2 Hubungan Status Gizi Berat Badan Lahir Imunisasi Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tunikamaseang Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros
2 Hubungan Status Gizi Berat Badan Lahir Imunisasi Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tunikamaseang Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros
1)
ABSTRAK
Tingginya angka kematian balita terutama disebabkan oleh ISPA . WHO
memperkirakan negara berkembang berkisar 30-70 kali lebih tinggi dari negara maju.
Diakhir tahun 2000, kematian akibat Pneumonia merupakan penyebab utama ISPA di
Indonesia yang mencapai 500 diantara 1000 bayi/balita. Salah satu upaya pencegahan
adalah dengan mempertahankan status gizi yang baik dan pemberian imunasi lengkap.
Sementara itu balita dengan riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) lebih rentan
terkena ISPA dibandingkan anak yang lahir dengan berat badan normal. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi, berat badan lahir, imunisasi dengan
kejadian ISPA pada balita.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan
kejadian ISPA pada balita dengan nilai p 0,031, tidak ada hubungan bermakna antara
berat badan lahir (BBL) dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p 0,636 dan ada
hubungan bermakna antara imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p
0,026.
Disarankan optimalisasi peran tenaga kesehatan dalam memberikan informasi dan
pengetahuan kepada orang tua (keluarga ) balita dalam mempertahankan status gizi
dan imunisasi anaknya.
PENDAHULUAN
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) banyak menyerang balita usia 2 bulan
sampai
5
tahun.
Hasil
Konferensi
Internasional mengenai ISPA di Canberra
Australia pada juli 1997, menemukan 4 juta
bayi
dan
balita
di
Negara-negara
berkembang meninggal karena ISPA. WHO
memperkirakan di Negara berkembang
berkisar 30 70 kali lebih tinggi dari Negara
maju dan diduga 20% kematian anak
disebabkan oleh ISPA. Pada tahun 2005
tercatat penyebab kematian balita diseluruh
dunia terdiri atas Pneumonia19%, Diare 17%,
Malaria 8% dan Campak 4% (Budi Santosa,
2007). Di akhir tahun 2000, kematian akibat
Pneumonia merupakan penyebab utama
ISPA di Indonesia yang mencapai 500
METODE PENELITIAN
Desain dan Sampel Penelitian
Desain penelitian adalah penelitian
deskriptif analitik dengan pendekatan Cross
Sectional Study. Sampel pada penelitian ini
sebanyak 50 anak, yaitu semua bayi dan
balita usia 2-59 bulan yang terdiagnosa ISPA
pada buku family folder yang datang berobat
di Puskesmas Tunikamaseang pada bulan
Agustus sampai September 2009..
Analisis Data
Analisis data menghasilkan distribusi
dan
Frekuensi
dari
setiap
variabel.
Penentuan status gizi anak berdasarkan
standar WHO-Antro 2005 dengan indikator
BB/U. Untuk melihat hubungan dari tiap-tiap
variabel menggunakan uji statistik Chi Square
dengan tingkat kemaknaan ( = 0,05).
KESIMPULAN
kerja Puskesmas Tunikamaseang Kec.
Bontoa Kab. Maros dengan nilai p =
0,636
3. Ada
hubungan
bermakna
antara
imunisasi dengan kejadian ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas
Tunikamaseang Kec. Bontoa Kab. Maros
dengan hasil penelitian nilai p = 0,02.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim A, (2009). 90 Balita meninggal per
hari
Akibat
Malnutrisi.
hhtp//cetak.kompas.com (diakses,
23 Juni 2009)
Anonim B, (2009). Faktor Resiko ISPA Pada
Balita. http//putraparbu. Wordpress.
Com (diakses, 15 Mei 2009).
Anonim, E. 2009. Berat lahir rendah.
http//warnetdipo.blogspot.com
Html (diakses, 20 Juni 2009)
Depkes RI, 2002. Pedoman Program
Pemberantasan Penyakit ISPA
untuk Penanggulangan Pneumonia.
Ditjen PPM&PL, Jakarta
Lampiran
Tabel 1
Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada
di Puskesmas Tunikamaseang
balita
Status
Gizi
Total
Berulang
Baik
11
22,0
16
32,0
27
54,0
Kurang
6,0
20
40,0
23
46,0
Total
14
28,0
36
72,0
50
100
0,031
Tabel 2
Hubungan BBL dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas
Tunikamaseang Kec. Bontoa Kab. Maros Tahun 2009
Kejadian ISPA pada Balita
BBL
Tidak Berulang
n
Total
Berulang
Normal
13
26,0
34
68,0
47
94,0
BBLR
2,0
4,0
6,0
Total
14
72,0
36
28,0
50
100
0,636
Tabel 3
Hubungan Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Tunikamaseang Kec. Bontoa kab. Maros Tahun 2009
Kejadian ISPA pada balita
Imunisasi
Tidak Berulang
Total
Berulang
Nilai p
Baik
10
20,0
13
26,0
23
46,0
Kurang
8,0
23
46,0
27
54,0
Total
14
28,0
36
72,0
50
100
0,026
Nadimin
ABSTRAK
Latar belakang. Angka kejadian penyakit degenaratif seperti penyakit jantung, stroke, diabetes
mellitus semakin meningkat di Indoensia termasuk di Sulsel sehingga perlu mendapat
perhatian. Penyakit-penyakit tersebut sangat terkait dengan status gizi dan gaya hidup seperti
pola makan dan aktivitas fisik.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola makan dan aktivitas fisik
serta kaitannya dengan status gizi tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Selatan.
