i. Postur
Tonus otot tubuh tercermin dalam postur tubuh bayi saat istirahat dan adanya
tahanan saat otot diregangkan. Ketika pematangan berlangsung berangsur-angsur
janin mengalami peningkatan kaki yang fleksi. Lutut mulai fleksi bersamaan dengan
pergelangan tangan.
ii. Arm Recoil
Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps dengan mengukur
sudut mundur singkat setelah sendi siku difleksi dan ekstensikan. Arm recoil
dilakukan dengan cara evaluasi saat bayi terlentang. Pegang kedua tangan bayi,
fleksikan lengan bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan
kedua lengan dan lepaskan. Amati reaksi bayi saat lengan dilepaskan. Skor 0 :
tangan tetap terentang/gerakan acak, Skor 1 : fleksi parsial 140-180 0, Skor 2 : fleksi
parsial 110 140o, Skor 3 : fleksi parsial 90 100o, dan Skor 4: kembali ke fleksi
penuh.
iii. Scarf Sign
Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan bayi berbaring
telentang, pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis tengah tubuh dan
mendorong tangan bayi melalui dada bagian atas dengan satu tangan dan ibu jari
dari tangan sisi lain pemeriksa diletakkan pada siku bayi. Siku mungkin perlu
diangkat melewati badan, namun kedua bahu harus tetap menempel di permukaan
meja dan kepala tetap lurus dan amati posisi siku pada dada bayi dan bandingkan
dengan angka pada lembar kerja, yakni penuh pada tingkat leher (-1); garis aksila
kontralateral (0); kontralateral baris puting (1); prosesus xyphoid (2), garis puting
ipsilateral (3); dan garis aksila ipsilateral (4)
iv. Heel to Ear
Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul dengan
memberikan fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot posterior fleksor pinggul.
Dengan posisi bayi terlentang lalu pegang kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk,
tarik sedekat mungkin dengan kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul pada
permukaan meja periksa dan amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat
ekstensi lutut (bandingkan dengan angka pada lembar kerja). 7.9
b. Penilaian maturitas fisik
i. Kulit
Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur intrinsiknya bersamaan
dengan hilangnya secara bertahap dari lapisan pelindung, yaitu vernix caseosa.
Oleh karena itu kulit menebal, mengering dan menjadi keriput dan / atau
mengelupas dan dapat timbul ruam selama pematangan janin. Fenomena ini bisa
terjadi dengan kecepatan berbeda-beda pada masing-masing janin tergantung pada
kondisi ibu dan lingkungan intrauterine.
Sebelum perkembangan lapisan epidermis dengan stratum corneumnya, kulit agak
transparan dan lengket ke jari pemeriksa. Pada usia perkembangan selanjutnya kulit
menjadi lebih halus, menebal dan menghasilkan pelumas, yaitu vernix, yang
menghilang menjelang akhir kehamilan. Pada keadaan matur dan pos matur, janin
dapat mengeluarkan mekonium dalam cairan ketuban. Hal ini dapat mempercepat
proses pengeringan kulit, menyebabkan mengelupas, pecah-pecah, dehidrasi,
seperti sebuah perkamen.
ii. Lanugo
Lanugo adalah rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Pada etreme prematurity
kulit janin sedikit sekali terdapat lanugo. Lanugo mulai tumbuh pada usia gestasi
24-25 minggu dan biasanya sangat banyak, terutama di bahu dan punggung atas
ketika memasuki minggu ke 28.
Lanugo mulai menipis dimulai dari punggung bagian bawah. Daerah yang tidak
ditutupi lanugo meluas sejalan dengan maturitasnya dan biasanya yang paling luas
terdapat di daerah lumbosakral. Pada punggung bayi matur biasanya sudah tidak
ditutupi lanugo. Variasi jumlah dan lokasi lanugo pada masing-masing usia gestasi
tergantung pada genetik, kebangsaan, keadaan hormonal, metabolik, serta
pengaruh gizi. Sebagai contoh bayi dari ibu dengan diabetes mempunyai lanugo
yang sangat banyak.
Pada melakukan skoring pemeriksa hendaknya menilak pada daeerah yang
mewakili julmlah relatif lanugo bayi yakni pada daerah atas dan bawah dari
punggung bayi.
iii. Permukaan plantar
Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior ini kemungkinan
berkaitan dengan posisi bayi ketika di dalam kandungan. Bayi dari ras selain kulit
putih mempunyai sedikit garis telapak kaki lebih sedikit saat lahir. Disisi lain pada
bayi kulit hitam dilaporkan terdapat percepatan maturitas neuromuskular sehingga
timbulnya garis pada telapak kaki tidak mengalami penurunan. Namun demikian
penilaian dengan menggunakan skor New Ballard tidak didasarkan atas ras atau
etnis tertentu.
