Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Aborsi menjadi buah simalakama di Indonesia. Disisi lain dengan alasan non
medik dilarang keras di Indonesia tapi disisi lainnya aborsi illegal meningkatkan
resiko kematian akibat kurangnya fasilitas dan prasarana medis, bahkan sebagian
besar aborsi

illegal

dilakukan

dengan cara

tradisional

yang

semakin

meningakatkan resiko tersebut (www.google.com). Dalam abortus dikenal 3


macam kelompok; pertama, abortus spontan (keguguran alamiah), kedua, abortus
provokatus medicalis (keguguran disengaja karena ada indikasi medis), ketiga,
abortus provokatus kriminalis (keguguran disengaja karena tidak ada indikasi
medis) (Rustam Muchtar,1998). Adapun abortus spontan dibagi atas; abortus
kompletus,

abortus inkompletus, abortus insipien, abortus imminen, abortus

habitualis, missed abortion, abortus septic. Dalam karya tulis ini penulis hanya
menspesifikan tentang abortus inkompletus. Abortus inkompletus terjadi jika
hanya sebagian isi rahim yang keluar, bila terjadi hal ini maka perlu dilakukan
tindakan kuretase untuk membersihkan rahim (www.google.com). Tindakan yang
dilakukan dengan cara memasukkan sendok khusus ke rahim ini mengundang
kecemasan bagi para wanita yang akan dilakukan tindakan ini.
Penilaian besarnya abortus di berbagai negara menghadapi banyak kesulitan
sebagai akibat status abortus yang illegal, sehingga kasus-kasus yang terjadi
jarang dilaporkan. Namun tanpa gambaran yang jelas dan lengkappun tetap

terdeteksi sebagai masalah kesehatan yang serius. Di seluruh dunia, setiap tahun
terjadi sekitar 40-70 kasus abortus per1000 wanita usia reproduktif (WHO,1995
dalam www.google.com). Studi pada 1993 memperkirakan total aborsi di
Indonesia berkisar antara 750.000 dan dapat mencapai 1.000.000 per tahun.
Profesor Biran Affandi dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar tetap
ilmu obstetric dan ginokologi fakultas kedokteran UI lima tahun yang lalu
menyebutkandi perkirakan terjadi 2,3 juta abortus tiap tahun. Dari jumlah itu,
satu juta merupakan abortus spontan dan sisanya abortus tidak spontan.
Rinciannya 0,6 juta karena kegagalan keluarga berencana (KB) dan 0,7 juta
karena tidak memakai alat KB. Lebih dari separuh atau 51% wanita pelaku aborsi
adalah mereka yang berusia dibawah 25 tahun. Bahkan 24% dari meraka adalah
wanita remaja yang berusia dibawah 19 tahun (www.google.com). Berdasarkan
pengambilan data di kamar bersalin RSUD Sidoarjo menunjukan jumlah wanita
dengan abortus inkompletus yang melakukan kuretase dari awal bulan Juli 2006
sampai akhir bulan Desember 2006 adalah 198 wanita, dengan rata-rata 33 wanita
perbulan.
Tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan sisa hasil konsepsi yang
tertinggal dirahim (kuretase) ini dapat menyebabkan berbagai dampak bagi wanita
yang akan dilakukan tindakan tersebut diantaranya yakni dampak secara fisik dan
dampak secara psikis. Secara fisik, bila kuretase dilakukan oleh orang yang tidak
kompeten dibidangnya dan dengan indikasi yang tepat maka dapat menyebabkan
perdarahan karena robeknya rahim, infeksi, kerusakan organ reproduksi dan
sebagainya (www.goggle.com). Sedangkan secara psikis, tindakan ini dapat

mengundang kecemasan pada wanita dengan abortus inkompletus sebelum


dilakukan tindakan kuretase. Kecemasan yang dialami dapat bervariasi mulai dari
tingkat ringan, tingkat sedang, tingkat berat bahkan dapat juga sangat berat atau
panik. Karena kecemasan merupakan respon alami terhadap suatu ancaman atau
bahaya, baik yang nyata atau yang khayalan. Sensasi kecemasan sering dialami
oleh hampir semua orang. Kondisi ini dialami secara subyektif dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Cemas bebeda dengan rasa takut,
yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Cemas
adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Stuart & Suddet, 1998).
Sebagai upaya untuk mengurangi berbagai dampak kuretase diatas, maka para
petugas kesehatan khususnya dibidang kebidanan dan kandungan memaksimalkan
pengetahuan dan ketrampilan agar benar-benar menjadi tenaga kesehata yang
profesional dan kompeten dibidangnya. Sedangkan untuk menanggulangi dampak
psikologis atau kecemasan yang dialami oleh para wanita yang akan dilakukan
tindakan kuretase maka para petugas kesehatan tersebut memberikan informasi
tentang kuretase sebelum dilakukan tindakan tersebut.

1.2 Rumusan masalah


Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang didapat adalah apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada wanita dengan abortus
inkompletus sebelum dilakukan tindakan kuretase di kamar bersalin
Sidoarjo?

RSUD

1.3 Tujuan penelitian


1.3.1

Tujuan umum
Menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada
wanita dengan abortus inkompletus yang akan dilakukan tindakan kuretase

1.3.2

Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi tingkat kecemasan yang dialami wanita dengan
abortus inkompletus yang akan dilakukan tindakan kuretase.
b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan berdasarkan tingkat pengetahuan
c. Mengidetifikasi tingkat kecemasan berdasarkan informasi yang didapat
d. Mengidentifikasi tingkat kecemasan berdasarkan pengalaman yang
lalu

1.4 Manfaat penelitian


a. Bagi penulis
Dapat menerapkan metode penelitian yang telah dipelajari untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
b. Bagi institusi
Sebagai bahan acuan untuk peneliti selanjutnya

Anda mungkin juga menyukai