Metode. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif menggunakan 50 sampel tenaga
kesehatan yang dipilih secara puorposive di Kantor Dinkes Sulsel. Pengukuran pola makan
menggunakan food frequency Form (FFQ), aktivitas diukur dengan kuesioner, dan status gizi
menggunakan metode IMT (Indeks Massa Tubuh).
Hasil. Kebanyakan tenaga kesehatan memiliki pola makan yang kurang baik (62%) terutama
pola makan sayuran dan buah-buahan. Namun, mereka sudah dapat menghindari konsumsi
makanan berlemak yang berlebihan. Tingkat aktivitas fisik tenaga kesehatan umumnya
tergolong tingkat sedang (44%) dan tingkat ringan (32%). Hal tersebut menyebabkan sebagian
besar tenaga kesehatan mengalami obesitas (56%).
Kesimpulan. Tenaga kesehatan umumnya mempunyai pola makan yang kurang baik, dan
tingkat aktivitas yang tergolong tingkat sedang dan rendah, sehingga menyebabkan tingginya
angka obesitas di lingkungan kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.
Kata kunci: Pola makan, aktivitas fisik, status gizi, tenaga kesehatan.
PENDAHULUAN
Meningkatnya taraf hidup masyarakat
terutama di negara maju dan kota besar
membawa perubahan pada pola hidup individu.
Perubahan pola hidup tersebut membawa pula
pada perubahan pola penyakit yang ada,
terutama pada penyakit yang berhubungan
dengan gaya hidup sesorang. Kondisi tersebut
mengubah banyaknya kasus-kasus penyakit
infeksi yang pada awalnya menempati urutan
pertama, namun sekarang bergeser pada
penyakit-penyakit degeneratif dan metabolik
yang menempati urutan teratas (Ramadha,
2009).
Prevalensi penyakit degeneratif saat ini
semakin meningkat dari tahun ketahun.
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah,
prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18
tahun keatas di Indonesia adalah sebesar
31,7%, prevalensi stroke di Indonesia sebesar
8,3%, prevalensi penyakit jantung di Indnesia
adalah 7,2% dan prevalensi DM di Indonesia
adalah 1,1%. Prevalesnsi penyakit degeneratif
tampak meningkat sesuai peningkatan umur
responden (Riskesdas, 2007).
METODE PENELITIAN
Jenis, waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang
bersifat deskriptif, dilaksanakan pada bulan Juni
sampai Agustus
2010 di kantor
Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.
Populasi dan sampel
Populasi penelitian adalah seluruh
tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Selatan. Sampel dalam penelitian ini
adalah seluruh tenaga kesehatan berjumlah 50
orang yang dipilih secara purposive sampling
terhadap semua tenaga kesehatan dengan
kriteria :
a. Bersedia menjadi sampel
b. berlatar belakang pendidikan kesehatan.
c. Tenaga kesehatan di tiga bagian yaitu Bina
Kesehatan Masyarakat, Bina Pelayanan
Kesehatan dan P2PL.
d. Jumlah sampel sebanyak 50 orang.
Teknik pengumpulan data
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Sampel
Tabel 1
Karakteristik Sampel Penelitian
Variabel
Jenis kelamin:
Laki-laki
Perempuan
Umur (tahun):
23-30
31-40
41-50
>50
Status pernikahan:
Sudah menikah
Belum menikah
Jumlah
22
28
82
18
8
15
18
9
16
30
36
18
41
19
50
82
18
100
1. Pola Makan
Tabel 2
Pola Makan Pegawai Dinkes Sulawesi Selatan, 2010
Pola makan
Baik
Kurang baik
Jumlah
n
19
31
50
Tabel
2
menunjukkan
bahwa
kebanyakan tenaga kesehatan di kantor Dinas
Kesehatan Sulawesi Selatan secara umum
%
38
62
100
memiliki pola makan yang kurang baik (62%).
Pola makan setiap kelompok bahan makanan
disajikan pada tabel 3.
Tabel 3.
Pola Makan Setiap Bahan Makanan pada Tenaga Kesehatan
n
50
50
50
50
50
50
Baik
n
26
24
21
18
18
50
Kurang
%
52
48
42
38
38
100
n
24
26
29
32
32
0
%
48
52
58
62
62
0
2. Aktifitas fisik
Tabel 4
Tingkat Aktifitas Fisik Pegawai Dinkes Sulawesi Selatan, 2010
Aktifitas Fisik
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
n
12
22
16
50
Tabel
4
menunjukkan
bahwa
kabanyakan tenaga kesehatan yang menjadi
%
24
44
32
100
sampel penelitian mempunyai tingkat aktivitas
sedang (44%), dan aktivitas ringan (32%).
3. Status Gizi
Tabel 5
Status Gizi Tenaga Kesehatan
di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010.
Status Gizi
Kurus
Normal
Gizi lebih
Obesitas
Jumlah
n
3
19
15
13
50
%
6
38
30
26
100
gemuk kebanyakan memiliki tingkat aktivitas
sedang dan aktivitas rendah. Demikian juga
dilihat dari pola makan, tenaga kesehatan yang
gemuk sebagian besar (%) mempunyai pola
makan yang kurang baik, sebagaimana disajikan
pada tabel 6.
Tabel 6.
Distribusi Status Gizi Menurut Tingkat Aktivitas dan Pola Makan
Status Gizi
Gaya
hidup
Aktivitas fisik
Tinggi
Sedang
Rendah
Pola makan
Baik
Kurang baik
Total
Normal
Total
Gemuk
6
11
5
27
50
23
6
11
11
22
39
39
12
22
16
24
44
32
5
17
22
22,7
77,3
44
14
14
28
50
50
56
19
31
50
38
62
100
PEMBAHASAN
Pola Makan dan Status Gizi
Secara umum tampak bahwa pola
makan pegawai Dinas Kesehatan
Provinsi
Sulawesi Selatan sebagian besar masih kurang
baik. Secara spesifik tampak bahwa konsumsi
makanan terutama golongan sayur dan buah
kebanyakan tergolong kurang. Sayur dan buah
merupakan golongan bahan makanan sebagai
sumber vitamin dan mineral, yang sangat
penting bagi kesehatan terutama bagi orang
dewasa dan usia lanjut. Vitamin dan mineral
diperlukan
oleh
tubuh
untuk
mengatur
metabolisme dan pencernaan, meningkatkan
daya tahan tubuh, dan memelihara jaringan
tubuh. Sayur dan buah juga adalah sumber serat
yang sangat diperlukan untuk menjaga
keseimbangan lemak dan kadar gula darah,
disamping untuk memperlancar pembuangan
sisa-sisa makanan di usus, serta mencegah
kanker.
Frekwensi
konsumsi
responden
terhadap bahan makanan pokok dan lauk juga
kurang baik. Hal ini dapat disebabkan mobilitas
pegawai yang cukup tinggi, sebagian besar
waktu mereka banyak dihabiskan di tempat
kerja. Pada kondisi seperti ini mereka cenderung
mengkonsumsi makanan-makanan siap saji,
yang
cenderung
banyak
mengandung
karbohidrat dan lemak atau tinggi kalori, dan
umumnya rendah serat. Keadaan tersebut
menyebabkan seseorang berpotensi untuk
mengalami gizi lebih atau obesitas.
Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat
bahwa 50% responden yang mengalami
10
KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.
11
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta; Gramedia Pustaka Utama.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan DEPKES RI. 2007. Riset
Kesehatan Dasar.
Hartono A, 2004. Terapi Gizi dan Diet Rumah
Sakit.
Jakarta:
Penerbit
Buku
Kedokteran EGC.
Jaya Indra. 2009. Gambaran Lingkar Pinggang,
Gaya Hidup, dan Kejadian Sindrom
Metabolik pada Pasien Rawat Jalan di
RS.DR.Wahidin
Sudirohusodo
Makassar.
Skripsi.
Jurusan
Gizi
Politeknik Kesehatan Makassar.
Irianto K dan Waluyo K. 2007. Gizi dan Pola
Hidup Sehat. Bandung; CV Yrama
Widya.
Kusumawati Yuli. 2009. Konsultasi Gizi Untuk
Menerapkan Terapi Diet Bagi Penderita
Penyakit Degeneratif pada Kelompok
Ibu-ibu PKK Dusun Prayan Gumpang
Kecamatan Kartasura.
Marhamah. 2008. Gambaran Pola Makan,
Status Gizi dan Prestasi Belajar Anak
SDN 1 Pekkae Kecamatan Tanete Rilan
Kabupaten Barru. Karya Tulis. Jurusan
Gizi Politeknik Kesehatan Makassar.
Neneng. 2006. Gambaran Pola Makan, Asupan
Zat Gizi dan Status Gizi Anak Sekolah
Dasar Negeri Lakkang Kelurahan
Lakkang Kecamatan Tallo Makassar.
Karya Tulis. Jurusan Gizi Politeknik
Kesehatan Makassar.
12