Chaifung Carolline
10 2013 202
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta
Email : chaifung_carolline95@yahoo.com
Pendahuluan
Sistem reproduksi manusia tidak berperan dalam homeostasis dan tidak
esensial bagi hidup seseorang, tetapi ditujukan untuk keberlangsungan spesies.Hanya
melalui reproduksi, cetak biru genetic yang kompleks masing-masing spesies dapat
bertahan melebihi lama hidup masing-masing anggota spesies tersebut. Kemampuan
reproduksi bergantung pada hubungan rumit antara hipotalamus, hipofisis anterior,
organ reproduksi, dam sel sasaran hormone seks. Hubungan ini menggunakan banyak
mekanisme
regulatorik
yang
digunakan
oleh
system
tubuh
lain
untuk
dua crura penis yang merupakan bagian proximal corpora cavernosa melekat pada
arcus pubis, dan bulbus penis yang merupakan bagian proximal corpus spongiosum
penis melekat pada membrane perinei.Corpus penis yang seluruhnya ditutupi oleh
kulit, dibentuk oleh penambatan dua bagian proximal corpora cavernosa penis yang
bebas dan bagian bebas corpus spongiosum penis yang terkait.Basis corpus penis
ditopang oleh dua ligament yakni ligamentum suspensorium penis dan ligamentum
fundiforme penis.Glands penis membentuk ekstrimitas corpus penis.Pada puncak
glands terdapat meatus urethrae externus. Terbentang di pinggiran bawah meatus ini
terdapat lipatan yang menghubungkan glands penis dengan preputium yang diberi
nama frenulum. Pinggir dari basis gland penis disebut corona glandis.Preputium
dibentuk oleh lipatan kulit yang melekat pada collum penis.
Scrotum adalah sebuah kantong yang menonjol keluar dari bagian bawah
dinding anterior abdomen.Scrotum berisi testis, epididymis, dan ujung bawah
funiculus spermaticus.Dinding scrotum terdiri dari beberapa lapisan yakni yang
pertama adalah kulit.Kulit scrotum tipis, berkerut, berpigmen dan membentuk
kantong tunggal.Sedikit peninggian di garis tengah menunjukkan garis persatuan dari
kedua penonjolan labioscrotalis.Kedua adalah fascia superficialis.Fascia ini
melanjutkan diri sebagai panniculus adiposus dan stratum membranosum dinding
anterior abdomen.Akan tetapi panniculus adiposus digantikan oleh otot polos yang
disebut tunika dartos. Stratum membranosum fascia superficialis (fascia collesi) di
depan melanjutkan diri sebagai stratum membranosum dinding anterior abdomen
(fascia scarpae), di belakang melekat pada corpus perineale dan pinggir posterior
membrane perinei. Kedua lapisan ini berfungsi untuk membentuk sekat median yang
menyilang scrotum dan memisahkan testis satu dengan yang lainnya.Ketiga adalah
fascia spermaticae.Fascia ini terdiri dari fascia spermaticae externa, fascia
cremasterica, dan fascia sprematica interna.Ketiga fascia ini terdiri dari tiga lapis
dinding abdomen dari masing-masing sisi.Terakhir adalah tunika vaginalis.Tunika ini
meliputi permukaan anterior, media dan laterlais testis. Tunika ini merupakan kantong
tertutup, diinvaginasi dari belakang oleh testis.3
Testis adalah sepasang organ berbentuk lonjong dengan ukuran panjang lebih
kurang 2 inci atau 5 cm. Organ ini terletak dalam scrotum dan sangat kuat. Testis
sinister letaknya lebih rendah dibandingkan yang dextra.Masing-masing testis
dikelilingi oleh capsula fibrosa yang kuat yakni tunika albugenia. Organ testis di
dalamnya terbagi menjadi beberapa lobulus. Dalam setiap lobulus terdapat beberapa
dan lobus lateral yang terletak disamping urethra dan dipisahkan oleh alur vertical
yang dangkal yang terdapat di permukaan posterior prostat.2
Glandula Bulbourethralis merupakan glandula mucosus yang berbentuk
kacang dan berukuran kecil, yang terletak di dalam spatium perinei profunda.
Glandula ini terltak lateral dari urethra pars membranasea. Saluran ini berjalan
inferomedial untuk bermuara ke bulbus penis urethra pars spongiosa pada radix penis.
Glandula ini berfungsi untuk melumasi urethra dan untuk emisi pre-ejakulasi dari
penis.
Fisiologi1,5
Mekanisme pubertas
Pematangan testis saat pubertas meliputi saat dimulainya produksi androgen
oleh sel leydig, pertumbuhan tubulus seminiferus, dan dimulainya spermatogenesis.
