Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KONSEP DASAR
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan
meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah.

Rongga abdomen

dilukiskan menjadi dua bagian abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga


sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah
dan kecil.
Batasan batasan abdomen. Di atas,

diafragma, Di bawah, pintu

masuk panggul dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot otot
abdominal, tulang tulang illiaka dan iga iga sebelah bawah. Di belakang,
tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.
Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung,
usus halus, dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah
diafragma, dan menutupi lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung
empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan
limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal
berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen
dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan
sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen.
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak
juga dijumpai dalam rongga ini.
B. DEFINISI
Trauma

adalah

cedera/rudapaksa

atau

kerugian

psikologis

atau

emosional (Dorland, 2002).


Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga
abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga
abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau
berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh pembuluh darah

abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat


Bedah Indonesia, 13 Juli 2000).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi
dengan

atau

tanpa

tembusnya

penanganan/penatalaksanaan

lebih

dinding
bersifat

perut

dimana

kedaruratan

pada

dapat

pula

dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).


Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai
organ (Sjamsuhidayat, 1997).
C. ETIOLOGI / FAKTOR PENYEBAB
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh
dari ketinggian.
Menurut

sjamsuhidayat,

penyebab

trauma

abdomen

berikut :
1.

2.

Penyebab trauma penetrasi


Luka akibat terkena tembakan
Luka akibat tikaman benda tajam
Luka akibat tusukan
Penyebab trauma non-penetrasi
Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
Hancur (tertabrak mobil)
Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
KLASIFIKASI
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :

1.

Kontusio dinding abdomen

adalah,

sebagai

Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat


cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan
darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2.

Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen
yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002)
terdiri dari:

1.

Perforasi organ viseral intraperitoneum


Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti
adanya cedera pada dinding abdomen.

2.

Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen


Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan
diagnostik ahli bedah.

3.

Cedera thorak abdomen


Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap
kiri

diafragma,

atau

sayap

kanan

dan

hati

harus

dieksplorasi
D. PATHOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara
faktor faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat
trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang
ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya
perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi
jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan

yang menghentikan

tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas
dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali
pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan
untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh
menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya
trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan
dapat

melewati

dipertimbangkan

ketahanan

jaringan.

Komponen

lain

yang

harus

dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif

terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra
abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :

Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya
tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya
tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun

organ berongga.
Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan

vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.


Terjadi gaya akselerasi deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan
gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
Pohon masalah:
Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen


(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih


Gangguan cairan
Nutrisi kurang dari
dan eloktrolit
kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik


(Sumber : Mansjoer,2001)
E. MANIFESTASI KLINIS
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut
Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi
abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu
tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:

Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen


Terjadi perdarahan intra abdominal.
Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi
usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan

gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).


Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah

trauma.
Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada
dinding abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:

Terdapat luka robekan pada abdomen.


Luka tusuk sampai menembus abdomen.
Penanganan
yang
kurang
tepat

perdarahan/memperparah keadaan.
Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.

biasanya

memperbanyak

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri

Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan
nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya

penumpukan

darah

atau

cairan

dirongga

peritonium

yang

disebabkan oleh iritasi.


3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada
saat pasien dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock
hemoragi.
F. KOMPLIKASI
Segera

: hemoragi, syok, dan cedera.

Lambat

: infeksi (Smeltzer, 2001).

G. PENATALAKSANAAN
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan

Hb

diperlukan

untuk base-line

data bila

terjadi

perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.


Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya
trauma

pankreas

atau

perforasi

usus

halus.

menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.

Kenaikan

transaminase

3. Plain abdomen foto tegak


Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran
usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada
saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam
rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
1)

Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :


Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
Trauma pada bagian bawah dari dada
Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol,

cedera otak)
Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang

belakang)
Patah tulang pelvis
2) Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
Hamil
Pernah operasi abdominal
Operator tidak berpengalaman
Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi
dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
Penatalaksanaan Medis :
1) Abdominal paracentesis

Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan


indikasi untuk laparotomi.
2) Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
3) Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
4) Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi.
5) Laparotomi
Penatalaksanaan keperawatan:
1)

Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi)

sesuai indikasi.
2) Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ;

gerakkan dapat

menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan


menimbulkan hemoragi masif.
a) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem
b)
c)
d)
e)
3)
4)

saraf.
Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
Gunting baju dari luka.
Hitung jumlah luka.
Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
Kaji tanda dan gejala hemoragi.
Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan

dilakukan.
5) Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu
mendeteksi

luka

lambung,

mengurangi

kontaminasi

terhadap

rongga

peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.


6) Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin
7)

basah untuk mencegah kekeringan visera.


Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya

8)

hematuria dan pantau haluaran urine.


Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok,
kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau
hematuria.

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera
(trauma)
2. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), polanapas(hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif

: Inkontinensia kandung kemih/usus

atau mengalami

gangguan fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.

9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif.
Gangguan rentang gerak.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
c.

abdomen.
Resiko infeksi

berhubungan

dengan

tindakan

pembedahan,

tidak

adekuatnya pertahanan tubuh


d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
C. Perencanaan
a) Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.
K.H

: Kebutuhan cairan terpenuhi

Intervensi
1.

Kaji tanda-tanda vital


R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan

2.

Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin


R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan

3.

Kaji tetesan infus


R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.

4.

Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.


R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.

5.

Tranfusi darah
R/ menggantikan darah yang keluar.
b)

Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi


abdomen.
Tujuan : Nyeri teratasi

K.H

: Nyeri berkurang atau hilang.

Intervensi :
1.

Kaji karakteristik nyeri


R/ mengetahui tingkat nyeri klien.

2.

Beri posisi semi fowler.


R/ mengurngi kontraksi abdomen

3.

Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi


R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian

4.

Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.


R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.

5.

Managemant lingkungan yang nyaman


R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien

c)

Resiko

infeksi

berhubungan

dengan

tindakan

pembedahan,

tidak

adekuatnya pertahanan tubuh.


Tujuan : Tidak terjadi infeksi
K.H

: tidak ada tanda-tanda infeksi

Intervensi :
1.

Kaji tanda-tanda infeksi


R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini.

2.

Kaji keadaan luka


R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko
infeksi.

3.

Kaji tanda-tanda vital


R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi.

4.

Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi


R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial

5.

Kolaborasi pemberian antibiotik


R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar

d) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan

Tujuan : Ansietas teratasi


K.H

: Klien tampak rileks


Intervensi :

1.

Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang

berhasil pada waktu lalu


R/ koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.
2.

Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa

takut dan berikan penanganan


R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah
dan untuk memberikan penjelasan kepada klien.
3.

Jelaskan

prosedur

dan

tindakan

dan

beri

penguatan

penjelasan

mengenai penyakit
R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan
dilakukan, klien mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
4.

Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres

R/

lingkungan

yang

nyaman

dapat

membuat

klien

nyaman

menghadapi situasi
5.

Dorong dan dukungan orang terdekat


R/ memotifasi klien

e) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : Dapat bergerak bebas
K.H: Mempertahankan mobilitas optimal
Intervensi
1.

Kaji kemampuan pasien untuk bergerak


R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi

2.

Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien


R/ meminimalisir pergerakan kien

3.

Berikan latihan gerak aktif pasif


R/ melatih otot-otot klien

4.

Bantu kebutuhan pasien

dalam

R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien


5.

Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.


R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien

Anda mungkin juga menyukai