PENDAHULUAN
3 Koenjaraningrat, kamus istilah antropologi, (Jakarta: progress dan pusat bahasa departemen pendidikan
nasional, 2003) hal 2
lingkungan sosial yang dia hadapi, oleh sebab itu upacara peralihan (rites de
passage) dimaksudkan untuk menolak bahaya gaib yang mengancam individu
tersebut. Namun, suatu kebudayaan antara suatu tempat dengan tempat yang
lainnya memiliki perbedaan. Walaupun upacara pada saat peralihan bersifat
universal atau menyeluruh hampir semua kebudayaan diseluruh dunia, hanya saja
tidak semua peralihan dianggap sama pentingnya dalam semua kebudayaan.7
Salah satu peralihan yang sangat penting pada life cycle dari semua
manusia diseluruh dunia adalah masa peralihan dari tingkat hidup remaja
ketingkat berkeluarga, yaitu perkawinan.8 Perkawinan merupakan sesuatu yang
sangat penting dalam kehidupan manusia karena perkawinan bukan hanya
merupakan peristiwa yang harus ditempuh atau dijalani oleh dua individu yang
berlainan jenis kelamin, tetapi lebih jauh adalah perkawinan sesungguhnya proses
yang melibatkan beban dan tanggung jawab dari banyak orang, baik itu tanggung
jawab keluarga, kaum kerabat bahkan kesaksian dari seluruh masyarakat yang ada
dilingkungannya.
Berdasarkan Undang- Undang Nomor 1 tahun 1974 pada pasal 1
menegaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang
priadengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.9
9 E- jurnal Adil Niat Gulo, Degradasi Budaya Dalam Upacara Perkawinan Masyarakat nias di Denpasar,
Fakultas Sastra Universitas Udayana
13 E Jounal Mister Rokib, Larangan Kawin Satu Suku, Pekan Baru, Riau, Indonesia, Sunday, may 26,
2013. http://mister rokib.blogspot.com/2013/05/ ejournal tentang-larangan-kawin-satu suku.html
yang bukan orang Batak Toba tidak diakui dalam adat orang Batak Toba. Apabila
seseorang yang ingin menikah dengan orang Batak Toba, harus masuk kedalam
masyarakat Batak Toba terlebih dahulu, dan menjadi bagian dari orang Batak
Toba yang dilakukan melalui pemberian marga kepadanya. Dalam hal orang/suku
Batak menganut sistem endogami kesukuan, artinya suku Batak hanya
diperbolehkan menikah dengan orang Batak.14
Selanjutnya, pada etnis Bali dikenal dan diakui adanya sistem warna
(wangsa). Sistem warna (wangsa atau kasta) ini dibedakan menjadi empat (catur
warna) yang meliputi: warna Brahmana15, Ksatria16, Waisya17, dan Sudra18. Sistem
warna ini dahulu disebut sistem kasta Sistem warna (wangsa) sangat berkaitan
dalam masyarakat, seperti dalam hal pelaksanaan perkawinan karena pawiwahan
yang dianggap ideal dalam masyarakat adat di Bali adalah perkawinan endogami
warna (kasta).19 Dalam hal ini etnis Bali/suku Bali menganut sistem endogami
14 E Journal Helga Septiani Manik, makna dan fungsi tradisi sinamot dalam adat sukubangsa batak toba
di perantauan surabaya, Biokultur, Vol.I/no.1/Januari-Juni2112, hal. 20
15 Warna Brahmana: Disimbulkan dengan warna putih, adalah golongan fungsional di dalam masyarakat
yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kerohanian keagamaan.
16 Warna Ksatrya: Disimbulkan dengan warna merah adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang
setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kepemimpinan, keperwiraan
dan pertahanan keamanan negara.
17 Warna Wesya: Disimbulkan dengan warna kuning adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang
setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang kesejahteraan masyarakat (perekonomian,
perindustrian, dan lain- lain).
18 Warna Sudra: Disimbulkan dengan warna hitam adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang
setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang ketenagakerjaan.
kekastaan, dimana etnis Bali hanya diperboleh menikah sekasta dan tidak boleh
menikah berlainan kasta.
Pada agam Islam ada beberapa syarat dan ketentuan dalam melaksanakan
perkawinan. Hal ini tertera pada QS. An-Nisa ayat 23 yang artinya:
Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu
yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudarasaudara ibumu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudaramu
yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara
perempuan sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari
istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang kamu
campuri. Tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah
kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan
diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan
(diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang
bersaudara.
(QS. An-Nisa : 23)
20 Exogami adalah suatu larangan menikah pada luar batas suatu lingkungan tertentu.
21 Endogamiadalah suatu pembatasan jodoh yang mengharuskan menikah dalam batas lingkungan tertentu.
Lihat Koentjraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial,( Jakarta: Dian Rakyat, 1992), Hal . 95
setelah menikah. Kondisi ini telah terjadi dalam waktu cukup lama dan sudah
melahirkan keturunan.
Berdasarkan fenomena ini penulis merasa tertarik untuk melakukan kajian
tentang perkawinan campuran antara Etnis Melayu Islam dengan Etnis Bali yang
beragama Hindu, dengan judul perkawinan campuran antara Etnis Bali dengan
Etnis Melayu Kecamatan Nibung Sp IX dan SP X, Kabupaten Musi Rawas Utara.
Povinsi Sumatera Selatan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi pokok-pokok permasalahan
dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Mengapa masyarakat melakukan perkawinan campuran Etnis Bali
dengan Etnis Melayu Kecamatan Nibung, Sp IX dan Sp X, Kabupaten
Musi Rawas Utara, Povinsi Sumatera Selatan?
2. Bagaimana proses perkawinan campuran Etnis Bali dengan Etnis
Melayu di Kecamatan Nibung, Kabupaten Musi Rawas Utara, Povinsi
Sumatera Selatan?
