PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program studi kepaniteraan
kedokteran jiwa di Rumah Sakit Umum Daerah Subang.
1.2.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui dan memahami lebih mendalam mengenai gangguan mental organic
delirium.
BAB II
Laporan Kasus Ruangan
Identitas Pasien:
Nama Lengkap
Nama Kecil
: Ade
: 389919
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 55 tahun
Alamat
: Tanggulun timur
Status Perkawainan
: Menikah
Pendidikan
: SD
Agama
: Islam
Suku
: Sunda
Pekerjaan
: Supir
Keluarga Terdekat:
Nama
: Ny. Tati
Hubungan
: Istri
Alamat
: Tanggulun timur
Telpon
: 085321726528
: Ny. Tati
Hubungan
: Istri
Sifat Perkenalan
: Akrab
Nama
Yati
Marjati
Status
Istri
Anak
Usia
30
11
Pekerjaan
IRT
Pelajar
Sekolah terakhir
SD
SMP
Pasien tinggal serumah dengan istri dan anaknya. Keluarga pasien tidak pernah ada yang
memiliki penyakit yang sama.
Riwayat Hidup Penderita:
1. Istri pasien tidak mengetahui riwayat kelahiran dan tumbuh kembang pasien
2. Menurut istri pasien selama ini pasien tidak ada permasalahan dan pasien terlihat biasabiasa saja
4
3. Pasien tidak melanjutkan sekolahnya ketika lulus SD dan memilih untuk bekerja
4. Pasien saat ini sedang dalam pernikahan yang kedua, pernikahan yang dulu pasien
memiliki 2 orang anak. Anak yang tinggal serumah dengan pasien sekarang merupakan
anak tiri yang dibawa istri pasien dari pernikahan sebelumnya.
Kepribadian sebelum sakit:
Pasien merupakan orang yang pendiam, sangat jarang berbicara. Pasien juga jarang
bercerita apabila ada masalah.
Autoanamnesis :
Roman muka
: Linglung
Sikap
: Tidak kooperatif
Tingkah laku
: Abnormal
Dekorum
: Buruk
: ga tiap darah tiap pemeriksaan gitu ga anger ya, ada yang sekian, ada lagi yang sekian
lagi, ada lagi yang lebih sekian lagi (inkoheren, irrelevant, asosiasi longgar)
: darah
: ha ?
: Bapak dimana ?
: Kenapa malam ?
: Bukan. Sakit
: Di rumah sakit ?
: hm eh
: Pak ade
: Kalau ditanya rumah supir mah ya saya dimana ngantuknya disitu tidur. Ga nentu kalau
supir (asosiasi longgar)
: ya kalo mau dapet duit. Lari-lari darisini ke ujung Cirebon. Kalo ga dapet duit ya jangan
Tanya saya.
: Yati
: inget
: pertamanya itu ya saya nonton bola, lari ke tempat rumah kontrakan, mobil saya aja,
saya istilahya aja habis pulang makan ya, habis itu saya lari dijalan aja ya, terus saya glimbang
glimbang jatuh, jatuh ke empang, terus sampai saya dibantuin orang ditanya kenapa
D
: ooh gitu.. bapak sudah berapa lama punya sakit darah tinggi ?
: saya tuh rutin ya cek ke puskesmas. Saya katanya tinggi hampir sampai 120, terus harus
: saya tuh rutin ya cek ke dokter. Cuma ya jangan banyak makan lah, saya tahan makan,
makan biasa aja, sehari 1x, terus saya periksa lagi, periksa ke puskesmas saya, kata dokter wah
mas udah turun sekarang darahnya, wah berarti kalau udah turun udah normal.
