Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GAGAL JANTUNG
DEFINISI
Gagal jantung adalah

suatu

keadaan

patofisiologis

yang

diakibatkan

oleh

ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output (CO) yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan O2 dan nutrisi pada jaringan tubuh meskipun tekanan pengisian (filling pressure)
telah meningkat. 1,2
Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh secara adekuat akibat
gangguan struktural dan fungsional dari jantung menyebabkan sindroma klinik kompleks
berupa sesak nafas yang spesifik pada istirahat atau aktivitas, lemah, tidak bertenaga. 1,2
Klasifikasi Gagal Jantung menurut New York Heart Association
(Pathophysiology of Heart Disease- A Collaborative Project of Medical Students and Faculty

5th -Lilly)

Derajat Gagal Jantung

ETIOLOGI
Kelainan lain yang dapat menyebabkan gagal jantung diantaranya :
I. Myocardial damage (kerusakan otot jantung)
a. Miokarditis
b. Kardiomiopati (kardiomiopati dilatasi)
c. Penyakit jantung koroner
II. Beban ventrikel yang bertambah
o Kelebihan beban tekanan (pressure overload)
- Hipertensi sistemik
- Koarktasio aorta
- Stenosis aorta
- Stenosis pulmonal
- Hipertensi pulmonal pada PPOK atau hipertensi pulmonal primer
o Kelebihan beban volume (volume overload)
- Regurgitasi mitral
- Regurgitasi aorta
- Ventricular septal defect (VSD)
- Atrial septal defect (ASD)
- Patent ductus arteriousus (PDA)
III. Restriksi dan Obstruksi pengisian ventrikel
o Stenosis mitral
o Stenosis tricuspid
o Tamponade jantung
o Kardiomiopati restriktif
o Perikarditis konstriktif

(Pathophysiology of Heart Disease- A Collaborative Project of Medical Students and Faculty


5th -Lilly)
PEMBAGIAN GAGAL JANTUNG SECARA DESKRIPTIF
1. Gagal jantung kongestif (CHF)
Komplikasi utama dari semua penyakit jantung adalah gagal jantung. Gagal jantung
kongestif merupakan sindroma klinis ditandai oleh adanya keluhan dan penemuan kilinis
akibat fungsi ventrikel kiri yang abnormal, regulasi neurohormonal disertai intoleransi
terhadap beban fisik, retensi cairan dan menyebabkan umur pendek.

2. Forward vs backward failure


backward failure, ventrikel gagal memompa darah sehingga menyebabkan darah
terkumpul dan akan menyebabkan tekanan atrium naik, tekanan sistem vena yang
bermuara ke dalam atrium juga naik, sehingga volume akhir siastolik meningkat.
Keadaan ini akan menyebabkan hipertensi pulmonal yang pada akhirnya berakibat gagal
jantung kanan. Tanda khas backward failure adalah kongesti paru dan edema yang
menunjukan aliran balik darah akibat gagal ventrikel.
Forward failure, terjadi secara stimultan sewaktu jantung tidak dapat memompa darah
dalam jumlah adekuat ke jaringan karena volume sekuncup semakin lama semakin
sedikit. Manifestasi dari forward failure adalah akibat perfusi organ-organ vital menurun :
otak (mental confusion), otot skeletal (kelemahan), ginjal (retensi Na dan H2O).
3. Gagal jantung sistolik dan diastolik
Gagal jantung dapat diakibatkan oleh fungsi sistolik yaitu ketidakmampuan ventrikel
untuk kontraksi secara normal sehingga tidak dapat memompakan darah atau akibat
fungsi diastolic yaitu kemampuan ventrikel untuk menerima darah dari atrium berkurang
disebabkan kemampuan relaksasi berkurang.
Manifestasi dari gagal jantung sistolik berhubungan dengan CO yang tidak adekuat
dengan lemah, letih, pengurangan toleransi latihan dan gejala lain dari hipoperfusi. Gagal
jantung sistolik ditandai oleh bertambahnya volume akhir diastolic yang mula-mula dapat
mencukupi stroke volume, tetapi kemudian disusul dengan ejection fraction yang
menurun. Gagal jantung diastolic ditandai oleh meningkatnya tekanan pengisian pada
ventrikel kanan atau kiri. Gagal jantung diastolic biasanya ditemukan pada pasien gagal
jantung dengan ejeksi fraksinya >50 %.
4. Gagal jantung akut dan kronik
Manifestasi klinis tergantung dari perjalanan penyakit dari gagal jantung tersebut.
Gagal jantung akut :
Seorang individu normal yang tiba-tiba terjadi kelainan anatomi atau fungsi jantung.
- MCI massif akut
- Blok jantung dengan rata-rata ventrikel lambat (<35/menit)
- Takiaritmia dengan rata ventrikel sangat cepat (>180/menit)
- Rupture katup akibat endokarditis infektif
- Embolus paru
Gagal jard5tntung kronik khas pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi atau penyakit
jantung multivalvular. Kongesti vaskular biasanya pada gagal jantung kronik.
5. Gagal jantung kanan dan kiri

Gagal jantung kiri timbul akibat adanya kelemahan ventrikel dalam berpompa
sehingga aliran darah yang ke sistemik berkurang kemudian darah akan terakumulasi
dalam ventrikel kiri. Semakin banyak darah terkumpul dalam ventrikel akan
menyebabkan adanya aliran balik akibatnya atrium akan terisi darah kemudian
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan vena pulmonalis dan paru sehingga
menimbulkan gejala sesak napas dan ortopneu. Sedangkan gagal jantung kanan terjadi
jika terdapat kelainan pada ventrikel kanan seperti hipertensi pulmonal, tromboemboli
paru, sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer,
hepatomegali, dan distensi vena jugularis.
PATOFISIOLOGI
Pada gagal jantung, terdapat kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium sehingga
menurunkan kemampuan pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun
akan mengurangi volume sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel.
Meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel (EDV) akan menyebabkan peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). LVEDP yang mengalami peningkatan akan
menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel
berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam
pembuluh darah paru-paru, meningkatakan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila
tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah,
akan terjadi transudasi cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi
kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut
dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh
regurgitasi fungsional dari katup-katup tricuspid atau mitral secara bergantian. Regurgitasi
fungsional ini dapat disebabkan oleh dilatasi annulus katup atrioventrikularis atau perubahan
orientasi otot papilaris dan korda tendianae akibat dilatasi ruang.
Keadaan gagal jantung tersebut dapat menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi
dengan tujuan mempertahankan fungsi jantung menghadapi beban hemodinamik yang
bertambah, baik volume maupun pressure overload.
Terdapat tiga mekanisme kompensasi primer yaitu meningkatnya aktivitas adrenergic
simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin-angiontensin-aldosteron, dan
hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung.
Aktivasi Sistem Renin-Angiontensin-Aldosteron (RAA)

Akibat CO yang menurun pada gagal jantung akan terjadi peningkatan sekresi renin yang
merangsang angiontensin II.

Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis


Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan merangsang respon simpatis
kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis akan merangsang pengeluaran
katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan
kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi
vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah (misal kulit
dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan
meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan
kontraksi.
Pada permulaan gagal jantung (ringan) aktivitas sistem adrenergic dapat mempertahankan
CO dengan cara kontraktilitas yang meningkat dan kenaikan denyut jantung. Pada gagal
jantung lebih berat terjadi vasokonstriksi akibat sistem simpatis dan pengaruh angiotensin II
untuk mempertahankan tekanan darah. Pada gagal jantung yang makin berat (NYHA kelas
IV) terjadi peningkatan afterload yang berlebihan akibat vasokonstriksi dengan akibat
penurunan curah jantung.

Hipertrofi Ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium.
Hipertrofi meningkatakan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium, sarkomer dapat
bertambah secara parallel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang
mengakibatkan gagal jantung. Pertambahan jumlah sarkomer pada hipertrofi miokardium
akan meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium.
DIAGNOSIS
Gagal jantung kongestif dapat ditegakkan memerlukan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria
mayor dan 2 minor yang terjadi bersamaan. Dibawah ini adalah criteria diagnosis CHF kiri
dan kanan menuruf Framingham :

Anamnesis
Pada anamnesis yang dapat ditemukan adalah paroksismal nocturnal dispnea, dyspnea
deffort, orthopnea, lemas, anoreksia dan mual, gangguan mental pada usia tua.
(Pathophysiology of Heart Disease-A Collaborative Project of Medical Students and Faculty

5th -Lilly)
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
a.
b.
c.
d.
e.

Takikardia
Gallop bunyi jantung ketiga
Peningkatan/ ekstensi vena jugularis
Refluks hepatojugular
Pulsus alternans

f.
g.
h.
i.

Kardiomegali
Ronkhi basah halus dikedua basal paru
Edema pretibial
Asites sering terjadi pada pasien dengan penyakit katup mitral dan pericarditis

konstriktif,
j. Hepatomegaly
k. Pucat dan Berkeringat.
Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, Pemeriksaan kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, gukosa,
elektrolit), Tes fungsi tiroid, tes fungsi hati, lipid darah. Selain itu tes urinalisa untuk
mendeteksi proteinuria atau glukosuria
Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium tergantung dari penyakit dasar dan komplikasi yang
terjadi. Perubahan-perubahan yang khas pada kimia darah adalah adanya hiponatremia, kadar
kalium dapat normal atau menurun akibat terapi diuretik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto thorax: Pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris dan retribusinya ke apeks paru
(opasifikasi hillus paru bisa sampai ke apeks) peningkatan tekanan vaskular

pulmonar,

kadang kadang ditemukan efusi pleura.


EKG: membantu menunjukan etiologi gagal jantung (infark, iskemia, hipertrofi dan lainlain) dapat ditemukan low voltage, T inversi, QS, depresi ST dan lain lain
Ekokardiografi
Dapat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci tentang fungsi dan struktur jantung,
katup perikard. Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang rendah <35-40% atau normal, kelainan
katup (stenosis mitral, regurgitasi mitral, stenosis trikuspid atau regurgitasi trikuspid),
hipertropi ventrikel kiri, dilatasi atrium kiri, kadang-kadang ditemukan dilatasi venntrikel
kanan atau atrium kiri, efusi perikard, tamponade, atau perikarditis.
PENATALAKSANAAN
Non farmakologi
Anjuran umum:
a. Edukasi untuk menerangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
b. Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa.
Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih dilakukan
Tindakan umum:

a. Diet (hindari obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g pada
gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1.5 liter
pada gagal jantung ringa
b. Hentikan rokok
c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya
d. Aktivitas fisik (latihan jasmani: jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/ minggu selama 20 menit dengan beban 70-80 % denyut
jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang.
e. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut
Diet Jantung
Prinsip diet :
keseimbangan status cairan dan elektrolit
Pemantauan status kalium dan suplementasi kalium pada keadaan hipokalemia
Pembatasan asupan Natrium hingga 2-3 gr/hari
Penyesuaian pembatasan cairan dilakukan menurut :
Respons pasien terhadap pengobatan
Kepatuhan terhadap pembatasan natrium
Intensitas/progresivitas penyakit
Makan 5-6 kali sehari dengan porsi kecil
Syarat terapi nutrisi :
Jumlah energi cukup
Protein cukup (0.8gr/kgBB)
Batasi lemak jenuh, kolestrol rendah (bila disertai dislipidemia)
Vitamin dan mineral cukup
Asupan garam dan cairan dibatasi (pada hipertensi dan edema)
Makanan mudah dicerna
Cukup serat
Bentuk makanan sesuai kondisi penyakit
Tujuan terapi nutrisi :
Memberi nutrisi secukupnya tanpa memberatkan jantung
Menurunkan berat badan, bila pasien gemuk
Mencegah atau menghilangkan edema/penimbunan garam dan air
DIET JANTUNG I
Pasien MCI, gagal jantung berat
Cairan 1-1.5 L/hari
Hanya untuk 1-3 hari

DIET JANTUNG III


Kondisi pasien tidak terlalu berat
Makanan lunak/biasa
Jika edema/hipertensi: diet jantung