3. Apa kendala dari perkawinan campuran Etnis Bali dengan Etnis
Melayu di Kecamatan Nibung Sp IX dan Sp X, Kabupaten Kabupaten
Musi Rawas Utara, Povinsi Sumatera Selatan?
C. Batasan Masalah
9
mengetahui
pelaksanaan
perkawinan
campuran
antaraetnis
11
a.
b.
c.
d.
e.
12
dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu berdasarkan adat tata
kelakuan.
Adat adalah aturan (perbuatan dan sebagainya) yang lazim diturut atau
dilakukan sejak dahulu kala; cara ( kelakuan dan sebagainya) yang sudah menjadi
kebiasaan; wujud gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai budaya, norma,
hukum dan aturan-aturan yang satu dengan yang lainnya berkaitan menjadi satu
sistem.28
Adat dapat dikatakan sebagai suatu sikap dan cara berfikir serta bertindak
yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara
turun menurun yang terdapat dalam masyarakat. 29 Dengan kata lain, adat adalah
wujud ideal dari kebudayaan.30
Dapat disimpulkan bahwa kebudayaan itu mengarah kepada berbagai aspek
kehidupan, yang meliputi cara berlagu, kepercayan dan sikap-sikap, serta hasil
dari kegiatan manusia yang khas yang dipelajari untuk suatu masyarakat atau
kelompok penduduk tertentu.
2. Etnis Melayu Jambi (suku Melayu)
Daerah Jambi, sudah sejak zaman dahulu didiami penduduk yang
heterogen. Penduduk heterogen Kesultanan Jambi tersebut terdiri dari:
1. Orang Melayu: keluarga Sultan, kelompok Bangsa XII, dan rakyat biasa
2. Batin
3. Penghulu
28 Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka,
1995), h. 6
29 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995)
30 Koentjaraningrat, kebudayaan mentalitas dan pembangunan, (jakarta: Renika Cipta, 1996), h. 20
13
4.
5.
6.
7.
8.
Kubu
Penduduk Tungkal
Orang Laut
Orang Arab
Orang Cina
Orang Melayu berada tersebar disepanjang aliran Sungai Batanghari, dari
muara Tebo sampai muara sabak yang termasuk dalam kekuasaan kesultanan
Jambi. Daerah kekuasaan Sultan dibedakan antara tanah nan berjenang dan tanah
nan berajo.31
Tanah nan berjenang yaitu tanah yang berada dibawah pemerintahan seorang
jenang. Tanah nan berjenang meliputi beberapa daerah di dataran tinggi Jambi di
luar area Batanghari. Penduduk di daerah ini terdiri dari orang Batin dan orang
Penghulu, orang Rawas yang berada di sepanjang sungai Tembesi, sebagian dari
suku Anak Dalam di tepi Timur sungai Tembesi, dan penduduk Meranginn.
Penduduk daerah ini harus membayar jajah pada Sultan.32
Penduduk bermukim pertama, penduduk bermukim di tanah nan berajo, yaitu
daeras teras kerajaan yang didiami oleh bangsa XII. Kedua, penduduk yang
bermukim di tanah nan berjenang meliputi beberapa derah di dataran tinggi Jambi
di luar area Batanghari. Penduduk daerah ini terdiri dari: orang Batin, orang
penghulu, orang Rawas yang bersal dari Palembang, orang Kubu (suku anak
Dalam), penduduk Merangin dan penduduk Tungkal. Penduduk daerah ini harus
membayar jajah pada Sultan.33
31 Linda Yanti, Dkk, Menuju Integrasi Nasional, (Yogyakarta: Andi Offset, 2013), Hal . 57
32 Ibid , Hal. 58
33 Lindayanti Dkk, Jambi Dalam Sejarah 1500-1942, (Jambi : Haritage, 2013) Hal. 13
14
15
16
laki-laki
istri
(mak
dengan
ngad).
Hal
itu
akan
35 http://sosiologies.blogspot.com/2013/05/suku-bali.html
17
marga yang sama, maka kita menyebut hal itu exogami marga;
Kalau orang dilarang kawin dengan semua orang yang hidup dalam
desanya sendiri, maka kita menyebut hal itu exogami desa.
37 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Piqih Munakahat, ( Jakarta: Amzah, 2009), Hal. 36
18
sendiri, maka kita bicara tentang adanya dalam masyarakat India itu endogami
kasta, dsb.
Istilah endogami adalah istilah sumbang, atau dalam bahasa asing incest.
