuah membran adalah pengentalan
16
syndrome
dan,
yang
jarang,
pada
epidemic
17
Perubahan
sikatrikal,
termasuk
penonjolan
ke
dalam
dan
simblepharon
Ulserasi
Perdarahan
Benda asing
Massa
Kelemahan palpebra
Defek epitelial
Filamen
Ulserasi
Vaskularisasi
Keratik presipitat
imunologikal
telah
tersedia,
meliputi
tes
antibodi
19
keganasan,
biopsi
langsung
dapat
menyelamatkan
Tanda
Tajam penglihatan
Silau
Sakit
Mata merah
Konjungtivitis
Normal
Tidak ada
Pedes, rasa kelilipan
Injeksi konjungtival
Iritis
Turun nyata
Nyata
Sakit
Injeksi siliar
Keratitis
Turun nyata
Nyata
Sakit
Injeksi siliar
20
Sekret
Lengket kelopak
Pupil
Serous, mukos,
purulen
Terutama pagi hari
Normal
Normal, tidak
terkena
Tensi
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Mengecil
Biasanya normal
atau rendah (pegal)
normal
Tidak ada
Mengecil
Tabel 3.2 Diagnosa Banding Tipe Konjungtivitis yang Lazim (Ilyas, 2009).
Klinik&sitologi
Viral
Bakteri
Klamidia
Gatal
Hiperemia
Air mata
Eksudasi
Minim
Umum
Profuse
Minim
Minim
Umum
Sedang
Menguncur
Adenopati
preurikular
Lazim
Jarang
Minim
Umum
Sedang
Menguncur
Lazim hanya
konjungtivitis
inklusi
Pewarnaan kerokan
dan eksudat
Sakit tenggorokan
Monosit
Kadang
Bakteri,
PMN
Kadang
Atopik
(alergi)
Hebat
Umum
Sedang
Minim
Tidak ada
Eosinofil
Tidak pernah
Tak pernah
a.
b.
c.
d.
e.
Kloramfenikol
Gentamisin
Tobramisin
Eritromisin
Sulfa
Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3-5 hari maka
(pewarnaan
Gram
atau
Giemsa)
untuk
mengetahui
22
cara mengoles salep pada ulkus dengan swab kapas kering, tetesi obat
antivirus, dan ditutup selama 24 jam (Soewono, dkk., 1994).
3. Penatalaksanaan Konjungtivitis Alergi
Umumnya kebanyakan konjungtivitis alergi awalnya diperlakukan
seperti ringan sampai ada kegagalan terapi dan menyebabkan kenaikan
menjadi tingkat sedang. Penyakit ringan sampai sedang biasanya
mempunyai konjungtiva yang bengkak dengan reaksi konjungtiva
papiler yang ringan dengan sedikit sekret mukoid. Kasus yang lebih
berat mempunyai giant papila pada konjungtiva palpebranya, folikel
limbal, dan perisai (steril) ulkus kornea (Soewono, dkk., 1994).
a. Alergi ringan
Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair, mata
merah yang timbul musiman dan berespon terhadap tindakan
suportif, termasuk air mata artifisial dan kompres dingin. Air mata
artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan mediator
peradangan yang mungkin ada pada permukaan okuler.
b. Alergi sedang
Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan
mata merah yang timbul musiman dan berespon terhadap
antihistamin topikal dan/atau mast cell stabilizer. Penggunaan
antihistamin oral jangka pendek mungkin juga dibutuhkan (Wijana,
1983).
Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast; contoh yang
paling sering dipakai termasuk sodium kromolin dan Iodoxamide.
Antihistamin topikal mempunyai masa kerja cepat yang meredakan
rasa gatal dan kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping;
tersedia dalam bentuk kombinasi dengan mast cell stabilizer.
Antihistamin oral, yang mempunyai masa kerja lebih lama, dapat
digunakan bersama, atau lebih baik dari, antihistamin topikal.
Vasokonstriktor
tersedia
dalam
kombinasi
dengan
topikal
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosa ODS
konjungtivitis virus dan penatalaksanaannya adalah dengan pemberian antibiotiik
topikal.
Konjungtivitis yang lebih sering dikenal sebagai mata merah (pink eye) adalah
istilah yang diberikan untuk segala bentuk peradangan pada konjungtiva.
Konjungtivitis yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada
25
konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan
permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai
dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya
menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan
sendiri, tapi ada juga yang memerlukan pengobatan1.
4.2 Saran
Pemberian KIE kepada masyarakat mengenai konjungtivitis dan
penanganannya perlu dilakukan untuk menghindarkan terjadinya penularan
terhadap pasien atau keluarga pasien yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Opthalmology. 2005. External Disease and Cornea.
Section 11. San Fransisco: MD Association.
2. Ilyas DSM, Sidarta. 1998. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
3. Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. 2003. Ilmu Penyakit Mata. FKUI. Jakarta. Hal
2, 134
4. Ilyas, Sidharta. 2009. Konjungtivitis. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai
penerbit FKUI. Jakarta.
26
27