1.
Pendahuluan
Tubuh dapat diibaratkan sebuah mesin yang luar biasa yang memiliki sebuah
sistem imun. Organ dari sistem imun mencakup sumsum tulang, timus, limpa, dan
limfe nodus. Limfe nodus merupakan bagian dari sistem limfatik tubuh dan mereka
berfungsi sebagai penyaring antigen (benda asing) yang berada dalam cairan limfe
sebelum mengembalikannya ke sirkulasi. Ketika sistem imun berfungsi baik, tubuh
tidak mudah sakit. Akan tetapi, jika sistem imun tidak berfungsi dengan baik, tubuh
akan mudah terkena penyakit.1
Sistem imun mengacu pada kemampuan tubuh menahan atau mengeliminasi
benda asing atau sel abnormal yang potensial berbahaya. Aktifitas-aktifitas berikut
berkaitan dengan sistem pertahanan imun, yang berperan penting dalam mengenali
dan menghancurkan atau menetralisasi benda-benda di dalam tubuh yang dianggap
asing oleh tubuh normal.
a.
b.
c.
Identifikasi dan destruksi sel abnormal atau mutan yang berasal dari tubuh
sendiri. Fungsi ini, yang diberi nama surveilans imun, adalah mekanisme
d.
zat
kimia
dari
lingkungan
yang
tidak
berbahaya,
atau
dalam tubuh.
Penolakan sel-sel jaringan asing, yang menjadi kendala utama dalam
transplantasi organ.2
Peranan utama dari sistem imun adalah untuk melindungi tubuh dari invasi
organisme asing dan produk toksin mereka. Hal ini membutuhkan kemampuan untuk
mendiskriminasikan antara self antigen dan nonself antigen, sehingga sistem imun
dapat merusak organisme yang menyerang dan bukan jaringan normal. Dalam
kehamilan, janin yang merupakan antigen asing bertumbuh didalam ibunya selama 9
bulan, tidak terancam oleh sistem imun ibu. Singkatnya, adaptasi imun harus terjadi
pada kehamilan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup janin sambil
mempertahankan kemampuan ibu untuk melawan infeksi.3
Lebih dari 50 tahun yang lalu Billingham dan Medawar mencetuskan
konsep bagaimana janin di dalam kandungan ibu dapat hidup hingga usia kehamilan
cukup bulan tanpa mengalami reaksi penolakan dari sistem imun maternal. Konsep
ini dilahirkan untuk menjawab pertanyaan bagaimana janin dapat bertahan hidup di
dalam kandungan ibunya tanpa memicu suatu reaksi penolakan sama sekali dari
tubuh ibunya, meskipun janin tersebut memiliki antigen yang berasal dari
ayahnya. Konsep bahwa janin memiliki genom yang berasal sebagian dari ayah dan
sebagian dari ibu sehingga janin akan mempresentasikan antigen yang terdapat pada
ayah dan ibu (semi-alogenik) telah diketahui sebelumnya. Ekspresi antigen paternal
janin di dalam tubuh ibu tentu dapat memicu reaksi penolakan sistem imun maternal
berdasarkan hukum transplantasi. Keberhasilan transplantasi organ padat akan sangat
ditentukan oleh reaksi penolakan sistem imun resipien terhadap aloantigen yang
diekspresikan oleh jaringan donor. Namun, dengan perkembangan teknologi di dalam
bidang kedokteran reaksi penolakan sistem imun resipien terhadap aloantigen
jaringan donor saat ini dapat dicegah dengan pemberian obat-obatan imunosupresi.4
Janin adalah suatu jaringan yang bersifat alogenik dan berada di dalam tubuh
seorang ibu yang memiliki imunokompeten untuk menimbulkan suatu reaksi
penolakan. Billingham dan Medawar membuat beberapa hipotesis yang mencoba
untuk menjelaskan mengapa sistem imun maternal tidak bereaksi terhadap janin yang
bersifat semi-alogenik, sebagai berikut; (1). Hipotesis mengenai pemisahan secara
anatomis antara maternal dan janin; (2). Hipotesis mengenai imunogenisitas dari janin
yang rendah karena masih bersifat imatur; (3).Hipotesis mengenai kelambanan atau
kemalasan sistem imun maternal untuk bereaksi terhadap antigen-antigen dari
janin. Berdasarkan hasil-hasil penelitian selanjutnya, ternyata dapat disimpulkan
bahwa sistem imun maternal menunjukkan toleransi terhadap antigen-antigen yang
terdapat pada jaringan janin. Selanjutnya timbul pertanyaan, apakah jaringan janin
2.
