Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Seorang disebut sadar bila ia sadar terhadap diri dan lingkungannya. Orang normal dapat
berada dalam keadaan sadar, mengantuk atau tidur. Bila ia tidur, ia dapat disadarkan oleh
rangsangan misalnya rangsangan nyeri, bunti atau gerak. Rangsangan ini disampaikan pada
sistem aktivitas retikuler, yang berfungsi mempertahankan kesadaran. Sistem aktifitas retikuler
terletak di bagian atas batang otak, terutama di mesensefalon dan hipotalamus. Lesi di otak, yang
terletak diatas hipotalamus tidak akan menyebabkan penurunan kesadaran, kecuali bila lesinya
luas dan bilateral.
Penyakit dapat merubah tingkat kesadaran ke dua arah, yaitu : meningkatkan atau
menurunkan tingkat kesadaran. Peningkatan tingkat kesadaran dapat pula mendahului penurunan
kesadaran, jadi merupakan suatu siklus.
Delirium menunjukkan penurunan kesadaran disertai peningkatan abnormal dari aktifitas
psikomotor dan siklus tidur-bangun yang terganggu. Pada keadaan ini pasien tampak gaduh
gelisah, kacau, disorientasi, berteriak, aktifitas motoriknya meningkat, meronta-ronta. Penyebab
delirium beragam, diantaranya ialah kurang tidur oleh berbagai obat dan gangguan metabolik
toksik. Pada manula, delirium kadang didapatkan pada malam hari. Penghentian mendadak obat
antidepresan yang telah lama digunakan dapat menyebabkan delirium-tremens. Demikian juga
bila pecandu alkohol mendadak menghentikan minum alkohol dapat mengalami keadaan
delirium dengan keadaan gaduh gelisah.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program studi kepaniteraan
kedokteran jiwa di Rumah Sakit Umum Daerah Subang.
1.2.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui dan memahami lebih mendalam mengenai gangguan mental organic
delirium.

BAB II
Laporan Kasus Ruangan

Identitas Pasien:
Nama Lengkap

: Tn. Ade Karsa

Nama Kecil

: Ade

No. Med. Rec.

: 389919

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 55 tahun

Alamat

: Tanggulun timur

Status Perkawainan

: Menikah

Pendidikan

: SD

Agama

: Islam

Suku

: Sunda

Pekerjaan

: Supir

Keluarga Terdekat:
Nama

: Ny. Tati

Hubungan

: Istri

Alamat

: Tanggulun timur

Telpon

: 085321726528

Keterangan Diperoleh Dari:


Nama

: Ny. Tati

Hubungan

: Istri

Sifat Perkenalan

: Akrab

Kebenaran Anamnesa : Dapat dipercaya


Keluhan Utama:
Bicara ngaco, tidak nyambung. (Irrelevan, inkohern)
3

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien di konsulkan ke bagian Jiwa karena bicara aneh yang tidak bisa dimengerti.
Keluhan ini ada sejak 9 hari yang lalu saat pasien mengeluhkan kepala pusing, muntah-muntah
dan langsung terjatuh, saat itu pasien masih sadar. Beberapa jam setelah itu pasien dibawa ke
IGD RSUD Subang.
Kondisi pasien saat diperiksa sudah menjadi lebih baik menurut keluarga. Pasien pada
saat dibawa ke RS dalam keadaan tidak bisa berbicara, hanya mengerang, bibir pasien pada saat
itu bengkak. Pasien menjadi lebih sering berbicara saat sakit, pada kesehariannya pasien
biasanya tidak banyak bicara. Tetapi yang dibicarakan oleh pasien aneh dan tidak jelas. Pasien
menjadi susah tidur beberapa hari ini. Pasien terkadang dapat mengingat anggota keluarga yang
menjenguk dan terkadang lupa. Menurut keluarga pasien, pasien tidak pernah mengatakan seperti
mendengar suara bisikan atau bayangan sesuatu, pasien juga tidak ada terlihat sedih.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat menderita kejang, penyakit hati, dan penyakit ginjal disangkal. Pasien menderita
diabetes mellitus dan darah tinggi sejak beberapa tahun yang lalu tapi tidak terkontrol . Riwayat
trauma kepala hingga koma disangkal. Riwayat penggunaan obat-obatan terlarang dan minuman
beralkohol disangkal.
Riwayat Keluarga:
No
1.
2.

