TINJAUAN PUSTAKA
b.
Tuberkulosis ekstra paru adalah TB yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
10
tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak
selama pernapasan (Price, 2006).
kuman
tersusun
atas
asam
lemak
(lipid),
peptidoglikan
dan
arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga
disebut basil tahan asam (BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering mapun dalam keadaan dingin (dapat
11
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant yang menyebabkan kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit
tuberkulosis menjadi aktif lagi (Amin dan Bahar, 2009).
Dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intarseluler yakni dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena
banyak mengandung lipid (Amin dan Bahar, 2009).
2.1.5. Patogenesis
1. Tuberkulosis Primer
Penularan tuberkulosis paru karena kuman dibatukkan atau dibersinkan menjadi
droplet nuclei dalam udara di sekitar kita dan mampu bertahan selama 1-2 jam.
Ketahanan bakteri ini di udara bebas tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet,
ventilasi buruk, kelembapan (Amin dan Bahar, 2009).
Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, maka akan menempel di saluran
napas ataupun di jaringan paru. Partikel ini bisa masuk sampai alveolar bila ukurannya
<5m. Partikel yang menempel di saluran napas akan dihadapi pertama kali oleh
neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau di
bersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia
dengan sekretnya (Amin dan Bahar, 2009).
Bila kuman menetap di jaringan paru, akan berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang
(focus) Ghon. Sarang primer dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar
12
sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui
saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati
regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti
paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke
seluruh bagian paru menjadi TB milier (Amin dan Bahar, 2009).
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis local + limfedenitis regional =
kompleks primer (Ranke). Semua proses ini akan memakan waktu 3-8 minggu.
Kompleks ini selanjutnya dapat menjadi: (Amin dan Bahar, 2009)
a.
b.
c.
superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke
nodus hiler paru (Amin dan Bahar, 2009).
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10
minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel
Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh
sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat (Amin dan Bahar, 2009).
TB sekunder juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari TB usia muda menjadi
TB usia tua (elderely tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan
imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi : (Amin dan Bahar, 2009)
a.
Sarang dini
yang
meluas
sebagai
granuloma
berkembang
14
a.
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini
masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat juga
masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus
menjadi TB usus. Bisa juga terjadi TB endobronkial atau TB endotrakeal atau
empiema bila rupture ke pleura.
b.
c.
Bersih dan menyembuh, disebut open heald cavity. Dapat juga menyembuh
dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas
yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.
Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni : (Amin dan Bahar, 2009)
a.
Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi;
b.
Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan
sempurna;
c.
Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh
spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya
diberi pengobatan yang sempurna juga.
15
Menurut Amin dan Bahar (2009) keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat
bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama
sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :
a.
b.
c.
bronkus.
Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
d.
e.
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
2.1.7. Diagnosa
Diagnosia TB dapat ditegakkan berdasar gejala klinis, pemeriksaan bakteriologis
dan juga pemeriksaan radiologis
1. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga
dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan
ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi
kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk
atau batuk yang non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum
pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan dianjurkan
melakukan reflek batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat
mukolitik ekspetoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30
menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil
dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA
dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan
pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan
diperiksa hendaknya sesegera mungkin (Amin dan Bahar, 2009).
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan.
Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke
luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkirakan di
17
Indonesia terdapat 50% pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan
dalam sputum mereka (Amin dan Bahar, 2009).
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL
sputum (Amin dan Bahar, 2009).
Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang
merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoum Gabbet (Amin dan Bahar,
2009).
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah : (Amin, dan Bahar,
2009)
a.
b.
c.
d.
(pewarnaan khusus)
Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
Pemeriksaan terhadap resistensi obat
Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens dengan sinar ultraviolet walaupun
18
Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara Bacetc
(Bactec 400 Radio Metric System), dimana kuman sudah dapat dideteksi dalam 7-10
hari. Di samping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dideteksi
DNA kuman TB dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M. tuberculosis yang
tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan biasanya dilakukan juga
pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identfikasi kuman (Amin dan Bahar, 2009)..
Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA
(positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomena dead bacilli
atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat antituberkulosis
jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek (Amin dan
Bahar, 2009).
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) : (Depkes, 2009)
a.
b.
c.
pelayanan kesehatan.