patogen yang dikenali, dicerna, dan dibunuh oleh fagosit, sebuah proses yang di
mediasi oleh makrofag dan neutrofil.5
Pertahananpertahanan non spesifik yang beraksi tanpa memandang apakah
agen pencetus pernah atau belum pernah dijumpai adalah:
a.
Peradangan, suatu respon non-spesifik terhadap cedera jaringan, pada keadaan ini
spesialis-spesialis fagositik neutrofil dan makrofag berperan penting disertai
b.
c.
d.
menguntungkan
karena
diversitas
struktur
peptida
ternyata
lebih
banyak jika dibandingkan dengan karbohidrat ataupun lipid. Oleh karena itu,
diharapkan sistem imun adaptif dapat lebih mengenali secara spesifik suatu imunogen
sehingga dapat memicu suatu respons imun yang lebih spesifik.
HLA adalah suatu molekul yang akan mempresentasikan fragmen peptida
pada permukaan sel. Fragmen peptida yang dipresentasikan oleh HLA berasal dari
protein eksogen ataupun endogen yang diproses baik melalui jalur endositik (HLA
kelas II) maupun jalur skosolik (HLA kelas I). Fragmen peptida yang dipresentasikan
juga berasal dari protein self dan non-self . Oleh karena proses tadi berjalan secara
terus menerus, maka permukaan sel akan dipenuhi oleh HLA-HLA dengan fragmen
peptidanya masing-masing. Sel-sel yang tidak terinfeksi tentu saja hanya akan
mempresentasikan fragmen-fragmen peptida self. Oleh karena itu, HLA juga bersifat
sebagai pertanda imunogenik di mana memiliki fungsi untuk membedakan antara selsel yang berasal dari diri sendiri (self) dengan sel-sel yang berasal dari
orang lain (non-self) atau disebut sebagai histokompatibilitas. Oleh karena itu, HLA
sering disebut pula Major Histocompatibility Complex (MHC) yang ada pada
manusia. Dasar-dasar pengetahuan mengenai HLA saat ini telah jauh berkembang
seiring dengan semakin majunya ilmu kedokteran transplantasi. Hal ini jugalah yang
mendasari pemikiran-pemikiran mengenai keilmuan imunologi reproduksi.
HLA berdasarkan struktur dan fungsinya terdiri atas 2 kelas, yaitu kelas I dan
kelas II. HLA akan dikoding oleh gen yang terletak pada kromosom no 6 tepatnya
padaregio 6p21.31 (lengan pendek). Paling tidak telah dikenali 20 gen dari HLA kelas
I yang hanya mengoding untuk rantai saja, di mana tiga di antaranya termasuk ke
dalam kelompok HLA klasik/kelas la di antaranya adalah HLA-A, HLA-B, dan HLAC. HLA kelas I yang klasik memiliki fungsi untuk mempresentasikan fragmen
peptida (antigen) kepada sel limfosit T sitotoksik (CD8+) dan biasanya dimiliki oleh
seluruh sel somatik meski ekspresinya akan sangat bervariasi bergantung pada jenis
jaringannya. Selain HLA kelas I klasik, juga terdapat kelompok nonklasik/kelas lb
yang terdiri atas HLA-G, HLA-E, dan HLA-F. HLA non-klasik seperti HLA-G
banyak dibicarakan perannya dalam menentukan keberhasilan kehamilan. Sementara
gen yang akan mengoding HLA kelas II akan mengoding rantai dan dan
penamaannya akan menggunakan 3 huruf:
a. D untuk menyatakan kelas II
b. M, O, P, Q, atau R untuk menunjukkan family
c. A atau B untuk menunjukkan rantai atau
HLA yang sering dikenal adalah HLA-DP, HLA-DQ, dan HLA-DR. HLA
kelas II berfungsi untuk mempresentasikan fragmen peptida (antigen) kepada sel
limfosit T helper (CD4+) dan biasanya di ekspresikan oleh subkelompok dari sel-sel
imun seperti sel dendritik makrofag, limfosit B, limfosit T yang teraktivasi, dan
epitelial timus.8
Tiap
HLA
memiliki
kemampuan untuk
mengikat
fragmen
peptida
3.