Bayi very premature dan etremely immature tidak mempunyai garis pada telapak
kaki. Untuk membantu menilai maturitas fisik bayi tersebut berdasarkan permukaan
plantar maka dipakai ukuran panjang dari ujung jari hingga tumit. Untuk jarak< 40
mm diberikan skor -2. Untuk jarak 40-50 mm skor -1. Hasil pemeriksaan disesuaikan
dengan skor di tabel.
iv. Payudara
Aerola mammae terdiri atas jaringan mammae yang tumbuh akibat stimulasi
esterogen ibu dan jaringan lemak yang tergantung dari nutrisi yang eiterima janin.
Pemeriksa menilai ukuran aerola dan menilai ada atau tidaknya bintik-bintik akibat
pertubuhan papilla Montgom. Kemudian dilakukan palpasi jaringan mammae di
bawah aerola dengan ibu jari dan telunjuk untuk mengukur diameternya dalam
milimeter.
v. Mata dan telinga
Daun telinga pada fetus mengalami penambahan kartilago seiring
perkembangannya menuju matur. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri atas palpasi
ketebalan kartilago kemudian pemeriksa melipat daun telinga ke arah wajah
kemudian lepaskan dan pemeriksa mengamati kecepatan kembalinya daun telinga
ketika dilepaskan ke posisi semulanya.
Pada bayi prematur daun telinga biasanya akan tetap terlipat ketika dilepaskan.
Pemeriksaan mata pada intinya menilai kematangan berdasarkan perkembangan
palpebra. Pemeriksa berusaha membuka dan memisahkan palpebra superior dan
inferior dnegan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari. Pada bayi extremely
premature palpebra akan menempel erat satu sama lain. Dengan bertambahnya
maturitas palpebra kemudian bisa dipisahkan walaupuh hanya satu sisi dan
meninggalkan sisi lainnya tetap pada posisinya.
Hasil pemeriksaan pemeriksa kemudian disesuaikan dengan skor dalam tabel. Perlu
diingat bahwa banyak terdapat bariasi kematangan palpebra pada individu dengan
usia gestasi yang sama. Hal ini dikarenakan terdapat faktor seperti stress
intrauterin dan faktor humoral yang mempengaruhi perkembangan kematangan
palpebra.
vi. Genital pria
Testis pada fetus mulai turun dari cavum peritoneum ke dalam scrotum kurang lebih
pada minggu ke 30 gestasi. Testis kiri turun mendahului testis kanan yakni pada
sekitar minggu ke 32. Kedua testis biasanya sudah dapat diraba di canalis inguinalis
bagian atas atau bawah pada minggu ke 33 hingga ke 34 kehamilan. Bersamaan
dengan itu, kulit skrotum menjadi lebih tebal dan membentuk rugae.
Testis dikatakan telah turun secara penuh apabila terdapat di dalam zona berugae.
Pada neonatus etremely premature scrotum datar, lembut dan kadang belum bisa
dibedakan jenis kelaminnya. Berbeda halnya pada neonatus matur hingga
postmatur, scrotumnya biasanya seperti pendulum dan dapat menyentuh kasur
ketika berbaring.
vii. Genital wanita
Untuk memeriksa genital neonatus perempuan maka neonatus harus diposisikan
telentang dengan pinggul abduksi kurang lebih 45 o dari garis horizontal. Abduksi
yang berlebihan dapat menyebabkan labia minora dan klitoris tampak lebih
menonjol sedangkan aduksi menyebabkan keduanya tertutupi oleh labio majora.
Pada neonatus extremely premature labia datar dan klitoris sangat menonjol dan
menyerupai penis. Sejalan dengan berkembangnya maturitas fisik, klitoris menjadi
tidak begitu menonjol dan labia minora menjadi lebih menonjol. Mendekati usia
kehamilan matur labia minora dan klitoris menyusut dan cenderung tertutupi oleh
labia majora yang membesar.
Labia majora tersusun atas lemak dan ketebalannya bergantung pada nutrisi
intrauterine. Nutrisi yang berlebihan dapat menyebabkan labia majora menjadi
besar pada awal gestasi. Sebaliknya nutrisi yang kurang menyebabkan labia majora
cenderung kecil meskipun pada usia kehamilan matur atau postmatur dan labia
minora serta klitoris cenderung lebih menonjol. 7.9
Interpretasi hasil
Masing-masing hasil penilaian baik maturitas neuromuskular maupun fisik
disesuaikan dengan skor di dalam tabel dan dijumlahkan hasilnya. Interpretasi hasil
dapat dilihat pada tabel skor.