Sumbang atau incest timbul kalau adat exogami dalam suatu masyarakat ada adat
exogami keluarga inti (artinya orang dilarang kawin dengan saudara
sekandungnya), tetapi orang toh kawin atau bersetubuh dengan saudara
sekandungnya, maka orang itu melakukan sumbang. Demikian pula kalau di
dalam suatu masyarakat ada adat exogami marga, tetapi orang toh kawin atau
bersetubuh dengan gadis semarga, maka orang itu disebut telah melakukan
sumbang juga.38
c. Pola Menetap Setelah Menikah
Didalam Pokok-Pokok Ilmu Antropologi Sosial ada tujuh adat menetap
sesudah nikah yaitu:
38 Koentjraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial,( Jakarta: Dian Rakyat, 1992), Hal . 95
19
20
imam
Syafii
memahami
istilah
ahlul
kitab,
21
kamu) pada ayat yang memboleh perkawinan itu. Menurut AlMaududi diperluas lagi oleh Mujtahid (pakar-pakar hukum)
kontemporer, sehingga mencakup pula penganut agama Budha
dan Hindu dan dengan demikian wanita-wanita mereka pun
boleh di nikahi oleh pria muslim, karena mereka juga telah
diberikan kitab suci (samawi).41
6. Perkawinan dalam Hukum Adat
Perkawinan menurut hukum adat Jambi tidak kaku dan
terlalu terikat pada sesuku.Dalam adat Jambi tidak ada larangan
kawin antara kedua orang sesuku.Dan tak ada ketentuan bahwa
anak-anak yang lahir dari perkawinan itu harus mengikuti garis
keturunan ayah atau ibu saja.Pada masyarakat adat Jambi,
keturunan itu bisa saja mengikuti garis keturunan ayah atau ibu,
dengan kata lain bersifat bilateral.Seperti diuraikan terdahulu,
perkawinan menimbulkan kewajiban-kewajiban bagi kedua belah
pihak, yaitu tidak saja antara bujang dan gadis yang menikah,
tetapi juga mengikut kedua belah pihak sanak famili. Dalam adat
ditentukan apa yang menjadi kewajiban suami dan apa pula yang
menjadi kewajiban isteri, begitu pula kedua belah pihak orang
tua mereka.42
41 Baharuddin Ahmad Dkk, Nikah Beda Agama Di Indonesia, (Ciputat Tanggerang Selatan: Referensi,
2013), Hal. 89
42 Lembaga Adat Propinsi Jambi, Buku Pedoman Adat Jambi, Jambi: 1993, Hal. 43
22
dalam
perkawinan.Keabsahan
dipenuhinya
masyarakat
Indonesia
perkawinan
syarat-syarat
perkawinan,
dalam
ditentukan
baik
syarat
hal
dengan
materil
dan
43 Baharuddin Ahmad Dkk, Nikah Beda Agama Di Indonesia, (Ciputat Tanggerang Selatan:
Referensi, 2013), Hal. 122
23
Artinya :
Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya
maha
mengetahui
lagi
maha
Allah
mengenal.(QS.
Al-
Hujurat: 13).
Berdasarkan uraian diatas bahwasanya Allah itu menciptakan manusia bermacammacam suku dan berbangsa-bangsa, sehingga saling kenal dan mengenal antar
suku bangsa. Sesungguhnya Allah itu maha mengetahui lagi maha mengenal.
BAB II
METODE PENELITIAN
24
A. Lingkup Penelitian
Penelitian ini di lakukan di Kecamatan Nibung. Khususnya pada Etnis
Bali yang melakukan perkawinan campuran dengan Etnis Melayu. Penelitian ini
merupakan kajian etnografi yang berbentuk deskriptif
kualitatif. Deskriptif
adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan
sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti.44
44 Rouni Kountur, Metode Penelitian Untuk Penyusunan Skripsi dan Thesis, (Jakarta : Buana Printing,
2009), h. 108
45 Mukhtar, Bimbingan Skripsi, Thesis dan Artikel Ilmiah, (Jambi: Sulthan Thaha Press, 2007), h.87
25
Data
sekunder
adalah
data
yang
bukan
diusahakan
sendiri
pengumpulannya oleh penelitian, misalnya dari majalah, Koran keteranganketerangan atau publikasi lainnya.46
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari
sumbernya.Data sekunder yang dimaksud adalah data yang diperoleh dari data
yang sudah terdokumentasi dan mempunyai hubungan dengan permasalahan di
teliti.Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah histori, geografis Etnis
Bali di Kecamatan Nibung, dan keadaan sosial masyarakat.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam rangka memperoleh data yang diperlukan untuk penulisan skripsi
ini, ada beberapa metode yang peneliti gunakan untuk pengumpulan data.Dan
instrument pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara, observasi dan dokumentasi.
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.47
Wawancara merupakan wahana strategis pengambilan data yang
memerlukan kejelian dan teknik-teknik tertentu. Dalam pengumpulan data ini,
penulis
menggunakan
utuk
wawancara
terstruktur
dan
tidak
26
49Ibid., h. 213
50 Suharsimi Arikunto, prosedur penelian, (Jakarta: rineka cipta, 2006), h.158
27
28
2. Penyajian data
53 Suwardi Endraswara, Metode Teori Tekhnik Penelitian Kebudayaan, ( Yogyakarta: Pustaka Widyatama,
2006), Hal. 115
54.Suwardi Endaswara, Metode teori teknik Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama,
2006), Hal. 215.
29
Pada penelitian kualitatif ini penyajian data bisa di lakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya.
3. Pengambilan Kesimpulan dan Verivikasi
Kesimpulan awal yang di kemukakan masih bersifat sementara dan akan
berubah apabila tidak di temukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya.
F. Tringulasi Data
Tringulasi data adalah tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data.56
Penelitian dengan sumber ini dapat di lakukan dengan cara:
a) Membandingkan data hasil
wawancara.
b) Membandingkan apa yang di katakan orang di depan umum
dengan apa yang di katakan secara pribadi
c) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang
situasi peneliti dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.
d) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa,
orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada
atau orang pemerinta.
e) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang berkaitan.
G. Jadwal Penelitian
Penelitian di lakukan dengan pembuatan proposal, kemudian di lanjutkan
dengan perbaikan hasil seminar proposal skripsi.Setelah pengesahan judul dan
56 Ibid.Hlm. 330
30
riset, maka penulis mengadakan pengumpulan data, perivikasi, dan analisis data
dalam waktu berurutan. Hasil penulis akan berkonsultasi kepada dosen
pembimbing sebelum di ajukan sidang munaqasah nantinya. Hasil sidang
munaqasah di lanjutkan dengan perbaikan dan pengadaan laporan skripsi .