Nama
Yati
Marjati

Status
Istri
Anak

Usia
30
11

Pekerjaan
IRT
Pelajar

Sekolah terakhir
SD
SMP

Pasien tinggal serumah dengan istri dan anaknya. Keluarga pasien tidak pernah ada yang
memiliki penyakit yang sama.
Riwayat Hidup Penderita:
1. Istri pasien tidak mengetahui riwayat kelahiran dan tumbuh kembang pasien
2. Menurut istri pasien selama ini pasien tidak ada permasalahan dan pasien terlihat biasabiasa saja
4

3. Pasien tidak melanjutkan sekolahnya ketika lulus SD dan memilih untuk bekerja
4. Pasien saat ini sedang dalam pernikahan yang kedua, pernikahan yang dulu pasien
memiliki 2 orang anak. Anak yang tinggal serumah dengan pasien sekarang merupakan
anak tiri yang dibawa istri pasien dari pernikahan sebelumnya.
Kepribadian sebelum sakit:
Pasien merupakan orang yang pendiam, sangat jarang berbicara. Pasien juga jarang
bercerita apabila ada masalah.
Autoanamnesis :

Roman muka

: Linglung

Sikap

: Tidak kooperatif

Tingkah laku

: Abnormal

Dekorum

: Buruk

: Bapak namanya siapa ?

: yang ga bener apa darahnya yang ga bener gitu buk (inkoheren)

: Bapak namanya siapa ?

: ga tiap darah tiap pemeriksaan gitu ga anger ya, ada yang sekian, ada lagi yang sekian
lagi, ada lagi yang lebih sekian lagi (inkoheren, irrelevant, asosiasi longgar)

: yang sekian maksudnya apa pak ?

: darah

: Bapak sekarang ada dimana ?

: ha ?

: Bapak dimana ?

: Disini. Ga ada yang koma sekian ga ada (disorientasi tempat)

: Sekarang pagi atau siang pak ?

: Malam (disorientasi waktu)

: Kenapa malam ?

: ya malam lagi gelap ini pada gelap

: oh jadi sekarang gelap ya pak ?

: ya kalau ga gelap berarti bukan malam, siang itu ga gelap

: Bapak sekarang di rumah bukan ?

: Bukan. Sakit

: Di rumah sakit ?

: hm eh

: Umur bapak berapa ?

: Saya mau periksa gula bisa ga buk ? (irrelevant, inkoheren)

: Umur bapak berapa ?

: Kalau umur saya mah masih muda buk, 43

: Bapak namanya siapa ?


6

: Pak ade

: Rumahnya dimana pak ?

: Kalau rumah saya ga punya buk

: Terus tinggalnya dimana ?

: Kalau ditanya rumah supir mah ya saya dimana ngantuknya disitu tidur. Ga nentu kalau
supir (asosiasi longgar)

: Bapak kerjanya apa ?

: kerjanya lari-lari di jalan raya (inkoheren)

: Dapat duit emangnya pak dari lari-lari di jalan raya ?

: ya kalo mau dapet duit. Lari-lari darisini ke ujung Cirebon. Kalo ga dapet duit ya jangan
Tanya saya.

: ooh gituBapak ini siapa pak ? (menunjuk istri pasien)

: itu istri saya

: Namanya siapa pak ?

: Yati

: Nama anak bapak siapa ?

: si kampret marjati. Ada yang dulu rangga dan putra.

: Bapak inget ga kejadian bapak jatuh sampai sakit seperti ini ?

: inget

: coba ceritakan pak

: pertamanya itu ya saya nonton bola, lari ke tempat rumah kontrakan, mobil saya aja,

saya istilahya aja habis pulang makan ya, habis itu saya lari dijalan aja ya, terus saya glimbang
glimbang jatuh, jatuh ke empang, terus sampai saya dibantuin orang ditanya kenapa
D

: ooh gitu.. bapak sudah berapa lama punya sakit darah tinggi ?