Sumber : www.ballardscore.com/Pages/mono_neuro_posture.aspx.
Lubchencko Curve
Kurva Lubchenco sampai saat sekarang ini masih digunakan oleh setiap praktisi
dalam merawat bayi baru lahir. Kurva Lubchenco adalah kurva pertumbuhan yang
disajikan dalam bentuk tabel. Definisi tentang bayi premature adalah setiap bayi
baru lahir dengan berat lahir < 2500 g. Definisi ini direkomendasikan oleh American
Academy of Pediatrics dan World Health Assembly. Dokter ahli pediatrics
dihadapkan pada masalah hubungan antara usia kehamilan dan pertumbuhan janin.
Dengan Kurva Lubchenco diharapkan dapat menunjukkan hubungan pertumbuhan
janin dan usia kehamilan. Dari kurva Lubchenco dimungkinkan definisi yang lebih
tepat lahir prematur dan adopsi luas dari istilah kecil untuk usia kehamilan, besar
untuk usia kehamilan, kelambatan pertumbuhan intrauterin dan janin dysmaturity.
Hal ini juga membentuk dasar untuk memeriksa bayi dengan berat badan lahir lebih
besar dari nilai persentil lebih 90% atau berat badan lahir kurang dari persentil
10%, sehingga dapat diprediksi masalah medis yang mungkin terjadi. 7.9
Sumber : http://www.breastfeedinginc.ca/content.php?pagename=doc-B-J-indo
atau (4) menyebabkan tidak adanya atau berkurangnya jumlah enzim yang diambil
atau menyebabkan pengurangan reduksi bilirubin oleh sel hepar (cacat genetik,
prematuritas). Risiko pengaruh toksik dari meningkatnya kadar bilirubin tak
terkonjugasi dalam serum menjadi bertambah dengan adanya faktor-faktor yang
mengurangi retensi bilirubin dalam sirkulasi (hipoproteinemia, perpindahan bilirubin
dari tempat ikatannya pada albumin karena ikatan kompetitif obat-obatan seperti
sulfisoksazol, dan moksalaktam, asidosis, kenaikan sekunder asam lemak bebas
akibat hipoglikemia, kelaparan atau hipotermia), atau oleh faktor-faktor yang
meningkatkan permeabilitas sawar darah otak atau membran sel saraf terhadap
bilirubin atau kerentana sel otak terhadap toksisitasnya seperti asfiksia,
prematuritas, hiperosmolalitas dan infeksi. Pemberian makan yang awal
menurunkan kadar bilirubin serum, sedangkan ASI dan dehidrasi menaikkan kadar
bilirubin serum. Mekonium mengandung 1 mg bilirubin /dl dan dapat turut
menyebabkan ikterus melalui sirkulasi enterohepatik pasca-dekonjugasi oleh
glukuronidase usus. Obat-obatan seperti oksitosin dan bahan kimia yang diberikan
dalam ruang perawatan seperti deterjen fenol dapat juga menimbulkan
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. 8
(5) bilirubin yang bereaksi direk lebih besar dari 1 mg/dl pada setiap saat. Di antara
faktor-faktor lain yang memberi kesan penyebab ikterus non fisiologis adalah
adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit hemolitik, pucat, hepatomegali,
slepnomegali, kegagalan fototerapi untuk menurunkan kadar bilirubin, muntah,
lesu, pemberian makan jelek, kehilangan berat badan berlebihan, apnea,
bradikardia, kelainan tanda-tanda vital termasuk hipotermia. Tinja berwarna pucat,
urin berwarna gelap positif untuk bilirubin, dan tanda-tanda kernikterus. 8.10
Ikterus, yang terdiri atas bilirubin indirek atau direk, yand ada pada saat lahir atau
muncul dalam umur 24 jam pertama mungkin karena eritroblastosis foetalis,
perdarahan yang tersebunyi, sepsis, penyakit inklusi sitomegali, rubela, atau
toksoplasmosis kongenital. Ikterus oada bayyi yang mendapat transfusi intrauterin
ditandai dengan proporsi bilirubin reaksi direk yang luar biasa tinggi. Ikterus yang
mula-mula muncul pada hari ke-2 atau ke-3 biasanyafisiologis tetapi dapat
menggambarkan bentuk yang lebih berat yang disebut hiperbilirubinemia pada bayi
baru lahir. Ikterus nonhemolitik familial (sindrom Crigler-Najjar) mulai terlihat pada
hari ke-2 atau ke-3. Ikterus yang muncul sesudah hari ke-3 dan dalam minggu
pertama akan memberi kesan septikemia; hal ini dapat karena infeksi lain, terutama