31
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
57 Dokumentasi Camat Nibung, Selayang Pandang Kecamatan Nibung Kabupaten Musi Rawas Utara,
2015
33
orang
Bali
mendengar
bahwa
ada
pengangkatan
lemah
mereka
siap-siap
untuk
mengurus
terpisah
menjadi
Kabupaten
Musi
Rawas
Utara.
untuk
merubah
hidup
dan
mengadu
nasib,
58 Hasil Wawancara Pak Wayan Agus selaku Mantan Ketua Organisasi Etnis Bali, (Rabu, 25 Maret, 2015)
Pukul. 16.00 Wib
59Hasil Wawancara Pak Wayan Muko Selaku Wakil Lurah di Kecamatan Nibung, (Kamis, 07 Mei, 2015)
Pukul. 11.00 Wib
34
lemah
sehingga
kami
bertransmigrasi
untuk
bangunan
dan
sebagainya.Untuk
itu
kami
ingin
B. Keadaan Geografis
Kecamatan Nibung berada dibagian Utara Kabupaten Musi
Rawas Utara, secara astronomis terletak pada posisi 102 0700
- 1034000 BT dan 22000 - 33800 LS. Kecamatan
Nibung mempunyai luas wilayah 60.292,6 M2 dengan batasbatas sebagai berikut:
Sebelah
Sebelah
Sebelah
Sebelah
Asin
35
berperan
sebagai
fasilitator
penyelenggaraan
pembinaan
dan
pengawasan
Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa.
3. Tugas dan peran Camat diwadahi dalam rangka pelimahan
sebagai urusan Pemerintahan kepada Camat.
Dalam pelayan masyarakat saat di kantor Camat Nibung
secara struktur masih ada kekosongan jabatan yakni Kasi
60 Dokumentasi Camat Nibung, Selayang Pandang Kecamatan Nibung Kabupaten Musi Rawas Utara,
2015
36
Kesejahteraan
Sosial,
Kasi
Ketentraman
Ketertiban
dan
61 Dokumentasi Camat Nibung, Selayang Pandang Kecamatan Nibung Kabupaten Musi Rawas Utara,
2015
37
penambahan
di
Kantor
Camat
Nibung,
yang
tentunya
proses
No
Uru
t
1
1
2
3
4
5
6
Nama Desa
2
Kl. Karya
Makmur
Desa Tebing
Tinggi
Jadi Mulya
Bumi Makmur
Sumber Sari
Krani Jaya
Jmlh
KK
Jumlah
kepadat
an
3
976
Lakilaki
4
1.776
Perempu
an
5
1.683
395
1.045
359
1.121
435
456
418
2.201
663
901
L+P
6
3.459
7
1,41
932
1.977
8,06
383
1.964
570
784
801
4.165
1.233
1.685
10,26
1,53
1
6,77
62 Dokumentasi Camat Nibung, Selayang Pandang Kecamatan Nibung Kabupaten Musi Rawas
Utara, 2015
38
7
8
9
10
11
Sumber Makmur
Mulya Jaya
Srijaya Makmur
Kelumpang Jaya
Jadi Mulya I
Jumlah
915
466
791
452
402
6.769
1.657
765
1.689
979
785
12.879
1.531
814
1.518
905
797
11.881
3,188
1.579
3.207
1.884
1.582
24.760
8,76
8,49
1,06
6,77
2,03
4,11
.
Berdasarkan data di atas maka jumlah KK di Desa Muliya
Jaya berjumlah 466 KK, dengan jumlah Laki 765 dan jumlah
perempuan
814,
dengan
jumlah
keseluruhan
1579
dan
39
di Desa
lembaga
pendidikan
Negeri
dan
Swasta
dan
63 Hasil Wawancara dengan Pak Sekcam Nibung, (Jumat, 20 Maret 2015) pukul 10 Wib
64 Hasil Wawancara Pak Wayan Muko Selaku Wakil Lurah di Kecamatan Nibung, (Kamis, 07 Mei, 2015)
Pukul. 11.00 Wib
65 Hasil Wawancara dengan Pak M. Fatkhan. SE selaku wakil kades Sp X di Kecamatan Nibung, (Kamis,
07 Mei 2015)
40
No
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
bagi
manusia
untuk
mendapatkan
sesuatu
yang
41
42
67 Hasil Wawancara Pak Wayan Agus Selaku Mantan Ketua Organisasi Etnis Bali, (Rabu, 25 Maret, 2015)
Pukul. 16.00 Wib
43
44
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Faktor-Faktor yang Melatar Belakangi Terjadinya
Perkawinan Campuran.
Dalam perkawinan campuran, terdapat beberapa faktor
yang melatar belakangi terjadinya perkawinan campuran yaitu:
Pertama Faktor Adat Dinamis, Kedua Faktor Lingkungan.
1. Faktor Adat Dinamis (Tidak Mengikat).
45
Faktor
adat
dinamis
adalah
faktor
adat
yang
tidak
Bali
dan
juga
orang-orang
yang
sederajat
dengan
46
pada
lingkungan
dan
perubahan
zaman.
Sebagaimana
dan
juga
mantan
ketua
organisasi
Bali
berikut
pernyataannya:
Kalau dulu adat Bali memang tidak boleh menikah antara
kasta Sudra dengan kasta Brahmana karena merupakan
tidak sederajat, tetapi sekarang ya mau gimana lagi tetap
terjadi dia yang nama suka sama suka. Beda dengan yang
dulunya, kalau dulu kan sistem kerajaan, tetapi sekarang
zaman sudah berubah jadi transparan sudah gak ada lagi
kalangan mana kalau dia sudah mau ya jadi. Kalau dulu
memang gak bisa sama sekali, orang mau ketemu gak
71 Hasil Wawancara Pak Wayan Muka selaku Wakil Lurah dan Sekretaris Parisada etnis Bali,
(Kamis, 07 Mei, 2015) Pukul. 11.00 Wib
47
Jadi
dari
beberapa
pernyataan
diatas
dapat
penulis
kasta,
maksudnya
dalam
hal
tidak dibolehkan
perkawinan
dan
48
keturunan itu bisa saja mengikuti garis keturunan ayah atau ibu,
dengan kata lain bersifat bilateral. 73Artinya perkawinan itu tidak
berdasarkan satu suku saja, tetapi boleh menikah dengan suku
yang lain asalkan memeluk agama yang sama. Menurut cerita
Ibu Wama selaku warga Nibung Sp X, menjelaskan bahwa:
Orang Melayu disini menikah tidak mesti sesama orang
Melayu saja, boleh dengan agama lain asalkan satu agama.