: saya tuh rutin ya cek ke puskesmas. Saya katanya tinggi hampir sampai 120, terus harus

beli obat harganya 15 ribu,terus cek lagi


D

: sudah berapa lama pak ?

: saya tuh rutin ya cek ke dokter. Cuma ya jangan banyak makan lah, saya tahan makan,

makan biasa aja, sehari 1x, terus saya periksa lagi, periksa ke puskesmas saya, kata dokter wah
mas udah turun sekarang darahnya, wah berarti kalau udah turun udah normal.
D

: sudah berapa lama bapak punya penyakit darah tinggi ?


7

: ya baru ini lah setahun. Periksa darah sering saya.


Pasien tiba-tiba membalik badannya dan berbicara : saya sering periksa darah, pas sini

periksa saya, berapa periksa, 15 ribu pak, terus periksa saya, oh bagus pak darah bapak, oh
bagus, ya sekarang kalau mau diperiksa lagi pak, bapak kalau pagi jangan makan pak, makannya
nasi sore (perseverasi)
Status psikikus
Roman muka

: Linglung

Kontak/raport

: Ada/tidak adekuat

Kesadaran

: kuantitatif : compos mentis, kualitatif : delirium

Orientasi
Tempat: Tidak baik
Waktu

: Tidak baik

Orang

: Tidak baik

Perhatian

: Apatis (tidak baik)

Persepsi
Ilusi

:-

Halusinasi

:-

Ingatan
Masa kini

: Konvabulasi

Masa dulu

: Retrospective falsificatioin

Daya ingat

: Tidak baik

Daya ulang

: Tidak dapat dinilai

Paraamnesia

:-

Hiperamnesia

:-

Intelegensia

: Tidak dapat dinilai

Pikiran
Bentuk pikiran

: Konkrit

Jalan pikiran

: Inkoheren, irelevansi

Isi pikiran

: asosiasi longgar, inkoheren, irrelevant, kemiskinan isi pembicaraan

Organisasi pikiran

: Disorganisasi pikiran
8

Penilaian
Norma sosial

: tidak baik

Waham

:-

Wawasan penyakit

: Tilikan 4

Decorum
Sopan Santun

: Kurang baik

Cara Berpakaian

: Kurang baik

Kebersihan

: Kurang baik

Kematangan jiwa

: Matur

Tingkah laku

: Non kooperatif

Bicara

: Logore, Asosiasi Longgar

Emosi

: datar

Status fisikus
Keadaan umum

: Tampak sakit berat

Tekanan darah

: 100 / 60

Nadi

: 100 x / menit

Suhu

: 36.5oc

Respirasi

: 20 x/menit

Keadaan gizi

: baik

Bentuk tubuh

: sedang

Kulit

: tampak beberapa luka lecet dan luka terbuka di badan

Mata

: dbn
Conjungtiva

: baik

Funduscopy

: tidak dilakukan
9

Pupil

: isokor

Sklera

: tidak ada kelainan (ikterik)

Pergerakan

: baik kesegala arah

Refleks cahaya: +/+


Hidung

: tidak ada kelainan

Telinga

: tidak ada kelainan

Mulut

: tidak ada kelainan

Leher

: Tidak ada pembesaran KGB

Thoraks
Jantung

: Bunyi jantung normal regular, dan batas jantung normal

Paru-paru

: Bunyi paru-paru normal vesikuler, tidak ada bunyi tambahan

Abdomen
Hepar

: Tidak ada pembesaran hepar

Lien

: Tidak ada pembesaran lien

Ruang traube : Kosong


Bising usus

: Normal

Genitalia

: Tidak dilakukan

Ekstremitas

: dbn

Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran KGB


Keadaan susunan saraf :
Saraf otak

: tidak baik

Sensibilitas

: tidak dilakukan pemeriksaan

Motoris

: Baik
10

Vegetatif

: Baik

Reflex Fisiologis

: +/+

Patologis
Laboratorium
Darah Lengkap
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit DPL
Kimia Darah
Glukosa Darah Puasa
Ureum
Creatinin
Asam urat
Trigliserida
Kolestrol total

