Maka dalam teori ini imperialisme didefinisikan sebagai suatu pola relasi antar
negara-negara sentrum dan negara-negara periferi, dimana:
1. Ada harmoni kepentingan di antara pusat negara sentrum (cC) dan pusat
negata periferi (cP);
2. Disharmoni kepentingan di dalam negara periferi lebih besar daripada di
dalam negara sentrum;
3. Ada disharmoni kepentingan antara periferi negara sentrum (pC) dan
periferi negara periferi (pP).
Dengan bertolak dari pangkal, bahwa disharmoni kepentingan di negara sentrum
itu tidak sebesar di negara periferi, dapat diterangkan, bahwa relasi diantara kedua
negara itu juga sangat menguntungkan periferi negara sentrum. Dengan demikian
terhindarlah pembentukan aliansi antara periferi kedua negara itu. Memang ada
pertentangan antara negara sentrum sebagai keseluruhan dan negara periferi
sebagai keseluruhan, akan tetapi harmoni kepentingan di antara kedua pusatlah
yang menentukan relasi itu.
Galtung menekankan, bahwa imperialisme itu tidak mengenai relasi dan
pertentangan antarnegara sebagai satuan (seperti dalam teori tentang pembentukan
kelas dan perjuangan kelas secara internasional) akan tetapi mengenai kombinasi
antara relasi-relasi intranasional dan internasional. Apabila tidak ada pertentangan
intern di dalam kedua negara itu dan dengan demikian itu tidak ada tempat
berpijak di dalam negara periferi bagi negara sentrum, maka menurut definisinya
tidak ada imperialisme. Mungkin saja relasi penghisapan itu ada, akan tetapi
dengan jalan lain, misalnya dengan menggunakan paksaan.
Ada mekanisme yang menciptakan dan memelihara imperialisme, yakni:
1. Prinsip relasi interaksi vertikal;
2. Prinsip struktur interaksi feodal.
Menurut teori ini, mekanisme itu juga bekerja di dalam negara, khususnya di
dalam negara-negara periferi. Akhirnya masih diadakan pembagian sejarah
imperialisme menjadi tiga fase seperti tertera pada tabel berikut.