S (sewaktu): dahak dikumpulkan di sarana pelayanan kesehatan pada hari kedua,
saat menyerahkan dahak pagi.
2. Pemeriksaan Radiologis
19
a.
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
b.
BTA positif.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
c.
segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior)
atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (Amin dan Bahar, 2009).
Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) tentang pedoman
penanggulangan tuberkulosis diagonosis TB Paru pada orang dewasa dilaksanakan
sesuai alur sebagaimana pada gambar 2.2.
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih
serta memberikan keuntungan seperti pada tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis
milier. Pada kedua hal di atas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan
radiologis dada.
20
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas
atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis
endobronkial).
Pemeriksaan rontgenologis yang sering digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis TB adalah foto thorax dan CT-Thorax. Proyeksi yang sering digunakan pada
foto thorax adalah PA, AP, Lateral dan Top Lordotic. Proyeksi PA adalah yang lebih
umum digunakan, sedangkan proyeksi lateral dan top lordotic digunakan sebagai foto
tambahan bila terdapat kelainan gambaran radiologis yang belum dapat disingkirkan
merupakan murni kelainan radiologis atau karena hal lain, seperti kelainan berada di
belakang tulang klavikula atau costae I sehingga membuat rancu. Dengan melakukan
proyeksi lateral dan top lordotic, dapat dilihat gambaran lapangan paru yang lebih
jelas.
Pemeriksaan rontgen memegang peranan penting dalam melihat apakah ada
kelainan pada organ paru, namun tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis KP. Pemeriksaan lain yang tidak
kalah penting ada pemeriksaan sputum 3 seri (sewaktu-pagi-sewaktu) dan tes
mantoux. Namun, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Bila klinis ada gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan kelainan pada foto
rontgen.
2. Bila klinis ada persangkaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada foto
rontgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bahwa
penyakit yang diderita bukanlah tuberkulosis.
3. Pada pemeriksaan rontgen rutin mungkin telah ditemukan tanda-tanda pertama
tuberkulosis, walaupun klinis belum ada gejala. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan
21
pada foto rontgen belum berarti tidak ada tuberkulosis, sebab kelainan pertama
pada foto rontgen biasanya baru kelihatan sekurang-kurangnya 10 minggu setelah
infeksi oleh basil tuberkulosis.
4. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologik, tanda tuberkulosis yang
terpenting adalah kelainan pada foto rontgen.
5. Ditemukannya kelainan pada foto rontgen belum berarti bahwa penyakit tersebut
aktif.
6. Dari bentuk kelainan pada foto rontgen (bayangan bercak-bercak, awan-awan, dan
lubang merupakan tanda aktif ; sedangkan bayangan garis-garis dan sarang kapur
merupakan tanda tenang) memang dapat diperoleh kesan tentang aktivitas
penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat diperoleh melalui kombinasi
dengan hasil pemeriksaan klinis dan atau laboratoris.
7. Pemeriksaan rontgen penting untuk dokumentasi, penentuan lokalisasi proses dan
tanda perbaikan atau perburukan dengan melakukan perbandingan dengan fotofoto terdahulu.
8. Pemeriksaan rontgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi seperti
pneumothorax artifisial, torakoplastik, dsb.
9. Pemeriksaan roentgen tuberculosis paru saja tidak cukup dan dewasa ini bahkan
tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi. Pembuatan foto roentgen adalah
suatu keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA), bila perlu disertai proyeksiproyeksi tambahan seperti foto lateral, foto khusus puncak AP-lordotik dan
tekhnik-tekhnik khusus lainnya.
22
Ada 4 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai
TB,yaitu :
1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)
Pada posisi PA, pengambilan foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi
berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan pada
proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral.
23
akan lebih besar dan semakin membesar apabila jarak fokus terhadap pasien lebih
dekat. Skapula tampak di atas daerah paru.
3. Proyeksi Lateral
Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang
kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan akhir inspirasi
dalam.
24
Manifestasi Radiologis TB
Manifestasi radiologis atau kelainan radiologis yang timbul bergantung pada
beberapa faktor pejamu (host), diantaranya adalah adanya riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis, usia dan status fungsi imun (ada atau tidak penyakit sistem
imun). Pada orang dengan fungsi sistem imun yang normal, manifestasi atau kelainan
radiologis yang ditemukan digolongkan menjadi 2 kategori, yaitu primer dan
postprimer tuberkulosis, yang pada orang dengan gangguan sistem imun kelainan
dapat berkembang.