DIET JANTUNG II
Makanan saring/lunak
Jika edema/hipertensi: diet jantung

III + rendah garam


DIET JANTUNG IV
Makanan biasa
Jika edema/hipertensi: diet jantung

II + rendah garam

II + rendah garam

Makanan yang tidak dianjurkan :


Sumber karbohidrat yang sukar dicerna (ubi, singkong, ketan)

Sumber protein yang tinggi lemak (daging berlemak, jeroan, kepiting, keju, susu full

cream)
Sayuran/buah yang banyak mengandung gas (nangka, kol, sawi, lobak, kembang kol,

durian)
Sumber lemak jenuh (minyak kelapa sawit, santan kental)
Kopi, alkohol, minuman bersoda
Bumbu yang tajam dan merangsang
Makanan yang dianjurkan :
Sumber karbohidrat yang mudah dicerna (nasi, kentang tepung, beras, gula, dll)
Sumber protein yang rendah lemak (daging sapi tak berlemak, ayam tanpa kulit, ikan,

susu skim, dll)


Sayuran/buah yang tidak mengandung gas (bayam wortel, labu siam, tauge, pisang,

pepaya jeruk, dll)


Sumber lemak tak jenuh (minyak jagung, minyak ikan, minyak zaitun)
Farmakologi 1, 7,8
Berdasarkan patofisiologis yang telah diuraikan di atas, konsep terapi farmakologis
saat ini ditujukan terutama pada :
1. Menurunkan afterload dengan ACE-inhibitor, atau antagonis kalsium.
2. Meningkatkan kontraktilitas jantung melalui pemberian digitalis atau ibopamin.
3. Menurunkan preload melalui pemberian nitrat atau diuretik. Diuretik juga dipakai
sebagai obat untuk mengatasi retensi cairan badan.

Source: Hunt SA et al. ACC/AHA 2005 guideline update for the diagnosis and treatment of
chronic heart failure in the adult. Circulation. 2005 Sep 20;112(12):e154` 235.

KOMPLIKASI
Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan elektrolit
PROGNOSIS1,7,8
Mortalitas pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan berkaitan
dengan derajat keparahannya. Data Firmingham yang dikumpulkan sebelum penggunaan
vasodilator untuk gagal jantung dikelompokkan bersama, dan lebih dari 60%

pada

NYHA klas IV. Kematian terjadi karena gagal jantung progresif atau secara mendadak
(diduga karena aritmia) dengan frekuensi kurang lebih sama. Sejumlah faktor yang
berkaitan dengan prognosis gagal jantung :

Klinis : semakin buruk gejala pasein, kapasitas aktivitas dan gambaran

klinis, maka prognosisnya semakin buruk.


Hemodinamika : semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup dan fraksi
ejeksi, prognosisnya semakin buruk.

Biokimia : terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin, renin,


vasopressin dan peptide natriuretik. Hiponatremnia dikaitkan dengan prognosis yang

lebih buruk.
Aritmia : fokus ektopi ventrikel yang sering atau takikardia ventrikel pada
pengawasan EKG menandakan prognosis yang buruk atau apakah aritmia merupakan
penyebab kematian.

2.2
2.3 GAGAL GINJAL KRONIK
A. DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Dan ditandai
dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam darah).
B. KRITERIA
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik (NKF-KDOQI, 2002)
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m 2 selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Deraja Penjelasan
LFG (ml/mn/1,73m2)
t
1

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

90

2
Kerusakan ginjal dengan LFG
3
Kerusakan ginjal dengan LFG
4
Kerusakan ginjal dengan LFG
5
Gagal ginjal
Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat

ringan
sedang
berat

60 89
30 59
15 29
< 15 atau dialisis
atas dasar LFG, yang dihitung dengan

mempergunakan rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :


LFG (ml/mnt/1,73m2)

(140 umur) X berat badan *)


72 X kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi


Penyakit
Tipe mayor ( contoh )
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non
Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik,
diabetes

obat, neoplasma)
Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopathi)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,

Penyakit pada
transplantasi

obstruksi, keracunan obat)


Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

D. ETIOLOGI
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe 1
dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah suatu keadaan dimana
terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah sehingga menyebabkan kerusakan pada
organ-organ vital tubuh seperti ginjal dan jantung serta pembuluh darah, saraf dan mata.
Sedangkan hipertensi merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
yang jika tidak terkontrol akan menyebabkan serangan jantung, stroke, dan penyakit
ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga dapat menyebabkan hipertensi. Kondisi lain yang
dapat menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain :
-

Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%), dapat menyebabkan


inflamasi dan kerusakan pada unit filtrasi ginjal. Merupakan penyakit ketiga

tersering penyebab gagal ginjal kronik


Penyakit keturunan seperti penyakit ginjal polikistik (3%) menyebabkan
pembesaran kista di ginjal dan merusak jaringan sekitar, dan asidosis tubulus.

Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim si ibu.
Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran balik urin

ke ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan kerusakan pada ginjal.


Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun (2%)
Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor, pembesaran

glandula prostat pada pria danrefluks ureter.


- Infeksi traktus urinarius berulang kali seperti pielonefritis kronik.
Penggunaan analgesik seperti acetaminophen (Tylenol) dan ibuprofen (Motrin,
Advil) untuk waktu yang lama dapat menyebabkan neuropati analgesik sehingga
berakibat pada kerusakan ginjal.
- Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri
-

renalis.
Penyebab lainnya adalah infeksi HIV, penyakit sickle cell, penyalahgunaan
heroin, amyloidosis, gout, hiperparatiroidisme dan kanker.

E. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko gagal ginjal kronik diantara lain : pasien dengan diabetes melitus
atau hipertensi, obesitas atau perokok, berusia lebih dari 50 tahun, individu dengan
riwayat diabetes melitus, hipertensi dan penyakit ginjal dalam keluarga serta kumpulan
populasi yang memiliki angka tinggi diabetes atau hipertensi seperti African Americans,
Hispanic Americans, Asian, Pacific Islanders, dan American Indians.
F. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, data tahun 1995 1999 menyatakan insiden penyakit ginjal
kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat
1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara negara berkembang lainnya,
insiden ini diperkirakan sekitar 40 60 kasus perjuta penduduk pertahun.
G. ANATOMI GINJAL
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga
abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit diatas garis pinggang. Setiap
ginjal diperdarahi oleh arteri renalis dan vena renalis, yang masing masing masuk dan
keluar ginjal dilekukan medial yang menyebabkan organ ini berbentuk seperti buncis.
Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin
yang kemudian mengalir ke sebuah rongga pengumpul sentral (pelvis renalis) yang

terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat (inti) kedua ginjal. Lalu dari situ urin
disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding otot polos yang keluar dari batas
medial dekat dengan pangkal (bagian proksimal) arteri dan vena renalis. Terdapat dua
ureter, yang menyalurkan urin dari setiap ginjal ke sebuah kandung kemih. Kandung
kemih ( buli buli) yang menyimpan urin secara temporer, adalah sebuah kantung
berongga yang dapat diregangkan dan volumenya disesuaikan dengan mengubah ubah
status kontraktil otot polos di dindingnya. Secara berkala, urin dikosongkan dari kandung
kemih keluar tubuh melalui sebuah saluran, uretra. Bagian bagian sistem kemih diluar
ginjal memiliki fungsi hanya sebagai saluran untuk memindahkan urin keluar tubuh.
Setelah terbentuk di ginjal, komposisi dan volume urin tidak berubah pada saat urin
mengalir ke hilir melintasi sisi sistem kemih.
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik
yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Susunan
nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus : daerah sebelah luar yang tampak
granuler ( korteks ginjal) dan daerah bagian dalam yang berupa segitiga segitiga
bergaris garis, piramida ginjal, yang secara kolektif disebut medula ginjal. Setiap nefron
terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural
dan fungsional berkaitan erat.
Komponen vaskuler dari nefron diantara lain :
- Arteriol aferen
merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagi bagi menjadi
pembuluh pembuluh halus dan berfungsi menyalurkan darah ke kapiler
-

glomerulus
Glomerulus
suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut

dari darah yang melewatinya


Arteriol eferen
Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus
meninggalkan glomerulus dan merupakan satu satunya arteriol di dalam

tubuh yang mendapat darah dari kapiler


Kapiler peritubulus
Merupakan arteriol eferen yang terbagi bagi menjadi serangkaian kapiler
yang kemudian membentuk jalinan mengelilingi sistem tubulus untuk
memperdarahi jaringan ginjal dan berperan dalam pertukaran cairan di lumen
tubulus. Kapiler kapiler peritubulus menyatu membentuk venula yang
akhirnya mengalir ke vena renalis, temoat darah meninggalkan ginjal

Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berrongga berisis cairan yang
terbentuk oleh satu lapisan sel epitel, di antara lain :
- Kapsula Bowman
Suatu invaginasi berdinding rapat yang melingkupi glomerulus untuk
-

mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus


Tubulus proksimal
Seluruhnya terletak di dalam korteks dan sangat bergelung (berliku liku)
atau berbelit si sepanjang perjalanannya. Tubulus proksimal menerima cairan

yang difiltrasi dari kapsula bowman


Lengkung henle
Lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam medula. Pars
desendens lengkung henle terbenam dari korteks ke dalam medula, pars
assendens berjalan kembali ke atas ke dalam korteks. Pars assendens kembali
ke daerah glomerulus dari nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati
garpu yang dibentuk oleh arteriol aferen dan arteriol eferen. Dititk ini sel sel
tubulus dan sel sel vaskuler mengalami spesialisasi membentuk aparatus
jukstaglomerulus yang merupakan suatu struktur yang berperan penting dalam

mengatur fungsi ginjal.


Tubulus distal
Seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari lengkung

henle dan mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus pengumpul


Duktus atau tubulus pengumpul
Suatu duktus pengumpul yang menerima cairan dari beberapa nefron yang
berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medula untuk
mengosongkan cairan yang kini telah berubah menjadi urin ke dalam pelvis
ginjal
Terdapat 2 jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron jukstamedula yang

dibedakan berdasarkan lokasi dan panjang sebagian strukturnya. Nefron korteks


merupakan jenis nefron yang paling banyak dijumpai dan lengkung tajam dari nefron
korteks hanya sedikit terbenam ke dalam medula. Sebaliknya, nefron jukstamedula
terletak di lapisan dalam korteks di dekat medula dan lengkungnya terbenam jauh ke
dalam medula. Selain itu, kapiler peritubulus nefron jukstamedula membentuk
lengkung vaskuler tajam yang dikenal sebagai vasa rekta, yang berjalan
berdampingan erat dengan lengkung henle. Susuna paralel dan karakteristik
permeabilitas dan transportasi lengkung henle dan vasa rekta berperan penting dalam
kemampuan ginjal menghasilkan urin dalam berbagai konsentrasi tergantung
kebutuhan tubuh.

H. FISIOLOGI GINJAL
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsi regulatorik dan
ekskretorik yaitu :
(1) filtrasi glomerulus
Terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula
Bowman melalui tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus yaitu dinding
kapiler glomerulus, lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membran basal dan
lapisan dalam kapsula bowman.
Din ding kapiler glomerulus, yang terdiri dari selapis sel endotel gepeng, memiliki
lubang lubang dengan banyak pori pori besar atau fenestra, yang membuatnya seratus
kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat terlarut dibandingkan kapiler di tempat lain.
Membran basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen dan terselip di antara glomerulus
dan kapsula bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural, sedangkan glikoprotein
menghambat filtrasi protein plasma kecil. Walaupun protein plasma yang lebih besar
tidak dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati pori pori diatas, pori pori tersebut
sebenarnya cukup besar untuk melewatkan albumin dan protein plasma terkecil. Namun,
glikoprotein karena bermuatan sangat negatif akan menolak albumin dan pritein plasma
lain, karena yang terakhir juga bermuatan negatif. Dengan demikian, protein plasma
hampir seluruhnya tidak dapat di filtrasi dan kurang dari 1% molekul albumin yang
berhasil lolos untuk masuk ke kapsula bowman.
Lapisan dalam kapsula bowman terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang
mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak tonjolan memanjang
seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan podosit di dekatnya. Celah sempit
antara tonjolan yang berdekatan dikenal sebagai celah filtrasi, membentuk jalan bagi
cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk ke dalam lumen kapsula bowman.

Tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus adalah tekanan darah
kapiler glomerulus, tekanan onkotik koloid plasma, dan tekanan hidrostatik kapsula
bowman. Tekanan kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah
di dalam kapiler glomerulus. Tekana darah glomerulus yang meningkat ini mendorong
cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsula bowman di sepanjang kapiler
glomerulus dan merupakan gaya utama yang menghasilkan filtrasi glomerulus.
GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik osmotik koloid yang
melintasi membran glomerulus. Tekanan onkotil plasma melawan filtrasi, penurunan
konsentrasi protein plasma, sehingga menyebabkan peningkatan GFR. Sedangkan
tekanan hidrostatik dapat meningkat secara tidak terkontrol dan dapat mengurangi laju
filtrasi. Untuk mempertahankan GFR tetap konstan, maka dapat dikontrol oleh
otoregulasi dan kontrol simpatis ekstrinsik.
Mekanisme otoregulasi ini berhubungan dengan tekanan darah arteri, karena tekanan
tersebut adalah gaya yang mendorong darah ke dalam kapiler glomerulus. Jika tekanan
darah arteri meningkat, maka akan diikuti oleh peningkatan GFR. Untuk menyesuaikan
aliran darah glomerulus agar tetap konstan, maka ginjal melakukannya dengan mengubah
kaliber arterial aferen, sehingga resistensi terhadap aliran darah dapat disesuaikan.
Apabila GFR meningkat akibat peningkatan tekanan darah arteri, maka GFR akan
kembali menjadi normal oleh konstriksi arteriol aferen yang akan menurunkan aliran
darah ke dalam glomerulus.
Selain mekanisme otoregulasi, untuk menjaga GFR agar tetap konstan adalah dengan
kontrol simpatis ekstrinsik GFR. Diperantarai oleh masukan sistem saraf simpatis ke
arteriol aferen untuk mengatur tekanan darah arteri sehingga terjadi perubahan GFR
akibat refleks baroreseptor terhadap perubahan tekanan darah.
Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk ke glomerulus difiltrasi
dengan tekanan filtrasi 10 mmHg dan menghasilkan 180 L filtrat glomerulus setiap hari
untuk GFR rata rata 125 ml/menit pada pria dan 160 liter filtrat per hari dengan GFR
115 ml/menit untuk wanita.
(2) reabsorpsi tubulus
Merupakan proses perpindahan selektif zat zat dari bagian dalam tubulus (lumen
tubulus) ke kapiler peritubulus agar dapat diangkut ke sistem vena kemudian ke jantung
untuk kembali diedarkan. Proses ini meupakan transport aktif dan pasif karena sel sel
tubulus yang berdekatan dihubungkan oleh tight junction. Glukosa dan asam amino
dereabsorpsi seluruhnya disepanjang tubulus proksimal melalui transport aktif. Kalium
dan asam urat hampir seluruhnya direabsorpsi secara aktif dan di sekresi ke dalam tubulus

distal. Reabsorpsi natrium terjadi secara aktif di sepanjang tubulus kecuali pada ansa
henle pars descendens. H2O, Cl-, dan urea direabsorpsi ke dalam tubulus proksimal
melalui transpor pasif. Berikut ini merupakan zat zat yang direabsorpsi di ginjal :
a. Reabsorpsi Glukosa
Glukosa direabsorpsi secara transpor altif di tubulus proksimal. Proses reabsorpsi
glukosa ini bergantung pada pompa Na ATP-ase, karena molekul Na

tersebut

berfungsi untuk mengangkut glukosa menembus membran kapiler tubulus dengan


menggunakan energi.
b. Reabsorpsi Natrium
Natrium yang difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 98 99% akan direabsorpsi
secara aktif ditubulus. Sebagian natrium 67% direabsorpsi di tubulus proksimal, 25%
dereabsorpsi di lengkung henle dan 8% di tubulus distal dan tubulus pengumpul.
Natrium yang direabsorpsi sebagian ada yang kembali ke sirkulasi kapiler dan dapat
juga berperan penting untuk reabsorpsi glukosa, asam amino, air dan urea.
c. Reabsorpsi Air
Air secar apasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus. Dari H2O yang
difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal dan ansa henle. Kemudian sisa
H2O sebanyak 20% akan direabsorpsi di tubulus distal dan duktus pengumpul dengan
kontrol vasopressin.
d. Reabsorpsi Klorida
Ion klorida yang bermuatan negatif akan direabsorpsi secara pasif mengikuti
penurunan gradien reabsorpsi aktif dan natrium yang bermuatan positif. Jumlah
Klorida yang direabsorpsikan ditentukan oleh kecepatan reabsorpsi Na
e. Reabsorpsi Kalium
Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi secara
difusi pasif di tubulus proksimal sebanyak 50%, 40% kalium akan dirabsorpsi di ansa
henle pars assendens tebal, dan sisanya direabsorpsi di duktus pengumpul
f. Reabsorpsi Urea
Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Ureum akan difiltrasi
seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi sebagian di kapiler
peritubulus, dan urea tidak mengalami proses sekresi. Sebagian ureum akan
direabsorpsi di ujung tubulus proksimal karena tubulus kontortus proksimal tidak
permeabel terhadap urea. Saat mencapai duktus pengumpul urea akan mulai
direabsorpsi kembali.
g. Reabsorpsi Fosfat dan Kalsium
Ginjal secara langsung berperan mengatur kadar kedua ion fosfat dan kalsium
dalam plasma. Kalsium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 40% direabsorpsi di

tubulus kontortus proksimal dan 50% direabsorpsi di ansa henle pars assendens.
Dalam reabsorpsi kalsium dikendalikan oleh homon paratiroid. Ion fosfat ayng
difiltrasi, akan direabsorpsi sebanyak 80% di tubulus kontortus proksimal kemudian
sisanya akan dieksresikan ke dalam urin.
(3). sekresi tubulus
Proses perpindahan selektif zat zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam
lumen tubulus. Proses sekresi terpenting adalah sekresi H+, K+ dan ion ion organik.
Proses sekresi ini melibatkan transportasi transepitel. Di sepanjang tubulus, ion H +
akan disekresi ke dalam cairan tubulus sehingga dapat tercapai keseimbangan asam
basa. Asam urat dan K+ disekresi ke dalam tubulus distal. Sekitar 5% dari kalium yang
terfiltrasi akan dieksresikan ke dalam urin dan kontrol sekresi ion K + tersebut diatur
oleh hormon antidiuretik. Kemudian hasil dari ketiga proses tersebut adalah terjadinya
eksresi urin, dimana semua konstituen plasma yang mencapai tubulus, yaitu yang
difiltrasi atau disekresi tetapi tidak direabsorpsi, akan tetap berada di dalam tubulus
dan mengalir ke pelvis ginjal untuk eksresikan sebagai urin.

Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar ditujukan
untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan eksternal :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES termasuk Na +, Cl-, K+,
HCO3-, Ca++, Mg++, SO4=, PO4= dan H+
3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui
peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O
4. Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh, dengan menyesuaikan
pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin
5. Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh, terutama
melalui pengaturan keseimbangan H2O

6. Mengeksresikan (eliminasi) produk produk sisa (buangan) dari metabolisme


tubuh. Misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk, zat
zat sisa tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak
7. Mengeksresikan banyak senyawa asing. Misalnya obat, zat penambah pada
makanan, pestisida, dan bahan bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang berhasil
masuk ke dalam tubuh
8. Mensekresikan eritropoietin, suatu hormon yang dapat merangsang pembentukan
sel darah merah
9. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai yang
penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya
I. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa
setelah kerusakan ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron
yang masih utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran
setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya,
keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal
Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan aktivitas
aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksin dan
hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi :
- Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan
produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan
kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu
GGK dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum)
yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik uremik

pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah menjadi
pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70 80 hari dan toksik uremik
ini dapat mempunya efek inhibisi eritropoiesis
-

Sesak nafas
Menurut saya disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal
sehingga menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik
ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di
aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi
angitensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH
ssehingga menyebabkan retensi NaCl dan air volume ekstrasel meningkat
(hipervolemia) volume cairan berlebihan ventrikel kiri gagal memompa
darah ke perifer LVH peningkatan tekanan atrium kiri peningkatan
tekanan vena pulmonalis peningkatan tekanan di kapiler paru edema
paru sesak nafas

Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan penurunan
kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis metabolik pada
gagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi amonia karena kehilangan
sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah bikarbonat
melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah. Apabila
penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan asidosis metabolik.
Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala saluran cerna seperti mual,
muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu gejala khas akibat asidosis metabolik
adalah

pernapasan

kussmaul

yang

timbul

karena

kebutuhan

untuk

meningkatkan eksresi karbon dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis


Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I.
Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.

Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan


-

tekanan darah.
Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas oleh
ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.

Hiperurikemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam
darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan
pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga sendi akan terlihat

membengkak, meradang dan nyeri


Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon
peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus
ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan penurunan jumlah
nefron, natriuresis akan meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan retensi
air yang berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan ekstraseluler.
Keadaan hiponetremia ditandai dengan gangguan saluran pencernaan berupa

kram, diare dan muntah.


Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat sehingga
fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya
terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca2+ untuk membentuk kalsium fosfat
yang sukar larut. Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap di sendi

dan kulit ( berturut-turut menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)


Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan
hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga
memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi
tulang (osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat di
dalam plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal. Jadi
meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasma
tidak berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun pada
insufisiensi ginjal, eksresinya melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga
konsentrasi fosfat di plasma meningkat. Selanjutnya konsentrasi CaHPO 4
terpresipitasi dan konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh karena itu,
rangsangan untuk pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam keadaan

perangsangan yang terus-menerus ini, kelenjar paratiroid mengalami hipertrofi


bahkan semakin melepaskan lebih banyak PTH. Kelaina yang berkaitan
dengan hipokalsemia adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi renal dan
hiperparatiroidisme sekunder. Karena reseptor PTH selain terdapat di ginjal
dan tulang, juga terdapat di banyak organ lain ( sistem saraf, lambung, sel
darah dan gonad), diduga PTH berperan dalam terjadinya berbagai kelainan di
organ tersebut.
Pembentukan kalsitriol berkurang pada gahal ginjal juga berperan
dalam menyebabkan gangguan metabolisme mineral. Biasanya hormon ini
merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di usus. Namun karena terjadi
penurunan kalsitriol, maka menyebabkan menurunnya absorpsi fosfat di usus,
-

hal ini memperberat keadaan hipokalsemia


Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma
meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel ginjal
sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan
konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi
hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga
menyebabkan hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini
berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga
dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon dalam,

gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.


Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari
kerusakan ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi.
Proteinuria glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang
melibatkan glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan
permeabilitas
Sehingga

glomerulus

molekul

dan

protein

memicu

berukuran

terjadinya
besar

glomerulosklerosis.

seperti

albumin

dan

immunoglobulin akan bebas melewati membran filtrasi. Pada keadaan


proteinuria berat akan terjadi pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebu
-

dengan sindrom nefrotik.


Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari
uremia pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga
dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin dapat berdifusi

ke aliran darah dan menyebabkan toksisitas yang mempengaruhi glomerulus


dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi glomerulus
kurang dari 10% dari normal, maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien
akan menunjukkan gejala iritasi traktus gastrointestinal, gangguan neurologis,
nafas seperti amonia (fetor uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis
uremik. Gangguan pada serebral adapat terjadi pada keadaan ureum yang
sangat tinggi dan menyebabkan koma uremikum.
J. DIAGNOSIS
GEJALA KLINIS
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari
pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama
kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada
stadium ini, penderita menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan
berbagai organ seperti :
- Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor
-

uremik
Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit
Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya

konsentrasi menurun, insomnia, gelisah


- Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema
- Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 60 % pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
30 % mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan
kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit

antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan
komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal
(renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan
ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
GAMBARAN LABORATORIUM
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan kreatinin serum,
dan penurunan LFG
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik
d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria
GAMBARAN RADIOLOGIS
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati
filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
BIOPSI DAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI GINJAL
Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana
diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan dan bertujuan untuk mengetahui
etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang sudah
diberikan. Kontraindikasi pada ukuran ginjal yang mengecil, ginjal polikistik,
hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal
nafas, dan obesitas.
K. KOMPLIKASI
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolik
- Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )
- Kelainan hematologi (anemia)
- Osteodistrofi renal
- Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)
- Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik

L. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi
terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG untuk
mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.
3) Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah :
o Pembatasan asupan protein
Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi di
pecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama
dieksresikan melalui ginjal selain itu makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion anorganik lainnya
juga dieksresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi
protein pada penderita gagal ginjal kronik akan mengakibatkan
penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lainnya dan
mengakibatkan sindrom uremia. Pembatasan asupan protein juga
berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat
selalu berasal dari sumber yang sama dan untuk mencegah terjadinya
hiperfosfatemia
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik
LGF ml/menit
Asupan protein g/kg/hari
Fosfat g/kg/hari
>60
Tidak dianjurkan
Tidak dibatasi
25 60
0,6 0,8/kg/hari, termasuk < 10 g
> 0,35 gr/kg/hr nilai
5 -25

biologi tinggi
0,6 0,8/kg/hari, termasuk

< 10 g

> 0,35 gr/kg/hr protein


nilai biologi tinggi atau
tambahan 0,3 g asam
amino esensial atau asam
<60(sind.nefrotik

keton
0,8/kg/hari (+1 gr protein/

g proteinuria atau 0,3 g/kg

<9g

tambahan asam amino


esensial atau asam keton
o Terapi farmakologi
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat
antihipertensi

(ACE

inhibitor)

disamping

bermanfaat

untuk

memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk


memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi
hipertensi intraglomerular dan hipertrofi glomerulus
4) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Dengan cara pengendalian DM, pengendalian hipertensi, pengedalian
dislipidemia, pengedalian anemia, pengedalian hiperfosfatemia dan terapi
terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
5) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi
- Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g%
atau hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar
besi serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ total iron binding
capacity, feritin serum), mencari sumber perdarahan morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin
(EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah 11
-

12 g/dl.
Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
i. Mengatasi hiperfosfatemia
Pembatasan asupan fosfat 600 800 mg/hari
Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium, alluminium
hidroksida, garam magnesium. Diberikan secara oral untuk
menghambat absorpsi fosfat yang berasal dari makanan. Garam
kalsium yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat
(CaCO3) dan calcium acetate
Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat menghambta
reseptor Ca pada kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer
ii.

hidrokhlorida.
Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah
normal dan kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal
karena dapat meningkatkan absorpsi fosfat dan kaliun di
saluran cerna sehingga mengakibatkan penumpukan garam

calcium carbonate di jaringan yang disebut kalsifikasi


metastatik, disamping itu juga dapat mengakibatkan penekanan
yang berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.
iii.

Pembatasan cairan dan elektrolit


Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema
dan kompikasi kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka air
yang masuk dianjurkan 500 800 ml ditambah jumlah urin.
Elektrolit yang harus diawasi asuapannya adalah kalium dan
natrium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia
dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena
itu, pemberian obat obat yang mengandung kalium dan
makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus
dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5 5,5 mEq/lt.
Pembatasan natrium dimaksudkan untuk

mengendalikan

hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan,


disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema
yang terjadi.
6) Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15
ml/mnt. Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
M. PROGNOSIS
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya
buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang
ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu,
biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan
menimbulkan gejala sehingga penanganannya seringkali terlambat. (3)

2.4 GAGAL GINJAL AKUT


A.
Definisi

Gagal ginjal akut adalah suatu keadaan penurunan fungsi ginjal


seccara mendadak akibat kegagalan sirkulasi renal, serta gangguan fungsi
tubulus dan glomerulus dengan manifestasi penurunan produksi urine dan
terjadi azotemia (peningkatan kadar nitrogen darah, peningkatan kreatiniin
serum, dan retensi produk metabolik yang harus diekresikan oleh ginjal)
B.

Etiologi
a. Gagal ginjal akut Prerenal.
Gagal ginjal akut prerenal adalah keadan yang paling ringan yang
dengan cepat dapat reversibel, jika perfusi ginjal segera diperbaiki. Gagal
ginjal akut prerenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan
histologik//morfologik pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak
segera diperbaiki, akan menimbulkan trjadinya nekrosis tubular akut (NTA).

Etiologi :
Penurunan Volume Vascular
1. Kehilangan darah/plasma karena perdarahan, luka bakar.
2. Kehilangan cairan ekstraselular karena muntah, diare.
Kenaikan Kapasitas Vascular
1. Sepsis
2. Blokade ganglion
3. Reaksi anafilaksis
Penurunan Curah Jantung/kegagalan pompa jantung
1. Renjatan kardiogenik
2. Payah jantung kongesti
3. Tamponade jantung
4. Distritmia
5. Emboli paru
6. Infark jantung
b. Gagal ginjal akut renal.
GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :
1. Glumerulonefritis
2. Nefrosklerosis
3. Penyakit kolagen
4. Angitis hepersensitif
5. Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia, atau kuman
Nefrosis Tubular Akut (NTA)
Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal sebagai
kelanjutan GGA. Prerenal atau pengaruh bahan nefrotoksik. Bila iskemia
ginjal sangat berat dan berlngsung lama dapat menaakibatkan terjadinya
nekrosis kartikol akut (NKA) dimana lesi pada umumnya difus pada
seluruh korteks yang bersifat reversibel. Bila lesinya tidak difus (patchy)
akan ada kemungkinan reversibel.
c. Gagal ginjal akut postrenal

GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup,


namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah
obstruksi, meskipun dapat juga karena ekstravasasi.
Etiologi:
- Obstruksi
1. Saluran kencing: batu, pembekuan darah, tumor, krista,dll
2. Tubuli ginjal: kristal, pigmen, protein (miolema)
- Ekstravsasi

C.