ditandai
oleh
toleransi
maternal
dari paternal
major
10
sementara fungsi limfosit mengalami perubahan pada saat kehamilan, tidak terdapat
penekanan respon imun maternal yang meluas. Konsep kontemporer dalam
imunologi reproduktif sekarang menekankan pada sifat kooperatif dari interaksi
antara sel individual dan molekul sistem imun dan janin dalam mengatur hasil luaran
kehamilan. Saat ini perhatian berpusat pada keterkaitan antara sel natural killer dan
kegagalan reproduktif.
Sel natural killer merupakan limfosit yang menjadi bagian dari sistem imun
bawaan. Sel NK dapat dibagi menjadi sel yang ditemukan pada darah perifer dan
yang terdapat pada desidua uterus. Terdapat perbedaan fenotip dan fungsional yang
penting pada kedua tempat ini. Tidak seperti sel NK darah perifer, sel NK uterus
memiliki
kemampuan
membunuh
yang
kecil.
Analisis micro-assayyang
11
12
oleh
pathogen intraseluler
(misal
lepra,
tuberculosis,
malaria,
13
Plasenta bukanlah pembatas antara sel maternal dan janin, dan sel-sel ini
mengalami kontak langsung pada beberapa lokasi, yang mencerminkan hubungan
maternal-fetal. Syncytiotrofoblast, lapisan paling luar dari vili chorionic, melakukan
kontak langsung dengan darah ibu dalam ruang intervilli. Trofoblas ekstravilli dalam
desidua melakukan kontak dengan berbagai macam sel maternal, yang mencakup
makrofag, sel NK uterus, dan sel T. trofoblas endovascular menggantikan sel
endothelial pada arteri spiral maternal dan berkontak langsung dengan darah
maternal. Akhirnya, makrofag janin dan maternal berkontak dengan lapisan chorion
pada membrane janin.5
Mekanisme toleransi imunologi janin harus bekerja pada penghubung janinibu untuk mencegah penolakan pada janin. Sekitar 30% wanita primipara atau
multipara membentuk antibody terhadap HLA janin paternal yang diwariskan.
Persistensi dari antibody-antibodi ini tidak tampak membahayakan janin. Sel fetal
yang persisten dalam ibu dapat memainkan peranan dalam persistensi antibodiantibodi ini, karena pada beberapa wanita antibodinya menetap, sedangkan pada ibu
yang lain antibody ini tidak tampak. Pembentukan antibody IgG terhadap antigen
HLA paternal yang diwariskan berkaitan dengan adanya limfosit T sitotoksik yang
spesifik untuk antigen HLA ini. Limfosit T maternal yang spesifik untuk antigen janin
juga muncul pada saat hamil, tetapi kurang responsive.5
4.1.
14
Trofoblas janin dan sel dalam membrane plasenta berkontak langsung dengan
sel dan darah maternal, dan seharusnya beresiko mengalami penolakan imunologis.