Misalkan beda etnis, etnis Melayu yang beragama Islam
dengan etnis Bali yang beragama Hindu, dalam proses
pernikahan mereka harus memeluk satu agama.74
tidak mesti sesuku saja. Boleh menikah dengan suku yang lain
asalkan satu agama.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor terjadinya
perkawinan campuran di Kecamatan Nibung, Sp IX dan Sp X hal
ini dikarenakan adanya proses intraksi sosial dalam masyarakat,
salah satunya intraksi sosial antara etnis Bali dengan etnis
Melayu. Di Kecamatan Nibung mayoritasnya etnis Melayu, dalam
kesehariannya berdampingan dengan etnis Bali dimana kedua
73 Lembaga Adat Provisi Jambi, Buku Pedoman Adat Jambi, (Jambi: 1993), Hal. 44
74 Hasil Wawancara dengan Bu Wama, (Kamis, 07 Mei 2015) Pukul 2. 30 Wib
49
etnis
tersebut
saling
membutuhkan
untuk
mewujudkan
sehingga
cara
secara
tidak
kehidupan
langsung
yang
ada
kesehariannya
disekelilingnya.
75 Hasil Wawancara Pak Agus Selaku Mantan Ketua Organisasi Etnis Bali, (Rabu, 25 Maret, 2015) Pukul.
16.00 Wib
50
76 Hasil Wawancara Pak Wayan Muka selaku Wakil Lurah dan Sekretaris Parisada etnis Bali, (Kamis, 07
Mei, 2015) Pukul. 11.00 Wib
51
52
53
1. Melamar
Melamar merupakan proses awal terciptanya hubungan
yang akrab, serasi, persesuaian antara laki-laki dan perempuan
untuk menentukan atau menetapkan pilihannya menuju jenjang
perkawinan. Artinya ketika hendak melakukan perkawinan tentu
adanya perundingan atau biasa dikenal dengan (melamar)
antara kedua belah pihak.
a. Proses Melamar dalam Etnis Melayu
Di Kecamatan Nibung proses melamarnya hampir sama
dengan proses lamaran di Provinsi Jambi. Dimana, masyarakat
Provinsi Jambi sebelum masuk rumah dan memulai pembicaraan
kedua belah pihak mempelai, nenek mamaknya berbalas pantun
atau seloko-seloko. Sedangkan pada masyarakat Nibung, proses
lamarannya tidak menggunakan pantun atau seloko-seloko.
Sebagaimana yang telah di nyatakan oleh Bu Wama salah
seorang warga Nibung bahwa:
Sebelah laki-laki datang bersama perangkat Desa
kerumah keluarga perempuan, dengan tujuan untuk
meminang perempuan tersebut, apabila disetujui maka
dari pihak laki-laki memberi tanda sebagai ikatan berupa
cincin emas dengan tujuan bahwasanya si perempuan itu
sudah di lamaratau di pinang. Jika suatu hari terjadi
masalah yang berujung terjadinya gagal terjadinya
pernikahan dikarenakan salah satu calon mempelai
bertingkah atau melanggar aturan yang menyebabkan
tidak
terjadinya
pernikahan
maka
di
kenakan
sangsi/hukum.Sangsi
tersebut
berupa,
apabila
si
perempuan melanggar atau membatalkan terjadinya
pernikahan maka si perempuan membayar dua kali lipat
yang telah diberikan oleh laki-laki, tetapi apabila laki-laki
membatalkan terjadinya pernikahan maka apa yang telah
54
dari
beberapa
penjelasan
diatas,
dapat
penulis
simpulkan bahwa proses melamar pada etnis Melayu. Pihak lakilaki beserta nenek mamak dan perwakilan dari perangkat Desa,
datang ketempat perempuan yang ingin dilamar.Jika orang tua
perempuan menyetujui, maka pihak laki-laki memberi tanda
berupa cincin ataupun uang.Dengan adanya tanda seperti itu,
apabila laki-laki yang meyebabkan batalkan pernikahan maka
tanda yang diberikannya hilang begitu saja.Dan apabila si
55
perempuan
yang
membatalkannya
maka
si
perempuan
56
84 Hasil Wawancara Pak Agus Selaku Mantan Ketua Organisasi Etnis Bali, (Rabu, 25 Maret, 2015) Pukul.
16.00 Wib
57
kedua
melamar.Tahap
dia
menentukan
ketiga
yaitu
hari,
sesudah
kapan
dia
melamar
dia
datang
baru
58
86 Hasil Wawancara dengan Pak Edi Sudarso selaku Kadus di Desa Srijaya Makmur, (Kamis, 07 Mei 2015)
59
Akad Nikah
Akad nikah adalah ijab dan qabul dimana keduanya ada
tulisan
atau
isyarat
yang
mengungkapkan
adanya
keinginan terjadi akad, baik salah satunya dari piahak suami atau
dari istri. Sedangkan qabul adalah pernyataan yang datang dari
pihak kedua baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang
mengungkapkan persetujuan dan ridhanya.
