Anda di halaman 1dari 3

Studi Kasus Pelanggaran terhadap Etika Profesi di Bidang Sistem Informasi

Rahmawati Dwika Pratiwi


(120413403107)
S1 Manajemen / Off KK
Universitas Negeri Malang

Kasus :
PEMBOBOLAN DANA CITIBANK TAHUN 2011
Jakarta, kompas.com Terdakwa kasus pembobolan dana Citibank, Malinda Dee
binti Siswowiratmo (49), diketahui memindahkan dana beberapa nasabahnya dengan cara
memalsukan tanda tangan mereka di formulir transfer. Hal ini terungkap dalam dakwaan
yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum di sidang perdananya, di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, Selasa (8/11/2011). Sebagian tanda tangan yang ada di blangko formulir transfer
tersebut adalah tanda tangan nasabah, ujar Jaksa Penuntut Umum, Tatang Sutar.
Malinda antara lain memalsukan tanda tangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan tanda
tangan dilakukan sebanyak enam kali dalam formulir transfer Citibank bernomor AM 93712
dengan nilai transaksi transfer sebesar 150.000 dollar AS pada 31 Agustus 2010. Pemalsuan
juga dilakukan pada formulir bernomor AN 106244 yang dikirim ke PT Eksklusif Jaya
Perkasa senilai Rp 99 juta. Dalam transaksi ini, Malinda menulis kolom pesan, Pembayaran
Bapak Rohli untuk interior.
Pemalsuan lainnya pada formulir bernomor AN 86515 pada 23 Desember 2010
dengan nama penerima PT Abadi Agung Utama. Penerima Bank Artha Graha sebesar Rp 50
juta dan kolom pesan ditulis DP untuk pembelian unit 3 lantai 33 combine unit, baca jaksa.
Masih dengan nama dan tanda tangan palsu Rohli, Malinda mengirimkan uang senilai Rp 250
juta dengan formulir AN 86514 ke PT Samudera Asia Nasional pada 27 Desember 2010 dan
AN 61489 dengan nilai uang yang sama pada 26 Januari 2011. Demikian pula dengan
pemalsuan pada formulir AN 134280 dalam pengiriman uang kepada seseorang bernama
Rocky Deany C. Umbas sebanyak Rp 50 juta pada 28 Januari 2011 untuk membayar
pemasangan CCTV milik Rohli.
Adapun tanda tangan palsu atas nama korban N Susetyo Sutadji dilakukan lima kali,
yakni pada formulir Citibank bernomor No AJ 79016, AM 123339, AM 123330, AM
123340, dan AN 110601. Secara berurutan, Malinda mengirimkan dana sebesar Rp 2 miliar

kepada PT Sarwahita Global Management, Rp 361 juta ke PT Yafriro International, Rp 700


juta ke seseorang bernama Leonard Tambunan. Dua transaksi lainnya senilai Rp 500 juta dan
150 juta dikirim ke seseorang bernamVigor A.W Yoshuara.
Hal ini sesuai dengan keterangan saksi Rohli bin Pateni dan N Susetyo Sutadji serta
saksi Surjati T Budiman serta sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris
Kriminalistik Bareskrim Polri, jelas Jaksa. Pengiriman dana dan pemalsuan tanda tangan ini
sama sekali tak disadari oleh kedua nasabah tersebut.

Analisis :
Pembobolan dana di Citibank pada tahun 2011 merupakan tindak pidana yang
dilakukan oleh Malinda Dee. Malinda Dee mantan senior Relationship Manager Citibank
melakukan banyak pemalsuan tanda tangan yang tidak diketahui oleh nasabah. Pelaku diduga
mengalirkan hasil penggelapan dana nasabah Citibank tersebut ke 30 rekening. Total dana
yang digelapkan pelaku diduga mencapai lebih dari Rp 16 milyar.
Kasus tersebut disebut sebagai pelanggaran terhadap etika profesi di bidang sistem
informasi karena Malinda tidak bertanggungjawab secara profesional dengan melakukan
tindakan yang menyimpang dari maksud dan tujuan usaha bank. Selain itu, malinda juga
melanggar prinsip integritas, karena merusak kepercayaan nasabah.
Nasabah penyimpan dana perlu mendapatkan perlindungan hukum atas dana yang
disimpannya tersebut, karena masyarakat menyimpan dananya hanya didasarkan atas
kepercayaan dan perjanjian penyimpanan bahwa nasabah percaya dana yang disimpan akan
digunakan oleh bank sesuai dengan usaha bank dan tidak menyimpang dari maksud dan
tujuan usaha bank. Namun yang terjadi di Citibank di tahun 2011 tidak demikian.
Kasus pembobolan bank seperti yang dilakukan oleh Malinda terjadi karena lemahnya
proses internal perbankan. Kelemahan internal bank seperti pengawasan dan supervisi atasan
yang tidak optimal, karena supervisi yang tidak optimal dapat menimbulkan kolusi antar
oknum pegawai bank, selain itu kebiasaan nasabah yang mudah percaya pada pegawai bank,
karena kepercayaan itu dimanfaatkan oleh oknum pegawai bank. Oleh karena lemahnya
supervisi dan pengawasan, maka bank-bank itu harus diberi peringatan dan jika tidak
memperbaiki diri patut diberi sanksi.
Pembobolan rekening nasabah merupakan tindak pidana yang merugikan nasabah
dan juga merusak citra perbankan. Cara untuk mencegah kasus pembobolan bank agar tidak
terjadi lagi yaitu:

1. Memperkuat penegakan hukum, karena masih terdapat kelemahan dalam UndangUndang dan penegakkan hukum terhadap pembobolan rekening belum sepenuhnya
berjalan dengan baik. Satu prasyarat utamanya adalah membersihkan aparat penegak
hukum. Jika jaksa, polisi, ataupun hakim masih kotor, maka penegakan hukum sulit
diwujudkan. Sehingga diperlukan aparat hukum yang bertanggungjawab dan adil dalam
menegakan hukum yang menjerat pelaku dengan hukuman yang setimpal agar
memperoleh efek jera.
2. Memperbaiki pengawasan dan koordinasi BI, karena selama ini dijadikan jalan bagi
pembobol bank untuk beraksi. Sistem perbankan sebenarnya cukup kuat untuk mencegah
pembobolan oleh orang dalam tapi faktanya tidak bisa menjamin 100%, sehingga kepada
BI perlu pengawasan ekstra agar kasus serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari.
3. Memperketat proses perekrutan SDM perbankan sehingga yang diterima benar-benar
yang mempunyai kredibilitas tinggi. Tidak hanya dari sisi skill dan knowledge namun
lebih penting dari itu attitude, yang menyangkut kejujuran dan komitmen tinggi pada
profesi bankir. Semuanya harus dipenuhi guna menjaga keberlangsungan bisnis
perbankan mengingat keterkaitannya dengan kepercayaan nasabah dan dunia usaha.
Maka dari itu, etika profesi di bidang sistem informasi mengharuskan CIO untuk
waspada pada etika penggunaan sistem informasi dan menempatkan kebijakan yang
memastikan kepatuhan pada budaya etika. Manajer-manajer lain dan semua pegawai yang
menggunakan sistem informasi atau yang terpengaruh oleh sistem informasi turut bergabung
dengan CIO dalam tanggungjawab ini, sehingga keterlibatan seluruhnya merupakan
keharusan mutlak agar implementasi etika profesi terhadap sistem informasi berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai