Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Desentralisasi menyebabkan perubahan mendasar dalam tatanan pemerintahan.
Pelayanan kesehatan harus memiliki kapasitas untuk berkembang dengan mengedepankan
pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dengan semua pihak terkait. Sementara itu, dunia juga
menghadapi globalisasi yang akan berpengaruh terhadap semua segi kehidupan.
Undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah telah mentapkan bidang
kesehatan merupakan urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh kabupaten/kota. Sebelum
desentralisasi/Otonomi Daerah, alokasi anggaran kesehatan dilakukan oleh pemerintah pusat
dengan menggunakan model negoisasi ke propinsi-propinsi. Sedangkan Pada era desentralisasi
dan otonomi daerah, daerah mempunyai kewenangan yang besar dalam perencanaan dan
penganggaran. Secara praktis sektor kesehatan harus berjuang untuk mendapatkan anggaran.
Sektor kesehatan harus membuat perencanaan dan penganggaran program kesehatan yang
meyakinkan untuk dapat bersaing dengan sektor lain untuk mendapatkannya.

1.2

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1.

Apa definisi dari desentralisasi pembangunan kesehatan ?

2.

Bagaimana sistem desentralisasi pembangunan kesehatan ?

1.3

Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah

1.

Untuk menginformasikan kepada para pembaca mengenai definisi desentralisasi pembangunan


kesehatan.

2.

Untuk menjelaskan dan menginformasikan mengenai sistem desentralisasi pembangunan


kesehatan di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang peerintahan daerah dalam pasal 1
menjelaskan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan Desentralisasi adalah
penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan
Asas Otonomi.
Menurut

Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) Desentralisasi

adalah

penyerahan

wewenang/transfer wewengang dari pemerintah pusat baik kepada pejabat-pejabat pemerintah


pusat di Daerah yang disebut Dekonsentrasi maupun kepada badan-badan otonom daerah yang
sering disebut Devolusi.
Menurut R. Tresna desentralisasi dapat dibedakan kedalam :
1. Desentralisasi Jabatan (dekonsentrasi), adalah pemberian atau pemasrahan kekuasaan dari atas ke
bawah dalam rangka kepegawaian, guna kelancaran pekerjaan semata-mata.
2. Desentralisasi Ketatanegaraan, merupakan pemberian kekuasaan untuk mengatur bagi daerah di
dalam lingkungannya guna mewujudkan azas demokrasi dalam pemerintahan negara.
Desentralisasi ketatanegaraan ini dibagi menjadi : Desentralisasi teritorial dan desentralisasi
fungsional.
Dari berbagai definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Desentralisasi pada
dasarnya adalah : suatu proses transfer/penyerahan sebagian wewenang dan tanggungjawab dari
urusan yang semula adalah urusan pemerintah pusat kepada badan-badan atau lembaga-lembaga
Pemerintah Daerah agar menjadi urusan rumahtangganya sehingga urusan-urusan tersebut
beralih kepada Daerah dan menjadi wewenang dan tanggungjawab Pemerintah Daerah.
Dengan pengertian tersebut, maka setidaknya ada empat kegiatan dalam desentralisasi
menurut Koiruddin (2005); yaitu:

1. Dekonsentrasi wewenang administrasi


Dekonsentralisasi berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat pada
perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk
mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan.
2. Delegasi kepada penguasa otorita
Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan manajerial
untuk melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi yang secara langsung berada
dibawah pengawasan pusat.
3. Devolusi kepada pemerintah daerah
Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan
diluar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu
untuk dilaksanakan secara mandiri. Devolusi adalah bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif
untuk merujuk pada situasi dimana pemerintah pusat mentransfer kewenangan kepada
pemerintah daerah dalam hal pengambilan keputusan, keuangan dan manajemen.
4. Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
Yang disebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau
privatisasi adalah penyerahan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab
administrasi tertentu kepada organisasi swasta.
Dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 dijelaskan pula mengenai klasifikasi
urusan pemerintahan, yang terdiri dari :
1) Urusan Pemerintahan Absolut ; Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat.
2) Urusan Pemerintahan Konkuren ; Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan
Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke
Daerah

menjadi

dasar

pelaksanaan

Otonomi

Daerah.

