PENDAHULUAN
Otitis media akut (OMA) merupakan peradangan pada sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid yang
berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam
telinga tengah baik langsung maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi.
Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun bayi
dibandingkan pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada anak-anak makin
sering menderita infeksi saluran nafas atas, makin besar pula kemungkinan terjadinya
OMA disamping oleh karena sistem imunitas anak yang belum berkembang secara
sempurna. Pada penelitian terhadap 112 pasien ISPA (6-35 bulan), didapatkan 30%
mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya
otitis media pada usia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar
83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis
media sebelum usia 3 tahun dan hamper setengah dari mereka mengalaminya tiga kali
atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum
usia 10 tahun.
Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh yang terganggu,
sumbatan dan obstruksi pada tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama dari
otitis media sehingga invasi kuman ke dalam telinga tengah juga gampang terjadi yang
pada akhirnya menyebabkan perubahan mukosa telinga tengah sampai dengan terjadinya
peradangan berat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga
2.1.1. Anatomi Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan
dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula berfungsi untuk membantu
pengumpulan gelombang suara. Gelombang suara tersebut akan dihantarkan ke telinga
bagian tengah melalui kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius
eksternus terdapat sendi temporal mandibular. 1,2
Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral
mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat tempat kulit melekat. Dua pertiga
medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir
pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula
seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Serumen
mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit. 2
2.1.2. Anatomi Telinga Tengah
Bagian atas membrana timpani disebut pars flaksida, sedangkan bagian bawah
pars tensa. Pars flaksida mempunyai dua lapisan, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Menurut Sherwood, pars tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah,
yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara
radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. 2,3
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga
tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrana timpani,
maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap
oval yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah. 2,3
kavum timpani diabsorpsi, hingga menyebabkan tekanan negatif dalam kavum timpani.
Hal ini menyebabkan retraksi membran timpani dan mengiritasi membran mukosa untuk
memproduksi cairan eksudat.5,6
Bila volume eksudat bertambah banyak akan menaikkan tekanan cairan dalam
kavum timpani dan menyebabkan bertambahnya rasa sakit. Absorpsi toksin menyebabkan
pireksia dan malaise. Bertambahnya tekanan dalam kavum timpani akan menyebabkan
gangguan peredaran darah ke membrane timpani. Bagian dari membrane timpani yang
mendapat tekanan yang terbesar akan menjadi nekrosis, trombosis kapiler dan akhirnya
pecah. Nanah yang bercampur darah keluar dari telinga, sakit segera hilang, suhu kembali
normal.1,2
Jika organisme yang menyebabkan otitis media sangat virulen atau pasien dalam
keadaan lemah, infeksi akan berlanjut terus, ketulian akan bertambah. Cairan akan
berubah lebih kuning dan berbau. Perubahan ini oleh karena pressure necrosis dalam
sel-sel mastoid yang menyebabkan destruksi dinding sel.5,6
2.3.5. Stadium Otitis Media Akut
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada
perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium
hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium
resolusi.1,2
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah
di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga
tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat
yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging
ke arah liang telinga luar.1,2
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta
rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak.
Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat
disertai muntah dan kejang. 1,2
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di
kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler
membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih
lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. 1,2
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah
kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah
akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran
timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi
lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya
tidak utuh lagi. 1,2
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering
disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.1,4
Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan
dapat tertidur nyenyak. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret
atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis
media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih
satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif
kronik. 1,4
O
titis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis
media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi
membran timpani.1,2
2.3.6. Gejala Klinis
Gejala klinis otitis media akut tergantung pada umur dan stadium penyakit. Pada
anak-anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga,
keluhan disamping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek
sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa,disamping rasa nyeri
terdapat juga gangguan pendengaran berupa rasa perih di telinga atau rasa kurang dengar.
Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 0C
(pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur,
diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit.7
OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai
OMA. Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada OMA
dan otitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat menimbulkan gangguan
pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss. 7,11
Tabel 1. Perbedaan Gejala dan Tanda Antara OMA dan Otitis Media dengan
Efusi13,14
Gejala dan tanda
Efusi
(tugging)
Inflamasi akut, demam
Efusi telinga tengah
Membran timpani membengkak
+
+
+/-
+
-
11
Gangguan pendengaran
Otore purulen akut
Kemerahan membran timpani,
+
+
+
+
-
erythema
2.3.7. Diagnosis
Diagnosis
otitis
media
akut
dapat
ditegakkan
berdasarkan
anamnesis,
12
kuning dan suram, serta cairan di liang telinga. Jika konfirmasi diperlukan, umumnya
dilakukan dengan otoskopi pneumatic (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk
melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon
gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang
berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan dini. Pemeriksaan
ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat
ditegakkan dengan otoskop biasa. Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan
timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak
dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah
OMA pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah
sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada
beberapa pemberian antibiotic, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi. 13
2.3.8. Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. 8,9,11
1. Pengobatan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada
stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian
antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis
media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin
terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi
membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik.