Klasifikasi Tb
25
Tuberkulosis primer
Tuberkulosis primer terjadi karena infeksi melalui jalan pernapasan (inhalasi)
oleh Mycobacterium tuberculosis. Biasanya pada anak-anak. Kelainan rontgen dapat
berada dimana saja dalam paru-paru, dan dapat mengenai beberapa segmen dalam
satu lobus paru. Walau begitu, bagian yang sering terkena adalah lobus bawah, lobus
media dan lingula, dan segmen anterior dari lobus atas.3
Manifestasi yang paling sering ditemukan pada tuberkulosis primer adalah
pembesaran kelenjar limfe / limfadenopati. Dengan ditemukannya pembesaran
kelenjar limfe hilus dan mediastinum, dapat dipastikan adanya tuberkulosis primer,
karena pada tuberkulosis post-primer jarang ditemukan kelainan ini. Angka kejadian
pembesaran kelenjar limfe ini semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia
seseorang.3
26
Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto toraks PA dan lateral4
Kelainan radiologis yang tampak selain pembesaran kelenjar limfe hilus dan
mediastinum dapat berupa konsolidasi (kelainan berwarna putih) yang dapat berawan,
berbentuk garis (linier), bulat (nodular), menyerupai massa (mass like) maupun
konsolidasi homogen. Kelainan berupa konsolidasi ini sering timbul segmental
ataupun lobaris, dan menurut data statistik kelainan yang didapat lebih sering pada
paru sebelah kanan.3
27
Salah satu komplikasi yang mungkin terjadi adalah pleuritis, yang ditandai
dengan adanya efusi pleura (pada foto akan tampak meniscus sign dan tanda-tanda
pendorongan). Pleuritis terjadi karena perluasan infiltrat primer ke pleura melalui
penyebaran secara hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis
bronkus karena perforasi kelenjar ke dalam bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis
tuberkulosis pada anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer
tersembunyi di belakangnya.3
Chest radiograph obtained in a 3-year-old Hispanic boy shows mediastinal and right
hilar lymphadenopathy. Atelectasis of the right lower lobe is present with depression of
the major fissure (arrows).4
Young male patient with fever and cough has a focal opacity in the left lower lobe that looks like a
pneumonia. This is a case of primary tuberculosis in an adult. 4
28
Posteroanterior chest radiograph in a young patient shows a right upper lobe and right lower
lobe consolidation and a small pleural effusion on the right side.4
A middle-aged man presents with a cough and fever lasting several weeks. Posteroanterior chest
radiograph shows a prominent paratracheal area on the right, lymphadenopathy, a cavitary
opacity in the right upper lobe, and a focal consolidation in the middle lung zone on the right.
The patient was ultimately found to have primary progressive tuberculosis.4
Tuberkulosis post-primer
Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa. Saat ini
pendapat umum mengenai penyakit tersebut adalah bahwa timbul reinfeksi pada
seorang yang dimasa kecilnya pernah menderita tuberkulosis primer, tetapi tidak
diketahui dan menyembuh sendiri. Sarang-sarang yang terlihat pada foto Roentgen
biasanya berkedudukan di apeks, segmen posterior lobus atas, dan segmen superior
29
lobus bawah, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi di lapangan bawah, yang
biasanya disertai oleh pleuritis. Dapat juga ditemukan gambaran adanya kavitas yang
merupakan petunjuk atau tanda khas dari tuberkulosis post-primer. Gambaran kavitas
berbentuk bulat dengan dinding atau tepi yang tipis berwarna putih dan bagian tengah
berwarna hitam. Kadang terdapat gambaran air fluid level di dalam kavitas.3
Sputum culture-positive TB in an 82-year-old Asian woman. (a) Close-up radiographic view of right
upper lobe shows an ill-defined area of increased opacity (arrow) associated with calcification in the
retroclavicular region. (b) Corresponding thin-section CT scan obtained with 1-mm collimation shows
nodular opacities containing foci of calcification (arrows) in the apical segment. The remainder of the
thoracic CT study (not shown) obtained at 7 mm collimation revealed no other abnormalities that could
account for the positive culture.