3) Urusan Pemerintahan Umum ; Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden


sebagai kepala pemerintahan.
2.2 Sistem Desentralisasi Pembangunan Kesehatan
Desentralisasi kesehatan di Indonesia secara lebih jelas dilaksanakan setelah
dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999, PP No. 25 tahun 2000, sertaSE Menkes No.
1107/Menkes/E/VII/2000.

Menurut aturan perundang-undangan dan dalam prakteknya, desentralisasi bidang


kesehatan yang ada di indonesia menganut semua jenis desentralisasi (dekonsentrasi, devolusi,
delegasi dan privatisasi). Hal ini terlihat dari masih adanya kewenangan pemerintah pusat yang
didekontrasikan di daerah propinsi melalui Dinas Kesehatan Provinsi. Selain itu, berdasarkan SE
Menkes/E/VII/2000 disebutkan beberapa tugas yang mungkin tidak dapat dilaksanakan oleh
pemerintah kabupaten/kota dapat diserahkan ke tingkat yang lebih tinggi. Upaya privatisasi
pelayanan kesehatan dan perusahaan pendukung pelayanan kesehatan juga sedang giat
dilakukan.
Dalam bidang kesehatan, implikasi desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain,
adalah sebagai berikut;
1.

Terwujudya pembangunan kesehatan

yang demokratis yang berdasarkan atas aspirasi

masyarakat
2.

Pemerataan pembangunan dan pelayanan kesehatan

3.

Optimalisasi potensi pembanmgunankesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap,

4.

Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya mengacu
pada petunjuk atasan

5.

Menumbuhkembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan)

2.3 Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus


2.3.1 Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU, adalah dana perimbangan dan bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. DAU
sebagai salah satu elemen desentralisasi fiskal menjadi elemen penting bagi pemerintah daerah
untuk menutup pembiayaaan daerah implikasinya, DAU dialokasikan kepada setiap daerah
dalam rangka menjalankan kewenangan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik
kepada masyarakat. DAU yang merupakan transfer pemerintah pusat kepada daerah bersifat
block grant, yang berarti daerah diberi keleluasaan dalam penggunaannya sesuai dengan
prioritas dan kebutuhan daerah dengan tujuan untuk menyeimbangkan kemampuan keuangan
antardaerah.

Dalam perhitungan DAU, kebutuhan daerah tersebut dicerminkan dari variabel-variabel


kebutuhan fiskal sebagai berikut :
a. Jumlah Penduduk
b. Luas Wilayah
c. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)
d. Indeks Kemiskinan Relatif (IKR)

2.3.2 Dana Alokasi Khusus (DAK)


Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana perimbangan dan bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu de ngan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional
1. Anggaran tersebut digunakan rata-rata digunakan untuk pengadaan infrastruktur
kesehatan, danobat dan perbekalan kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan obat
dan perbekalan kesehatan pada pelayanan kesehatan primer. Pengadaan infrastruktur
kesehatan, meliputi:
a. Pembangunan Puskesmas;
b. Pembangunan Puskesmas Perawatan;
c. Pembangunan Pos Kesehatan Desa;
d. Pengadaan Puskesmas Keliling Perairan;
e. Pengadaan Kendaraan roda dua untuk Bidan Desa.
2. Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan, dapat dimanfaatkan untuk peningkatan
fasilitas ruma sakit provinsi, kabupaten/kota, antara lain: a) peningkatan fasilitas tempat
tidur kelas III RS; b) pemenuhan peralatan unit transfusi darah RS dan bank darah RS; c)
peningkatan fasilitas instalasi gawat darurat RS; d) peningkatan sarana prasarana dan
pengadaan peralatan kesehatan untuk program pelayanan obstetric neonatal emergency