Ketiga kejadian ini dikontrol oleh gonadotropin seperti FSH dan LH. Selama masa
kanak-kanak, konsentrasi FSH dan LH rendah baik pada kelenjar hipofisis maupun
plasma. Amplitudo dan frekuensi denyut kedua hormon ini juga rendah, menunjukkan
bahwa generator denyut GnRH berputar lambat. Ciri khas dari aksis gonadotropinhipofisis ini dikenal sebagai juvenille pause. Kurang lebih satu tahun sebelum
pembesaran testis, pelepasan denyut FSH dan LH
amplitudo maupun konsentrasinya. Hal ini sebagian besar terjadi pada waktu tidur.
Hal ini menandakan ritme diurnal pada sekresi FSH dan LH merupakan manifestasi
endokrinologis pertama pada pubertas. Variasi diurnal ini ungkin dapat jelas terlihat
pada awal dan pertengahan pubertas, sebagianbesar kemudian menghilang pada akhir
pubertas.5
Dimulainya pubertas diperkirakan merupakan akibat lepasnya generator
denyut GnRH di hipotalamus dari inhibisi SSP. Lokasi dan mekanisme yang tepat
mengenai pelepasan inhibisi ini belum diketahui. Walaupun banyak bukti
menunjukkan bahwa sumber pencetus ini juga berada pada SSP, namun terdapat
penelitian yang berkembang terhadap peranan leptin yaitu suatu hormon yang
diproduksi oleh sel-sel lemak. Individu yang tidak memiliki generator denytu GnRH
hipotalamus tidak akan mengalami pubertas dan adanya tumor atau pembedahn pada
daerah mediobasal hipotalamus juga berhubungan dengan pubertas yang terlamba
atau bahkan tidak terjadi pubertas. Peningkatan ukuran testis pada onset pubertas
sebagian besar merupakan hasil dari peningkatan masa tubulus seminiferus dan
Pembesaran laring
Suara yang lebih dalam
Peningkatan massa tulang
Peningkatan massa dan kekuatan otot skelet
Penebalan kulit
Peningkatan dan penebalan rambut pada batang tubuh, pubis, aksila, dan
wajah.
karakteristik pubertas.
Testosteron berpengaruh pada sifat kelamin primer dan sekunder
Menyebabkan pertumbuhan rambut diatas pubis, keatas di sepanjang linea
Pubertas Prekoks6
Pubertas Prekoks adalah suatu keadaan dimana masa pubertas anak terjadi
lebih awal pada umumnyaKondisi ini terjadi dipicu oleh otak secara spontan atau
dikarenakan pengaruh bahan kimia dari luar tubuh dan biasanya proses ini dimulai
diakhir-akhir masa kanak-kanak dengan ditandai munculnya tanda-tanda kematangan
organ reproduksi lebih awal dan telah berakhirnya masa pertumbuhan. Pubertas yang
lebih awal ini bisa merupakan bagian dari variasi perkembangan normal seseorang,
namun bisa pula merupakan penyakit atau paparan hormon pertumbuhan yang tidak
normal.
Secara sederhana, gambaran perjalanan kasus Pubertas Prekoks diawali
produksi berlebihan GnRH yang menyebabkan kelenjar pituitary meningkatkan
produksi luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH).
Peningkatan jumlah LH menstimulasi produksi hormon seks steroid oleh sel Leydig
pada testis atau sel granul pada ovarium. Peningkatan kadar androgen atau esterogen
menyebabkan fisik berubah dan mengalami perkembangan dini meliputi pembesaran
penis dan tumbuhnya rambut pubis pada anak laki-laki dan pembesaran payudara
pada anak perempuan, serta mendorong pertumbuhan badan. Peningkatan kadar FSH
mengakibatkan pengaktifan kelenjar gonad dan akhirnya membantu pematangan
folikel pada ovarium dan spermatogenesis pada testis.6
HIstologi4
Sistem reproduksi pria terdiri atas sepasang testis yang menggantung dalam
skrotum, sepasang system saluran kelamin intra dan ekstratestikular, dan organ
kopulasi pria yakni penis.Testis berperan untuk membentuk sel gamet lelaki yaitu
spermatozoa, selain sintesis, penyimpanan, dan pelepasan hormone seks lelaki yakni
testosterone.Kelenjar yang terhubung dengan slauran reproduksi lelaki terdiri atas
sepasang veskula seminlais, sebuah kelenjar prostat, dan sepasang kelenjar
bulbourethral.Penis mempunyai fungsi ganda yakni mengantarkan semen ke saluran
reproduksi wanita saat kopulasi dan menyalurkan urine dari kandung kemih keluar
tubuh.