30
Atypical distribution of postprimary TB in a 62-year-old man. (a) Chest radiograph shows a 5-cm
cavitary mass with a thick, irregular wall (large arrow) and surrounding adjacent nodular opacities in the
left upper lobe. An ill-defined 5-mm nodule (small arrow) is present in the contralateral, right upper lobe.
(b) CT scan obtained with 7-mm collimation shows the location of the cavitary mass (arrows) in the
anterior segment of left upper lobe.
Postprimary pattern of TB in a 54-year old Hispanic man. (a) Radiograph obtained at presentation shows
focal areas of confluent consolidation (large arrows) in the bilateral upper lobes. In the right lung,
multiple ill-defined, 5-8-mm nodules (small arrows) can be identified; in the more severely affected left
lung, a bronchopneumonia pattern is present predominating in the lower lobe. (b) Radiograph obtained 3
months after initiation of treatment shows that improvement has occurred, with resolution of right lung
nodules. Reticulonodular opacities persist in bilateral upper and left lower lung zones.
31
Chest radiograph obtained in a 28-year-old HIV-seropositive man shows consolidation in the left upper
lobe associated with mediastinal (double arrows) and left hilar (single arrow) lymphadenopathy.
Posteroanterior chest radiograph from a young female patient who presented with a cough, positive
findings on skin testing with purified protein derivative of tuberculin (PPD), and a pleural effusion that
was positive for acid-fast bacilli. This image shows a left pleural effusion and left lowerlobe consolidation.
32
33
34
ini
berupa
garis-garis
berdensitas
tinggi/sarang
35
Pleuritis terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui
penyebaran hematogen.
2. Penyebaran milier
Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sekecil 1 2 mm /
sebesar kepala jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru. Pada foto,
toraks tuberkulosis miliaris ini dapat menyerupai gambaran badai kabut (snow storm
appearance). Penyebaran seperti ini juga dapat terjadi ke ginjal, tulang, sendi, selaput
otak (meningen), dsb.
3. Stenosis bronkus
Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang
bersangkutan, sering menduduki lobus kanan (sindroma lobus medius).
36
2.7 Komplikasi
37
Complications of childhood TB causing recurrent hemoptysis in a young black man. (a) Detailed
radiographic view obtained when the patient was 28 years old shows a cavity (arrows) in the left
upper lobe. (b) Eleven years later, detailed radiographic view shows development of a nodule
(arrows) in the cavity.
38
39
Suspek TB Paru
Pemeriksaan dahak mikroskopis - Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)
Hasil BTA
Hasil BTA
Hasil BTA
+++
+--
_ _ _
++-
Antibiotik Non-OAT
Ada perbaikan
Pemeriksaan dahak
mikroskopis
Hasil BTA
Hasil BTA
+++
+--
TB
BUKAN TB
40
2.1.8. Penatalaksanaan
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT (Depkes, 2009).
Berdasarkan Pedoman Penanggulangan TB (Depkes, 2009), dalam pengobatan TB
digunakan OAT dengan jenis, sifat dan dosis sebagaimana pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jenis, sifat dan dosis OAT
Dosis yang direkomendasikan
(mg/kg)
Jenis OAT
Sifat
Harian
3x seminggu
Isoniazid (H)
Bakterisid
5
10
(4-6)
(8-12)
Rifampicin (R)
Bakterisid
10
10
(8-12)
(8-12)
Pyrazinamid (Z)
Bakterisid
25
35
(20-30)
(30-40)
Streptomycin (S)
Bakterisid
15
(12-18)
Ethambutol (E)
Bakteriostatik
15
30
(15-20)
(20-35)
Sumber : Depkes, 2009
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: (Depkes, 2009)
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
2. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
3. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
4. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan.
41
b.
a) 2HRZ/4H3R3
b) 2HRZ/4HR
c) 2HRZ/6HE
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di
Indonesia:
a) Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3.
b) Kategori 2 : 2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan OAT Sisipan : HRZE
42
c.
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien . Paduan Obat Anti
TB (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai
selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
Kombinasi Dosis Tetap (KDT) mempunyai beberapa keuntungan dalam
pengobatan TB:
a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan.