D
periksa saya, berapa periksa, 15 ribu pak, terus periksa saya, oh bagus pak darah bapak, oh
bagus, ya sekarang kalau mau diperiksa lagi pak, bapak kalau pagi jangan makan pak, makannya
nasi sore (perseverasi)
Status psikikus
Roman muka
: Linglung
Kontak/raport
: Ada/tidak adekuat
Kesadaran
Orientasi
Tempat: Tidak baik
Waktu
: Tidak baik
Orang
: Tidak baik
Perhatian
Persepsi
Ilusi
:-
Halusinasi
:-
Ingatan
Masa kini
: Konvabulasi
Masa dulu
: Retrospective falsificatioin
Daya ingat
: Tidak baik
Daya ulang
Paraamnesia
:-
Hiperamnesia
:-
Intelegensia
Pikiran
Bentuk pikiran
: Konkrit
Jalan pikiran
: Inkoheren, irelevansi
Isi pikiran
Organisasi pikiran
: Disorganisasi pikiran
8
Penilaian
Norma sosial
: tidak baik
Waham
:-
Wawasan penyakit
: Tilikan 4
Decorum
Sopan Santun
: Kurang baik
Cara Berpakaian
: Kurang baik
Kebersihan
: Kurang baik
Kematangan jiwa
: Matur
Tingkah laku
: Non kooperatif
Bicara
Emosi
: datar
Status fisikus
Keadaan umum
Tekanan darah
: 100 / 60
Nadi
: 100 x / menit
Suhu
: 36.5oc
Respirasi
: 20 x/menit
Keadaan gizi
: baik
Bentuk tubuh
: sedang
Kulit
Mata
: dbn
Conjungtiva
: baik
Funduscopy
: tidak dilakukan
9
Pupil
: isokor
Sklera
Pergerakan
Telinga
Mulut
Leher
Thoraks
Jantung
Paru-paru
Abdomen
Hepar
Lien
: Normal
Genitalia
: Tidak dilakukan
Ekstremitas
: dbn
: tidak baik
Sensibilitas
Motoris
: Baik
10
Vegetatif
: Baik
Reflex Fisiologis
: +/+
Patologis
Laboratorium
Darah Lengkap
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit DPL
Kimia Darah
Glukosa Darah Puasa
Ureum
Creatinin
Asam urat
Trigliserida
Kolestrol total
: Negatif
:
17000
12,6 gr%
38,5%
248.000
386 mg/dL
1,5 mg/dL
49 mg/dL
5,9 mg/dL
223 mg/dL
233 mg/dL
Psikodinamika
Laki-laki 53 tahun setelah 9 hari lalu terjatuh dibawa ke RS dalam keadaan sadar. Setelah
beberapa hari bibir pasien tidak bengkak pasien menjadi banyak berbicara yang aneh dan tidak
jelas (inkoheren & irelevan). Pasien sebelumnya tidak sering berbicara. Pasien memiliki riwayat
penyakit darah tinggi dan gula darah selama beberapa tahun.
Mekanisme mental yang digunakan : denial, fantasi
Diagnosis Multiaksial
AKSIS I
Gangguan klinik
F06. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
Diagnosis banding
Retardasi mental
AKSIS III
Kondisi medik umum
AKSIS IV
Masalah psikososial dan lingkungan
: Tidak ada
AKSIS V
Penilaian fungsi secara global (GAF Scale)
hubungan dengan realita & komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi
Pengobatan
Somatoterapi
Psikoterapi
Rehabilitasi
:-
Terapi lain
:-
Usul-Usul
Konsul spesialis penyakit dalam, pemeriksaan gula darah dan tekanan darah berkala,
pemeriksaan CT-scan, pemeriksaan SGOT & SGPT
Prognosa
Quo ad vitam
: dubia ad malam
Quo ad fungsionam
: dubia ad malam
12
BAB III
ANALISIS KASUS
ANALISA KASUS
Delirium merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium adalah suatu
gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global.
Biasanya delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan singkat
dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat jika factor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan.
Secara klinis penegakkan diagnosis delirium dapat menggunakan DSM IV-TR. Di bawah
ini adalah kriteria diagnostik delirium berdasarkan DSM IV TR:
A Kriteria diagnostik delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum:
1
Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun
daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama
visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara,
tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang).
Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan
ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.
Berdasarkan bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk
menemukan penyebab delirium ini.
Gangguan psikomotor :
Hipoaktivitas atau hiperaktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari satu
ke yang lain.
Insomnia atau pada kasus yang berat tidak dapat tidur sama sekali atau terbaliknya
siklus tidur-bangun (mengantuk pada siang hari).
Mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi halusinasi
setelah bangun tidur.
Gangguan emosional : misalnya depresi, ansietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis atau
rasa kehilangan akal.
Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang timbul sepanjang hari, dan keadan ini
berlangsung kurang dari 6 bulan
C Delirium dan cedera kepala
14
Dikutip dari sebuah jurnal menyebutkan bahwa cedera kepala dapat menimbulkan berbagai
gangguan neuropsikiatri mulai dari defisit yang tidak jelas sampai gangguan intelektual dan
emosional yang berat. Gangguan neuropskiatri yang berhubungan dengan cedera kepala meliputi
gangguan kognitif, gangguan mood, ansietas, psikosis dan masalah tingkah laku. Defisit kognitif
telah diklasifikasikan dalam berbagai bentuk seperti delirium, demensia oleh karena cedera
kepala, gangguan amnestik atau gangguan intelektual yang bergantung pada gejala dan waktu
saat onset serta masa resolusi. Kesemuanya ini dapat menunda proses kesembuhan pada sistem
saraf pusat.
Penelitian baru-baru ini telah menemukan tingginya insidens delirium setelah cedera kepala.