komprehensif (PONEK) di RS; dan e) pengadaan peralatan pemerksaan kultur


M.tuberculosis di BLK provinsi.
3. Untuk kabupaten/kota, alokasi DAK 2010 ditujukan 2 (dua) kegiatan, yaitu: pemenuhan
pelayanan dasar dan pelayanan rujukan. Pelayanan dasar berupa pemenuhan kesehatan
dasar dan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan. Untuk pemenuhan kesehatan dasar,
DAK diberikan kepada 405 kabupaten/kota dengan total anggaran sebesar Rp1,22 triliun,
sementara untuk obat dan perbekalan kesehatan diberikan kepada 378 kabupaten/kota
dengan total anggaran sebesar Rp 1 triliun.
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang ditransfer oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Transfer DAK merupakan konsekuensi lahirnya Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah ; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumberdaya
Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pasal 54 PP Nomor 55 Tahun 2005 mengatur bahwa perhitungan alokasi DAK dilakukan
melalui 2 tahap, yaitu:
a. penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan
b. penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah.

2.4 Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan


Berdasarkan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 mengenai pemerintahan daerah maka
pembagian urusan pemerintahan bidang kesehatan adalah sebagai berikut :

2.4 Dampak dari Desentralisasi Pembangunan Kesehatan


Dampak positif desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain, adalah sebagai
berikut:
1) Terwujudnya pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan atas aspirasi
masyarakat.

2) Pemerataan pembangunan dan pelayanan kesehatan,


3) Optimalisasi potensi pembangunan kesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap
4) Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya mengacu
pada petunjuk atasan,
5) Menumbuhkembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan
kesehatan) tanpa mengabaikan peran serta sektor lain.
Dampak negatif muncul pada dinas kesehatan yang selama ini terbiasa dengan kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat diharuskan membuat program dan kebijakan sendiri.
Jika pemerintah daerah tidak memiliki sumber daya yang handal dalam menganalisis kebutuhan,
mengevaluasi program, dan membuat program, maka program yang dibuat tidak akan
bermanfaat. Selain itu, pengawasan dana menjadi hal yang harus diperhatikan untuk menghindari
penyelewengan anggaran.
Arus desentralisasi semakin menuntut pemotongan jalur birokrasi aparatur pemerintahan.
Hal ini menjadi kendala karena perubahannya membutuhkan waktu yang lama dan komitmen
dari aparatur pemerintah.
Adapun dampak lainnya dari desentralisasi :
1.

Segi ekonomi, dari segi ekonomi banyak sekali keuntungan dari penerapan sistem
desentralisasi ini dimana pemerintahan daerah akan mudah mengelolah sumber daya alam yang
dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah dikelolah secara
maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan meningkat.

2.

Segi sosial budaya, dengan diadakannya desentralisasi, akan memperkuat ikatan sosial budaya
pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem desentralisasi ini pemerintahan daerah
akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut.
Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di perkenalkan kepada daerah lain. Yang
nantinya merupakan salah satu potensi daerah tersebut. Sedangkan dampak negatif dari
desentralisasi pada segi sosial budaya adalah masing-masing daerah berlomba-lomba untuk
menonjolkan kebudayaannya masing-masing. Sehingga, secara tidak langsung melunturkan
kesatuan yang dimiliki oleh bangsa indonesia itu sendiri.

3.

Segi keamanan dan politik, dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk
mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya kebijaksanaan ini
akan bisa meredam daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dengan NKRI, (daerah-daerah

yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja yang menyangkut NKRI). Tetapi disatu
sisi desentralisasi berpotensi menyulut konflik antar daerah. Dibidang politik, dampak positif
yang didapat melalui desentralisasi adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada
di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat.
Hal ini menyebabkan pemerintahan daerah lebih aktif dalam mengelolah daerahnya. Tetapi
dampak negatif yang terlihat dari sistem ini adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang
tersebut hanya mementingkan kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk
mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut karena sulit untuk dikontrol oleh
pemerintah di tingkat pusat.

BAB III
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang RI nomor 24 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kabupaten/Kota
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 003a/Menkes/Sk/I/2003 tentang Unit
Desentralisasi
Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan

Anda mungkin juga menyukai