Berdasarkan
dari
penjesan
diatas,
ijab
tidak
dapat
pelaksanaannya
pengantin
laki-laki
duduk
bersila
siap
melaksanakan akad nikah.Acara akad nikah dimulai dengan pembacaan ayat suci
Al-Quran
yang
dilanjutkan
dengan
pemeriksaan
berkas
pernikahan,
pengantin
perempuan
menyerahkan
perwalian
kepada
imam
61
62
63
penjelasan
di
atas,
dalam
perkawinan
89 Hasil Wawancara Pak Agus Selaku Mantan Ketua Organisasi Etnis Bali, (Rabu, 25 Maret, 2015) Pukul.
16.00 Wib
64
3. Pesta Perkawinan
Pesta kawinan adalah suatu acara atau upacara dengan
mengumpulkan orang banyak bahwasanya dengan diadakannya
pesta perkawinan untuk mengabari kepada seluruh masyarakat
sanak
family
didalam
keluarga
tersebut
telah
melakukan
65
masyarakat
kecil
(menengah
kebawah),
kedua
66
Nista
adalah
sekedar
membuat
sesajen-sesajen,
undangan
lebih
banyak
dari
Nista
namun,
isi
itu
adalah
masyarakat
besar
artinya
kalangan
67
adat
dan
setempat.Penganten
hiasan
sesuai
laki-laki
dengan
sebelum
pakaian
diarak
dan
adat
duduk
menggunakan
upacara-upacara
ritual
pada
saat
dan
mendudukkan
sepasang
pengantin
dinobatkan
sebagai raja dan ratu sehari, dengan memakai pakaian adat dan
hiasan sesuai dengan pakaian adat setempat.
68
dalam agama
Jadi
secara
tidak
langsung
pada
pesta
perkawinan
69
etnis
Bali
yang
melakukan
perkawinan
70
rumah
mengizinkan
tetapi
kami
orang
pindah.
tua
suami
saya
tidak
Orang
tua
suami
saya
96
71
Jadi
dari
beberapa
penjelasan
diatas
dapat
penulis
proses
pernikahan,
proses
tersebut
adat
adalah
pernikahan,
proses
proses
adat
adat
sebelum
setelah
72
73
Jadi
dari
beberapa
penjelasan
diatas,
dapat
penulis
simpulkan bahwa proses melamar pada etnis Melayu. Pihak lakilaki beserta nenek mamak dan perwakilan dari perangkat Desa,
datang ketempat perempuan yang ingin dilamar.Jika orang tua
perempuan menyetujui, maka pihak laki-laki memberi tanda
berupa cincin ataupun uang. Dengan adanya tanda seperti itu,
apabila laki-laki yang meyebabkan batalkan pernikahan maka
tanda yang diberikannya hilang begitu saja.Dan apabila si
perempuan
yang
membatalkannya
maka
si
perempuan
mengganti dua kali lipat. Jadi setelah di lamar oleh etnis Bali,
mereka
tidak
lagi
menggunakan
adat
Melayu
tetapi
74
75
76
mengambil
perempuan
dan
diajak
kerumah
laki-laki
102 Ida Ayu Putu Surayin, Manusa Yajna, (Surabaya: Paramita Surabaya, 2002), Hal 7
77
bulan), upacara menek deha (akil balig). Upacara ini terbagi dua
pertama upacara tingkatan kecil dan upacara yang lebih besar.
a) Dalam Upacara Tingkatan Kecil Sediakan Teledan.
Raka-raka selengkapnya.
Nasinya:
-
selengkapnya.
Kojong rangkadan kacang saur.
Sampiyannya:
-
Jeet guak.
Canang sari/atau canang genten.
1 buah penyeneng.
Raka-raka.
1 tumpeng nasi putih
Kojong rangkadan.
Sampiyannya jeet guak, sesedep, dan canang sari
Untuk menentukan upacara tersebut disesuaikan dengan
batas
kemampuan
sesorang,
kalau
orang
itu
mampunya
78
Agus salah seorang etnis Bali dan juga mantan ketua organisasi
Bali dia mengatakan bahwa:
Upacara bayi lahir dilakukan apabila etnis yang bukan dari
etnis Bali terutama etnis Melayu yang ingin menikah
dengan etnis Bali setelah proses lamaran diterima maka
diwajibkan mengikuti upacara bayi lahir (pembersihan diri)
mulai dari lahir sampai dia menikah dan juga langsung
pemberian nama kami Bali, misalkan namanya Ijayanti
setelah melakukan upacara bayi lahir namanya diganti
menjadi Kadek Suparti. Untuk menentukan upacaranya
tergantung pada kemampuan pihak laki-laki kalau dia
mampu melakukan upacara yang besar ya lakukan yang
besar tetapi kalau dia tidak mampu yang besar cukup
upacara yang kecil saja.103
Dari penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa setiap
etnis
yang
bukan
dari
etnis
Bali
yang
ingin
melakukan
103 Hasil Wawancara Pak Agus Selaku Mantan Ketua Organisasi Etnis Bali, (Jumat, 11 September, 2015)
Pukul. 9.30 Wib
79
bayi
dari
segala
noda
dan
kotoran,
juga
bertujuan
80
merupakan
Hindu.104
syarat
syahnya
menikah
denga
agama
kemudian
dilakukan
upacara
agar
bayi
tersebut
81
82
2. Akad Nikah
Akad nikah adalah ijab dan qabul dimana keduanya ada
keterkaitan antara satu dengan yang lain. Keduanya mempunyai
arti membantu maksud berdua dan menunjukkan tercapainya
ridha secara batin.
Maksud ijab dalam akad nikah seperti ijab dalam berbagai
transaksi lain yaitu pernyataan yang keluar dari dari salah satu
pihak yang mengadakan akad atau taransaksi, baik berupa katakata,
tulisan
atau
isyarat
yang
mengungkapkan
adanya
keinginan terjadi akad, baik salah satunya dari piahak suami atau
dari istri. Sedangkan qabul adalah pernyataan yang datang dari
pihak kedua baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang
mengungkapkan persetujuan dan ridhanya.