Prevalensi delirium dilaporkan mencapai 80% di ICU dan sekitar 69% pada penderita dengan
cedera kepala. Delirium sering ditemukan pada kasus-kasus cedera kepala yang berat (Jorge dkk,
2000). Pada penderita cedera kepala, adanya edema serebri yang menyebabkan kompresi
terhadap ventrikel ketiga dan sisterna basalis, berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial yang selanjutnya dapat menimbulkan delirium dan koma. Semakin dalam lesi otak
pada penderita cedera kepala berkaitan dengan semakin lamanya durasi delirium dan koma. Lesi
thalamus anteromedial berhubungan dengan confusional state yang konsisten dengan delirium..
Delirium pada cedera kepala didasari oleh gangguaan keseimbangan neurotransmiter di otak
akibat lesi baik pada daerah kortikal maupun subkortikal. Dengan kata lain adanya delirium
mencerminkan seberapa luas kerusakan di kortikal dan subkortikal yang selanjutnya akan
mempengaruhi pemulihan baik fungsi kognitif maupun fungsional.
D Delirium dan diabetes mellitus (hiperglikemia)
Hiperglikemia sepertinya berhubungan dengan abnormalitas pada fungsi kognitif pada pasien
diabetes tipe 1 maupun tipe 2. Namun, bagaimana hiperglikemia bisa memediasi efek tersebut
masih kurang jelas. Pada organ lain, hiperglikemia mempengaruhi fungsinya melalui berbagai
mekanisme termasuk aktivasi jalur polyol, meningkatkan pembentukan dari advanced glycation
end products (AGEs), aktivasi diacylglycerol dari protein kinase C, dan peningkatan shunting
glukosa pada jalur hexosamine. Mekanisme yang serupa mungkin terjadi di otak dan
menginduksi perubahan dalam fungsi kognitif yang dideteksi pada pasien diabetes. Peran AGEs
dan reseptor AGEs (RAGEs) dalam terjadinya komplikasi serebral dari diabetes masih tidak
15
jelas. Tikus yang diabetes (32% HbA1c vs 12% pada control) yang menunjukkan gangguan
kognitif dijumpai peningkatan ekspresi dari RAGEs pada neuron dan sel glia dan kerusakan pada
white matter dan myelin, menyarankan peranan RAGEs pada terjadinya disfungsi serebral. Pada
manusia, pasien dengan diabetes dan Alzheimer disease memiliki N-carboxymethyllysine (suatu
tipe AGEs) yang lebih tinggi pada pewarnaan yang dilakukan pada pemeriksaan postmortem
dibanding pada pasien yang hanya menderita Alzheimer disease.
Sebagai tambahan pada kerusakan organ terminal yang diinduksi hiperglikemia, fungsi
neurotransmitter yang berubah yang diamati pada percobaan binatang diabetes juga berperan
terhadap disfungsi kognitif. Pada tikus diabetes, dijumpai gangguan pada long term potentiation
yang diartikan sebagai peningkatan secara terus-menerus jangka panjang dari kekuatan synaps
pada neuron yang kaya akan neurotransmitter Nmethyl d aspartate (NMDA), yang dapat
berkontribusi pada kelemahan proses belajar. Perubahan neurokemikal yang telah diamati,
penurunan asetilkolin, penurunan turnover serotonin, penurunan aktivitas dopamine, dan
peningkatan norepinephrine pada otak binatang diabetes. Menariknya adalah semua kelainan ini
membaik dengan pemberian insulin. Suatu usulan hipotesa bahwa perubahan kadar glukosa yang
tinggi dan rendah pada penderitia diabetes yang tidak terkontrol bisa memperburuk fungsi
neurotransmitter.
DIAGNOSA BANDING
Banyak gejala yang menyerupai delirium. Demensia dan depresi sering menunjukkan
gejala yang mirip delirium; bahkan kedua penyakit/ kondisi tersebut acap kali terdapat
bersamaan dengan sindrom delirium. Pada keadaan tersebut informasi dari keluarga dan pelaku
rawat menjadi sangat berarti pada anamnesis.
a
awitannya tiba-tiba, sedangkan pada demensia berjalan perlahan. Meskipun kedua kondisi
tersebut mengalami gangguan kognitif, tetapi pada demensia lebih stabil, sedangkan pada
delirium berfluktuasi.
