Anda di halaman 1dari 8

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu serbuk cangkang rajungan
(Portunus pelagicus) yang diperoleh dari pulau Sabutung, kabupaten Pangkep,
kitin sigma, kitosan sigma, HCI, NaOH, NaOCl, CH3COOH, NaCl, H2SO4, I2-KI,
(NH4)2SO4.7H2O, MgSO4.7H2O, NaNO2, C2H5OH, NaH2PO4, glikol kitin,
CuSO4.5H2O, yeast ekstrak, bacto pepton, bacto agar, glukosamin, amonium
sulfamat, indol, Bovine Serum Albumin (BSA), kertas lakmus, aseton, natriumkalium-tatrat, fooling, Plate Counter Agar (PCA), Asam perklorat (PCA) 7,5 %,
H3BO4 3%, indikator campuran (metil merah & Brom kresok green), akuades,
aluminium foil, kertas saring.
3.2 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu neraca analitk (Ohaus), hot
plate stirer, spatula, inkubator (memmert), termometer, oven, alat penggiling,
ayakan ASTM standar TEST SIEVE 50 mesh, gelas ukur, alat soxhletasi , toples,
autoclave, penyarin Buchner, freeze dryer, cawan petri,alat analisa spektroskopi
infra merah, Spektronik 20D+, jarum ose, dan alat-alat gelas lain yang umum
digunakan di laboratorium.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada selama 6 bulan ditahun 2015 sampai
dengan 2016 di Laboratorium Biokimia Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Preparasi Sampel
15

Limbah rajungan yang berupa cangkang dan capitnya dicuci hingga bersih
lalu direbus selama 1 jam dan ditiriskan, kemudian dilakukan penyortiran untuk
memilih kualitas rajungan kepiting yang bagus digunakan untuk dijadikan sampel.
Selanjutnya memisahkan antara capit besar dan capit kecil. Kemudian, didiamkan
atau dikeringkan dibawah sinar matahari selama 2x24 jam. Setelah kering ,
kemudian digrinder sampai menjadi serbuk dan selanjutnya diayak dengan ukuran
80 mesh dan hasilnya berupa serbuk rajungan digunakan sebagai bahan baku
dalam penelitian ini (Arif, 2013).
3.4.2 Isolasi Kitin
Menurut Arif (2013) proses pembuatan kitosan dari limbah cangkang
rajungan melalui 4 tahap, yaitu deproteinase, demineralisasi, dekolorisasi dan
deasetilasi.
3.4.2.1 Demineralisasi
Ditimbang 100 gram serbuk cangkang rajungan dan dilarutkan dalam
larutan asam (HCL 1,0 M) dengan perbandingan 1:10 (sampel : pelarut),
kemudian diaduk dengan stirer selam 1 jam pada suhu 75 oC. Selanjutnya disaring
dengan penyaring buchner dan residu yang dihasilkan dicuci dengan
menggunakan akuadeshingga pH netral, kemudian dikeringkan dalam oven pada
suhu 80 oC selam 24 jam untuk dilanjutkan ketahap berikutnya.
3.4.2.2 Dekolorisasi
Hasil dari tahap (1) selanjutnya ditimbang dan dilarutkan kedalam NaOCL
0,5 % dengan perbandingan 1:10 (sampel:pelarut), kemudian dimasukkan
kedalam erlenmeyer lalu diaduk dengan stirer selama 1 jam pada suhu 70 oC
selanjutnya disaring dengan penyaring Buchner dan residu yang dihasilkan dicuci

16

dengan menggunakan akuades hingga pH netral kemudian dikeringkan dalam


oven pada suhu 80 oC selama 24 jam (Arif, 2013).
3.4.2.3 Deproteinasi
Sampel

hasil

tahap

(2)

dilanjutkan

proses

deasetilasi

dengan

melarutkannya kedalam enzim protease, namun terlebih dahulu dilakukan


optimasi untuk variasi waktu inkubasi sampel dilarutkan dan dicampurkan dengan
enzim pada perbandingan 1:10 (sampel : enzim), kemudian dimasukkan ke dalam
shaker inkubator dan inkubasi selama 1, 2, 3, 4, dan 5 jam, pada suhu 50 oC,
sedangkan untuk variasi kosentasi enzim, sampel dilarutkan enzim pada
perbandingan1:10, 1:20, 1:30, dan 1:40 (b/v) dan diinkubasi selama waktu
optimum yang telah diperoleh. Hasil dari tiap-tiap perlakuan selanjutnya disaring
dengan penyaring buchner, dan residunya dicuci dengan akuades hingga pH
netral, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 80 oC selama 24 jam untuk
dilanjutkan pada tahap berikutnya. Hasil dari tahap 3 ini berupa serbuk yang
merupakan senyawa kitin yang akan dilanjutkan pada uji karakteristik dan
selanjutnya akan digunakan dalam produksi kitosan secara enzimatik (Arif, 2013).
Selanjutnya dilakukan esterifikasi kitosan menjadi N-Karboksimetil kitosan yang
disintesis melalui reaksi antara kitosan dan asam kloro asetat dengan katalis
NaOH.
3.3 Penetuan Karakteristik Kitin
Penetuan karakteristik kitin dilakukan untuk mengetahui bahwa senyawa
yang diperoleh dari hasil isolasi sampel rajungan adalah kitin, yaitu dengan cara
sebagai berikut:
3.3.1 Uji Kadar Air ( AOAC, 1995)
17