Berat
Badan
30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
71 kg
Tahap Intensif
tiap hari selama 56 hari RHZE
(150/75/400/275)
2 tablet 4 KDT
3 tablet 4 KDT
4 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 16 minggu
RH (150/150)
2 tablet 2 KDT
3 tablet 2 KDT
4 tablet 2 KDT
5 tablet 2 KDT
43
Tahap Intensif
tiap hari
RHZE (150/75/400/275)+S
Selama 56 hari
30-37 kg
Selama 28 hari
2 tab 4 KDT
3 tab 4 KDT
4 tab 4 KDT
5 tab 4 KDT
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) +
E (400)
Selama 20 minggu
2 tab 2KDT + 2
tab Etambutol
3 tab 2KDT + 3
tab Etambutol
4 tab 2KDT + 4
tab Etambutol
5 tab 2KDT + 5
tab Etambutol
30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
71 kg
Sumber : Depkes, 2009
4 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT
Pasien TB
Resimen Pengobatan
Fase
Fase Awal
Lanjutan
2 SHRZ (EHRZ)
6 HE
2 SHRZ (EHRZ)
4 HR
2 SHRZ (EHRZ)
4H3R3
2 SHZE/1 HRZE
2 SHZE/1 HRZE
5H3R3E3
5HRE
Keterangan Lengkap
a.
Kategori 1
Pasien tuberkulosis paru (TBP) dengan sputum BTA positif dan kasus baru, TBP
lainnya dalam keadaan TB berat, seperti meningitis tuberkulosis, miliaris, perikarditis,
peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondilitis dengan gangguan neurologis,
sputum BTA negatif tetapi kelainan di paru luas, tuberculosis usus dan saluran kemih.
Pengobatan fase inisial resimennya terdiri dari 2 HRZS (E), setiap hari selama dua
bulan. Sputum BTA awal yang positif setelah dua bulan diharapkan menjadi negatif,
45
dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjutan 4HR atau 4H3R3 atau 6HE. Apabila
sputum BTA masih tetap positif setelah dua bulan, fase intensif diperpanjang dengan 4
minggu lagi, tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau tidak (WHO, 1997).
b.
Kategori 2
Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif. Pengobatan fase
inisiasi terdiri dari 2HRZES/1HRZE, yaitu R dengan H, Z, E setiap hari selama 3
bulan, ditambahkan dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila sputum BTA menjadi
negatif, fase lanjutan bisa segera dimulai. Apabila sputum BTA masih positif pada
minggu ke-12, fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila kahir bulan ke4 sputum BTA masih positif, semua obat dihentkan selama 2-3 hari dan dilakukan
kultur sputum untuk uji kepekaan obat dilanjutkan memakai resimen fase lanjutan
yaitu 5H3R3E3 atau 5HRE (WHO, 1997).
c. Kategori 3
Pasien TBP dengan sputum BTA negatif tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus
ekstra pulmonal (selain dari kategori 1). Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ
atau 2H3R3E3Z3, yang diteruskan dengan fase lanjutan 2HR atau H3R3 (WHO,
1997).
d.
Kategori 4
Tuberkulosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami resistensi ganda,
sputumnya harus dikultur dan uji kepekaan obat. Untuk seumur hidup diberi H saja
(WHO) atau sesuai rekomendasi WHO untuk pengobatan TB resistensi ganda
(multidrugs resistant tuberculosis= MDR-TB) (WHO, 1997).
5. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB
Pemantaun dan hasil pengobatan TB berdasarkan Pedoman Penanggulangan TB
(Depkes, 2009) sebagai berikut :
a. Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.
46
Pasien baru
BTA positif
Sebulan sebelum
dengan
akhir
pengobatan
pengobatan
kategori 1
Akhir
pengobatan
Positif
Negatif
Positif
Negatif dan minimal
satu pemeriksaan
sebelumnya negative
Positif
Pasien baru
BTA neg &
foto toraks
mendukun
g TB
dengan
pengobatan
kategori 1
Pasien
BTA positif
dengan
pengobatan
kategori 2
Negatif
Akhir intensif
Positif
Negatif
Akhir intensif
Positif
Negatif
Sebulan sebelum
akhir
pengobatan
Positif
Akhir
Negatif
pengobatan
Positif
2.1.9.
Menjelaskan bahwa batuk berdahak yang dirasakan berasal dari gangguan paru
dan kekhawatiran mengenai komplikasi penyakitnya dapat di cegah bila pasien
berobat dan kontrol secara teratur, dan tidak putus obat untuk mencegah terjadinya
resistense terhadap OAT.
b.
c.
49