: Negatif
:
17000
12,6 gr%
38,5%
248.000
386 mg/dL
1,5 mg/dL
49 mg/dL
5,9 mg/dL
223 mg/dL
233 mg/dL

Psikodinamika
Laki-laki 53 tahun setelah 9 hari lalu terjatuh dibawa ke RS dalam keadaan sadar. Setelah
beberapa hari bibir pasien tidak bengkak pasien menjadi banyak berbicara yang aneh dan tidak
jelas (inkoheren & irelevan). Pasien sebelumnya tidak sering berbicara. Pasien memiliki riwayat
penyakit darah tinggi dan gula darah selama beberapa tahun.
Mekanisme mental yang digunakan : denial, fantasi

Diagnosis Multiaksial
AKSIS I
Gangguan klinik

: F05. Delirium, tak bertumpang-tindih dengan demensia

F06. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
Diagnosis banding

: F06. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi


otak dan penyakit fisik

Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinik : AKSIS II


Gangguan kepribadian

: Tidak ada diagnosa


11

Retardasi mental

: Tidak ada diagnosa

AKSIS III
Kondisi medik umum

: Penyakit endokrin,nutrisi dan metabolic. Penyakit system saraf.

AKSIS IV
Masalah psikososial dan lingkungan

: Tidak ada

AKSIS V
Penilaian fungsi secara global (GAF Scale)

: 40-31 : beberapa disabilitas dalam

hubungan dengan realita & komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi
Pengobatan
Somatoterapi

: Haloperidol 0,75 mg x 2; Lorazepam 5 mg x 3

Psikoterapi

: Terapi suportif individual

Rehabilitasi

:-

Terapi lain

:-

Usul-Usul
Konsul spesialis penyakit dalam, pemeriksaan gula darah dan tekanan darah berkala,
pemeriksaan CT-scan, pemeriksaan SGOT & SGPT
Prognosa
Quo ad vitam

: dubia ad malam

Quo ad fungsionam

: dubia ad malam

12

BAB III
ANALISIS KASUS
ANALISA KASUS
Delirium merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium adalah suatu
gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global.
Biasanya delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan singkat
dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat jika factor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan.
Secara klinis penegakkan diagnosis delirium dapat menggunakan DSM IV-TR. Di bawah
ini adalah kriteria diagnostik delirium berdasarkan DSM IV TR:
A Kriteria diagnostik delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum:
1

Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam


bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian).

Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun
daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama
visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara,
tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang).

Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan
ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.

Berdasarkan bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk
menemukan penyebab delirium ini.

B Pedoman diagnostik delirium menurut PPDGJ-III :


1

Gangguan kesadaran dan perhatian :


Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma.
Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan, mempertahankan dan
mengalihkan perhatian.

Gangguan kognitif secara umum :


13

Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi (terutama halusinasi visual)


Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham yang bersifat
sementara, tetapi sangat khas terdapat inkoherensi yang ringan
Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka panjang relatif
masih utuh.
Disorientasi waktu, pada kasus yang berat terdapat disorientasi tempat dan orang.
3

Gangguan psikomotor :

Hipoaktivitas atau hiperaktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari satu
ke yang lain.

Arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang


Reaksi terperanjat meningkat
4

Gangguan siklus tidur-bangun :

Insomnia atau pada kasus yang berat tidak dapat tidur sama sekali atau terbaliknya
siklus tidur-bangun (mengantuk pada siang hari).

Gejala yang memburuk pada malam hari

Mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi halusinasi
setelah bangun tidur.