Pengeluaran molekul MHC oleh sel-sel fetal ini pada awalnya sepertinya tidak
menguntungkan yang dapat memicu respon imun yang menolak perlekatan janin
pada uterus. Dari berbagai macam bentuk trofoblas plasenta, hanya sel trofoblas
ekstravilli yang mengeluarkan molekul MHC kelas I (HLA-C, -E, dan G). Berdasarkan ekspresi HLA-nya, populasi sel-sel trofoblas dapat dibagi menjadi 3
populasi, yaitu (a) sel-sel trofoblas yang melapisi ruang intravili. Sel-sel trofoblas di
sini akan langsung mengadakan kontak dengan sel-sel imun maternal dari sirkulasi
maternal, maka sel-sel trofoblasnya tidak akan mengekspresikan HLA kelas I sama
sekali; (b) sel-sel trofoblas endovaskular, yaitu sel-sel trofoblas yang menginvasi
pembuluh darah arteri spiralis. Sel-sel trofoblas di sini akan berkontak dengan sel-sel
imun maternal pada sirkulasi maternal. Namun,bedanya sel-sel trofoblas tersebut
mengekspresikan HLA kelas I, seperti HLA-G, HLA-E, dan HLA-C; dan (c) sel-sel
trofoblas yang akan menginvasi lapisan desidua. Sel-sel ini juga berpotensi untuk
berkontak dengan sel-sel imun maternal yang terdapat pada lapisan desidua. Maka,
sel-sel trofoblas pada lapisan ini juga hanya akan mengekspresikan HLA-G, HLA-E,
dan HLA-C.12
Karena distribusinya yang unik pada jaringan trofoblastik janin, HLA-G
diperkirakan menjadi komponen yang penting dalam toleransi janin. Meskipun fungsi
pasti dari HLA-G masih belum diketahui, bukti menunjukkan bahwa HLA-G
melindungi sitotrofoblast invasif agar tidak dibunuh oleh sel NK-uterus. HLA-G,
15
4.2.
paternal tertentu. Hal ini telah diperlihatkan pada tikus betina yang disensitisasi untuk
16
mengenali antigen paternal sebelum hamil. Tikus betina menjadi toleran terhadap
antigen paternal yang sama yang dikeluarkan oleh janin yang sebelumnya telah
dikenali dan dihancurkan. Oleh karena itu harus terdapat beberapa mekanisme untuk
menekan respon sel T maternal.
Sebuah populasi special dari sel T, yang disebut sel T pengatur, menekan
respon imun terhadap antigen tertentu dan meningkat dalam sirkulasi maternal pada
wanita dan tikus betina pada saat hamil. Sel T pengatur (CD4+ CD25+) terutama
berperan untuk mencegah respon autoimun yang terjadi jika sel T self-reactive keluar
dari timus pada saat perkembangan sel yang normal. Mekanisme penekanan sel T
pengatur pada respon sel T masih belum diketahui tetapi mungkin melibatkan kontak
sel secara langsung atau menghasilkan sitokin anti-peradangan.4
Cara lain untuk menekan sel T maternal pada penghubung maternal-fetal
melibatkan deplesi triptofan oleh indoleamine 2,3 dioxygenase (IDO), sebuah enzim
yang mengkatabolisasikan triptofan. IDO dalam keadaan normal berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan antimikroba bawaan dengan cara memungkinkan sel untuk
menghapus triptofan dari kelompok intraseluler atau lingkungan mikro lokal. IDO
dipertimbangkan berperan untuk membuat sel T menjadi kurang responsive pada saat
hamil, karena triptofan adalah sebuah asam amino essensial untuk fungsi sel T.5
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Anantyo
Kedokteran
Binarso
M,Kristanto
H.Imonologi
dalam
Fetomaternal.Surabaya:Himpunan
kehamilan.Dalam:Ilmu
Kedoktaran
Fetomaternal
H. Maternal
Immune
Response
to
Pregnancy.
Available
18
19