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba
Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung
HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl
efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang
dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik.
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan
analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau ampisilin. Jika terjadi
resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk
terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah
13
sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa
dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap
penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari
yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 40
mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis.
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang
dan tidak terjadi ruptur.
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara
berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai
dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan
hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari.
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak
ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di
liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan
sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berlanjut, mungkin telah terjadi mastoiditis.
2. Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti
miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi.
a. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus
dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani
dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila
terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika
terdapat pus di telinga tengah.
Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam,
komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem
saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami
14
kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan
miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang
memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui
kultur.12
b. Timpanosintesis
Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia
lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis
adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru
lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Pipa timpanostomi dapat menurunkan
morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara
signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial
yang telah dijalankan.13
c. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi
dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba
timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA
rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi,
kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.12,13
2.3.9. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi melalui perluasan infeksi secara anatomis. Hal-hal yang dapat
terjadi antara lain:
1.
2.
Paralisis saraf fasialis. Saraf terkena akibat kontak langsung dengan materi
purulen.
3.
15
4.
Petrosis. Hampir semua tulang temporal memiliki sel-sel udara dalam apeks
petrosa. Sel-sel ini menjadi terinfeksi melalui perluasan langsung dari infeksi
telinga tengah dan mastoid.
5.
Komplikasi lain ke susunan saraf pusat. Antara lain: meningitis, abses otak, dan
hidrosefalus otitis.14
2.3.10. Prognosis
Prognosis untuk otitis media akut sangat baik bila ditangani dengan tepat dan cepat.
Namun, bila terjadi penumpukan cairan dalam rongga telinga dalam waktu yang lama
maka ada kemungkian otitis media yang diderita akan berubah menjadi kronis.15
BAB 3
KESIMPULAN
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan
tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik
dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual,
muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani.
Adanya suatu gangguan pada tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama
timbulnya otitis media. Mula-mula mukosa menjadi edema, silia paralise dan tuba
eustachius tertutup. Udara dalam kavum timpani diabsorpsi, hingga menyebabkan
tekanan negatif dalam kavum timpani. Hal ini menyebabkan retraksi membran timpani
dan mengiritasi membran mukosa untuk memproduksi cairan eksudat. Kenaikan volume
eksudat akan menaikkan tekanan cairan dalam kavum timpani dan menyebabkan
bertambahnya rasa sakit dan gangguan terhadap peredaran darah di membran timpani
16
sehingga menjadi nekrosis, trombosis kapiler dan akhirnya pecah. Absorpsi toksin
menyebabkan pireksia dan malaise.
Gejala klinis dan patologi penyakit berdasarkan umur dan stadium penyakit. Pada
bayi dan anak biasanya disertai gejala prodromal, sedangkan pada dewasa jarang disertai
gejala prodromal. Perjalanan penyakit terdiri dari 5 stadium yaitu stadium oklusi tuba
eustachius, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi.
Dimana penatalaksanaannya sedikit berbeda pada setiap stadium.
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada
stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian
antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis
media adalah untuk menghindari komplikasi intracranial dan ekstrakranial yang mungkin
terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi
membran timpani dan memperbaiki sistem imun local dan sistemik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar, Z.A. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, ed. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok. Edisi ke-6. Jakarta. Gaya baru-FK
UI. 2010; 64-77
2. Adams, G.L, Boies, L.R., Hilger, P.A. Alih bahasa Wijaya, Caroline. Buku Ajar
Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi ke 6. Jakarta. EGC. 1994
3. John, J.B. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. Edisi ke 13
jilid 2. 101-110
4. Keith, L.M. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Jakarta. EGC. 1993
5. Nelson, W.E., et. al. Ilmu Kesehatan Anak-Nelson. Edisi ke 12. Bagian ke 2. Jakarta.
EGC. 1993
6. Mansjoer A, et. al. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi 3, Media Aesculapius, FK
UI, Jakarta. 2001. 79-81
17
of
Otitis
Media
Acute
by
Barley
MK,
available
at
URL:
http://www.oncologychannel.com.Headneck.nasaleavity.html
10. American academy of pediatrics. Diagnosis and Management of Acute Otitis Media.
Available at: http://pediatrics.aapublications.org/content/113/5/1451.full
11. Acute Otitis Media Author: John D Donaldson, MD. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/85931
12. Acute Otitis Media: overview and risk factors by: physicians committee for
responsible medicine. Available at: http://www.tcolincampbell.org/resources/article
13.
Otitis
Media
Akut.
Available
at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25640/Chapter2.pdf
14. Guidelines and Protocols Advisory Committee. Acute otitis media and Otitis media
with effusion. Available at: www.beguidelines.ca/pdf/otitis.pdf
15.
Clinical
Practice
Guidelines.
Acute
otitis
media
available
at:
http://www.rch.org.au/clinicalguide.pdf
18