16
Gambaran Klinis
Gangguan daya ingat
Gangguan proses berpikir
Gangguan daya nilai
Kesadaran berkabut
Major attention deficits
Fluktuasi perjalanan penyakit
Delirium
+++
+++
+++
+++
+++
+++
Demensia
+++
+++
+++
+
+
(1 hari)
Disorientasi
Gangguan persepsi jelas
Inkoherensi
Gangguan siklus tidur- bangun
Eksaserbasi nocturnal
Insight/tilikan
Awitan akut/subakut
+++
++
++
++
++
++
++
++
+
+
+
+
-
pasien yang cemas (anxietas), sedangkan hipoaktif keliru dianggap sebagai depresi. Keduanya
dapat dibedakan dengan pengamatan yang cermat. Pada depresi terdapat perubahan yang
bertahap dalam beberapa hari atau minggu sedangkan pada delirium biasanya gejala berkembang
dalam beberapa jam.
Beberapa pasien dengan skizofrenia atau episode manik mungkin pada satu keadaan
menunjukkan perilaku yang sangat kacau yang sulit dibedakan dengan delirium. Secara umum,
halusinasi dan waham pada pasien skizofrenia lebih konstan dan lebih terorganisasi
dibandingkan dengan kondisi pasien delirium.
2.7. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium,
tujuan lainnya adalah untuk memberikan bantuan fisik sensorik dan lingkungan.
17
Pengobatan farmakologis
Dua gejala utama delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis
adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih untuk psikosis adalah Haloperidol (haldol),
obat antipsikotik golongan butyrophenon. Pemberian tergantung usia, berat badan,dan kondisi
fisik pasien, dosis awal dengan rentang antara 2 sampai 10 mg intramuscular, diulang dalam satu
jam jika pasien teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat
atau bentuk tablet dapat dimulai. Dua dosis oral harian harus mencukupi, dengan duapertiga
dosis diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kirakira 1,5 kali kali lebih tinggi dibandingkan dosis parenteral. Dosis harian efektif total haloperidol
mungkin terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium.
Droperidol (inapsine) adalah suatu butyrophenon yang tersedia sebagai suatu formula
intravena alternative, walaupun monitoring elektrokardiogram adalah sangat penting untuk
pengobatan ini. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium, karena obat
tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna.
Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh
pendek atau hydroxizine (vistaril), 25 sampai 100 mg. Golongan benzodiazepine dengan waktu
paruh panjang dan barbiturate harus dihindari kecuali obat tersebut telah digunakan sebagai
bagian dari pengobatan untuk gangguan dasar (sebagai contohnya, putus alcohol).
b
Non-farmakologis (pencegahan)
kognitif. Beberapa obat yang diketahui meningkatkan resiko delirium antara lain:
benzodiazepine, kodein, amitriptilin
(antidepresan), difenhidramid,ranitidine,
tioridazin,
Tindakan
Pasang jam dinding
Keluaran
Memulihkan orientasi
0,04
0,001
Pulihnya mobilisasi
0,06
Meningkatkan
kemampuan
penglihatan
0,27
Meningkatkan
kemampuan
pendengaran
0,10
BUN/Cr < 18
0,04
Kalender
Memulihkan siklus
tidur
Padamkan lampu
Minum susu hangat
atau the herbal
Musik yang tenang
Pemijata (massage)
punggung
Mobilisasi
Penglihatan
Kenakan kacamata
Menyediakan bacaan
dengan huruf
berukuran besar
Pendengaran
Bersihkan serumen
prop
Alat Bantu dengar
Rehidrasi
Diagnosis dini
rehidrasi
Tingkatkan asupan
cairan oral kalau perlu
per infuse
19
2.8. PROGNOSIS
Awitan delirium yang akut, gejala prodromalnya seperti gelisah dan perasaan takut
mungkin muncul pada awal awitan. Bila penyebabnya telah diketahui dan dapat dihilangkan
maka gejala-gejalanya akan hilang dalam waktu 3-7 hari dan akan hilang seluruhnya dalam
waktu dua minggu.
Pada pasien ini prognosis diragukan karena penyebabnya belum jelas diketahui dan
banyak factor yang dapat menyebabkan gangguan kesadaran pada pasien, seperti gangguan pada
system neurologi dan gangguan system endokrin dan metabolic. Sehingga pada pasien ini
prognosis Ad vitam nya adalah dubia ad malam, sedangkan prognosis Ad functionam nya adalah
dubia Ad malam.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Muslim R: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III,
Jakarta, 2013
2. Budiman, Richard. Delirium. Buku Ajar Psikiatri, Edisi 2. Jakarta : Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia
3. Lisnawati, dkk. 2012. Hubungan skor cognitive test for delirium (ctd) dengan luaran
berdasarkan glasgow outcome scale (gos) pada penderita cedera kepala tertutup ringansedang. JST Kesehatan. Bagian Ilmu Penyakit Saraf. Universitas Hasanuddin
4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29941/4/Chapter%20II.pdf
5.
21