Sampel kitin yang telah diperoleh dari hasil isolasi kitin ditimbang sebanyak 0,5
gram dan dimasukkan kedalam wadah (cawan porselin) yang telah diketahui berat
kosongnya kemudian ditimbang lagi. Setelah itu diovenkan pada suhu 105 oC
selama 2 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selam 30 menit lalu
ditimbang lagi. Perlakuan ini dilakukan hingga beratnya konstan. Kadar air dapat
dihitung dengan rumus sebagai beriku:
Kadar Air =

( Wcawan+W sampel ) -( ( Wcawan+W sampel ) konstan


W sampel

x 100 %

3.3.2 Uji Kadar Abu ( AOAC, 1995)


Sampel kitin yang diperoleh dari hasil isolasi ditimbang sebanyak 0,5
gram dan dimasukkan dalam cawan porselin yang telah diketahui berat kosongnya
kemudian ditimbang. Setelah itu sampel dipanaskan dalam tanur hingga 500 oC
selama 30-45 menit. Dari 500 oC dinaikkan menjadi 900 oC selama 60-90 menit
dan dipertahankan pada suhu 900 oC. Setelah itu didinginkan diplat logam (10
menit) dan desikator (15 menit) lalu ditimbang. Untuk menghitung kadar abu
digunakan rumus sebagai berikut:
B2-B1
Kadar abu = B

x 100 %

Keterangan:
B: berat sampel (g)
B1: berat cawan kosong (g)
B2: berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan (g)
3.3.3 Analisis N-Total ( AOAC, 1995)
Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldhal. Sampel
ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dimasukkan kedalam labu kjeldhal.
Ditambahkan 0,5 gram selenium dan 35 mL H2SO4 (p), kemudian didestruksi
18

sampai larutan jernih. Larutan didinginkan kemudian ditambahkan dengan 200


mL aquadest. Larutan tersebut dimasukkan kedalam labu ukur destilasi kemudian
ditambahkan beberapa tetes indikator phenopthalien. Ditambahkan NaOH 45 %
sampai larutan bersifat basa kemudian labu dihubungkan dengan alat destilasi.
Larutan lalu didestilasi sampai destilat yang diperoleh sebnayak 100 mL. Destilat
yang diperoleh ditampung dalam 25 mL asam borat 3 % sampai volume 100 mL.
Destilat lalu ditambahkan dengan 3 tetes indikatorcampuran. Destilasi tersebut
lalu dititrasi dengan larutan standar HCl 0,1 N sampai warna ungu (catat volume
titrasi). Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
V HCL x N HCL x BM N x FP
% protein = bobot sampel

x 100 %

3.4.3 Analisis dengan Spektroskopi Infra Merah


Spektrum kitin diperoleh dengan menggunakan spektroskopi IR dengan
sampel berupa padatan. Disiapkan serbuk rajungan hasil diproteinasi yang
kemudian dicampurkan dengan KBr kering. Campuran tersebutv kemudian
ditumbuk hingga diperoleh ukuran partikel yang kecil. Sampel yang telah
dihaluskan dimasukkan ke dalam pelet press secara merata. Kemudian pellet press
dihubungkan ke pompa kompresi hidrolik dengan kekuatan 100 ton (kg newton)
serta pompa vakum selama 15 menit. Diusahakan pellet yang terbentuk
mempunyai tebal 0,3 mm (transparan). Pellet press dibuka secara hati-hati,
kemudian pellet yang dihasilkan dipindahkan dengan menggunakan spatula ke
dalam sel holder. Selanjutnya serapan diukur dengan FTIR. Data serapan yang
dihasilkan digunakan untuk menganalisis gugus fungsi yang muncul serta untuk