Berdasarkan
dari
penjesan
diatas,
ijab
tidak
dapat
83
pelaksanaannya
pengantin
laki-laki
duduk
bersila
siap
melaksanakan akad nikah.Acara akad nikah dimulai dengan pembacaan ayat suci
Al-Quran
yang
dilanjutkan
dengan
pemeriksaan
berkas
pernikahan,
pengantin
perempuan
menyerahkan
perwalian
kepada
imam
84
106 Hasil Wawancara dengan Pak Edi Sudarso selaku Kadus di Desa Srijaya Makmur, (Kamis, 07 Mei
2015)
85
penjelasan
di
atas,
dalam
perkawinan
agama
Hindu
dan
juga
didalam
agama
Hindu
108 Hasil Wawancara Pak Agus Selaku Mantan Ketua Organisasi Etnis Bali, (Rabu, 25 Maret, 2015)
Pukul. 16.00 Wib
109 Hasil Wawancara Pak Wayan Muka selaku Wakil Lurah dan Sekretaris Parisada etnis Bali, (Kamis, 07
Mei, 2015) Pukul. 11.00 Wib
87
melakukan
akad
nikah
menggunakan
adat
Bali.
3.
Pesta Perkawinan
Pesta kawinan adalah suatu acara atau upacara dengan
family
didalam
keluarga
tersebut
telah
110 Hasil wawancara dengan Bu Ijayanti (Kadek Suparti), (Jumat, 11 September 2015)
88
melakukan
89
mereka
menggunakan
upacara-upacara
ritual
pada
saat
dan
mendudukkan
sepasang
pengantin
dinobatkan
sebagai raja dan ratu sehari, dengan memakai pakaian adat dan
hiasan sesuai dengan pakaian adat setempat.
masyarakat
kecil
(menengah
kebawah),
kedua
90
Nista
adalah
sekedar
membuat
sesajen-sesajen,
undangan
lebih
banyak
dari
Nista
namun,
isi
itu
adalah
masyarakat
besar
artinya
kalangan
91
Jadi
secara
tidak
langsung
pada
pesta
perkawinan
113 Hasil wawancara dengan Bu Ijayanti (Kadek Suparti), (Jumat, 11 September 2015)
92
pesta
perkawinan
campuran,
lebih
cendrung
4.
93
dari orang tua suami saya. Makanya orang tua suami saya
tidak mengizinkan kami pindah dari rumahnya..
115
kerabat
suami.
Karena
sang
istri
setelah
menikah
94
hal
perbedaan
agama
ketika
hendak
melakukan
116 Hasil wawancara dengan Pak Zainul, ketua penghulu, (Sabtu, 09 Mei 2015)
117 Hasil wawancara dengan Bu Made Karti, (Kamis, 07 Mei 2015)
95
yaitu
adat
dalam
perundang-undangan
di
Indonesia
tidak
96
adat adalah
wujud
97
kepada
anak
laki-laki.
Dikarenakan
anak
laki-laki
didalam
keluarganya.
Sebagaimana
yang
telah
dijelaskan oleh pak Wayan Agus salah seorang etnis Bali dan juga
mantan ketua organisasi etnis Bali mengatakan bahwa:
Dalam agama Hindu, harta warisan semuanya jatuh
kepada anak laki-laki. Dimana anak-laki-laki itu mempunyai
tanggung jawab penuh atas keluarganya misalkan
sewaktu upacara ngaben mulai dari dananya, ngurusi
manyatnya sampai kepembakaran manyat semuanya anak
laki-laki, maka dari itu anak laki-laki dalam agama Hindu
sangat
diutamakan.
Sedangkan
anak
perempuan
121 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: Citra Aditiya Bakti, 1995), Hal. 63
122 Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan.(Jakarta: Renika Cipta, 1996), Hal. 20
98
uraian
diatas,
sama
halnya
yang
telah
Bali
yang
dulunya
memeluk
agama
Hindu
berikut
pernyataannya:
Dalam agama Hindu adat sangat kental, bahkan adat itu
diutamakan apalagi dalam hal pembagian harta warisan.
Yang mendapatkan harta warta warisan, semuanya jatuh
kepada anak laki-laki, dikarenakan anak laki-laki itu dalam
agama Hindu mempunyai tanggung jawab yang besar.
Sementara kami yang perempuan kami tidak mendapatkan
sedikit pun, kami cuma dapat harta warisan dari suami..125
123 Hasil Wawancara Pak Agus Selaku Mantan Ketua Organisasi Etnis Bali, (Rabu, 25 Maret, 2015)
Pukul. 16.00 Wib
124 Hasil Wawancara Pak Wayan Muka selaku Wakil Lurah dan Sekretaris Parisada etnis Bali, (Kamis, 07
Mei, 2015) Pukul. 11.00 Wib
99
2. Etnis Melayu
Dalam etnis Melayu pembagian harta warisan berdasarkan
kepada hukum atau ajaran dalam agama Islam.Hal ini terlihat
didalam buku Fiqih Mawarits.Dimana, dalam buku tersebut
membahas tentang ilmu Faroidl.Menurut istilah Faroidl berarti
suatu bagian ahli waris yang telah ditentukan nilai besar-kecilnya
oleh syariah.127 Sebagaimana yang telah dijelaskan didalam AlQuran surah An-Nisa ayat 11 dan 12, yang artinya:
Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan
untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian
dua orang anak perempuan.Dan jika anak itu semuanya perempuan yang
jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang
tinggalkan.Jika dia anak (perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh
setengah (harta yang ditinggalkan), jika dia (yang meninggal) memmpunyai
anak.Jika dia yang (mninggal) tidak mempunyai anak dan dia mewarisi oleh
kedua ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga.Jika dia (yang
meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
126 Hasil wawancara dengan Bu Madining Sari, (Selasa, 05 Mei 2015)
127 Muhammad Mashum Zein, Fiqih Mawarits, (Jombang : Darul Hikmah, 2008), Hal. 10
100
101
bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal)
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
Jadi setelah melakukan perkawinan campuran sistem pembagian harta
warisan yaitu menggunakan adat Melayu atau berdasarkan hukum Islam. Karena
etnis Bali yang melakukan perkawinan campuran tersebut sudah memeluk agama
Islam. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Buk Made Karti salah
seorang etnis Bali yang dulunya memeluk agama Hindu berikut
pernyataannya:
Setelah
saya
menikah
dengan
suami
saya,
sistem
saya
menikah
dengan
suami
saya,
sistem
berdasarkan
penjelasan
diatas
dapat
penulis
102
menikah
dengan
suami
saya,
ternyata
sampai
103
104
Jadi
dari
beberapa
pernyataan
diatas
dapat
penulis
Bali,
bahkan
dengan
keluarga
pun
sangat
di
asingkannya.134
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil peneliti yang peneliti lakukan di Kecamatan
Nibung, tentang Perkawinan Campuran Antara Etnis Bali
Dengan Melayu Di Kecamatan Nibung, Sp Ix Dan Sp X,
Kabupaten Musi Rawas Utara, Provinsi Sumatera Selatan
dapat disimpulkan bahwa:
134 Hasil Wawancara Pak BambangSelaku Mantan Ketua Organisasi Etnis Bali, (Rabu, 25 Maret, 2015)
Pukul. 16.00 Wib
105
hidupnya
mereka
saling
berdampingan,
membaur,
dalam
saling
kesehariannya
menghargai
dan
mana
yang
akan
dipakai.