Gangguan emosional : misalnya depresi, ansietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis atau
rasa kehilangan akal.
Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang timbul sepanjang hari, dan keadan ini
berlangsung kurang dari 6 bulan
C Delirium dan cedera kepala
14

Dikutip dari sebuah jurnal menyebutkan bahwa cedera kepala dapat menimbulkan berbagai
gangguan neuropsikiatri mulai dari defisit yang tidak jelas sampai gangguan intelektual dan
emosional yang berat. Gangguan neuropskiatri yang berhubungan dengan cedera kepala meliputi
gangguan kognitif, gangguan mood, ansietas, psikosis dan masalah tingkah laku. Defisit kognitif
telah diklasifikasikan dalam berbagai bentuk seperti delirium, demensia oleh karena cedera
kepala, gangguan amnestik atau gangguan intelektual yang bergantung pada gejala dan waktu
saat onset serta masa resolusi. Kesemuanya ini dapat menunda proses kesembuhan pada sistem
saraf pusat.
Penelitian baru-baru ini telah menemukan tingginya insidens delirium setelah cedera kepala.
Prevalensi delirium dilaporkan mencapai 80% di ICU dan sekitar 69% pada penderita dengan
cedera kepala. Delirium sering ditemukan pada kasus-kasus cedera kepala yang berat (Jorge dkk,
2000). Pada penderita cedera kepala, adanya edema serebri yang menyebabkan kompresi
terhadap ventrikel ketiga dan sisterna basalis, berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial yang selanjutnya dapat menimbulkan delirium dan koma. Semakin dalam lesi otak
pada penderita cedera kepala berkaitan dengan semakin lamanya durasi delirium dan koma. Lesi
thalamus anteromedial berhubungan dengan confusional state yang konsisten dengan delirium..
Delirium pada cedera kepala didasari oleh gangguaan keseimbangan neurotransmiter di otak
akibat lesi baik pada daerah kortikal maupun subkortikal. Dengan kata lain adanya delirium
mencerminkan seberapa luas kerusakan di kortikal dan subkortikal yang selanjutnya akan
mempengaruhi pemulihan baik fungsi kognitif maupun fungsional.
D Delirium dan diabetes mellitus (hiperglikemia)
Hiperglikemia sepertinya berhubungan dengan abnormalitas pada fungsi kognitif pada pasien
diabetes tipe 1 maupun tipe 2. Namun, bagaimana hiperglikemia bisa memediasi efek tersebut
masih kurang jelas. Pada organ lain, hiperglikemia mempengaruhi fungsinya melalui berbagai
mekanisme termasuk aktivasi jalur polyol, meningkatkan pembentukan dari advanced glycation
end products (AGEs), aktivasi diacylglycerol dari protein kinase C, dan peningkatan shunting
glukosa pada jalur hexosamine. Mekanisme yang serupa mungkin terjadi di otak dan
menginduksi perubahan dalam fungsi kognitif yang dideteksi pada pasien diabetes. Peran AGEs
dan reseptor AGEs (RAGEs) dalam terjadinya komplikasi serebral dari diabetes masih tidak
15

jelas. Tikus yang diabetes (32% HbA1c vs 12% pada control) yang menunjukkan gangguan
kognitif dijumpai peningkatan ekspresi dari RAGEs pada neuron dan sel glia dan kerusakan pada
white matter dan myelin, menyarankan peranan RAGEs pada terjadinya disfungsi serebral. Pada
manusia, pasien dengan diabetes dan Alzheimer disease memiliki N-carboxymethyllysine (suatu
tipe AGEs) yang lebih tinggi pada pewarnaan yang dilakukan pada pemeriksaan postmortem
dibanding pada pasien yang hanya menderita Alzheimer disease.
Sebagai tambahan pada kerusakan organ terminal yang diinduksi hiperglikemia, fungsi
neurotransmitter yang berubah yang diamati pada percobaan binatang diabetes juga berperan
terhadap disfungsi kognitif. Pada tikus diabetes, dijumpai gangguan pada long term potentiation
yang diartikan sebagai peningkatan secara terus-menerus jangka panjang dari kekuatan synaps
pada neuron yang kaya akan neurotransmitter Nmethyl d aspartate (NMDA), yang dapat
berkontribusi pada kelemahan proses belajar. Perubahan neurokemikal yang telah diamati,
penurunan asetilkolin, penurunan turnover serotonin, penurunan aktivitas dopamine, dan
peningkatan norepinephrine pada otak binatang diabetes. Menariknya adalah semua kelainan ini
membaik dengan pemberian insulin. Suatu usulan hipotesa bahwa perubahan kadar glukosa yang
tinggi dan rendah pada penderitia diabetes yang tidak terkontrol bisa memperburuk fungsi
neurotransmitter.