Secara histologi, testis terdiri dari kurang lebih 250 lobulus yang berebentuk
seperti piramida.Setiap lobulus terdiri dari satu hingga empat tubulus seminiferous
yang berujung buntu, diliputi oleh jaringan ikat jarang yang mengandung banyak saraf
dan oembuluh darah dari tunika vaskulosa.Di antara tubular ini terdapat sel interstitial
atau sel Leydig yang berfungsi untuk sintesis testosterone.Spermatozoa dibentuk oleh
epitel seminiferous pada tubuli seminiferous. Spermatozoa akan masuk ke tubuli rekti,
rete testis (suatu ruangan labirin yang ada di mediastinum testis), ductuli eferens,
d.deferens, dan d.epididimis.
Tubulus seminiferous merupakan tabung berlumen yang sangat berkelokkelok dan dikelilingi oleh jaringan kapiler yang luas.Dinding tubulus seminiferous
terdiri atas tunika propria, suatu lapisan jaringan ikat yang tipis dan epitel
seminiferous yang tebal.Tunika propria dan epitel ini dipisahkan oleh lamina
basal.Epitel seminiferous atau epitel germinal mempunyai ketebalan beberapa sel dan
terdiri atau dua jenis sel yaknil sel sertoli dan sel spermatogen.Sel sertoli merupakan
sel silindris tinggi, membrane laterlanya membentuk lipatan kompleks. Sel-sel ini
mempunyai inti yang jernih, ovel dengan anak inti yang besar, di tengah, letak inti
kearah basal sel. Sel ini berfungsi untuk memberi nutrisi bagi sperma yang sedang
berkembang, sebagai sawar darah, fagositosis dll.Sel-sel spermatogonik ada beberapa
macam, salah satunya adalah sel spermatogonia. Sel ini terletak di ruang basal,
sedangnkan jenis lain masih dalam tahap perkembangan sel spermtosit primer,
spermatosit sekunder, spermatid, dan spermatozoa. Spermatosit primer akan memulai
pembelahan meiosis I menjadi spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder akan
mengalami meosis II untuk membentuk spermatid yang haploid. Spermatid ini
nantinya akan bermodifikasi menjadi spermatozoa yang matang dan berflagela.Sel
spermatozoa terdiri atas kepala yang berisi inti (nucleus), leher yang berisi sentriol,
dan ekor yang mengandung mitokondria untuk membantu pergerakan sperma.
Sel interstitial (sel Leydig) terdapat dalam tunika vaskulosa, jaringan ikat yang
banyak mengandung pembuluh darah, fibroblast, sel mast, dll.Sel ini tidak terdapat di
tubulus seminiferous, tetapi berada di antara tubuli seminiferous.Sel leydig inii
memproduksi hormone testosterone.Sel ini berbentuk polyhedral dan memiliki inti
tunggal atau binucleate.
Ductus genital terbagi atas dua kategori yakni yang terletak dalam testis
(intratestikular) dan yang terletak di luar testis (ekstratestikular).Ductus intratestikular
termasuk tubuli recti dan rete testis.Tubuli recti merupakan lanjutan dari tubuli
seminiferous untuk menyalurkan spermatozoa.Dinding sel sertoli dan sisanya
memiliki epitel kuboid selapis.Sel kuboidnya mempunyai mikrovili dan sebagian
besar berflagelum.Sedangkan rete testis merupakan ruang labirin yang terdiri atas
epitel kuboidal dan juga banyak mikrovili dengan flagellum.
Ductus genital ekstratestikular ialah epididymis, ductus deferens dan ductus
ejakulasi.Epididimis memiliki epitel bertingkat yang terdiri atas dua tipe sel yakni sel
basal dan sel principal. Sel basal berfungsi untuk menggantikan sel principal yang
Kesimpulan
Genitalia maskulina terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian eksterna dan
interna.Bagian yang eksterna terdiri dari penis yang banyak mengandung darah dan
skrotum yang membungkus dan menopang testis di luar tubuh. Sedangkan bagian
interna terdiri dari duktus deferens, glandula vesikulosa dan glandula prostata,
Spermatogenesis yang terjadi di dalam tubulus seminiferus merupakan proses
pembentukan atau pematangan spermatozoa yang terjadi di dalam testis serta
melibatkan pembelahan sel secara mitosis dan meiosis. Hormon-hormon yang terkait
pada saat seorang pria mengalami pubertas antara lain adalah testosterone, LH, FSH,
dan estrogen.
Daftar Pustaka
1. Sherwood L. Human physiology 7th edition. Singapore : Elsevier ; 2010.p.675755.
2. Drake RL. Grays basic anatomy.Singapore : Elsevier ; 2012.p.225-30.
3. Snell RS. Anatomi klinik. Jakarta : EGC ; 2004.h.778-800.
4. Gartner LP. The edition of colortextbook of histology. Singapore : Saunders ;
2007.p.473-92.
5. Guyton Hall. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC ; 2007.p.540-65.
6. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. Biokimia harper. Edisi 24.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997.h. 67-87, 114-26, 141-51, 199.