Di
kecamatan
Nibung
Proses Melamar
Proses Akad Nikah
Proses pada pesta perkawinan
Proses Menetap Setelah Menikah
yang terjadi pada perkawinan campuran antara etnis
106
etnis
Bali
yang
telah
melakukan
perkawinan
dalam
memahami
ajaran-ajaran
dalam
Kabupaten
Muratara
agar
dapat
lebih
inklusifdalam bermasyarakat.
3. Bagi masyarakat yang melakukan perkawinan campuran
antara etnis Bali dengan etnis Melayu dimanapun mereka
berada dan dalam kondisi apapun agar tetap menjaga dan
menghormati antara etnis, untu mewujudkan hubungan
keluarga yang damai, aman dan harmonis.
C. Kata Penutup
Alhamdulliah peneliti ucapkan Kehadirat Allah Swt, atas
rahmat dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul Perkawinan Campuran Antara Etnis Bali
107
Jambi
Juli 2015
Penulis,
CANDRA ARIANTO
Nim. AS. 110992
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Baharuddin Dkk, Nikah Beda Agama Di Indonesia, Ciputat Tanggerang
Selatan: Referensi, 2013
Abidin Slamet, Fiqih Munakahat, Bandung: Pustaka Setia, 1999
Ahmad Saebani Beni, Piqih Munakahat, Bandung: Pustaka Setia, 2001
Arthayasa I Nyoman Dkk, Petunjuk Teknis Perkawinan Hindu, Surabaya:
Paramita, 2004
Arikunto Suharsimi, prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2006
Chulsum Ummi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya: Khasiko, 2006
108
Printing, 2009
Lembaga Adat Propinsi Jambi, Buku Pedoman Adat Jambi, Janbi: 1993
Lindayanti, Jambi dalam Sejarah 1500-1942, Jambi: Pusat Kajian Pengembangan
Sejarah dan Budaya Jambi, 2013
Lindayanti, Menuju Integrasi Nasional, Yogyakarta: Andi Offset, 2013
Mashum Zein Muhammad, Fiqih Mawarits, Jombang : Darul Hikmah, 2008
M. Keesing Roger, Antropologi Budaya, Jakarta: Erlangga, 1989
Moleong J, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandug: Remaja Rosdakarya,
2005
Muhammad Azzam Abdul Aziz, Piqih Munakahat, Jakarta: Amzah, 2009
109
DAFTAR JURNAL
Ejournal, Mia Retno Prabowo, Penyesuaian Perkawinan Pada Pasangan Yang
Berlatar Belakang Etnis Batak Dan Etnis Jawa,
Fakultas Psikologi,
Wordpress.com/2010/05/29/keanekaragaman-suku-bangsa-
110
E Jounal Mister Rokib, Larangan Kawin Satu Suku, Pekan Baru, Riau, Indonesia,
Sunday, may 26, 2013. http://mister rokib.blogspot.com/2013/05/ ejournal
tentang-larangan-kawin-satu suku.html
E Journal Helga Septiani Manik, Makna dan Fungsi Tradisi Sinamot dalam Adat
Sukubangsa
Batak
Toba
di
Perantauan
Surabaya,
Biokultur,
Vol.I/no.1/Januari-Juni2112, hal. 20
111
112
113
114
115
116
LOKASI PENELITIAN
117
118
119
120
N
O
NAMA
JABATAN
Pak Zainul
Wayan Muka
Nibung
Pak M. Fatkhan. SE
Edi Sudarso
Nibung
Selaku Wakil Kades Nibung
Wama
Peri
Dedek
Warga Nibung
Wayan Agus
Warga Nibung
Made Karti
Warga Nibung
10
Wayan Sukrani
11
Madining Sari
Bali
Mantan Etnis Bali
Mantan Etnis Bali
Mantan Etnis Bali
121
CURRICULUM VITAE
Nama
: Candra Arianto
Jurusan
Nim
: As.110992
Fakultas
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Belum Menikah
Nama Ayah
: M. Yusuf
Nama Ibu
: Maimunah
Anak Ke
: 1 (pertama)
Alamat Asal
Tahun 1997-2003
122
Tahun 2003-2007
Tahun 2007-2008
Tahun 2008-2011
: MAN 1 Sarolangun
Tahun 2011-2015
Tahun 2008-2009
: Pramuka
Tahun 2009-2010
: Paskibraka
Tahun 2012-2013
123