sifilis, toksoplasmosis, dan penyakit inklusi sitomegalovirus. Ikterus sekunder akibat
ekimosis yang luas atau hematoma dapat terjadi selama hari pertama atau di
kemudian hari, terutama pada bayi prematur. Polisitemia dapat menyebabkan
ikterus awal.8.10
Ikterus yang mulai terlihat sesudah usia satu minggu memberikan kesan ikterus
karena ASI, septikemia, atresia kongenital, saluran empedu, hepatitis, rubela,
hepatitis herpes, galaktosemia, hipotiroidisme, anemia hemolitik kongenital
(sferositosis), atau kemungkinan kegawatan anemia hemolitik lainnya. 8.10
Ikterus persisten selama umur satu bulan memberi kesan apa yang disebut sindrom
empedu mengental (yang dapat menyertai penyakit hemolitik bayi baru lahir),
kolestasis terkait hiperalimentasi, hepatitis, penyakit inklusi sitomegali, sifilis,
toksoplasmosis, ikterus nonhemolitik familial, atresia kongenital saluran empedu,
atau galaktosemia. Kadang-kadang ikterus fisiologis dapat memanjang selama
beberapa minggu, seperti pada bayi dengan hipotiroidisme atau stenosis pilorus. 8.10
Bayi berisiko-rendah yang ikterus, cukup bulan, serta tidak bergejala dapat
dievaluasi dengan pemantauan kadar bilirubin serum total. Tanpa memandang
umur kehamilan, atau waktu munculnya ikterus, hiperbilirubinemia bermakna dan
semua penderita dengan gejala-gejala atau tanda-tanda memerlukan evaluasi
diagnostik yang lengkap, meliputi penentuan fraksi bilirubin direk dan indirek,
hemoglobin, hitung retikulosit, golongan darah, uji Coombs, dan pemeriksaan
pulasan darah perifer. Bilirubinemia yang bereaksi indirek, retikulositosis, dan
pulasan memperlihatkan bukti adanya penghancuran sel darah merah yang
memberi kesan hemolisis; bila tidak ada ketidakcocokan (inkompatibilitas) golongan
darah, hemolisis akibat nonimunologis harus dipikirkan. Jika ada hiperbilirubinemia
umumnya, penelitian untuk menentukan penyebab ikterus harus dibuat jika (1)
ikterus muncul pada usia 24 jam pertama .
Hiperbilirubinemia patologis, ikterus dan hiperbilirubinemia yang mendasarinya
dianggap patologis bila waktu permunculannya, lamanya, atau pola kadar bilirubin
serum yang ditentukan secara seri berbeda secara bermakna dari pola ikterus
fisiologis; atau jika perjalanaanya sesuai dengan ikterus fisiologis namun ada
alasannya lain mencurigai bahwa bayi mempunyai risiko khusus terhadap
meurotoksisitas dari bilirubin yang tak terkonjugasi. Tidak mungkin untuk
menentukan dengan tepat etiologi kenaikan abnormal bilirubin yang tak
terkonjugasi. Banyak bayi demikian yang mempunyai faktor risiko terkaiit ras Asia,
prematuritas, minum ASI, atau kehilangan berat badan; karenanya istilah ikterus
fisiologis yang berlebihan dan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dipergunakan
untuk bayi-bayi yang masalahnya primernya mungkin adalah defisiensi atau
inaktivitas glukoronil transferase bukannya beban bilirubin yang berlebihan untuk
diekskresikan.
Risiko hiperbilirubinemia dihubungkan dengan perkembangan kerinikterus
(ensefalopati bilirubin) pada kadarbilirubin indirek serum yang tinggi. Serum yang
disertai dengan kernikterus sebagian bergabung pada etiologi ikterus. Kernikterus
berkembang pada kadar bilirubin yang lebih rendah pada bayi preterm dan pada
keadaan asfiksia, PIV, hemolisis, atau obat-obatan yang memisahkan bilirubin dari
albumin. Kernikterus tidak bisa terjadi pada penderita ikterus karena ASI. 8
ASI dihubungkan dengan kadar bilirubin yang lebih tinggi, sebagian desebabkan
oleh menurunnya masukan densitas ASI yang tinggi kalori. Frekuensi menyusu yang
sering (>10/24 jam), rooming in menyusui pada malam hari, dan menghindari
penambahan dekstrose 5 % atau air dapat mengurangi insidens ikterus awal karena
ASI.8.10
11. Feniketonuria
12. Sindroma X yang rapuh
13. Distrofi otot
14. Anemia sel sabit
15. Penyakit Tay-Sachs