DIAGNOSA BANDING
Banyak gejala yang menyerupai delirium. Demensia dan depresi sering menunjukkan
gejala yang mirip delirium; bahkan kedua penyakit/ kondisi tersebut acap kali terdapat
bersamaan dengan sindrom delirium. Pada keadaan tersebut informasi dari keluarga dan pelaku
rawat menjadi sangat berarti pada anamnesis.
a

Delirium versus demensia


Yang paling nyata perbedaannya adalah mengenai awitannya, yaitu delirium

awitannya tiba-tiba, sedangkan pada demensia berjalan perlahan. Meskipun kedua kondisi
tersebut mengalami gangguan kognitif, tetapi pada demensia lebih stabil, sedangkan pada
delirium berfluktuasi.
16

Tabel 2. Perbandingan Delirium dan Demensia

Gambaran Klinis
Gangguan daya ingat
Gangguan proses berpikir
Gangguan daya nilai
Kesadaran berkabut
Major attention deficits
Fluktuasi perjalanan penyakit

Delirium
+++
+++
+++
+++
+++
+++

Demensia
+++
+++
+++
+
+

(1 hari)
Disorientasi
Gangguan persepsi jelas
Inkoherensi
Gangguan siklus tidur- bangun
Eksaserbasi nocturnal
Insight/tilikan
Awitan akut/subakut

+++
++
++
++
++
++
++

++
+
+
+
+
-

Delirium versus skizofrenia dan depresi


Sindrom delirium dengan gejala yang hiperaktif sering keliru dianggap sebagai

pasien yang cemas (anxietas), sedangkan hipoaktif keliru dianggap sebagai depresi. Keduanya
dapat dibedakan dengan pengamatan yang cermat. Pada depresi terdapat perubahan yang
bertahap dalam beberapa hari atau minggu sedangkan pada delirium biasanya gejala berkembang
dalam beberapa jam.
Beberapa pasien dengan skizofrenia atau episode manik mungkin pada satu keadaan
menunjukkan perilaku yang sangat kacau yang sulit dibedakan dengan delirium. Secara umum,
halusinasi dan waham pada pasien skizofrenia lebih konstan dan lebih terorganisasi
dibandingkan dengan kondisi pasien delirium.

2.7. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium,
tujuan lainnya adalah untuk memberikan bantuan fisik sensorik dan lingkungan.
17

Pengobatan farmakologis
Dua gejala utama delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis
adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih untuk psikosis adalah Haloperidol (haldol),
obat antipsikotik golongan butyrophenon. Pemberian tergantung usia, berat badan,dan kondisi
fisik pasien, dosis awal dengan rentang antara 2 sampai 10 mg intramuscular, diulang dalam satu
jam jika pasien teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat
atau bentuk tablet dapat dimulai. Dua dosis oral harian harus mencukupi, dengan duapertiga
dosis diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kirakira 1,5 kali kali lebih tinggi dibandingkan dosis parenteral. Dosis harian efektif total haloperidol
mungkin terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium.
Droperidol (inapsine) adalah suatu butyrophenon yang tersedia sebagai suatu formula
intravena alternative, walaupun monitoring elektrokardiogram adalah sangat penting untuk
pengobatan ini. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium, karena obat
tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna.
Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh
pendek atau hydroxizine (vistaril), 25 sampai 100 mg. Golongan benzodiazepine dengan waktu
paruh panjang dan barbiturate harus dihindari kecuali obat tersebut telah digunakan sebagai
bagian dari pengobatan untuk gangguan dasar (sebagai contohnya, putus alcohol).
b

Non-farmakologis (pencegahan)