Patofisiologi
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah
renal dan ganggun fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah
jantung dan gagal jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah
akibat tumor, bekuan darah atau ginjal, obstryksi vena atau arteri bilateral ginjal.
Jika kondisi itu ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen,
peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan gagal
ginjal akut dapat ditangani.
Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut yaitu :
a. Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
b. Stadium oliguria.
Volume urine 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN
baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar
kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia
biasanyaringan kecualibila penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal
jntung/dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gejala nokturia (akibat
kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala mulai timbul sebagai
respon terhadap stress dan perubahan makanan dan minuman yang tiba-tiba.
Penderita

biasanya

tidak

terrlalu

memperhatikan

gejala

ini.

Gejala

pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700ml
atau penderita terbangun untuk berkemihbeberapa kali pada waktu malam
hari.
Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan
malam hari adalah 3:1 atau 4:1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi
juga sebagai respon terhadap kegelisahan atau minum yang berlebihan.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama
menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3

liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengn faal ginjal
diantara 5%-25%. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala-gejala
kekurangan farahm tekanan darah nakan naik, terjadi kelebihan, aktifitas
penderita mulai terganggu.
c. Stadium III
Semua gejala semua sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan
dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejalagejal yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, kurang
tidur, kejang-kejang dan akhrirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma.
Stadium akhir timbul pada sekitar 90% dari masa nefron telah hancur. Nilai
GFR nya 10% dari kadaaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 510ml/menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat
dengan sangat mencolok sehingga penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan hemeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita
biasanya menjadi oliguria (pengeluaran kemih) kurang dari 500ml/hari karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang
tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleksperubahan
biokimia dab gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi
setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti
akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi
ginjal/dialisis.

WOC
GGA prerenal:
- Volume sirkulasi
berkurang
- Penurunan curah jantung
- Kenaikan kapasitas

GGA renal :
- NTA
- Infeksi bakteri gr(-)
- nefrotoksis

Sekresi
eritropoitin
Produksi
Hb
Anemia

Pucat,
lemah
1. Perubahan
MK: MK :
nutrisi
MK:
Resiko
Intoleransi
Nafas
berbau
Asidosis
Napas
<keb.tubuh
Gang,
asam
penurunan
aktivitas
urine
metabolik
kusmaul
2. Gang, citra
basa

Penurunan faal
ginjal
Hasil
metabolisme
kembali
Penumpukan
urin dalam
darah
Timbul bintikbintik hitam,
pruritus
MK:
MK :Kerusakan
Pola
Beban
renin
Hiperten
napas
Integrasi
kerja
si

GGA posrenal
- Obstruksi
- Ekstravasasi

GFR
Gang suplai
darah
Retensi
cairan Na,
elektrolit
Suplai O2

Oliguri
MK:
Gang,
eliminasi
urine

Lethargi,
kepala,
-Jaringan
MK:
Kelebihan
Penimbunan
MK
: sakit
penurunan
garam
Perubahan
dan fungsi
air volumeOedam
- Otak
a
jaringan

D.

Manifestasi Klinis
a. Perubahan haluaran urine (haluaran urin sedikit,
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

mengandung darah dan

gravitasinya rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah 1,015-1,025)


Peningkatan BUN, creatinin
Kelebihan volume cairan
Oedem anasarka
Hiperkalemia
Serum calsium menurun, phospat meningkat
Asidosis metabolik
Anemia
Letargi
Mual persisten, muntah dan diare
Nafas berbau urea
Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan
otot dan kejang.

E.

Penatalaksanaan
a. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut
yang serius seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Perikarditis
memperbaiki abnormalitas biokimia menyebabkan cairan, protein, dan natrium
dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecendrungan perdarahan, dan
membantu penyembuhan luka.
b. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal
ginjal akut, hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada
gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui
serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium >5,5mEq/L, SI: 5,5
mmol/L), perubahan EKG ( tinggi puncak golombang T rendah atau sangat
tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi
dengan pemberian ion pengganti resin (nutrium polistiren sultfona [kayexalatel]),
secara oral atau melalui retensi enema.
c. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian
pengukuran vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan
darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dan
urine, drainase lambung,

feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan

digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan.

F.

Komplikasi
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Hiperkalemia
Hipertensi
Anemia
Asidosis metabolik
Kejang
Perikarditis

2.5 Diabetes Melitus


Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang merupakan kumpulan
masalah anatomi dan kimiawi dengan ciri hiperglikemia yang terjadi akibat dari
defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Menurut American
Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes melitus merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association :

Diagnosis diabetes melitus ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa darah


dan tidak bisa ditegakkan berdasarkan adanya glukosuria. Hal ini disebabkan karena

munculnya glukosa di urin (saat sudah melewati ambang glukosa) terjadi sebelum transport
maksimum tercapai. Ada perbedaan antara ambang glukosa dan transpor maksimum yang
disebabkan karena tidak semua nefron mempunyai transport maksimum yang sama untuk
glukosa, dan beberapa nefron mulai mengekskresi glukosa sebelum nefron lain mencapai
transport maksimumnya. Secara umum, transport maksimum untuk ginjal adalah 375
mg/menit, dan ini akan tercapai saat semua nefron telah mencapai kapasitas maksimalnya
untuk reabsorpsi glukosa. Hal inilah yang membuat glukosuria bukan kriteria penegakkan
diagnosis diabetes melitus.
Pemeriksaan glukosa darah yang disarankan untuk penentuan diagnosis diabetes
melitus adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan sampel darah plasma vena.
Pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer dapat digunakan untuk tujuan
pemantauan hasil terapi. Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipikirkan jika terdapat
keluhan klasik diabetes melitus seperti di bawah ini :
A. Keluhan klasik diabetes melitus : poliuria, polifagia, polidipsi, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
B. Keluhan lain berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria serta pruritus vulva pada wanita.
Cara menegakkan diagnosis diabetes melitus :
A. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200
mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus.
B. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl ditambah adanya keluhan klasik.
C. Tes toleransi oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif
dan spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, tetapi
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan, yaitu sulit untuk dilakukan berulang-ulang
dan membutuhkan persiapan khusus
Tabel 2. 1Kriteria Diagnosis diabetes melitus
Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7,0
mmol/L) puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8
jam

Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

Gambar 2. 1Langkah-langkah Diagnostik Diabetes Melitus dan Toleransi Glukosa


Terganggu

Anda mungkin juga menyukai