19

menghitung derajat deasetilasi dari kitin. Prosedur yang sama juga dilakukan
untuk kitosan (Arif, 2013).
3.4.4 Penyiapan Medium untuk Peremajaan Mikroba
Sebelum dilakukan peremajaan mikroba (isolat Bacillus licheniformis
HSA3-1a) terlebih dahulu dilakukan penyiapan medium LA dengan komposisi:
yeast ekstrak (0,05%), Bacto agar (1,5%), Bakto pepton (0,1%), CaCl 2 (0,01%),
(NH4)2SO4 (0,7%), K2HPO4 (0,01%), MgSO4.7H2O (0,01%), koloidal kitin (1,0%)
sebagai induser enzim. Mikroba termofilik (isolate B. licheniformis HSA3-1a)
dikulturkan dalam medium LA selama 24 jam dalam kondisi pH 7 dengan suhu 50
C. selanjutnya mikroba yang tumbuh dan berzona bening digunakan untuk proses
selanjutnya (Arif, 2013).
3.4.5 Produksi Enzim Kitin Deasetilase
Isolat-isolat murni yang diperoleh dari hasil peremajaan, dilanjutkan pada
proses fermentasi/ produksi enzim untuk mengetahui isolate yang potensial, waktu
optimum produksi enzim (aktivitas enzim tertinggi dengan waktu tercepat) dan
pengujian aktivitas enzimnya. Proses ini dimulai dengan pembuatan inokulum
kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi (produksi enzim), dimana
komposisi medium untuk proses ini adalah: (NH4)2SO4 (0,7%), K2HPO4 (0,01%),
NaCl (0,1 %), CaCl2 (0,01%), MgSO4.7H2O (0,01%), bakto pepton (0,1%), yeast
ekstrak (),05%), dan koloidal kitin (0,5%). Inokulum yang telah diinkubasi selama
16-20 jam pada suhu 50 C, 180-200 rpm. Diambil sebanyak 10 mL kemudian
diinokulasikan ke dalam 90 mL medium produksi.
3.4.6

Proses Deasetilase Kitin Menjadi Kitosan Secara Enzimatis


Berdasarkan Pengaruh Waktu Inkubasi dan Konsentrasi Substrat

20

Serbuk kitin yang diperoleh dari hasil isolasi kitin dari cangkang rajungan
akan dikonversi menjadi kitosan oleh enzim deasetilase dari isolat B.
licheniformis HSA3-1a. proses deasetilasi tersebut dilakukan dengan cara
mencampurkan enzim dengan berbagai konsentrasi substrat kemudian diinkubasi
pada suhu 50 C selama waktu bervariasi dengan prosedur sebagai berikut:
1. Tahap Variasi Waktu Inkubasi
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui kontak optimum antara enzim
dengan substrat, sehingga diperoleh senyawa kitosan yang memiliki derajat
deasetilasi yang maksimal. Enzim dan substrat dicampurkan dengan perbandingan
[E] : [S] = 100 (mL/ mg) yang diinkubasi pada suhu 50 C selama waktu yang
bervariasi yaitu: 2,3 dan 4 jam, lalu dikeringkan dalam oven. Selanjutnya kitosan
yang diperoleh, disimpan dalam wadah kering untuk dianalisa lebih lanjut pada
spektroskopi infra merah (FTIR).
2. Tahapan Variasi Konsentrasi Substrat
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi optimum substrat jika
direaksikan dengan enzim, sehingga diperoleh senyawa kitosan yang memiliki
derajat deasetilasi yang maksimal. Enzim dan substrat dicampurkan dengan
perbandingan [E] : [S] = 100 (mL/ mg) bervariasi yaitu: a) 1: 100 ; b) 1: 75 ; c) 1:
50 ; d) 1: 25. Kemudian diinkubasi pada suhu 50 C selama waktu yang optimum.
Selanjutnya lalu dikeringkan dalam freeze dryer. Akhir ya diperoleh kitosan dan
disimpan dalam wadah kering untuk dianalisa lebih lanjut pada spektroskopi infra
merah (FTIR).
3.4.6 Penentuan Konsentrasi Maksimum Kitosan Sebagai Pengawet Nugget
Ikan

21

Metode ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh N-karboksimetil kitosan


dengan konsentrasi yang berbeda-beda (0% kontrol, 0,5%, 1%, 1,5%, 2% dan 2,5%)
terhadap nugget ikan selama penyimpanan 24 jam diudara terbuka. Nugget ikan yang
telah dibuat dengan melarutkan kitosan sebanyak 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5 gram masing-masing
dengan 100 mL larutan asam asetat2%. Perendaman dilakukan selama 10 menit dalam
larutan kitosan. Untuk kontrol digunakan asam asetat 2% dan nugget tanpa perlakuan.
Setelah itu nugget ikan disimpan selama 24 jam dengan selang pengamatan setiap 3 jam.
Nugget ikan disimpan dalam ruang terbuka pada suhu kamr. Pengamatan kemunduran
mutu nugget akibat kontaminasi mikroba dilakukan dengan perhitungan nilai total plate
count (TPC), total volatile base (TVB), uji organoleptik serta pengamatan mikrostruktur
dengan scanning electron microscope (SEM) (Arif, 2013).

22

Anda mungkin juga menyukai