Berbagai literature menyebutkan bahwa pengobatan sindrom delirium sering tidak


tuntas. 96% pasienyang dirawat karena pulang dengan gejala sisa. Hanya 20% dari kasus-kasus
tersebut yang tuntas dalam 6 bulan setelah pulang. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya
prevalensi sindrom delirium di masyarakat lebih tinggi dari pada yang diduga sebelumnya.
Pemeriksaan penapisan oleh dokter umum atau dokter keluarga di masyarakat menjadi penting
dalam rangka menemukan kasus dini dan mencegah penyulit yang fatal.
Rudolph (2003) melaporkan bahwa separuh dari kasus yang diamatinya mengalami
delirium saat dirawat di rumah sakit. Berarti ada karakteristik pasien tertentu dan suasana/situasi
rumah sakit sedemikian rupa yang dapat mencetuskan delirium. Beberapa obat juga dapat
mencetuskan delirium, terutama yang mempunyai efekanti kolinergik dan gangguan faal
18

kognitif. Beberapa obat yang diketahui meningkatkan resiko delirium antara lain:
benzodiazepine, kodein, amitriptilin

(antidepresan), difenhidramid,ranitidine,

tioridazin,

digoksin, amiodaron, metildopa, procainamid, levodopa, fenitoin, siprofloksasin. Beberapa


tindakan sederhana yang dapat dilakukan di rumah sakit (di ruang rawat akut geriatric) terbukti
cukup efektif mampumencegah delirium. Inouye et all (1999) menyarankan beberapa
tindakanyang terbukti dapat mencegah delirium seperti yang tertera pada tabel 3
Tabel 3. Pencegahan Delirium dan Keluarannya
Panduan intervensi
Reorientasi

Tindakan
Pasang jam dinding

Keluaran

Memulihkan orientasi

0,04

Tidur tanpa obat

0,001

Pulihnya mobilisasi

0,06

Meningkatkan
kemampuan
penglihatan

0,27

Meningkatkan
kemampuan
pendengaran

0,10

BUN/Cr < 18

0,04

Kalender
Memulihkan siklus
tidur

Padamkan lampu
Minum susu hangat
atau the herbal
Musik yang tenang
Pemijata (massage)
punggung

Mobilisasi

Latihan lingkup gerak


sendi
Mobilisasi bertahap
Batasi penggunaan
restrain

Penglihatan

Kenakan kacamata
Menyediakan bacaan
dengan huruf
berukuran besar

Pendengaran

Bersihkan serumen
prop
Alat Bantu dengar

Rehidrasi

Diagnosis dini
rehidrasi
Tingkatkan asupan
cairan oral kalau perlu
per infuse

19

2.8. PROGNOSIS
Awitan delirium yang akut, gejala prodromalnya seperti gelisah dan perasaan takut
mungkin muncul pada awal awitan. Bila penyebabnya telah diketahui dan dapat dihilangkan
maka gejala-gejalanya akan hilang dalam waktu 3-7 hari dan akan hilang seluruhnya dalam
waktu dua minggu.
Pada pasien ini prognosis diragukan karena penyebabnya belum jelas diketahui dan
banyak factor yang dapat menyebabkan gangguan kesadaran pada pasien, seperti gangguan pada
system neurologi dan gangguan system endokrin dan metabolic. Sehingga pada pasien ini
prognosis Ad vitam nya adalah dubia ad malam, sedangkan prognosis Ad functionam nya adalah
dubia Ad malam.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Muslim R: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III,
Jakarta, 2013
2. Budiman, Richard. Delirium. Buku Ajar Psikiatri, Edisi 2. Jakarta : Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia

3. Lisnawati, dkk. 2012. Hubungan skor cognitive test for delirium (ctd) dengan luaran
berdasarkan glasgow outcome scale (gos) pada penderita cedera kepala tertutup ringansedang. JST Kesehatan. Bagian Ilmu Penyakit Saraf. Universitas Hasanuddin

4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29941/4/Chapter%20II.pdf

5.

21

Anda mungkin juga menyukai